Anda di halaman 1dari 11

Permasalahan hukum di Indonesia bukannya semakin baik, tetapi malah makin kusut.

Terlihat diawal tahun 2012, kasus seorang anak remaja berinisial AAL dituduh mencuri sandal milik Brimob Harahab yang berlanjut ke jalur hukum. Sebagai simbol dari kegundahan ini, seluruh lapisan masyarakat beramai-ramai menyumbangkan sandal untuk penegak hukum, Kapolri. Permasalahan peradilan ini menjadi perhatian dunia, media terkemuka Amerika Serikat (AS), boston.com Rabu, (4/1/2011) waktu setempat menuliskan bahwa masyarakat Indonesia telah menemukan simbol baru atas frustrasi mereka yang terus tumbuh akibat ketidakadilan di negara demokratis baru ini: sandal jepit yang usang dan murah.

Frustrasi Ketidakadilan di Awal Tahun Masyarakat Indonesia mungkin frustasi dengan ketidakadilan ini. Lihat saja, sebelum adanya permasalahan ini, keputusan dari Mahkamah Agung (MA) yaitu Hakim Hendra Pramono yang hanya dihukum mutasi dan dibebastugaskan sebagai hakim selama 1 tahun. Padahal nyata-nyata memeras terdakwa sebesar Rp 40 juta, sangat tidak adil dengan kasus yang menimpa AAL yang di vonis 5 tahun penjara karena dituduh mencuri sandal milik seorang anggota Brimop. Selain itu dari Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Amar Abdullah harus kembali mendekam di penjara akibat menendang pintu pagar rumah Fanly. Padahal, Amar sendirii mengalami kebutaan akibat dipukuli pemilik rumah tersebut. Bandingkan dengan kasus suap bernilai puluhan miliar rupiah, Nunun Nurbaeti yang hanya mengalami tensi darah naik mendapat perlakuan istimewa dirawat di RS Sukanto. Tidak hanya itu, beberapa waktu lalu Indonesia disuguhkan dengan video yang menggambarkan aparat kepolisian memukuli dan menendangi warga yang sedang menyampaikan aspirasinya di Mesuji dan Bima. Dalam hal ini tak sedikit masyarakat yang diantaranya meninggal akibat kelakuan itu. Selain

itu, frustasi masyarakat semakin menjadi akibat tumpukan ketidakadilan tahun lalu yang tidak kunjung usai seperti halnya pencurian pulsa dan rekening gendut Polri. Ditambah lagi permasalahan penanganan kasus korupsi yang hingga saat ini tidak kunjung menemukan titik terang. Globe.com menerangkan bahwa sandal ini juga mengekspresikan penanganan kemarahan atas penangkapan AAL. Peradilan hukum yang menimpa AAL, dianggap masyarakat sebagai Ketidakadilan hukum di Indonesia. Negara Indonesia adalah negara Hukum, itulah yang tercantum dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-3. UUD 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis. Di samping UUD 1945, berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, yang samasama menjadi aturan aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelengg araan negara. Sudahkan Indonesia menjadi negara hukum yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial? Sudahkah? Keanehan yang Namanya Hukum Ada begitu banyak yang masih menjadi misteri dan PR sudahkah Indonesia menjadi negara hukum bagi seluruh rakyatnya? Dalam berbagai kesempatan di blog, saya menulis unek-unek suatu kasus dan kondisi dimana saya merasa terjadi ketidakadilan dalam peristiwa tersebut. Contohnya adalah Keanehan KPU, Buddha Bar, UU ITE dan Pornografi terhadap Situs Porno, Korupsi Dana DKP pada Pilpres 2004. Selain tulisan saya diatas, bagaimana Imam Hambali (Kemat) dan David Eko Prianto yang ditangkap dan dipidana 17 dan 12 tahun penjara serta Maman Sugianto (Sugik) yang disergap dan didakwa akibat aparat kepolisian Jombang yang tidak profesional mengungkap kasus pembunuhan Asrori (dilanjutkan oleh Kejati Jombang). Berbagai kasus ketidakadilan rakyat kecil terus terjadi, disisi lain para penguasa dengan seenak-enaknya dapat melanggar aturan. Saya melihat bahwa kasus Buddha Bar merupakan salah satu konspirasi terbesar ketimpangan oleh penguasa dan pengusaha yang dengan enteng menepikan hukum perundangan kita. Bagaimana kasus korupsi DKP yang hanya menumbalkan terpidana Rokhmin Dahuri. Bagaimana UU ITE dan Pornografi tidak digunakan untuk melindungi rakyat banyak, tapi disisi lain hanya menjerat suara rakyat kecil. Makanya, saya katakan bawah tidaklah heran jika kita melihat

