Anda di halaman 1dari 21

ARTIKEL 1: Menyiasati Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ketersediaan Air Krisis air bersih akibat perubahan iklim kian

dirasakan masyarakat khususnya di perkotaan. Sudah saatnya kita lakukan gerakan massal menabung air serta memanfaatkan air secara efisien. Perubahan iklim merupakan sesuatu yang dampaknya sulit untuk dihindari terhadap berbagai segi kehidupan. Dampak ekstrem dari perubahan iklim adalah terjadinya kenaikan temperatur serta pergeseran musim. Perubahan iklim bukan lagi semata-mata wacana, namun sudah dapat kita rasakan dampaknya, seperti banjir, gelombang pasang, dan kekeringan. Kota-kota pesisir kita merupakan kawasan yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim ini. Di seluruh Indonesia, terdapat 60 kota yang rawan banjir dan terdapat 30 kota rawan tsunami. Berangkat dari fakta tersebut, penting untuk disiapkan upaya mitigasi dan adaptasi terhadap dampak Perubahan Iklim (Joessair Lubis, Peduli Lingkungan, Peduli Tata Ruang, 2011). Isu krisis air bersih sebagai salah satu dampak perubahan iklim telah lama didengungkan. Namun demikian, potret kondisi air kita semakin suram saja. Secara relatif, seiring meningkatnya populasi manusia, ketersediaan air bersih berkurang akibat semakin besarnya kebutuhan akan air. Hingga tak pelak nantinya akan terjadi perang perebutan untuk mendapatkan sumber daya ini. UNDP tahun 2006 pernah mengungkapkan bahwa ketersediaan air baku di tiga provinsi, yaitu DKI, DIY dan Jatim telah memasuki ambang kritis (<1000 m3/kapita/tahun). Badan Regulator Pelayanan Air Minum DKI Jakarta (2010) menyatakan bahwa tingginya kebutuhan air di Jakarta, yang tidak diimbangi dengan penambahan jaringan dan pasokan, ditengarai akan memicu defisit air dari tahun ke tahun. Saat ini saja, total kebutuhan air baku di DKI Jakarta mencapai 17.700lt/det. Dari hasil analisis, defisit air baku akan terjadi sepanjang tahun. Tahun 2010 saja, defisit air mencapai 6.857 lt/ det, lalu pada tahun 2015 diperkirakan akan terjadi defisit sekitar 13.045 lt/det dan pada tahun 2020 defisit akan mencapai 28.370 lt/det. Akibat angka kebutuhan air yang akan terus meningkat ini, jika tidak dilakukan upaya alternatif penyediaan sumber air baku, maka pada 2025 warga Jakarta diperkirakan akan benar-benar kesulitan mendapatkan air bersih. Kondisi ini semakin lengkap dengan masih lemahnya proteksi sumber air baku, tingginya kepadatan penduduk, kurangnya kepedulian terhadap lingkungan dan perubahan yang begitu cepat, yang secara keseluruhan tidak sebanding dengan kemampuan ekosistem alam untuk mencapai keseimbangan baru.

Indonesia perlu belajar dari Singapura. Negara yang dikelilingi laut tersebut mengimpor 40 persen kebutuhan air bersihnya. Selain mengimpor, kebutuhan air bersih Singapura diperoleh dari reservoir dan daerah tangkapan air lainnya sebesar 20 persen, penyulingan air laut 10 persen, dan pengolahan air terpakai 30 persen. Salah satu proyek mereka yang spektakuler adalah Marina Barrage, yakni sebuah bendungan raksasa yang berfungsi sebagai penampungan air. Bendungan tersebut telah menjadi pusat atraksi publik karena dirancang dengan sedemikian menarik. Bandingkan kondisi tersebut dengan Indonesia dengan begitu banyak sungai dan perairan yang sangat luas. Di Jakarta, misalnya, ada 13 sungai dengan air melimpah yang mengalir begitu saja ke laut tanpa termanfaatkan dan parahnya sungai-sungai tersebut justru seperti menjadi tong sampah. Cadangan air tanah dan danau juga habis disedot untuk keperluan rumah tangga dan industri. Air hujan yang seharusnya bisa ditampung dan diolah justru terbuang percuma dan malah menjadi banjir. Menabung Air untuk Menyiasati Kekeringan Tidak bisa dipungkiri lagi, krisis air bersih dirasakan masyarakat di banyak tempat, terlebih di perkotaan. Efisiensi pemanfaatan air tanah adalah hal mutlak yang harus dilakukan. Indonesia merupakan kawasan yang dikelilingi oleh daerah pegunungan di mana begitu banyak sungai mengalir di situ. Pada musim hujan, banyak air sungai yang mengalir begitu saja ke laut tanpa dimanfaatkan atau ditampung terlebih dahulu hingga pada saat kemarau sungai menjadi kering dan tak ada lagi air yang dapat diambil. Diperlukan gerakan massal menabung air guna menyiasati kekeringan. Menabung air dapat dilakukan dengan pembuatan sumur-sumur resapan, berupa sumur gali yang berfungsi menampung, meresapkan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh di permukaan tanah, bangunan, juga atap rumah. Dengan adanya sumur resapan, air hujan bisa lebih efektif terserap ke dalam tanah. Diperlukan pula sumur-sumur resapan yang mampu memberikan dampak penampungan dan pengendalian secara cepat, misalnya pembangunan dan atau revitalisasi danau-danau besar, danau-danau kecil (embung), dam penahan, dam pengendali, selain juga kegiatan rehabilitasi dan reboisasi dari hutan yang ada. Dengan adanya embungembung penampung air, kita dapat memanen air pada saat datang musim hujan, dan menyimpannya di embung tersebut untuk selanjutnya dapat dimanfaatkan pada musim kemarau/kering. Selain efisiensi, perlu juga pemanfaatan sumber daya air alternatif lainnya. Kita dapat memanfaatkan air laut melalui proses desalinasi dengan bantuan teknologi Reverse Osmosis (RO). Teknologi RO adalah teknologi yang bekerja dengan cara memindahkan zat (larutan)

dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi melalui sebuah membran. Teknologi ini digunakan untuk pemurnian air dengan mengubah air laut menjadi air tawar hingga siap diminum. Contoh nyata, program penyulingan air laut dengan Reverse Osmosis (RO) telah dilakukan oleh PT Pembangunan Jaya Ancol sebagai langkah alternatif solusi keterbatasan pasokan air. Melalui instalasi RO-nya, setiap hari sebanyak 7.000 m air laut dapat diubah menjadi 5.000 m air tawar. Sisanya, sekitar 2.000 m berupa air berkadar garam tinggi yang digunakan untuk kolam apung, salah satu wahana wisata di Ancol. Jika diolah lebih lanjut, air berkadar garam tinggi ini akan dapat menghasilkan garam dengan jumlah berlimpah. Hal ini tentu sangat bermanfaat karena Indonesia saat ini masih harus mengimpor garam dari negara lain untuk mencukupi kebutuhan domestik. Pembangunan instalasi desalinasi ini merupakan langkah tepat karena berdampak positif bagi masyarakat Jakarta karena bukan hanya sebagai alternatif solusi keterbatasan pasokan air saat ini, melainkan juga sebagai langkah antisipasi krisis air yang mengancam kawasan ibu kota.

Daur Ulang Air Sebagai Alternatif Banyak kota yang memiliki kebijakan bahwa semua air limbah harus diolah sebelum dibuang. Air hasil olahan tersebut kalau bisa digunakan kembali, sayang jika dibuang begitu saja. Daripada dibuang, lebih baik diolah lebih lanjut sehingga dapat menghasilkan kualitas yang sama dengan air bersih. Contohnya sejak 2008, BPLHD Provinsi Jawa Barat telah menetapkan tiga kantor dinas pemerintahan yaitu Dinas Tata Ruang dan Permukiman (Distarkim), Dinas Pendidikan (Disdik), dan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) untuk menjadi proyek percontohan daur ulang limbah air domestik karena konsumsi air di ketiga dinas itu terbilang tinggi. Program ini diharapkan mampu memanfaatkan 60% dari 80% air limbah bekas pakai. Jika program ini berhasil, diharapkan percontohan ini dapat menjadi gerakan yang lebih masif. Selain kantor-kantor dinas, hotel, industri, dan rumah tangga, mereka juga menargetkan akan mendaur ulang limbah air di lingkungan domestiknya. Saat ini mereka juga sedang mengkaji pemanfaatan air hujan yang jatuh di atap dengan menggunakan talang dan tangki, dengan demikian, jumlah air yang dihemat akan menjadi lebih besar dan tidak ada lagi krisis air saat kemarau. Potensi air bersih hasil daur ulang air limbah lainnya yang juga tak kalah tinggi adalah daur ulang air wudu. Kemajuan teknologi memungkinkan sejumlah hal terwujud, termasuk mendaur ulang air yang semula berasal dari limbah, bercampur dengan kotoran, benda najis, menjadi air bersih. Namun apakah penggunaan air daur ulang itu halal? Tak perlu khawatir,

sebagaimana yang dipaparkan di dalam artikel Republika online (03/06), Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yaitu air daur ulang adalah suci menyucikan jika diproses sesuai dengan ketentuan fikih. Sebagai contoh adalah Masjid Salman Institut Teknologi Bandung (ITB) yang telah mengembangkan teknologi daur ulang air wudu. Yayasan Pembina Masjid (YPM) Salman ITB melalui Unit Riset Lembaga Pemberdayaan Umat (Salman Institute for Community Development) dengan dukungan Kementerian Riset dan Teknologi RI melalui program SIPTekMan (Sistem Insentif Teknologi dan Manajemen) tahun anggaran 2003 telah melakukan serangkaian riset untuk mendapatkan teknologi alternatif yang murah untuk mendaur ulang air bekas wudu. Sebelumnya Pondok Pesantren Daarut Tauhid juga sudah melakukan hal serupa. Mereka telah menerapkan teknologi daur ulang yang dapat digunakan untuk mendaur ulang air buangan rumah tangga seperti air bekas cuci pakaian, bekas mandi, bekas cuci piring, dan sebagainya. Gerakan efisiensi air ini perlu dimasyarakatkan untuk menjaga agar kebutuhan air generasi berikutnya dapat tetap terpelihara. Pilihan ada di tangan kita, apakah air yang ada di bumi ini akan kita habiskan untuk kita sendiri, atau kita mau simpan untuk anak cucu kita nanti. Jangan jadikan penghematan air bukan hanya sebatas slogan belaka, banyak pihak telah bergerak, banyak pula pihak yang telah beraksi nyata, kapan giliran kita?

