Anda di halaman 1dari 4

December 19, 2007

Buruk Pengaturan Dana Parpol


Oleh Ibrahim Fahmy Badoh

Undang-undang partai politik (UU Parpol) disahkan DPR pada 6


Desember 2007. Pengesahan UU itu menuai protes keras berbagai
kalangan. Di antaranya soal syarat pendirian parpol yang semakin
ketat menyebabkan politik berbiaya tinggi.

UU itu juga dinilai semakin memperburuk pendanaan parpol


karena longgarnya pengaturan keuangan. Parpol dituding tidak
belajar dari berbagai skandal publik selama ini. Longgarnya aturan
keuangan, di satu sisi, akan melanggengkan praktik pendanaan
parpol yang tidak transparan dan tidak akuntabel. Di sisi lain, hal
itu semakin menguatkan oligarki elite parpol.

Kelemahan pengaturan soal keuangan parpol dapat dilihat dari


lemahnya pencatatan dan pelaporan, tingginya batasan
sumbangan untuk sumbangan individu dan badan
hukum/perusahaan, pembengkakan besaran subsidi tanpa disertai
rumusan kinerja keuangan, serta lemahnya pengawasan dan
rendahnya sanksi atas pelanggaran pasal-pasal keuangan.

UU Parpol juga memberi keleluasaan dalam pengelolaan keuangan


menjadi urusan internal parpol. Hal ini dapat memicu parpol
bertindak ’semau gue’ tanpa ada batasan pengaturan yang jelas.

Secara umum, UU Parpol yang baru tidak memberikan


penyelesaian atas berbagai permasalahan yang muncul terkait
keuangan parpol. UU ini lebih mundur dalam pengaturan
keuangan dibanding UU sebelumnya (UU 31/2002) dan dapat
penghambat upaya perbaikan parpol ke depan.

Sumbangan

Tingginya batasan (plafon) sumbangan dapat memunculkan


kooptasi penyumbang terhadap kebijakan parpol. Pasal 35 UU ini
mengatur batasan jumlah sumbangan dari perseorangan dan
badan hukum/perusahaan masing-masing menjadi Rp 1 miliar dan
Rp 4 miliar. Angka ini meningkat lima kali lipat dibanding UU
Parpol sebelumnya, yaitu untuk individu dan badan
hukum/perusahaan masing-masing hanya Rp 200 juta dan Rp 800
juta.

Besarnya peningkatan plafon sumbangan menyebabkan dana


parpol dimungkinkan dimonopoli oleh segelintir penyumbang
besar. Sebagai contoh, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDIP) yang melaporkan ke KPU penerimaan total sumbangan Rp
25 miliar (per 31 Desember 2005) hanya membutuhkan tidak
lebih dari tujuh sumbangan perusahaan atau 25 penyumbang
perorangan. Juga Partai Golkar yang pada periode yang sama
melaporkan total sumbangan Rp 13,6 miliar.

Fakta itu memungkinkan parpol dikuasai pemodal besar secara


keuangan. Kooptasi akan menyebabkan elite parpol lebih
menjadikan parpol sebagai kendaraan untuk memuluskan
kepentingan penyumbang dibanding kepentingan konstituen.

Hal lain yang mengkhawatirkan ialah tak adanya batasan


sumbangan individu dari anggota parpol (Pasal 35 ayat 1). Tidak
adanya batasan sumbangan internal sangat memungkinkan parpol
dikuasai hanya oleh orang-orang kaya, bahkan dapat
memunculkan skandal di kemudian hari.

Praktik membeli nominasi (candidacy buying) seperti sumbangan


kandidat untuk mendapatkan tiket parpol terkait pencalonan
pemilihan kepala daerah. Juga pencalonan untuk kandidat
DPR/DPRD di dalam pemilu legislatif diperkirakan semakin marak
terjadi di kemudian hari.

Subsidi

Dalam pengaturan UU Parpol yang baru, subsidi untuk parpol dari


anggaran negara diperkirakan meningkat tajam. Pasal 34 ayat (3)
undang-undang ini mengubah model subsidi dari sumber APBN
atau APBD dari awalnya diberikan secara proporsional per kursi
anggota DPR/DPRD menjadi berdasarkan jumlah perolehan suara.
Pengaturan itu kembali seperti halnya pengaturan subsidi di dalam
UU Parpol 1999 (UU No 2/1999).

Dengan adanya perubahan asumsi pemberian subsidi ini, dana


negara yang harus dialokasikan untuk parpol dapat meningkat
minimal sepuluh kali lipat.
Dengan aturan lama, parpol di tingkat nasional menerima total
besaran subsidi Rp 13,5 miliar untuk 550 kursi di DPR sekarang
ini. Dengan asumsi satu suara sah dinilai Rp 1.000 (minimal sama
dengan Pemilu 1999), untuk total 113,5 juta suara akan
membutuhkan subsidi Rp 113,5 miliar (kajian Seknas FITRA).

Bahkan, angka itu masih akan melonjak drastis jika setiap


tingkatan parlemen baik provinsi maupun daerah harus disubsidi
dengan perhitungan yang sama dari anggaran daerah.

Besarnya nilai subsidi negara untuk parpol di Indonesia tidak


ideal. Ini karena parpol lemah dalam menghimpun iuran anggota.
Seharusnya jumlah subsidi tidak boleh melampaui iuran anggota.
Besarnya subsidi menyebabkan ketergantungan. Dampak
krusialnya akan memangkas daya kritis parpol terhadap
pemerintah.

Akuntabilitas

Hal krusial lain yang patut disoal adalah sistem


pertanggungjawaban keuangan. UU Parpol yang baru tidak lagi
mensyaratkan adanya laporan berkala kepada KPU. Selain itu,
audit eksternal oleh akuntan publik juga ditiadakan sehingga akan
berimplikasi pada model pencatatan dan pelaporan parpol. Tanpa
adanya kewajiban audit, pencatatan dan pelaporan keuangan
parpol akan dibuat semaunya.

Selama ini hambatan utama dalam mendorong akuntabilitas


parpol adalah pada penciptaan tertib keuangan. Parpol tidak
memiliki standar pencatatan, pelaporan, dan audit sehingga
laporan tahunan parpol ke KPU kian tahun kian buruk, baik dari
jumlah laporan maupun kualitasnya. Hal itu diperparah dengan
aturan dalam UU Parpol baru yang menggeser urusan standar
pengelolaan keuangan ke dalam aturan internal parpol lewat
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Parpol (Pasal 39).

Hal itu sangat memungkinkan parpol membuat model pencatatan


keuangan sendiri tanpa standar.

Lemahnya pengaturan dana parpol sangat krusial jika melihat


posisi parpol yang sangat berpengaruh dalam kebijakan publik.
Peran parpol terancam sebagai salah satu elemen demokrasi
penting. Kooptasi terhadap parpol akan menguatkan oligarki elite
parpol dan merusak sistem representasi dan demokratisasi
internal. Di sisi lain, rendahnya akuntabilitas akan memicu
mengalirnya dana tidak jelas ke parpol. ***

Ibrahim Fahmy Badoh, koordinator Divisi Korupsi Politik,


Indonesia Corruption Watch)

Sumber : jawa pos dotcom

Tags: Dana Parpol, Ibrahim Fahmy Badoh, jawa pos

Filed under Politik, Blog by Hasan

Permalink • Print • Email • Comment

Trackback uri
http://opinibebas.epajak.org/blog/buruk-pengaturan-dana-parpol-251/trackback/

Related Entries
DPR Itu Serba Uang
Kampus dan Badan Hukum
Mencermati Pemilihan Kandidat Pimpinan KPK 2008
KPK, Dengarlah Suara Rakyat
Pailit PT DI Bukan Akhir Segalanya

Leave a Comment
You must be logged in to post a comment.

Protect yours =========> www.stopbugil.com

Anda mungkin juga menyukai