fenomena produk-produk hukum (UU dan turunannya) di negeri yang dibuat dengan dana miliaran rupiah hanya untuk menjerat si miskin bertambah miskin dan tidak berdaya. Sedangkan para penguasa beserta kroninya memiliki akses yang seluas-luasnya dalam berbagai izin inkonstitusional dan pemanfaatan fasilitas negara. Dilema Prita Mulyasari Prita Mulyasari, seorang ibu dari dua orang anak yang masih kecil harus mendekam dibalik jeruji karena didakwa atas pelanggaran Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik [download]. Dari pengakuannya, ia menjadi korban oknum perusahaan RS Omni International Alam Sutera yang memperlakukan dia bak sapi perahan. Pasien yang harusnya mendapat prioritas pelayanan kesehatan yang prima, justru menjadi obyek eksploitasi finansial dan bahkan jika apa yang diungkapkan oleh ibu Priya Mulyasari dalam email/surat pembaca itu benar [baca], maka secara insitusi RS Omni Internasional melindungi oknum dokter yang melakukan mal-praktik. Pihak manajemen RS Omni telah menggunakan kekuasaan jaringan dan keuangan untuk mendukung perbuatan yang tidak semestinya. Bukan dengan melakukan investigasi secara intensif atas kasus yang menimpa Ibu Prita M, justru pihak RS Omni mendakwa Ibu Prita dengan dalil hukum Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. [pasal 27 ayat 3 UU 11/2008] akan dijerat pidana 6 tahun dan atau 1 miliar. Jika anda membaca unek-unek ibu Prita, maka secara sepihak atas dasar nurani dan kemanusaian kita akan mendukung ibu Prita di Bebaskan Ibu Prita atau Facebook ini. Karena kasus Ibu Prita sudah dibawa sampai ke pengadilan [baca], maka atas dasar keadilan, maka manajemen dan oknum RS Omni juga harus diseret ke meja hijau. Harus sama-sama dibawa ke meja hijau. Dan jika kasus yang dialami ibu Prita benar seperti yang ia tuliskan, maka para oknum dokter tersebut sudah selayaknya dipecat secara tidak hormat. Sekali lagi, jika kasus yang menimpa ibu Prita sesuai dengan ia tuliskan, maka atas kesombongan manajemen RS Omni Internasional, saya menghimbau selama 1, 3, atau 6 bulan, masyarakat memboikot untuk tidak berobat di RS Omni International Alam Sutera . Kita berharap selama 1,3 tau 6 bulan pihak manajemen RS mulai berbenah diri. Dan tentunya, ini menjadi pelajaran sangat berarti bagi Bu Prita dan juga rekan-rekan netter lainnya. Jika Anda mendukung Ibu Prita Mulyasari, silahkan pasang banner ini

Prita Dipenjara, tapi Kejahatan Pornografi? UU ITE mengatur banyak aspek dalam dunia internet, mulai dari etikamoral dalam menggunakan internet hingga transaksi bisnis internet. Perbuatan yang pertama dilarang dalam UU 11/2008 adalah tindakan penyebaran konten asusila [ditegaskan dalam UU 44/2008 tentang Pornografi], lalu perjudian (2), pencemaran nama baik (3), dan pemerasan/ancaman (4), hal-hal berbau SARA dan seterusnya. Bila kita melihat urutannya, maka semestinya UU ITE yang disahkan pada April 2008 digunakan untuk membersihkan konten porno dari dunia internet demi melindungi generasi muda dari degradasi moralitas. Namun, adakah perubahan berarti informasi dan industri pornografi via internet di Indonesia sejak diterbitnya UU ITE April 2008 dan UU Pornografi Oktober 2008 silam? Bukankah kasus pelanggaran Pasal 27 ayat 1 lebih banyak daripada ayat 3 UU 11/2008? Mengapa pula seorang ibu yang menyampaikan unek-unek menjadi korban mal praktik perusahaan rumah sakit harus kembali menjadi korban sementara para oknum rumah sakit berleha-leha? Apakah dengan kekuasaan jaringan dan finansial, maka manajemen Omni bisa menyewa pengacara (bahkan jaksa) membuat yang benar jadi salah, salah jadi benar? Mengapa kepolisian tidak menyelidiki siapa yang menyebarluaskan email private dari Bu Prita? Dan mengapa untuk membahas masalah ini, saya mengangkat isu yang terlalu lebar yakni masalah hukum secara umum? Karena saya sangat percaya, bahwa kasus Ibu Prita, Rokhmin Dahuri, Kemat, David, Sugik, Sengkon dan Karta. hanyalah fenomena gunung es atas ketidakadilan hukum di negeri ini. Lebih baik tidak memilih sama sekali, daripada memilih pemimpin yang tidak tegas memperjuangkan keadilan rakyat! Utang najis saja terus dibela, suara rakyat kecil dipasung! Hukum dapat siran oleh kekuasaan dan baru muncul ketika kampanye datang. Sesungguhnya dimanakah hukum itu? Ditangan penguasa kah? Salam Perubahan, 3 Juni 2009 ech-nusantaraku Updated: Atas desakan dari berbagai pihak (termasuk JK dan Mega), status tahanan Prita diturunkan menjadi tahanan kota. Semoga dua capres yang berbicara lantang memberi dukungan kepada Ibu Prita ini bukan karena masa-masa pilpres. Kok, kasus pembunuhan Asrori 2008 silam tidak mendapat dukungan moril yang besar dari para capres ini? Terlepas apakah di ajang kampanye atau tidak, kita tetap mengucapkan terima kasih kepada meraka (para capres ini) yang memberi perhatian atas kasus ini. Tapi perlu diingat sekali lagi kasus Bu Prita hanyalah fenomena gunung es.