ARTIKEL 2: Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pengelolaan Lingkungan Hidup ( Bag 1 ) Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup (Mitra Info, 2000). Pengelolaan lingkungan hidup diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas keberlanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya yang beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah : (a) tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbgangan antara manusia dan lingkungan hidup; (b) terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup; (c) terjaminnya kepentingangenerasi masa kini dan generasi masa depan; (d) tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup; (e) terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana; (f) terlindungnya NKRI terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan perusakan lingkungan hidup. Kemandirian dan keberdayaan masyarakat merupakan prasyarat untuk menumbuhkan kemampuan masyarakat sebagai pelaku dalam pengelolaan lingkungan hidup bersama dengan pemerintah dan pelaku pembangunan yang lain. Meningkatnya kemampuan dan kepeloporan masyarakat akan meningkatkan efektifitas peran masyarakat

dalampengelolaan lingkungan hidup. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makluk lainnya, disebut daya dukung lingkungan hidup. Sedangkan, daya tamping lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi,dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Pengelolaan lingkungan hidup diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan, disebut pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup Sasaran pengelolaan lingkungan hidup sebagai berikut. Pertama, tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup. Kedua, terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup. Ketiga, terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan. Keempat, tercapainya kelestarian fungsi lingkungan

hidup. Kelima, terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana. Keenam, terlndungnya NKRI terhadap dampak usahadan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan, disebut perusakan lingkungan hidup. Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup. Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Selain mempunyai hak, setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajban memberikan informasi yang besar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Masyarakat mempunyai kesempatan yanmg sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pelaksanaanya dilakukan dengan cara sebagai berikut. Pertama, meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan, Kemampuan dan keberdayaan masyarakat merupakan prasyarat untuk menumbuhkan kemampuan masyarakat sebagai pelaku dalam pengelolaan lingkungan hidup bersama dengan pemerintah dan pelaku pembangunan lainnya. Kedua, menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat. Meningkatnya kemampuan dan kepeloporan masyarakat akan meningkatkan efektifitas peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup. Ketiga, menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial. Meningkatnya ketanggapsegeraan masyarakat akan semakin menurunkan kemungkinan terjadinya dampak negatif. Keempat, memberikan saran dan pendapat. Kelima, menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan. Dengan meningkatnya ketanggapsegeraan akan

meningkatkan kecepatan pemberian informasi tentang suatu masalah lingkungan hidup sehingga dapat segera ditindaklanjuti. Sumberdaya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh Pemerintah. Untuk pelaksanaannya

Pemerintah: (a) mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup, (b) mengatur penyediaan, peruntukkan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup, dan pemanfaatan kembali sumberdaya alam, termasuk sumberdaya genetika, (c) mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang dan/atau subyek hukum lainnya serta perbuatan hukum terhadap sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, termasuk sumberdaya genetik, (d) mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial, (e) mengembangkan pendaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pemerintah menetapkan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang dengan tetap memperhatikan nilai-nilai agama, adat istiadat, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (1993). Pengelolaan lingkungan hidup, dilaksanakan secara terpadu, meliput sektoral, ekosistem, dan bidang ilmu. Dalam operasionalnya terpadu dengan penataan ruang, perlindungan sumberdaya alam nonhayati, perlindungan sumberdaya buatan, konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim. Dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah berkewajiban mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab: (a) para pengambil keputusan pengelolaan lingkungan hidup, (b) masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, (c) kemitraan antara masyarakat, dunia usaha dan Pemerintah dalam upaya pelestarian daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup, (d) kebijakan pengelolaan lingkungan hidup yang menjamin terpeliharanya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, (e) mengembangkan dan menerapkan perangkat yang bersifat preventif, dan proaktif dalam upaya pencegahan penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, (f) memanfaatkan dan mengembangkan teknologi yang ramah lingkungan, (g)

menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang lingkungan hidup, (h) menyediakan informasi lingkungan hidup dan menyebarluaskan kepada masyarakat, dan (i) memberikan penghargaan kepada orang lain atau lembaga yang berjasa di bidang lingkungan hidup. Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap usaha dan/atau kegiatan tidak boleh melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumberdaya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup, dinamakan baku mutu lingkungan hidup. Sedangkan kriteria baku

kerusakan lingkungan hidup adalahukuran batas perubahan sifat fisik dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang. Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup (Amdal). Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1999 tentang Amdal, yang dimaksud Amdal adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan, disebut dampak besar dan penting. Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib dilengkapi dengan dokumen Amdal saat ini diatur dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2000 tanggal 21 Februari 2000. (Untuk lebih lengkapnya Anda mencari Keputusan tersebut). ( pengembangan IPS )

