Anda di halaman 1dari 13

BAB 1 Pendahuluan

1.Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi satu sama lain, baik itu dengan sesama, adat istiadat, norma, pengetahuan ataupun budaya di sekitarnya. Pada kenyataanya seringkali kita tidak bisa menerima atau merasa kesulitan menyesuaikan diri dengan perbedaan-perbedaan yang terjadi akibat interaksi tersebut, seperti masalah perkembangan teknologi, kebiasan yang berbeda dari seorang teman yang berbeda asal daerah atau cara-cara yang menjadi kebiasaan (bahasa, tradisi atau norma) dari suatu daerah sementara kita berasal dari daerah lain. Dari sebuah hubungan interaksi sosial itu menimbulkan suatu budaya baru yang berawal dari sebuah proses akulturasi budaya. Beraneka ragam dan corak pada setiap kebudayaan daerah menjadikan sebuah ciri khas tersendiri bagi setiap manusia dimuka bumi ini, berbagai macam perbedaan budaya tersebut antara lain dapat dilihat dari bentuk pakaian, bahasa, postur tubuh, aneka macam makanan, adat istiadat yang mengatur pada suatu daerah tertentu dan masih banyak lagi. Terkadang kita dihadapkan pada sebuah realitas yang sedikit berbeda dengan budaya kita, sehingga kita merasa asing ketika berada pada suatu wilayah tertentu. Manusia adalah makhluk sosio-budaya yang memperoleh perilakunya lewat belajar. Apa yang kita pelajari pada umumnya dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Dari semua aspek belajar manusia, komunikasi merupakan aspek yang terpenting dan paling mendasar. Kita banyak belajar dari respons-respons komunikasi terhadap rangsangan dari lingkungan sekitar. Kita harus menyandi dan menyandi balik pesanpesan dengan cara itu sehingga pesan-pesan tersebut akan dikenali, diterima,dan direspon oleh individu-individu yang berinteraksi dengan kita. Bila dilakukan, kegiatan-kegiatan komunikasi berfungsi sebagai alat untuk menafsirkan lingkungan fisik dan sosial kita. Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah suatu tingkah laku mereka. (Hafied Cangara) Kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hokum, adat istiadat, kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. (E. B Taylor) Adapun komunikasi lintas budaya sendiri didefinisikan sebagai: Komunikasi yang dilakukan oleh dua kebudayaan atau lebih, Komunikasi yang dilakukan sebagai akibat dari terjalinnya komunikasi antar unsur kebudayaan itu sendiri, seperti komunikasi antar masyarakat. Jika digabungkan dari kedua pengertian tentang komunikasi dan kebudayaan (budaya) maka akan mendapatkan pengertian sebagai berikut : Komunikasi lintas budaya adalah proses dimana dialihkan ide atau gagasan suatu budaya yang lainnya dan sebaliknya, dan hal ini bisa antar dua kebudayaan yang terkait

ataupun yang lebih, tujuannya untuk saling mempengaruhi satu sama lainnya, baik itu untuk kebaikan sebuah budaya maupun untuk menghancurkan suatu kebudayaan, atau bisa jadi sebagai tahap awal dari proses alkulturasi penggabungan dua kebudayaan atau lebih yang menghasilkan kebudayaan yang baru . Ada dua atau lebih kebudayaan yang terlibat dalam komunikasi. Komunikasi lintas budaya menghasilkan keuntungan dan kerugian diantara dua kebudayaan atau lebih yang terlibat. Komunikasi lintas budaya dijalin baik secara individu anggota masyarakat maupun dijalin secara berkelompok atau dewasa ini dapat dilakukan melalui media. Budaya menghasilkan feedback yang dimaksud, hal ini tergantung kepada penafsiran dan penerimaan dari sebuah kebudayaan yang terlibat, mau atau tidaknya dipengaruhi. Pentingnya komunikasi lintas budaya mengharuskan semua orang untuk mengenal panorama dasar-dasar komunikasi antarbudaya itu. Dalam kenyataan sosial, manusia tidak dapat dikatakan berinteraksi sosial kalau dia tidak berkomunikasi. Dapat dikatakan pula bahwa interaksi lintas budaya yang efektif sangat tergantung dari komunikasi lintas budaya. Maka dari itu kita perlu tahu apa-apa yang menjadi unsur-unsur dalam terbentuknya proses komunikasi lintas budaya, yang antara lain adalah adanya komunikator yang berperan sebagai pemrakarsa komunikasi; komunikan sebagai pihak yang menerima pesan; pesan/simbol sebagai ungkapan pikiran, ide atau gagasan, perasaan yang dikirim komunikator kepada komunikan dalam bentuk simbol. Komunikasi itu muncul, karena adanya kontak, interaksi dan hubungan antar warga masyarakat yang berbeda kebudayaannya. Sehingga kebudayaan adalah komunikasi dan komunikasi adalah kebudayaan, begitulah kata Edward T. Hall. Jadi sebenarnya tak ada komunitas tanpa kebudayaan, tidak ada masyarakat tanpa pembagian kerja, tanpa proses pengalihan atau transmisi minimum dari informasi. Dengan kata lain, tidak ada komunitas, tidak ada masyarakat, dan tidak ada kebudayaan tanpa komunikasi. Di sinilah pentingnya kita mengetahui komunikasi lintas budaya itu.