Penjara Mewah Artalyta Suryani Bukti Ketidakadilan Hukum Indonesia


[8:10 AM | 0 comments ]

Jadilah penjahat yang kayaItulah kira- kira kalimat yang pas kalau melihat ruang tahanan Artalyta Suryani, sang koruptor yang divonis 5 tahun penjara di Rutan Pondok Bambu, Jakarta. Bagaimana tidak hotel prodeo tempat si pemakan duit rakyat ini menghabiskan masa tahanannya memang layaknya hotel karena dilengkapi dengan fasilitas super mewah seperti home theater, kulkas, dispenser, AC, temapt tidur empuk sampai tempat bermain anak. Artalyta alias Ayin juga bebas mendapatkan perawatan dari dokter kulit. Makin cantik aja kali ya nanti keluar ari penjara? Wah jadi kaya orang pindah rumah saja..Enak banget ya saya kira jam kunjungnya juga ngga terbatas jadi kalau lagi kesepian tinggal call aja pake Blackberry? Sungguh kontras dengan keadaan napi kereSudah hasil kejahatannya ngga seberapasengsara dipenjarabadan habis dipukuli sesama napi dan petugas..kena TBC pula..Wedeuw Jadi kayaknya di Indonesia tercinta ini, dimana hukum bisa dibeli kalau mau jadi penjahat sekalian jadi yang kakap yang duitnya banyak biar bisa beli ruang tahanan kaya Artalyta (nyindir mode on ^~^) Oya berikut adalah beberapa gambar ruangan mewah Artalyta di Pondok Bambu:

Dua Kaskuser dipenjara gara-gara menjual Ipad Ketidak adilan hukum di Indonesia
July 2nd, 2011 by salsabilayugo Leave a reply

Jakarta Hingga saat ini, Dian (42) dan Randy (29) tidak habis pikir

mengapa dirinya bisa sampai dijebloskan ke penjara hanya gara-gara menjual 2 unit iPad. Padahal, saat akan menjual barang tersebut, kedua alumni ITB Bandung ini tidak ada itikad buruk melakukan tindak kejahatan. Kini, sambil menunggu proses sidang di PN Jakarta Pusat, keduanya menghitung hari di Rumah Tahanan Salemba. Dia gak menyangka

akan seperti ini. Mereka orang awam dalam hukum yang tidak tahu
ada pasal larangan menjual barang dengan manual book berbahasa Inggris, kata kuasa hukum terdakwa Virza Roy Hizzal saat

berbincang dengan detikcom, Jumat (1/7/2011). Menurut Virza, dua orang ini membeli iPad di Singapore saat berlibur. Setelah sampai di Indonesia, mereka menjual lagi iPad karena tidak cocok menggunakan tablet pintar ini. Maka dipilihlan

situs kaskus sebagai sarana untuk menawarkan barang tersebut


karena tidak perlu biaya iklan. Tak disangka, orang yang akan membeli iPada justru adalah polisi yang tengah menjebak mereka. Yang dijual kan bukan barang haram, seperti narkoba. Mereka tidak tahu ada pasal seperti ini, tandas Virza. Usai selesai disidik oleh polisi, keduanya pun diserahkan ke Kejaksaan

Negeri Jakarta Pusat. Oleh jaksa, mereka lalu dijebloskan ke penjara


Rutan Salemba dengan alasan ditakutkan akan melarikan diri dan mengulangi perbuatannya. Kini permohonan penangguhan

penahanan tersebut belum dikabulkan oleh hakim. Alasan jaksa mengada-ada. Mereka kan jelas, baik keluarga, alamat tinggal dan sebagainya. Mereka terpelajar, alumnus ITB Bandung yang kini bekerja di sektor migas. Buktinya pun telah disita negara.

Alasan apalagi kok mereka harus ditahan? cetus Virza. Alhasil, keduanya kini hanya berharap kepada keadilan hakim untuk memberikan penangguhan penahanan. Karena berbagai alasan tersebut, mereka tidak habis pikir mengapa mereka sampai dipenjara. Apa ini karena ada persaingan bisnis di belakang ini semua? tanya Virza.

Kasus ini bermula ketika Dian dan Rendy menawarkan 2 buah Ipad
3G Wi Fi 64 GB di forum jual beli situs www.kaskus.us. Entah karena apa, tawaran ini membuat anggota polisi Polda Metro Jaya melakukan penyelidikan. Lantas, seorang anggota polisi, Eben Patar Opsunggu menyamar sebagai pembeli. Transaksi pun dilakukan pada 24 November 2010 di City Walk, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Lantas, keduanya ditangkap polisi. Oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Endang, mendakwa keduanya melanggar Pasal 62 Ayat (1) juncto Pasal 8 Ayat (1) Huruf j UU/ 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen karena tidak memiliki manual book berbahasa Indonesia. Lalu, Pasal 52 juncto Pasal 32 Ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, karena I Pad belum terkategori alat elektronik komunikasi resmi. Ancamannya pidana penjara paling lama 5 tahun penjara. Kasus ini masih berlangsung di PN Jakarta Pusat. (asp/mok) sumber: detik.com http://www.detiknews.com/read/2011/07/02/030328/1672929/10/dian -dan-randy-tak-menyangka-jual-ipad-di-kaskus-berujungpenjara?9911022

Aneh benar negeri ini.astagfirullaah..

Dituduh Curi Asam, Satu Keluarga Dipidanakan


Jumat, 17 September 2010 - 08:45 wib

Situbondo (jurnalbesuki.com) - Gara-gara dituduh mencuri buah asem, satu keluarga miskin (gakin) terpaksa mendekam didalam jeruji besi Rumah Tahanan Situbondo dan pada kamis (16/9) kemarin mereka mulai menjalani siding dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Situbondo. Keempat terdakwa yang sebelumnya dilaporkan kepolisi atas pencurian 6 kg buah asem itu langsung duduk dikursi pesakitan. Mereka adalah Kamsu alias P.Nurhani (75) dan Sahiya (65) Suryadi (35) dan istrinya bernama Maryati (28) keeempatnya merupakan warga asal Dusun Dempas Desa Jatisari Kecamatan Arjasa dan satu keluarga itu memiliki hubungan keluarga yakni Bapak, Ibu anak dan menantu. Dalam sidang kemarin yang dipimpin langsung oleh majelis hakim, Panji Santoso SH itu diagendakan untuk mendengar pembacaan dakwaan oleh Nurkhoyin selaku jaksa penuntut umum (JPU), karena pengacara terdakwa tidak hadir, sidang pertama terpaksa ditunda hingga pekan depan. Informasi yang dihimpun menyebutkan, jika keempat terdakwa dituduh telah mencuri buah asam milik Masyani pada awal bulan Juli 2010 silam. Merasa telah dirugikan, Masyani memilih melapor ke Polsek Arjasa hingga pada akhirnya mereka dipanggil pihak penyidik untuk dimintai keterangannya sekaligus satu keluarga itu ditetapkan sebagai tersangka. Padahal sebelumnya pihak kepolisian sudah mengarahkan agar kasus ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan . namun apadaya, cara kekeluargaan itu tidak diindahkan oleh oleh Pelapor dan terlapor sehingga polisi akhirnya melimpahkan ke kejaksaan. Saat ditemui usai persidangan, Sahiya mengaku tak habis pikir dengan tindakan tetangganya yang tega melaporkannya ke polisi. Padahal dirinya ke TKP hanya berniat mengambil buah asem yang ditanam di lahan miliknya. saya bersama keluarga gak mencuri, saya cuma mengambil buah asem milik saya sendiri yang ditanam ditanah saya, katanya. Sahiya yang mengaku buta aksara ini menceritakan jika sebelumnya tanah yang ditanami asem itu memang pernah digadaikan kepada Masyani, karena sudah ditebus maka ia berani memanen hasil buah asem itu untuk keperluan memasak dan sebagian akan dijualnya. Pengakuan terdakwa itu juga dibenarkan oleh Cakra SH selaku pengacara

terdakwa, menurutnya, kliennya memang mengambil buah asem, tetapi pohom asem itu ditanam terdakwa. "Padahal tanahnya itu sudah ditebus, masak mengambil haknya justru dikatakan pencurian," ungkap Cakra. Dalam kasusnya itu, keempat terdakwa dijerat dengan pasal 363 (1) ke KUHP. Sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian mereka tidak ditahan, Namun ketika berkasnya sudah dilimpahkan ke kejaksaan, keempatnya langsung mendekam didalam Rutan Situbondo. (sug/jb1)

Anda mungkin juga menyukai