ARTIKEL 3:

Lampung Fokus pada Pemeliharaan Irigasi


Negeri ini selain dikenal sebagai penghasil singkong dan jagung juga dikenal sebagai salah satu daerah lumbung padi nasional yang cukup andal. Dengan modal lebih dari 140 ribu Ha jaringan irigasi teknis yang tersebar di sejumlah daerah, Lampung mampu memberikan kontribusi bagi stok pangan nasional. Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji, Sekampung, Agus Rahardjo dalam kesempatan berbincang dengan KIPRAH mengatakan bahwa sejak beberapa tahun terakhir pihaknya fokus pada kegiatan pemeliharaan jaringan irigasi dan sumber daya air lainnya, seperti pemeliharaan waduk, embung, bangunan air, rawa dan sumber air baku. Menurut dia, sejak tahun 2007 operasi dan pemeliharaan (O&P) sebagian jaringan irigasi di provinsi Lampung ditangani pusat dalam kerangka tugas perbantuan yang meliputi daerah irigasi Way Rarem, Way Sekampung, Way Pangubuan, Way Seputih, Way Tulung Mas, Way Curup, Way Jepara, dan Way Umpu dengan total areal seluas 144.357 Ha. Sebelumnya kegiatan O&P jaringan irigasi ditangani oleh pemda di tingkat provinsi dan kabupaten. Terkait dengan ketahanan pangan, ditangani pula O&P pada daerah rawa lebak seluas 25.578 Ha dari potensi seluas 62.300 Ha dan daerah rawa pasang surut yang telah dikembangkan seluas 50.198 Ha dari potensi yang ada seluas 66.653 Ha, sementara operasi

dan pemeliharaan jaringan irigasi air tanah meliputi areal seluas 1.380 Ha yang tersebar di 130 lokasi. Air tanah ini, apabila debitnya kecil, dipergunakan untuk air baku air bersih pedesaan, yang telah dimanfaatkan untuk 800 KK. Menurut Agus Rahardjo, untuk tahun anggaran 2011 pihaknya mengelola APBN sekitar Rp 180 miliar. Bulan ini tender telah selesai dan memasuki tahap persiapan dan pelaksanaan konstruksi, jelasnya. Sebagian besar pekerjaan yang ditenderkan merupakan pekerjaan pemeliharaan/rehabitasi/peningkatan infrastruktur yang telah ada, tambahnya. Untuk pekerjaan konstruksi baru, menurut dia tidak banyak, itu pun merupakan pekerjaan lanjutan dengan areal kurang dari seribu ha di Kabupaten Tulang Bawang. Berbicara ke depan tentang sumber daya air di provinsi Lampung, tentu saja berbicara tentang potensi yang mungkin bisa di kembangkan. Berdasarkan studi yang ada, sebetulnya potensi Lampung masih cukup besar untuk bisa menambah areal pertanian pangan. Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji, Sekampung itu mencatat, untuk menjaga ketersediaan air baku, Lampung mempunyai potensi 10 waduk yang bisa dibangun. Tiga diantaranya telah dibangun, yakni Waduk Way Rarem dengan kapasitas tampung air 156 juta m3, Waduk Batutegi dengan kapasitas tampung air sebesar 665 juta m3, dan Way Jepara dengan kapasitas tampung sebesar 21 juta m3 telah dioperasikan jauh sebelum kehadiran dua waduk tersebut. Di samping itu, masih ada potensi waduk-waduk lapangan atau embung sebanyak 166 buah, dan telah dibangun sebanyak 66 buah dengan total kapasitas tampung 20,75 juta m3. Sementara potensi jaringan irigasi dengan kemungkinan dilakukan pencetakan sawah baru, masih terbuka di daerah irigasi Way Sekampung yang mempunyai potensi areal seluas 66.501 Ha, daerah irigasi Way Seputih dengan potensi 20.201 Ha. Sebagian besar potensi di dua daerah irigasi utama tersebut sudah sejak lama dimanfaatkan menjadi areal persawahan yang potensial. Sedangkan potensi yang cukup besar berada di daerah rawa lebak dan rawapasang surut. Daerah rawa lebak baru seluas 25.578 Ha yang dikembangkan dari potensi seluas 62.300 Ha dan daerah rawa pasang surut yang telah di kembangkan seluas 50.198 Ha dari potensi yang ada seluas 66.653 Ha. Di samping itu, masih ada potensi di Kabupaten Lampung Utara yang air irigasinya direncanakan diambil dari bendung Perjaya di sungai Komering Sumatera Selatan. Akan tetapi, pembangunan jaringan irigasi di provinsi Lampung untuk areal sekitar 3.000 Ha yang bersumber dari Irigasi Komering itu belum dilaksanakan. Namun demikian, menurut Agus Rahardjo, untuk membangun jaringan irigasi baru sebagai lanjutan dari jaringan irigasi yang telah ada perlu dilakukan penelitian ulang secara

lebih cermat. Masalahnya, di provinsi Lampung sejak 10 tahun terakhir telah berkembang dengan pesat perkebunan kelapa sawit dan kakao. Jangan-jangan potensi areal persawahan yang ada telah menjadi perkebunan kelapa sawit seperti yang terjadi di beberapa provinsi lainnya di Sumatera.