2.Tujuan Pembahasan
Komunikasi lintas budaya terjadi bila pengirim pesan adalah anggota dari suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari suatu budaya yang lain. Oleh karena itu, sebelum membicarakan komunikasi lintas budaya lebih lanjut kita akan membahas konsep komunikasi dan budaya dan hubungan diantara kedua terlebih dahulu. Pembicaraan tentang komunikasi akan diawali dengan asumsi bahwa komunikasi berhubungan dengan kebutuhan manusia dan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi dengan manusia manusia lainnya. Kebutuhan berhubungan social ini terpengaruhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan manusai manusia yang tanpa berkomunikasi akan terisolasi. Dari uraian di atas dapat disimpukan bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada komunikan. Dan proses berkomunikasi itu merupakan sesuatu yang tidak mungkin tidak dilakukan oleh seseorang karena setiap perilaku seseorang memiliki potensi komunikasi. Proses komunikasi melibatkan unsure unsure sumber (komunikator), pesan, media, penerima dan efek. Disamping itu proses komunikasi juga merupakan sebuah proses yang sifatnya dinamik, terus berlangsung dan selalu berubah,

dan interaktif, yaitu terjadi antara sumber dan penerima. Proses komunikasi juga terjadi dalam konteks fisik dan konteks sosial, karena komunikasi terjadi dalam kondisi terisolasi. Konteks fisik dan konteks social inilah yang kemudaian merefleksikan bagaimana seseorang jidup dan berinteraksi dengan orang lainnya sehingga terciptanya pola pola interaksi dalam masyarakat yang kemudian berkembang menjdai suatu budaya. Adapun budaya itu sendiri berkenaan dengan cara hidup manusia. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktek komunikasi, tindakan tindakan social, kegiatan kegiatan ekonomi, politik dan teknologi semua berdasarkan pada pola pola budayayang ada di masyarakat. Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirark, agama, waktu, peranan,hubungan ruang, konsep alam semesta, objek objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok.(Mulyana,1996:18) Budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa dan bagaimanaorang menyandi pesan, dan kondisi kondisinya untuk mengirim, memperhatiakn dan menafsikan pesan. Budaya merupakan landasan komunikasi sehingga bila budaya beraneka ragam maka beraneka ragam pula praktek praktek komunikasi yang berkembang.

3.Manfaat 4.Ruang Lingkup


BAB II Gambaran Budaya Jawa 1.Karakteristik Demografi Jawa adalah sebuah pulau di Indonesia dengan penduduk sekitar 136 juta, pulau ini merupakan pulau berpenduduk terpadat di dunia. Pulau Jawa dihuni sebagian besar oleh 60% penduduk Indonesia. Ibu kota Indonesia, Jakarta, terletak di Jawa barat. Banyak catatan sejarah Indonesia bertempat di Jawa, dahulu Jawa merupakan pusat kerajaan-kerajaan Hindu_Budha, kesultanan Islam, jantung Hindia Belanda Timur kolonial, dan merupakan pusat kampanye kemerdekaan Indonesia. Pulau ini mendominasi kehidupan sosial, politik, dan ekonomi bangsa Indonesia 2.Karakteristik Sosiologis Cultur 3.Karakteristik Biologis Masyarakat Jawa 4.Karakteristik Psikologis 5.Ciri khas Budaya Jawa BAB III Gambaran Pola Komunikasi Budaya Jawa 1.Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang menggunakan simbol-simbol atau kata-kata, baik yang dinyatakan secara oral atau lisan maupun. Komunikasi verbal merupakan karakteristik khusus manusia. Tidak ada makhluk lain yang dapat menyampaikan secara eksplisit sejumlah arti. Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal (Deddy Mulyana, 2005). Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Beberapa peneliti bahasa Jawa seperti Geertz (1960) dan Kartomihardjo (1982) mengatakan bahwa bahasa Jawa pada dasarnya memiliki tiga macam tingkat tutur, yaitu ngoko (ragam kasar), madya (ragam menengah), dan krama (ragam halus). Perbedaan dari ketiga ragam tersebut terletak pada pilihan leksikon dan bentuk afiks, tetapi tidak berbeda dalam sistem sintaksis (Poedjosoedarmo, 1986:67). Masing-masing varian ini oleh orang yang lebih ahli atau mumpuni masih memungkinkan untuk dibagi-bagi menjadi berbagai subvarian sehingga ragam-ragam bahasa Jawa ini menjadi sangat rumit. Pada masa sekarang ini disinyalir varian ragam-ragam bahasa Jawa ini sudah banyak yang hilang, atau tidak dikuasai lagi oleh generasi yang lebih muda. Saat ini dalam situasi bilingual yang disinyalir bahasa Jawa merupakan bahasa atau varian (L) yang digunakan oleh para pemakainya dalam situasi yang tidak formal. Pada umumnya orang-orang berkomunikasi dengan bahasa Jawa dalam situasi yang kurang bergengsi. Orang-orang yang telah memiliki hubungan yang akrab biasanya menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko. Orang-orang yang belum memiliki hubungan yang akrab menggunakan bahasa krama. Tentang bentuk krama mana yang menjadi pilihan masih ditentukan lagi oleh derajat keakraban penutur dengan lawan tutur. Faktor-faktor sosial seperti umur, jenis kelamin, status sosial, asal kedaerahan atau tempat tinggal, dan sejumlah faktor lain yang cukup pelik amat berperanan dalam hubungan ini. Masyarakat Jawa pada umumnya termasuk golongan masyarakat yang mengutamakan rasa, perasaan (Subroto, 1986: 209). Dalam berkomunikasi dengan orang lain, terlebih-lebih kepada orang yang belum dikenalnya dan berjarak sosial tertentu, mereka selalu mempertimbangkan secara masak-masak adanya efek rasa. Demikian pula dalam bertindak tanduk dan bertingkah laku lainnya, selalu dipikirkan apakah tutur kata dan tingkah lakunya itu menyinggung perasaan orang lain atau tidak. Semua itu usaha dalam rangka memelihara pernyataan sosial yang harmonis dengan memperkecil adanya konflik sosial dan pribadi secara terbuka dalam bentuk apa pun (Geertz, 1983: 154).Kemampuan mengendalikan rasa atau perasaan emosi merupakan sesuatu hal yang dipenuhi agar tercapai keseimbangan yang harmonis dalam berkomunikasi. Hal itu tercermin dalam proses pemilihan bentuk tutur tertentu dalam berkomunikasi. Keharmonisan dalam komunikasi yang menjaga rasa, perasaan itu sangat diutamakan dalam bentuk komunikasi tertentu. Hal itu akan menentukan tujuan atau harapan yang diperoleh dari komunikasi tersebut. Komunikasi yang mengutamakan rasa, perasaan itu misalnya berupa komunikasi direktif, yang berisi menyuruh orang lain, membujuk, dan merayu. Bentuk komunikasi seperti di atas sangat mengutamakan

adanya keharmonisan hubungan antara si pembicara dan mitra bicaranya. Oleh karena itu, bentuk komunikasi (wacana) direktif (perintah) dalam bahasa Jawa itu perlu dikaji atau diteliti agar dapat diketahui sifat-sifat khusus yang terdapat dalam wacana tersebut. Bentuk komunikasi direktif atau wacana direktif merupakan sebuah tuturan atau ujaran yang berisi agar orang lain itu mau melakukan tindakan yang sesuai dengan yang dikehendaki oleh penutur. Agar komunikasinya dapat berhasil, penutur harus menggunakan bentuk-bentuk komunikasi atau wacana sebagai sarana komunikasi yang memenuhi persyaratan tertentu, seperti unsur komponen tutur yang di antaranya berupa pembicara, mitra bicara, topik pembicaraan, suasana, dan tempat. Konsep komponen tutur itu pertama-tama dikemukakan oleh Hymes dalam bukunya yang berjudul Models of Interaction of Language and Social Life (1972), yang isinya berupa unsur-unsur tindak komunikasi. Adapun komponen tutur itu ada delapan unsur dan lazim diakronimkan menjadi SPEAKING, yakni (a) setting, meliputi waktu, tempat, atau kondisi fisik di sekeliling tempat terjadinya suatu peristiwa tuturan; (b) participant, meliputi penutur atau penulis dan pendengar atau pembaca, (c) end, berupa tujuan yang diharapkan, (d) act sequences, yaitu rangkaian kegiatan, (e) keys, cara mengenai sesuatu harus dikatakan oleh penutur (dapat secara serius, santai, dan sebagainya), (f) instrumentalities, yaitu saluran yang digunakan serta bentuk tuturan yang dipakai, (g) norms, yaitu norma-norma yang digunakan dalam berinteraksi; dan (h) genres, yaitu register khusus yang dipakai dalam peristiwa tutur. Di samping itu, Poedjosoedarmo (1979) telah menyempurnakan konsep komponen tutur berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Hymes (1972) itu. Penyempurnaan teori itu dengan mengaitkan peranan bahasa dalam komunikasi. Ia berpendapat bahwa suatu pesan atau ide sebelum diungkapkan atau diekspresikan harus ditata sebelum dalam wujud penataan kode (encoding). Penataan kode ini merupakan salah satu tahap dalam proses berkomunikasi. Wujud pengungkapan ide atau gagasan itu berupa bentuk-bentuk tuturan atau wacana yang bervariasi bentuknya yang sesuai dengan unsur-unsur komponen tutur yang mempengaruhi dalam komunikasi. Dengan demikian, komponen tutur itu merupakan faktor penentu terjadinya tuturan atau wacana.

2.Komunikasi Non Verbal


Komunikasi nonverbal bukanlah hal yang asing dalam hidup kita. Memang dari segi istilah terlihat membingungkan namun kita sering sekali menggunakannya, malahan tanpa sadar hampir setiap kita berkomunikasi kita menggunakan jenis komunikasi ini. Komunikasi nonverbal secara sederhana dapat dimaknai sebagai komunikasi tanpa menggunakan kata-kata. Istilah non verbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata yang terucap ataupun tertulis. Menurut Erving Goffman, meskipun seseorang berhenti berbicara namun ia tidak berhenti berkomunikasi melalui idiom tubuh (Mulyana, Deddy, 2001). Komunikasi nonverbal yang sering kita lakukan antara lain: menggeleng untuk menyatakan tidak, mengangguk untuk menyatakan iya, melambaikan tangan sebagai pelengkap ketika menyapa seseorang atau ketika mengucapkan selamat tinggal, mengerutkan dahi sebagai tanda bahwa seseorang bingung, volume suara yang keras ketika marah, dan lain-lain. Stewart dan DAngelo (1980) berpendapat bahwa bila kita membedakan pesan verbal dari non verbal dan vocal

dari non vocal, kita memiliki 4 kategori yaitu pesan verbal/ vocal yaitu komunikasi melalui kata yang diuacapkan, pesan verbal/ non vocal yaitu kata-kata yang digunakan tapi tidak diucapkan, pesan non verbal/ vocal yaitu menggerutu, pesan non verbal/ non vocal yaitu hanya mencakup sikap dan penampilan. Maka pesan non verbal membawa pesan-pesan nonlinguistic, (L.Tubbs, Stewart. Sylvia Moss,1996). Setiap bangsa juga memiliki bentuk-bentuk komunikasi nonverbal yang berbeda. Orang jawa sangat kental dalam hal ini, orang jawa banyak menggunakan simbol-simbol nonverbal dalam kesehariannya, membungkukkan badan ketika melewati orang tua misalnya. Selain itu. masyarakat jawa biasanya berbicara dengan menggunakan volumenya tidak terlalu keras, kecepatan yang relatif lambat, dan intonasi yang pelan. Berbeda dengan orang batak, mereka menggunakan volume yang lebih keras, kecepatan yang relatif cepat, dan dialog melayu yang kental.

3.Komunikasi Tulisan
Komunikasi tulisan, yaitu apabila pesan yang disampaikan, disandikan dalam simbol-simbol yang dituliskan pada kertas atau media lain yang bisa dibaca kemudian disampaikan pada penerima. Contoh dari media tertulis adalah surat dan selebaran. Cara komunikasi seperti inii lebih baik digunakan untuk menyampaikan pesan yang membutuhkan kejelasan dan rutin terjadi. Selain itu cara komunikasi seperti ini dapat dilakukan dengan menggunakan media lebih sedikit daripada oral serta timbal balik yang diterima juga lebih lambat. Bahasa merupakan suatu sitem kode verbal. Bahasa dapat didefinisikan sebagai perangkap simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tertentu, yang dapat digunakan dan dipahami suatu komunitas. Sedangkan bahasa verbal adalah sustu sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang mempresentasikan berbagai aspek realitas individual. Konsekuensinya, kata-kata adalah abstraksi realitas kita yang tidak mampu menimbulkan realitas yang merupakan totalitas objek atau konsep yang diwakili kata-kata itu. Dalam penelitian ini, bentuk komunikasi terbagi menjadi dua, yaitu: a. Tulisan (SMS) : yaitu adalah bentuk komunikasi yang sifatnya tertulis yaitu menggunakan fasilitas dari handphone untuk mengirimkan pesan dalam bentuk tulisan kepada individu lain. b. Lisan (Bertemu secara langsung) : yaitu bentuk komunikasi dengan menyampaikan pesan melalui kata-kata secara langsung kepada orang lain dalam hal ini dengan tatap muka langsung dengan orang BAB IV Pembahasan 1.Hambatan Implementasi Komunikasi pada Budaya Jawa Di dalam komunikasi selalu ada hambatan yang dapat mengganggu kelancaran jalannya proses komunikasi. Sehingga informasi dan gagasan yang disampaikan tidak dapat diterima dan dimengerti dengan jelas oleh penerima pesan atau receiver.

Menurut Ron Ludlow & Fergus Panton, ada hambatan-hambatan yang menyebabkan komunikasi tidak efektif yaitu adalah (1992,p.10-11) : a. Status effect Adanya perbedaaan pengaruh status sosial yang dimiliki setiap manusia.Misalnya karyawan dengan status sosial yang lebih rendah harus tunduk dan patuh apapun perintah yang diberikan atasan. Maka karyawan tersebut tidak dapat atau takut mengemukakan aspirasinya atau pendapatnya. b. Semantic Problems Faktor semantik menyangkut bahasa yang dipergunakan komunikator sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan perasaanya kepada komunikan. Demi kelancaran komunikasi seorang komunikator harus benar-benar memperhatikan gangguan sematis ini, sebab kesalahan pengucapan atau kesalahan dalam penulisan dapat menimbulkan salah pengertian (misunderstanding) atau penafsiran (misinterpretation) yang pada gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi (miscommunication). Misalnya kesalahan pengucapan bahasa dan salah penafsiran seperti contoh : pengucapan demonstrasi menjadi demokrasi, kedelai menjadi keledai dan lain-lain. c. Perceptual distorsion Perceptual distorsion dapat disebabkan karena perbedaan cara pandangan yang sempit pada diri sendiri dan perbedaaan cara berpikir serta cara mengerti yang sempit terhadap orang lain. Sehingga dalam komunikasi terjadi perbedaan persepsi dan wawasan atau cara pandang antara satu dengan yang lainnya. d. Cultural Differences Hambatan yang terjadi karena disebabkan adanya perbedaan kebudayaan, agama dan lingkungan sosial. Dalam suatu organisasi terdapat beberapa suku, ras, dan bahasa yang berbeda. Sehingga ada beberapa kata-kata yang memiliki arti berbeda di tiap suku. Seperti contoh : kata jangan dalam bahasa Indonesia artinya tidak boleh, tetapi orang suku jawa mengartikan kata tersebut suatu jenis makanan berupa sup. e. Physical Distractions Hambatan ini disebabkan oleh gangguan lingkungan fisik terhadap proses berlangsungnya komunikasi. Contohnya : suara riuh orang-orang atau kebisingan, suara hujan atau petir, dan cahaya yang kurang jelas. f. Poor choice of communication channels Adalah gangguan yang disebabkan pada media yang dipergunakan dalam melancarkan komunikasi. Contoh dalam kehidupan sehari-hari misalnya sambungan telephone yang terputus-putus, suara radio yang hilang dan muncul, gambar yang kabur pada pesawat televisi, huruf ketikan yang buram pada surat sehingga informasi tidak dapat ditangkap dan dimengerti dengan jelas. g. No Feed back Hambatan tersebut adalah seorang sender mengirimkan pesan kepada receiver tetapi tidak adanya respon dan tanggapan dari receiver maka yang terjadi adalah komunikasi satu

arah yang sia-sia. Seperti contoh : Seorang manajer menerangkan suatu gagasan yang ditujukan kepada para karyawan, dalam penerapan gagasan tersebut para karyawan tidak memberikan tanggapan atau respon dengan kata lain tidak peduli dengan gagasan seorang manajer. 2.Cara mengeliminasi hambatan komunikasi dalam budaya Jawa
Untuk bisa mengatasi hambatan-hambatan dalam komunikasi antar budaya yang timbul dalam konteks komunikasi interpersonal seperti contoh di atas, maka poin penting yang harus dilakukan adalah memahami peran budaya di dalam komunikasi itu sendiri. Berikut ini, beberapa prinsip utama yang patut diperhatikan dalam melakukan komunikasi antar budaya. a. Mendidik Diri Sendiri Cara terbaik untuk mempersiapkan sebuah komunikasi antar budaya adalah melengkapi diri Anda dengan pengetahuan tentang budaya dari orang lain. Untuk itu, ada banyak sekali cara yang dapat Anda lakukan. Salah satu caranya adalah menonton tayangan atau film yang menghadirkan pandangan sebenarnya dari sebuah kebudayaan. Cara lainnya dapat dilakukan dengan membaca bahan yang ditulis oleh orang dari budaya yang berbeda. Lalu, Anda juga bisa memanfaatkan teknologi dengan melakukan komunikasi langsung melalui internet dan sebagainya. Selain itu, Anda tidak hanya perlu untuk menambah pengetahuan terkait kebudayaan yang berbeda tersebut. yang tidak kalah pentingnya adalah mengenali dan memahami ketakutan-ketakutan yang ada pada diri Anda, yang kelak akan bisa menghalangi suatu komunikasi antar bduaya yang efektif. Contohnya adalah ketidakpercayaan diri yang dapat menjadikan Anda tidak nyaman ketika berbicara dengan orang lain yang berbeda budaya. b. Mengurangi Ketidakpastian Semua bentuk komunikasi akan berpotensi menimbulkan ketidakpastian dan ambiguitas. Oleh karena itu, seiring dengan besarnya perbedaan yang terjalin dalam suatu komunikasi antar budaya, maka ketidakpastian dan ambiguitas tersebut juga akan cenderung membesar jika dibandingkan dengan komunikasi dalam suatu budaya tertentu. Namun, hal itu bukannya tidak dapat diatasi. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan aktif mendengarkan dan juga dengan mengecek kembali persepsi yang ada pada diri Anda. Kedua hal ini memegang peranan penting karena akan membantu dalam memverifikasi keakuratan perseps Anda dan memberi peluang bagi Anda untuk mengkoreksi persepsi yang salah tentang orang lain. Selain itu, hal esensial dalam kemampuan berkomunikasi antar budaya adalah bersikap flesibel dan selalu terbuka untuk melakukan revisi atas opini yang salah terhadap orang lain. c. Mengenali Perbedaan Prinsip ketiga adalah Anda harus memahami perbedaan apa yang terbentang antara Anda dan orang lain dari budaya berbeda yang berkomunikasi dengan Anda. Terkait hal ini, maka ada tiga perbedaan utama yang harus dikenali untuk bisa melakukan komunikasi antar budaya yang efektif. Pertama adalah mengenali perbedaan yang ada antara diri Anda dengan orang lain dari budaya yeng berbeda dengan Anda. Langkah awal adalah Anda harus membuang jauh-jauh persepsi yang menganggap bahwa kita semua seragam dan perbedaan itu tidak ada. Hal ini malah akan menjadi penghalang terbesar dalam suatu komunikasi antar budaya. Sebab dengan demikian, Anda akan selalu menganggap cara Anda yang benar dan sama sekali tidak mempertimbangkan perbedaan yang ada pada diri orang lain. Kedua, mengenali perbedaan yang ada di dalam kelompok dari budaya yang berbeda. Di dalam kelompok tertentu, kadang juga terdapat perbedaan-perbedaan. Oleh karena itu, penting adanya untuk juga memahami perbedaan yang ada tersebut. Contoh mudahnya adalah tidak semua orang Indonesia merupakan suku Jawa. Masih terdapat suku Batak, Madura, Bugis

dan lain sebagainya. Oleh karena itu, walau semua suku itu ada di bawah suatu label Indonesia, bukan berarti mereka adalah suku yang sama. Lalu yang terakhir Anda perlu memahami perbedaan dalam memaknai sesuatu hal. Makna tidak eksis di dalam kata atau simbol, tetapi makna tumbuh dan berkembang dalam alam pemikiran setiap individu manusia. Oleh karena itu, setiap orang dapat memiliki pemahaman dan pemaknaan yang berbeda-beda pula terhadap suatu kata ataupun simbol. d. Menghadapi Stereotip dalam Diri Anda Stereotip adalah suatu kesan yang dibangun oleh suatu kelompok tertentu terhadap kelompok lainnya yang biasanya belum tentu tepat benar. Contoh stereotip yang banyak beredar adalah orang Batak pasti keras dalam berbicara, lalu, orang Jawa pasti lambat dalam bekerja dan lain sebagainya. Dalam komunikasi antar budaya, stereotip ini memegang peranan yang cukup penting karena memengaruhi persepsi Anda terhadap orang lain sehingga akhirnya mempengaruhi pula tindakan dan perlakuan Anda kepada orang dari budaya yang berbeda. Sebagai contoh, Anda sedang berkendara dan mendapati seorang wanita muda yang mobilnya tampak bermasalah di pinggir jalan. Karena hari sudah malam, Anda mengambil keputusan untuk menolong. Namun, setelah Anda turun dari kendaraan, Anda malah dirampok oleh sekelompok anak muda yang sedari tadi bersembunyi. Dan kemudian mereka pergi bersama wanita tadi yang juga kawanannya. Ketika Anda menjumpai kondisi yang sama di lain kesempatan, maka Anda akan cenderung untuk berpikir bahwa itu adalah jebakan dan mengabaikan kemungkinan bahwa orang tersebut memang membutuhkan pertolongan Anda. e. Menyesuaikan Cara Anda Berkomunikasi Penyesuaian adalah prinsip penting kelima dalam melakukan komunikasi interpersonal. Hal ini karena tidak ada dua orang di dunia ini yang memiliki kesamaan yang identik dalam memaknai sesuatu hal. Jika dalam suatu budaya yang sama saja masih ada perbedaan dalam memaknai sesuatu, maka prinsip ini memegang peranan yang lebih penting dalam komunikasi antar budaya. Mengapa demikian? Karena orang dari budaya yang berbeda tentu akan memiliki signal dan simbol yang berbeda pula dalam menyatakan sesuatu hal. Contohnya, memandang mata orang lain ketika berbicara menandakan kejujuran dan keterbukaan bagi orang Amerika. Namun, hal yang serupa tidak berlaku bagi orang Jepang yang menganggap bahwa hal tersebut arogan dan menunjukkan tidak menghargai orang lain. f. Kurangi Sikap Etnosentris Anda Etnosentris dapat dipahami sebagai suatu kecenderungan untuk mengevaluasi nilai, kepercayaan dan perilaku dari kebudayaan Anda sendiri sehingga akan menjadi lebih baik lagi. Sikap ini juga memberikan sisi positif saat ada serangan dari pihak luar terhadap budaya itu, dimana sikap etnosentris akan menjaga kekohesifan dari kelompok tersebut sehingga tidak terpecah. Namun, etnosentris terkadang akan berkembang menjadi sikap yang begitu mengagungkan kebudayaannya sendiri dan di lain pihak cenderung merendahkan budaya yang berbeda dengan budayanya. Sikap ini tentu tidaklah baik sebab akan menjadikan suatu kelompok menjadi tertutup bagi keberagaman yang dimiliki kelomok lainnya. Oleh karena itu, yang terpenting dalam menjalin komunikasi dengan orang dari budaya yang berbeda adalah menempatkan etnosentris terhadap kebudayaan Anda itu pada posisinya dan bukannya menjadikan diri Anda tertutup bagi kebudayaan yang berbeda.

3.Peran perawat sebagai komunikator dalam mengatasi hambatan komnikasi


dalam pelayanan atau asuhan keperawatan

HAMBATAN PERAWAT DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK Bentuk hambatan komunikasi Terapeutik Ada 5 jenis: 1. Resistens 2. Transferens 3. Kontertransferens 4. Pelanggaran batas 5. Pemberian hadiah 1. Resistens * merupakan penghindaran verbalisasi yang dipelajari * merupakan akibat ketidaksediaan klien untuk berubah (pada saat perubahan di rasakan). * merupakan upaya klien untuk tetap tidak mengakui penyebab kecemasan dlm dirinya dalam rangka melawan atau menyangkal ungkapan perasaan. * diperlihatkan klien selama fase kerja (fase proses penyelesaian masalah) * Faktor penyebab: - perawat berfokus pd diri sendiri - perawat terlalu membuka diri - trust belum terbina *Bentuk Resistens a. Supresi dan represi b. Putus asa thd masa depan c. Devaluasi d. Hambatan intelektual: lupa, mengantuk e. Perilaku amuk atau tidak rasional f. Pembicaraan yg bersifat permukaan g. Menolak tg. Jawab h. Menolak berubah 2.Transferens - respon yang tidak disadari oleh klien thd perawat terkait dengan kehidupan masa lalu. - ketidak tepatan respon klien dalam peng- gunaan koping pengisaran (displacement) yang maladaptif. -merupakan suatu kumpulan reaksi yg timbul sebagai upaya utk mengurangi kecemasan dan ketidak puasan klien thd perawat akibat intensitas pertemuan yg berlebihan. Reaksi yang ditampilkan: - Bermusuhan/bersikap negatif thd perawat. - Menghindar/memutuskan hubungan. - Membantah, mengkritik - Mengomel - Pelupa - Ketergantungan atau membenci Terjadi bila kontrak pd tahap orientasi tidak jelas. - Upaya mengatasi transferens. a. Menjadi pendengar aktif sikap tidak menyalahkan klien, perhatikan respons non

verbal klien. b. Klarifikasi dan refleksi pembicaraan lebih fokus, klien menyadari pikiran dan perasaannya c. Mengkaji perilaku diperlukan pengetahuan dan pengalaman ttg perilaku manusia. 3. Kontertransferens a.Hambatan terapeutik berasal dari perawat yang ditimbulkan oleh sikap klien. b.Respon emosional spesifik yang tidak tepat terhadap klien. c.Reaksi yang ditampilkan: - sangat mencintai/ caring berlebihan - sangat membenci/bermusuhan - marah berlebihan atau tidak sabar - cemas dan rasa bersalah, muncul berulang - tidak mampu berempati thd klien - Menekan perasaan selama pertemuan - Tidak bersikap bijak saat membuat kontrak dgn klien - Berdebat dengan klien - Keterlibatan dengan klien pada tingkat personal/sosial - Melamunkan klien - Klien menjadi besar kepala - Klien sulit berubah, ketergan- tungan, klien menjadi manja. - Klien tidak terbuka Cara identifikasi terjadinya kontertransferens - Mempunyai standar yg sama ttg harapan thd klien - Melatih hubungan terapeutik - Menemukan sumber masalah - Melatih kontrol diri - Pengawasan secara individual - Kontertransferens tidak mudah diatasi, membawa dampak terhadap hubungan perawat klien - Perlu upaya /keseriusan dari perawat untuk mengatasinya 4. Pelanggaran Hubungan Terapeutik (batas) a. Dalam hubungan terapeutik peran perawat sebagai penolong (helpher) klien maupun perawat hrs menyadari batasan ini. b. Pelanggaran batas terjadi jika perawat melampaui batas hubungan terapeutik terjadi hubungan personal c. Bentuk pelanggaran - menerima ajakan makan diluar/undangan - Menjadi hubungan sosial - Memberikan informasi personal pd klien - Klien mengenalkan perawat pd anggota klg utk tujuan hub sosial - Menerima hadiah dari klien - Menjalankan bisnis / memesan pelayanan dari klien

- Secara rutin membelai/ memeluk klien - Menghadiri acara- acara sosial klien d. Upaya pencegahan: - membuat kesepa- katan ttg interaksi yg akan dilakukan - Fokus pd tujuan interaksi meng- ingatkan kontrak dan tujuan interaksi

5. Pemberian Hadiah a. Bentuk Hadiah dapat konkrit maupun abstrak b. Merupakan masalah kontroversial dlm keperawatan c. Pemberian hadiah pd tahap orientasi klien dapat memanipulasi perawat d. Pemberian hadiah pd tahap terminasi perawat menunda proses terminasi, pemindahan hubungan menjadi sosial/ hubungan personal. Mengatasi Hambatan Terapeutik -Siap untuk ungkapkan perasaan dasar pengetahuan ttg hambatan terapeutik. -Gunakan Klarifikasi dan refleksi perasaan & isi -Kaji latar belakang klien maupun perawat thd perilaku yang ditampilkan berdampak negatif thd proses terapeutik. -Tinjau kembali tujuan hubungan terapeutik sesuai masalah klien. BAB V Penutup 1. Kesimpulan Komunikasi lintas budaya adalah proses dimana dialihkan ide atau gagasan suatu budaya yang lainnya dan sebaliknya, dan hal ini bisa antar dua kebudayaan yang terkait ataupun yang lebih, tujuannya untuk saling mempengaruhi satu sama lainnya, baik itu untuk kebaikan sebuah budaya maupun untuk menghancurkan suatu kebudayaan, atau bisa jadi sebagai tahap awal dari proses alkulturasi penggabungan dua kebudayaan atau lebih yang menghasilkan kebudayaan yang baru . Komunikasi itu muncul, karena adanya kontak, interaksi dan hubungan antar warga masyarakat yang berbeda kebudayaannya. Sehingga kebudayaan adalah komunikasi dan komunikasi adalah kebudayaan, begitulah kata Edward T. Hall. Jadi sebenarnya tak ada komunitas tanpa kebudayaan, tidak ada masyarakat tanpa pembagian kerja, tanpa proses pengalihan atau transmisi minimum dari informasi. Dengan kata lain, tidak ada komunitas, tidak ada masyarakat, dan tidak ada kebudayaan tanpa komunikasi. Di sinilah pentingnya kita mengetahui komunikasi lintas budaya itu. 2. Saran saran Budaya daerah merupakan faktor utama berdirinya kebudayaan nasional, maka segala sesuatu yang terjadi pada budaya daerah akan sangat mempengaruhi budaya

nasional. Atas dasar itulah, kita semua mempunyai kewajiban untuk menjaga, memelihara dan melestarikan budaya baik budaya lokal atau budaya daerah maupun budaya nasional, karena budaya merupakan bagian dari kepribadian bangsa.

Anda mungkin juga menyukai