ARTIKEL 4:

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN, LINGKUNGAN HIDUP DAN OTONOMI DAERAH


Oleh:Sudarmadji

Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, yang berupa tanah, air dan udara dan sumberdaya alam yang lain yang termasuk ke dalam sumberdaya alam yang terbarukan maupun yang tak terbarukan. Namun demikian harus disadari bahwa sumberdaya alam yang kita perlukan mempunyai keterbatasan di dalam banyak hal, yaitu keterbatasan tentang ketersediaan menurut kuantitas dan kualitasnya.

Sumberdaya alam tertentu juga mempunyai keterbatasan menurut ruang dan waktu. Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan sumberdaya alam yang baik dan bijaksana. Antara lingkungan dan manusia saling mempunyai kaitan yang erat. Ada kalanya manusia sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya, sehingga aktivitasnya banyak ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya.

Keberadaan sumberdaya alam, air, tanah dan sumberdaya yang lain menentukan aktivitas manusia sehari-hari. Kita tidak dapat hidup tanpa udara dan air. Sebaliknya ada pula aktivitas manusia yang sangat mempengaruhi keberadaan sumberdaya dan lingkungan di sekitarnya. Kerusakan sumberdaya alam banyak ditentukan oleh aktivitas manusia. Banyak contoh kasus-kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia

seperti pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah serta kerusakan hutan yang kesemuanya tidak terlepas dari aktivitas manusia, yang pada akhirnya akan merugikan manusia itu sendiri.

Pembangunan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam; namun eksploitasi sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan. Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan kualitas lingkungan serta kerusakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dari pengamatan di lapangan, oleh sebab itu dalam makalah ini dicoba diungkap secara umum sebagai gambaran potret lingkungan hidup, khususnya dalam hubungannya dengan pengelolaan lingkungan hidup di era otonomi daerah.

PEMBANGUNAN NASIONAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang termaktub dalam Pembukaan Undangundang Dasar 1945. Dalam melaksanakan pembangunan nasional perlu memperhatikan tiga pilar pembangunan berkelanjutan secara seimbang, hal ini sesuai dengan hasil Konperensi PBB tentang Lingkungan Hidup yang diadakan di Stockholm Tahun 1972 dan suatu Deklarasi Lingkungan Hidup KTT Bumi di Rio de Janeiro Tahun 1992 yang menyepakati prinsip dalam pengambilan keputusan pembangunan harus memperhatikan dimensi lingkungan dan manusia serta KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg Tahun 2002 yang membahas dan mengatasi kemerosotan kualitas lingkungan hidup.

Bagi Indonesia mengingat bahwa kontribusi yang dapat diandalkan dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi dan sumber devisa serta modal pembangunan adalah dari sumberdaya alam, dapat dikatakan bahwa sumberdaya alam mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia baik pada masa lalu, saat ini maupun masa mendatang sehingga, dalam penerapannya harus memperhatikan apa yang telah disepakati dunia internasional. Namun demikian, selain sumberdaya alam mendatangkan kontribusi besar bagi pembangunan, di lain pihak keberlanjutan atas ketersediaannya sering diabaikan dan begitu juga aturan yang mestinya ditaati sebagai landasan melaksanakan pengelolaan suatu usaha dan atau kegiatan mendukung pembangunan dari sektor ekonomi kurang diperhatikan,

sehingga ada kecenderungan terjadi penurunan daya dukung lingkungan dan menipisnya ketersediaan sumberdaya alam yang ada serta penurunan kualitas lingkungan hidup. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang tidak dilakukan sesuai dengan daya dukungnya dapat menimbulkan adanya krisis pangan, krisis air, krisis energi dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir seluruh jenis sumberdaya alam dan komponen lingkungan hidup di Indonesia cenderung mengalami penurunan kualitas dan kuantitasnya dari waktu ke waktu.

Dalam pelaksanaan pembangunan di era Otonomi Daerah, pengelolaan lingkungan hidup tetap mengacu pada Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan juga Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-undang No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Dalam melaksanakan kewenangannya diatur dengan Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Dalam pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah Propinsi mempunyai 6 kewenangan terutama menangani lintas Kabupaten/Kota, sehingga titik berat penanganan pengelolaan lingkungan hidup ada di Kabupaten/ Kota. Dalam surat edaran Menteri Dalam Negeri No 045/560 tanggal 24 Mei 2002 tentang pengakuan Kewenangan/Positif List terdapat 79 Kewenangan dalam bidang lingkungan hidup.

Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional yang dilaksanakan permasalahan lingkungan hidup yang saat ini sering dihadapi adalah kerusakan lingkungan di sekitar areal pertambangan yang berpotensi merusak bentang alam dan adanya tumpang tindih penggunaan lahan untuk pertambangan di hutan lindung. Kasus-kasus pencemaran lingkungan juga cenderung meningkat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi yang tidak diiringi dengan penerapan teknologi bersih memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan perkotaan.

Sungai-sungai di perkotaan tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga. Kondisi tanah semakin tercemar oleh bahan kimia baik dari sampah padat, pupuk maupun pestisida. Masalah pencemaran ini disebabkan masih rendahnya kesadaran para pelaku dunia usaha ataupun kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat dengan kualitas lingkungan yang baik. Dengan kata lain permasalahan lingkungan tidak semakin ringan namun justru akan semakin

berat, apalagi mengingat sumberdaya alam dimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan yang bertujuan memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kondisi tersebut maka pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan penegakan hukum lingkungan yang adil dan tegas, sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan penerapan etika lingkungan serta asimilasi sosial budaya yang semakin mantap. Perlu segera didorong terjadinya perubahan cara pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika lingkungan melalui internalisasi kedalam kegiatan/proses produksi dan konsumsi, dan menanamkan nilai dan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses pembelajaran sosial serta pendidikan formal pada semua tingkatan.

Dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang berkelanjutan, sektor Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup perlu memperhatikan penjabaran lebih lanjut mandat yang terkandung dari Program Pembangunan Nasional, yaitu pada dasarnya merupakan upaya untuk mendayagunakan sumberdaya alam yang dipergunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal sertapenataan ruang.

Hasil KTT Pembangunan Berkelanjutan (World Summit on Sustainable Development WSSD) di Johannesburg Tahun 2002, Indonesia aktif dalam membahas dan berupaya mengatasi kemerosotan kualitas lingkungan hidup, maka diputuskan untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan generasi sekarang dan yang akan datang dengan bersendikan pada pembangunan ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup yang berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan memperkuat satu sama lain. Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak melampaui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya. Dengan demikian pengertian pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Konsep ini mengandung dua unsur :

Yang pertama adalah kebutuhan, khususnya kebutuhan dasar bagi golongan masyarakat yang kurang beruntung, yang amat perlu mendapatkan prioritas tinggi dari

semua negara.

Yang kedua adalah keterbatasan. Penguasaan teknologi dan organisasi sosial harus memperhatikan keterbatasan kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan manusia pada saat ini dan di masa depan.

Hal ini mengingat visi pembangunan berkelanjutan bertolak dari Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 yaitu terlindunginya segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; tercapainya kesejahteraan umum dan kehidupan bangsa yang cerdas; dan dapat berperannya bangsa Indonesia dalam melaksankan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dengan demikian, visi pembangunan yang kita anut adalah pembangunan yang dapat memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat generasi saat ini tanpa mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan generasi mendatang. Oleh karena itu fungsi lingkungan hidup perlu terlestarikan.

Kebijakan pembangunan Nasional menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan yang memadukan ketiga pilar pembangunan yaitu bidang ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. Dalam penerapan prinsip Pembangunan Berkelanjutan tersebut pada Pembangunan Nasional memerlukan kesepakatan semua pihak untuk memadukan tiga pilar pembangunan secara proposional. Sejalan dengan itu telah diupayakan penyusunan Kesepakatan Nasional dan Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan melalui serangkaian pertemuan yang diikuti oleh berbagai pihak.

Konsep pembangunan berkelanjutan timbul dan berkembang karena timbulnya kesadaran bahwa pembangunan ekonomi dan sosial tidak dapat dilepaskan dari kondisi lingkungan hidup.

KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM OTONOMI DAERAH Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat kebijaksanaan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut mencakup kemantapan kelembagaan,sumberdaya manusia dan kemitraan lingkungan, disamping perangkat hukum dan perundangan,informasi

serta pendanaan. Sifat keterkaitan (interdependensi) dan keseluruhan (holistik) dari esensi lingkungan telah membawa konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi terintegrasikan dan menjadi roh dan bersenyawa dengan seluruh pelaksanaan pembangunan sektor dan daerah.

Kebijakan Nasional dan Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sesuai dengan Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, dalam bidang lingkungan hidup memberikan pengakuan politis melalui transfer otoritas dari pemerintah pusat kepada daerah:

Meletakkan daerah pada posisi penting dalam pengelolaan lingkungan hidup. Memerlukan prakarsa lokal dalam mendesain kebijakan. Membangun hubungan interdependensi antar daerah. Menetapkan pendekatan kewilayahan.

Dapat dikatakan bahwa konsekuensi pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 dengan PP No. 25 Tahun 2000, Pengelolaan Lingkungan Hidup titik tekannya ada di Daerah, maka kebijakan nasional dalam bidang lingkungan hidup secara eksplisit PROPENAS merumuskan program yang disebut sebagai pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Program itu mencakup : 1. Program Pengembangaan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai potensi dan produktivitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup melalui inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi. Sasaran yang ingin dicapai melalui program ini adalah tersedia dan teraksesnya informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup, baik berupa infrastruktur data spasial, nilai dan neraca sumberdaya alam dan lingkungan hidup oleh masyarakat luas di setiap daerah. 2. Program Peningkatan Efektifitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Alam. Tujuan dari program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup hutan, laut, air udara dan mineral. Sasaran

yang akan dicapai dalam program ini adalah termanfaatkannya, sumber daya alam untuk mendukung kebutuhan bahan baku industri secara efisien dan berkelanjutan. Sasaran lain di program adalah terlindunginya kawasan-kawasan konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak terkendali dan eksploitatif 3. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup. Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, serta kegiatan industri dan transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan. 4. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup. Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum, perangkat hukum dan kebijakan, serta menegakkan hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan. Sasaran program ini adalah tersedianya kelembagaan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kuat dengan didukung oleh perangkat hukum dan perundangan serta terlaksannya upaya penegakan hukum secara adil dan konsisten. 5. Progam Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya alam dan Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup. Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihakpihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sasaran program ini adalah tersediaanya sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup sejak proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan.

Kebijakan Nasional dan Daerah dalam Penegakan Hukum Lingkungan Sisi lemah dalam pelaksanaan peraturan perundangan lingkungan hidup yang menonjol adalah penegakan hukum, oleh sebab itu dalam bagian ini akan dikemukakan hal yang terkait

dengan penegakan hukum lingkungan. Dengan pesatnya pembangunan nasional ang dilaksanakan yang tujuannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ada beberapa sisi lemah, yang menonjol antara lain adalah tidak diimbangi ketaatan aturan oleh pelaku pembangunan atau sering mengabaikan landasan aturan yang mestinya sebagai pegangan untuk dipedomani dalam melaksanakan dan mengelola usaha dan atau kegiatannya, khususnya menyangkut bidang sosial dan lingkungan hidup, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan. Oleh karena itu, sesuai dengan rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dilakukan meningkatkan kualitas lingkungan melalui upaya pengembangan sistem hukum, instrumen hukum, penaatan dan penegakan hukum termasuk instrumen alternatif, serta upaya rehabilitasi lingkungan. Kebijakan daerah dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan kebijakan dan penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup di daerah dapat meliputi :

Regulasi Perda tentang Lingkungan. Penguatan Kelembagaan Lingkungan Hidup. Penerapan dokumen pengelolaan lingkungan hidup dalam proses perijinan Sosialisasi/pendidikan tentang peraturan perundangan dan pengetahuan lingkungan hidup.

Meningkatkan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders

Pengawasan terpadu tentang penegakan hukum lingkungan. Memformulasikan bentuk dan macam sanksi pelanggaran lingkungan hidup. Peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia.

Peningkatan pendanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup, sedangkan yang dimaksud lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Kondisi lingkungan hidup dari waktu ke waktu ada kecenderungan terjadi penurunan kualitasnya, penyebab utamanya yaitu karena pada tingkat pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian sering diabaikan sehingga

menimbulkan adanya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Dengan terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan ternyata juga menimbulkan konflik sosial maupun konflik lingkungan. Dengan berbagai permasalahan tersebut diperlukan perangkat hukum perlindungan terhadap lingkungan hidup, secara umum telah diatur dengan Undang-undang No.4 Tahun 1982. Namun berdasarkan pengalaman dalam pelaksanaan berbagai ketentuan tentang penegakan hukum sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Lingkungan Hidup, maka dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup diadakan berbagai perubahan untuk memudahkan penerapan ketentuan yang berkaitan dengan penegakan hukum lingkungan yaitu Undang-undang No 4 Tahun 1982 diganti dengan Undang-undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaanya.Undang-undang ini merupakan salah satu alat yang kuat dalam melindungi lingkungan hidup. Dalam penerapannya ditunjang dengan peraturan perundang-undangan sektoral. Hal ini mengingat Pengelolaan Lingkungan hidup memerlukan koordinasi dan keterpaduan secara sektoral dilakukan oleh departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen sesuai dengan bidang tugas dan tanggungjawab masing-masing, seperti Undangundang No. 22 Th 2001 tentang Gas dan Bumi, UU No. 41 Th 1999 tentang kehutanan, UU No. 24 Th 1992 tentang Penataan Ruang dan diikuti pengaturan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah maupun Keputusan Gubernur.

POTRET LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH Mengingat kompleksnya pengelolaan lingkungan hidup dan permasalahan yang bersifat lintas sektor dan wilayah, maka dalam pelaksanaan pembangunan diperlukan perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup yang berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan saling memperkuat satu sama lain. Di dalam pelaksanaannya melibatkan berbagai fihak, serta ketegasan dalam penaatan hukum lingkungan. Diharapkan dengan adanya partisipasi barbagai pihak dan pengawasan serta penaatan hukum yang betul-betul dapat ditegakkan, dapat dijadikan acuan bersama untuk mengelola lingkungan hidup dengan cara yang bijaksana sehingga tujuan pembangunan berkelanjutan betul-betul dapat diimplementasikan di lapangan dan tidak berhenti pada slogan semata.

Namun demikian fakta di lapangan seringkali bertentangan dengan apa yang diharapkan. Hal ini terbukti dengan menurunnya kualitas lingkungan hidup dari waktu ke waktu, ditunjukkan beberapa fakta di lapangan yang dapat diamati. Hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup di daerah dalam era otonomi daerah antara lain sebagai berikut.

Ego sektoral dan daerah. Otonomi daerah yang diharapkan dapat melimbahkan sebagian kewenangan mengelola lingkungan hidup di daerah belum mampu dilaksanakan dengan baik. Ego kedaerahan masih sering nampak dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan, hidup, demikian juga ego sektor. Pengelolaan lingkungan hidup sering dilaksanakan overlaping antar sektor yang satu dengan sektor yang lain Tumpang tindih perencanaan antar sektor. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam perencanaan program (termasuk pengelolaan lingkungan hidup) terjadi tumpang tindih antara satu sektor dan sektor lain

Pandanaan yang masih sangat kurang untuk bidang lingkungan hidup. Program dan kegiatan mesti didukung dengan dana yang memadai apabila mengharapkan keberhasilan dengan baik. Walaupun semua orang mengakui bahwa lingkungan hidup merupakan bidang yang penting dan sangat diperlukan, namun pada kenyataannya PAD masih terlalu rendah yang dialokasikan untuk program pengelolaan lingkungan hidup, diperparah lagi tidak adanya dana dari APBN yang dialokasikan langsung ke daerah untuk pengelolaan lingkungan hidup.

Keterbatasan sumberdaya manusia. Harus diakui bahwa didalam pengelolaan lingkungan hidup selain dana yang memadai juga harus didukung oleh sumberdaya yang mumpuni. Sumberdaya manusia seringkali masih belum mendukung. Personil yang seharusnya bertugas melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup (termasuk aparat pemda) banyak yang belum memahami secara baik tentang arti pentingnya lingkungan hidup.

Eksploitasi sumberdaya alam masih terlalu mengedepankan profit dari sisi ekonomi. Sumberdaya alam seharusnya digunakan untuk pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Walaupun kenyataannya tidak demikian; eksploitasi bahan tambang, logging hanya menguntungkan sebagian masyarakat, aspek lingkungan hidup yang seharusnya, kenyataannya banyak diabaikan. Fakta menunjukkan bahwa tidak terjadi keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup masih belum mendapatkan porsi yang semestinya.

Lemahnya implementasi paraturan perundangan. Peraturan perundangan yang

berkaitan dengan lingkungan hidup, cukup banyak, tetapi dalam implementasinya masih lemah. Ada beberapa pihak yang justru tidak melaksanakan peraturan perundangan dengan baik, bahkan mencari kelemahan dari peraturan perundangan tersebut untuk dimanfaatkan guna mencapai tujuannya.

Lemahnya penegakan hukum lingkungan khususnya dalam pengawasan. Berkaitan dengan implementasi peraturan perundangan adalah sisi pengawasan pelaksanaan peraturan perundangan. Banyak pelanggaran yang dilakukan (pencemaran

lingkungan, perusakan lingkungan), namun sangat lemah didalam pemberian sanksi hukum.

Pemahaman masyarakat tentang lingkungan hidup. Pemahaman dan kesadaran akan pentingnya lingkungan hidup sebagian masyarakat masih lemah dan hal ini, perlu ditingkatkan. Tidak hanya masyarakat golongan bawah, tetapi dapat juga masyarakat golongan menegah ke atas, bahkan yang berpendidikan tinggi pun masih kurang kesadarannya tentang lingkungan hidup.

Penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan. Penerapan teknologi tidak ramah lingkungan dapat terjadi untuk mengharapkan hasil yang instant, cepat dapat dinikmati. Mungkin dari sisi ekonomi menguntungkan tetapi mengabaikan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Penggunaan pupuk, pestisida, yang tidak tepat dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.

Perlu dicatat bahwa sebetulnya di tiap-tiap daerah terdapat kearifan lokal yang sering sudah menggunakan teknologi yang ramah lingkungan secara turun-temurun. Tentu saja masih banyak masalah-masalah lingkungan hidup yang terjadi di daerah-daerah otonom yang hampir tidak mungkin untuk diidentifakasi satu per satu, yang kesemuanya ini timbul akibat pembangunan di daerah yang pada intinya ingin mensejahterakan masyarakat, dengan segala dampak yang ditimbulkan. Dengan fakta di atas maka akan timbul pertanyaan, apakah sebetulnya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan masih diperhatikan dalam pembangunan kita. Apakah kondisi lingkungan kita dari waktu ke waktu bertambah baik, atau bertambah jelek? Hal ini sangat diperkuat dengan fakta seringnya terjadi bencana alam baik tsunami, gempabumi, banjir, kekeringan, tanah longsor, semburan lumpur dan bencana alam lain yang menyebabkan lingkungan kita menjadi turun kualitasnya. Tentu saja tidak ada yang mengharapkan itu semua terjadi. Sebagian bencana alam juga disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai