Anda di halaman 1dari 25

1. Definisi stroke a.

Stroke merupakan gangguan fungsi otak yang terjadi mendadak akibat gangguan peredaran darah otak (Mardjono & Sidharta, 2009). b. Stroke mengacu kepada setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pambatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price & Wilson, 2005). c. Stroke adalah suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara lokal atau global yang dapat menimbulkan kematian atau kelainan yang menetap (WHO). 2. Klasifikasi Menurut National of Neurologicals Disorders and Stroke (NINDS), berdasarkan etiologinya dibedakan menjadi : a. Stroke Hemoragik, yang terdiri atas : a) Perdarahan Intracerebral (PIS) Perdarahan primer berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak, bukan karena disebabkan oleh trauma b) Perdarahan Subarachnoid Pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak). c) Perdarahan Intra kranial oleh karena AVM a. Stroke Non Hemoragik, yang berdasarkan perjalanan klinisnya terdiri dari : a) TIA ( Transient Ischemic Attack) Gangguan akut fungsi fokal serebral yg berlansung tidak lebih dari 24 jam. Disebabkan oleh gangguan aliran darah otak yang sementara oleh adanya emboli atau tromboksis b) RIND ( Reversible Ischemich Neurologis Defisit) Berlangsung lebih dari 24 jam dan berakhir <21 hari. c) Progressing Stroke atau Stroke Non Evolution Stroe yang makin lama makin memberat. d) Completed Stroke Gejala klinis menetap tidak membaik. (Price & Wilson, 2005 3. Insiden Insidensi Stroke

Stroke merupakan penyebab ketiga terjadinya kematian di Amerika Serikat. American Heart Assosiation memperkirakan bahwa terjadi tiga juta penderita stroke per tahun dan 500.000 penderita stroke yang terjadi per tahun. Dari data kementrian kesehatan (2008) menyebutkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian nomor 1 pada pasien yang dirawat di rumah sakit, hal ini berhubungan dengan komplikasi yang mungkin terjadi selama di rumah sakit. 4. Etiologi Etiologi stroke, antara lain : a). Infark otak (80%) Emboli : 1) Emboli kardiogenik Fibrilasi atrium atau aritmia, trombus mural ventrikel kiri, penyakit katup mitral atau aorta, dan endokarditis. 2) Emboli paradoksal 3) Emboli arkus aorta Aterotrombotik : 1) Penyakit ekstrakranial Arteri karotis interna dan arteri vertebralis 2) Penyakit intrakranial Arteri karotis interna, arteri serebri media, arteri basilaris, lakuner b). Perdarahan intraserebral (15%) 1) Hipertensif 2) Malformasi arteri-vena 3) Angiopati amiloid c). Perdarahan subaraknoid (5%) d). Penyebab lain 1) Trombosis sinus dura 2) Diseksi arteri karotis atau vertebralis 3) Vaskulitis sistem saraf pusat 4) Penyakit moya-moya 5) Migren

6) Kondisi hiperkoagulasi

5. Mekanisme stroke

6. Tanda dan gejala stroke Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adequate dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke

akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya (Sidharta, 2008). a. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia) b. Lumpuh pada salah satu sisi wajah Bells Palsy c. Tonus otot lemah atau kaku d. Menurun atau hilangnya rasa e. Gangguan lapang pandang Homonimus Hemianopsia f. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau disfasia: bicara defeksif/kehilangan bicara) g. Gangguan persepsi h. Gangguan status mental

No 1 2

Gejala klinis Gejala defisit lokal Permulaan (onset) berat

PIS

PSA ringan 1-2 menit

SNH Berat / ringan

Menit/jam

Ringan tidak 3 Nyeri kepala hebat Sangat hebat ada kecuali ada lesi di batang otak 4 5 6 7 8 9 10 Muntah pada awalnya Hipertensi Kesadaran Kaku kuduk Hamiparesis Deviasi mata Gangguan bicara sering Hampir selalu Biasa hilang Jarang Sering sejak awal Bisa ada sering sering Biasanya tidak Biasa hilanag sebelah Bisa ada Permualaan tidak ada Tidak ada jarang Mungkin ada Tidak ada Sering dari awal Seringkali dapat hilang

11 12

Lcs Paresis atau gangguan n III

sering Tidak ada

selalu Bisa ada mungkin (+)

sering Tidak ada (-)

7. Factor risisko 1. Tidak dapat diubah Umur Dengan meningkatnya usia resiko stroke juga turut meningkat. The Farmingham Study menunjukkan resiko stroke meningkat sebesar 22%, 32%, 83% pada kelompok umur 45-55, 55-64, 65-74 tahun. Stroke iskemik kebanyakan muncul pada pasien yang berusia lebih dari 65 tahun. Jenis kelamin Stroke lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Akan tetapi karena angka harapan hidup wanita lebih tinggi dari pada laki-laki, tidak jarang pada studistudi tentang stroke didapatkan pasien wanita lebih banyak. Ras/etnis Orang kulit hitam, Hispanic American, Cina dan Jepang memiliki insiden stroke yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih. Riwayat keluarga Riwayat keluarga pernah mengalami serangan stroke, maternal maupun paternal, berhubungan dengan meningkatnya insiden stroke. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor diantaranya faktor genetik, pengaruh budaya dan gaya hidup dalam keluarga, interaksi antara genetik dan pengaruh lingkungan. 2. Dapat diubah a. Hiperlipidemia (LDL-C): batas atas 130-159 mg/d; tinggi 160mg/dL b. HDL-C rendah <40mg/dL c. Hipertensi 140/90 mmHg d. Merokok e. Diabetes melitus

f.

Obesitas terutama abdominal

g. Ketidakaktifan fisik h. Hiperhomosisteinemia 16mol/L i. j. Penyakit Jantung Riwayat TIA/ stroke sebelumnya

k. Kolesterol tinggi l. Dartah kental

m. Obat-obatan (kokain, amfetamin, extasy, heroin, dll) 1. Menjelaskan patofisiologi dari gejala dan tanda stroke
Emboli

HIPERTENSI Menghambat aliran darah ke otak

Cabang kortikal arteri cerebri ruptur Otak kekurangan O2 Ekstravasasi darah ke intra cerebral

Edem intertitial

Rilis vasokonstriktor

Vasopasme arteri

Iskemik

Tekanan intrakranial

Pusing, Nyeri kepala, Mual, Muntah

Penurunan aliran O2 ke sel otak

Metabolisme anaerob

Penurunan kesadaran

Gangguan sel pengemban dan penggalak kewaspadaan ATP tidak banyak terbentuk Gangguan di jaras sensorik ispilateral lesi Parese N.V K ekstrasel dan Na intra sel Gangguan traktus kortikospinal & traktus ekstra pyramidalis
+ +

Gangguan pompa Na dan K

Hemipestesta kontra lateral lesi Penurunan sensibilitas & supraorbita & maxilaris kontralateral lesi

depolarisasi

Hemipharesis kontra lateral lesi & ipsi lateral lesi

Rilis Glutamat Parese N.VII Ca intrasel


2+

Mulut menceng ipsilateral lesi & alis kontralateral lesi tidak bias terangkat

Parese N.X
Penurunan reflex muntah (sensorik) Kelemahan m.sternocleidomastoideus &m.trapezius kontralateral lesi

Efek sitotoksik Ca

2+

Parese N.XI

Kematian Sel Saraf

Parese N.XII

Lidah deviasi kontralateral lesi

Bagan 6 Patofisiologi dari gejala dan tanda stroke

2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis No 1 2 Umum Umum Kognitif Khusus - Tanda vital signs, termasuk irama jantung - Bising kardial, meningismus - Tingkat kesadaran, behavior

- Orientasi, perhatian, gangguan lapang pandang - Fungsi bahasa (kelancaran, komprehensi, repetisi) - Refleks primitif (grasping, kurang inisiasi, perseverasi) - Gangguan memori jangka pendek (3 kata dalam 5 menit) - Ptosis, refleks cahaya, konfrontasi lapangan pandang 3 Nervus cranialis - Gerakan okuler, nistagmus - Paralisis fasial dan sensasi - Deviasi lidah dan palatum, disartria - Kemampuan untuk mengangkat dan kekuatannya 4 Anggota gerak - Ataksia - Sensasi - Refleks (refleks tendo, refleks kutaneus plantar) Tabel 5 Pemeriksaan fisik umum (Mardjono dan Shidarta, 1988 No 1 Pemeriksaan Neuroimaging - CT Scan kepala - MRI kepala Px imaging pada 2 servikal & arteri intrakranial - CT angiografi atau MR angiografi - Doppler dan duplex ultrasonografi - Angiografi konvensional atau digital (jika akan dilakukan trombolisis intra arterial) 3 Laboratorium - Darah lengkap, INR, aPTT, PTT, gula darah, Na, K, Ureum, kreatinin, CK, CK-MB, CRP - EKG 4 Lain-lain - Pungsi lumbal ( jika curiga perdarahan subarachnoid atau infeksi meningovaskuler) Tabel 6 Pemeriksaan neurologis (Mardjono dan Shidarta, 1988) 3. Skoring untuk penilaian jenis stroke Stroke hemoragik dan non-hemoragik perlu dibedakan karena penatalaksanaan yang diberikan akan berbeda juga. Kedua jenis stroke tersebut dapat dibedakan dengan memakai algoritma. Stroke dengan onset < 6 jam biasanya memakai Siriraj Stroke Score, dan bila onset > 6 jam biasanya memakai alogaritma Gajahmada. Penjelasan

Algoritma Gajahmada Penderita stroke akut : Penurunan kesadaran Nyeri kepala Refelks Babinski Ketiganya atau dua (+) Ya Stroke perdarahan intraserebral dari ketiganya ada Tidak Penurunan kesadaran Nyeri kepala Refleks Babinski Tidak Penurunan kesadaran Nyeri kepala Refleks Babinski Tidak Penurunan kesadaran Nyeri kepala Refleks Babinski Tidak Penurunan kesadaran Nyrei kepala Refleks Babinski (-) (-) Ya Stroke non hemoragik (-) (-) (-) Ya Stroke non hemoragik (+) (-) (+) Ya Stroke perdarahan intraserebral (-) (+) (-) Ya Stroke perdarahan intraserebral (-)

Pada kasus hasil anamnesis tidak didapatkan nyeri kepala sebelumnya dan pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan penurunan kesadaran, hanya didapatkan refleks Babinski. Jadi, diagnosis etiologi pada kasus adalah Stroke Non Hemoragik. Tabel 1 Siriraj Stroke Score (Duus, 1996) C Composmentis Alert 0

Drowsy & stupor Semicoma & coma Vomiting/muntah V No Yes Headache H a. No b. Yes

1 2 Hasil : 1. SSS > 1 2. SSS < -1 Rumus: SSS = 2,5 C + 2 V + 2 H + 0,1 DBP 3 A 12 Kasus: SSS = 2,5 (0) + 2 (0) + 2 (0) + 0,1 (100) 3 (1) 12 = -5 Stroke non-hemoragik = Stroke hemoragik = Stroke non-hemoragik

0 1

0 1

Atheroma (angina, riwayat diabetus, peny. jantung) A No Yes DB P 0 1

Diastolic Blood Pressure

Keterangan : a. Alert sadar sepenuhnya dan memberi respon yang adekuat, dapat berkomunikasi

b. Drowsy tidak tidur dan tidak begitu terjaga (waspada), perhatian terhadap sekeliling berkurang, cenderung mengantuk. c. Stupor pasien bergerak spontan, menjawab secara refleks terhadap nyeri, mendengar dengan suara keras, penglihatan kuat, verbalisasi terbatas. d. Semicoma tidak terdapat respon verbal, reaksi terhadap rangsangan kasar. e. Coma tidak memberikan respon sama sekali, tidak bereaksi terhadap stimulus, refleks pupil tidak ada (Duus, 1996) Komplikasi Komplikasi yang mungkin terjadi pada stroke antara lain: - Edema serebral - Peningkatan tekanan intra kranial - Pendarahan intraserebral - Kejang - Depresi - Luka baring

- Infeksi saluran kencing dan kontrol kandung kemih (urgensi dan inkontinensia) - Pneumonia - DVT (Deep Vein Thrombosis) - Atrofi otot (Mardjono & Sidharta, 2009) Komplikasi yang sering terjadi setelah serangan stroke adalah: a. kejang pada pasien pasca stroke sekitar 4-8 %, b. Trombosis Vena Dalam (TVD) sekitar 11-75 % dan Embboli Pulmonum sekitar 3-10 %, c. perdarahan saluran cerna sekitar 1-3 %, d. dekubitus, e. pneumonia, f. stress, g. bekuan darah, h. nyeri pundak dan subluxation (Junaidei, 2006). Pada beberapa kasus, komplikasi dapat terjadi secara bertahap sebagai berikut: Penyebab umum kematian karena stroke iskemik dan hemoragik adalah kelainan serebrovaskular yang terjadi pada minggu pertama. Pada minggu keempat dapat terjadi emboli paru. Bronkopneumonia biasa terjadi pada bulan kedua dan ketiga dan setelah bulan ketiga dapat menyebabkan penyakit jantung (Junaidei, 2006). 4. Penatalaksanaan stroke Penatalaksanaan emergency stroke 1. Pastikan jalan nafas bersih (airway). 2. Beri oksigen melalui nasal kanul, saturasi > 95% (breathing). 3. Perbaiki sirkulasi (circulation) dengan pemasangan jalur intravena dengan cairan normal salin 0,9% dengan kecepatan 20 ml/jam. Cairan hipotonik sebaiknya dihindari karena dapat memperburuk edema serebri, contoh cairan dekstrose. 4. Jangan dulu mencoba menurunkan tekanan darah karena berisiko meningkatkan kerusakan yang terjadi kecuali terdapat komplikasi hipertensif seperti edema pulmoner. 5. Atasi kejang dan demam (jika terjadi) dengan diazepam 5-20 mg slow i.v. 6. Berikan aspirin 300 mg tablet dalam 48 jam jika terjadi perdarahan intraserebral dan sub arakhnoid.

7. Setelah kondisi stabil, lakukan pemeriksaan penunjang dan laboratorium dan konsultasi dengan ahli syaraf. (Junaidei, 2006). Prinsip 5B : 1. Breathing 2. Blood 3. Brain 4. Bowel 5. Bladder Terapi medikamentosa 1. Beri trombolisis rt-PA maksimal dalam 3 jam onset (terapi yang diijinkan Food and Drug Association). 2. Beri anti koagulan dan anti platelet seperti aspirin 165-325 mg/hr dalam 48 jam sejak onset. 3. Atasi hipertensi dengan labetolol 10-20 mg IV selama 1-2 menit, dapat diulang setiap 10 menit hingga dosis maksimal 300 mg. (Junaidei, 2006). 5. Rehabilitasi medik stroke a. Definisi WHO a) proses pengembangan fisik b) proses pengembangan kemampuan mekanisme kompensasi c) proses pengembangan kemandirian pendrita d) peningkatan kualitas hidup b. Mobilisasi dini a) monilisasi harus segera dilakukan dalam waktu 24-48 jam setelah pasien masuk ke rumahsakit, namun harus dalam keadaan stabil. b) mobilisasi dini bermanfaat untuk hasil pasien dengan mengurangi komplikasi c) memiliki keuntungan psikologis untuk pasien. c. Program rehabilitasi a) Komprehensif 1. status neurologis stabil ( dalam waktu 3 hari pasien tidak bertambah parah) 2. defisin neurologis signifikan sebaiknya diidentifikasi 3. fungsi kognitif memadai 4. kemampuan komunikasi memadai 5. kemampuan fisik memtelerir program yang efektif b) Rehabilitasi managemen 1. motor control recovery

2. hemiplegic arm function 3. increasing mobility 4. speech terapy 5. perceptual/cognitive teraphy 6. assessment of depression 7. assessment of sexuality 8. unilateral neglect c) Terapi fungsi motorik 1. terapi convensional 2. terapi neurofisiologis d) Program pendidikan keluarga 1. obat dan efek samping 2. pengendalian komplikasi medik dan pencegahan 3. pelatihan aktifitas dan pencegahan cedera 4. latihan menelan e) Prognosis dipengaruhi oleh 1. penyebab stroke 2. beratnya stroke 3. lokasi stroke 4. usia 5. motivasi, cognitif, premorbid penderita dan keluarga 6. sosioekonomi keluarga 7. terjadinya gerakan volunter post stroke 8. waktu, frekuensi dan intensitas program rehabilitasi dan latihan 9. team rehabilitasi 10. 6. Aspek psikososial stroke Aspek Psikologi Pasien stroke memiliki emosi yang tidak stabil, hal ini dikarenakan karena rusaknya pusat kontrol emosi pada pasien tersebut. Pasien stroke dapat tiba tiba menangis, marah, kehilangan motivasi, serta kehilangan nafsu makan. Perawatan di rumah sakit yang lama dapat membuat pasien stroke depresi. Selain lamanya perawatan di rumah sakit, lamanya proses rehabilitasi bagi pasien stroke juga dapat menyebabkan depresi pada pasien stroke. Perubahan emosi, depresi, serta disabilitas yang

dialami oleh pasien stroke dapat membuat pasien stroke mengalami perubahan sifat dan perilaku selama sakit (Demarquay, et al, 2005). Aspek Sosial Aspek sosial pada pasien stroke dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu aspek finansial, hubungan antarpersonal, perubahan kognitif, penurunan kemampuan sensorik, dan penurunan kemampuan motorik. 1. Aspek Finansial Stroke memerlukan penanganan yang cukup lama di rumah sakit, setelah itu membutuhkan rehabilitasi yang juga tidak sebentar. Biaya yang digunakan untuk pasien stroke cukup besar. Keluarga yang kepala keluarganya terkena stroke akan kehilangan penghasilan utamanya, sehingga hal tersebut akan mengganggu jalannya kehidupan di keluarga tersebut (Demarquay, et al, 2005). 2. Aspek Hubungan Antarpersonal Pasien stroke akan mengalami kesulitan dalam memahami hal hal yang terjadi karena penurunan kemampuan sensoriknya. Penurunan kemampuan motorik juga terjadi pada pasien stroke. Pasien stroke dengan penurunan kemampuan sensorik dan motorik akan mengalami gangguan komunikasi dengan orang orang disekitarnya (Demarquay, et al, 2005). Pasien stroke membutuhkan bantuan dari orang orang sekitarnya, terutama keluarga, terkait dengan disabilitas yang terjadi. Apabila di keluarga tidak ada yang memiliki waktu untuk membantu pasien, penyakit stroke dapat bertambah buruk (Demarquay, et al, 2005). 3. Perubahan Kognitif Pasien stroke akan mengalami perubahan kognitif seperti: a. Penurunan kesadaran di bagian tubuh yang mengalami kelumpuhan. b. Penurunan kemampuan mengingat, hal ini dapat diatasi dengan memberikan notebook pada pasien agar dapat mencatat hal hal penting yang terjadi. c. Penurunan atensi. d. Apraxia, yaitu ketidakmampuan untuk melakukan kegiatan sehari hari yang membutuhkan skill seperti memakai sepatu, mandi, berpakaian, dan lain lain. e. Gangguan fungsi eksekutif, yaitu pasien stroke akan mengalami penurunan kemampuan untuk dapat memulai serta mengakhiri sesuatu. Pasien stroke dapat diberikan notebook yang berisi catatan akan hal hal yang harus dilakukannya agar dapat mempermudah pasien dalam memulai hal hal yang harus ia lakukan selama satu hari.

f.

Pasein stroke juga mengalami penurunan kemampuan berbicara yang dikarenakan afasia serta disarthria.

(Demarquay, et al, 2005). 4. Penurunan Kemampuan Sensoris Pasien stroke akan mengalami penurunan kemampuan sensoris. Pasien akan mengalami gangguan dalam menerima rangsang yang ada, selain itu pasien juga akan mengalami kesulitan dalam memahami sesuatu (Demarquay, et al, 2005). 5. Penurunan Kemampuan Motorik Pasien stroke akan mengalami penurunan kemampuan motorik karena kelumpuhannya. Pasien akan mengalami kesulitan dalam menaiki tangga, mandi, berjalan, berpakaian, buang air kecil dan buang air besar, makan, berbicara, serta kegiatan kegiatan lainnya (Demarquay, et al, 2005). 7. Prognosis stroke Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran status neurologiknya stelah dirawat. Sebagian disebabkan edema otak dan maturasi iskemi otak. Infark luas yang menimbulkan hemiplegi dan penurunan kesadaran 30-40 %.3 Sekitar 10 % pasien dengan stroke iskemik membaik dengan fungsi normal. Juga dipermasalahkan apakah seseorang akan mengalami stroke ulang. Prognosis lebih buruk pada pasien dengan kegagalan jantung kongestif dan penyakit jantung koroner. Penyebab utama kematian setelah jangka panjang adalah penyakit jantung (Chusid, 1993). 1. Hubingan Diabetes Melitus dengan Stroke

Individu dengan DM memiliki risiko lebih tinggi mengalami stroke dibandingkan dengan individu tanpa DM dengan peningkatan risiko relatif pada stroke iskemik 1,6 sampai 8 kali dan pada stroke perdarahan 1,02 sampai 1,67 kali. Dari hubungan tersebut diperoleh pula data bahwa pengendalian dan penurunan kadar serum gula darah tidak menunjukkan penurunan risiko terjadinya stroke. Namun, control gula darah mungkin memiliki efek protektif terhadap stroke. Penelitian prospektif terhadap 3642 pasien diamati selama 10,4 tahun mendapatkan risiko stroke berkurang 12% untuk setiap pengurangan 1% HbA1C, walaupun tidak signifikan secara statistic (p=0,035). Terdapat beberapa mekanisme hubungan hiperglikemi dengan stroke. Pertama, hiperglikemi mungkin secara langsung bersifat tiksik terhadap otak. Meskipun mekanismenya tidak diketahui secara jelas, akumulasi laktat dan asidosis intraseluler dalam otak yang iskemik mungkin membemberikan kontribusi. Kedua, defisiensi insulin menyebabkan berkurangnya uptake glukosa perifer (yang berarti meningkatkan jumlah glukosa yang tersedia untuk berdifusi

ke dalam otak. Dan meningkatnay asalm lemak bebas sirkulasi. Ketiga, pasien dengan diagnosis DM yang mengalami hiperglikemia stress cenderung memiliki abnormalitas gula darah atau DM yang tidak terdiagnosis ketika tidak dalam keadaan stress. Pasien ini mungkin mengalami kerusakan iskemik yang lebih besar pada waktu infark sebagai akibat dari vaskulopati serebral yang mendasari dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami hiperglikemia stress. Keempat, hiperglikemia mungkn mengganggu blood brain barrier dan memacu konversi infark hemoragik. Kelima, hiperglikemia stress mungkin adalah marker luasnya kerusakan iskemik pada pasien stroke.

I.Terapi umum dan komplikasi akut Oksigenasi Oksigenasi yang adekuat sangat penting selama fase akut stroke iskemik untuk mencegah hipoksia dan perburukan neurologis. Penyebab tersering gangguan oksigenasi diantaranya obstruksi jalan nafas partial, hipoventilasi, pneumonia aspirasi ataupun atelektasis. Pasien dengan kesadaran menurun dan stroke batang otak beresiko mengalami gangguan oksigenasi. Tindakan intubasi harus dilakukan pada pasien dengan ancaman gagal nafas. Secara umum, pasien yang memerlukan tindakan intubasi mempunyai prognosis yang buruk, kurang lebih 50% nya meninggal dalam 30 hari. Monitoring dengan oksimetri sebaiknya dilakukan dengan target saturasi oksigen > 95%. Suplementasi oksigen diberikan pada pasien dengan hipoksia berdasarkan hasil analisa gas darah atau oksimetri. Indikasi pemasangan pipa endotrakeal: a. PO2 <50-60 mmHg b. PCO2 >50-60 mmHg c. Kapasitas vital < 500-800 mL d. Resiko aspirasi pada pasien yang kehilangan refleks proteksi jalan nafas e. Takipneu >35 kali/menit f. Dyspneu dengan kontraksi muskulus asesorius

g. Asidosis respiratorik berat Indikasi trakeostomi: a. Koma dengan pemakaian ventilator lebih dari 14 hari b. Proteksi bronkial/bronkial cleansing c. Gangguan menelan dengan resiko aspirasi

d. Obstruksi laring e. Pemakaian ETT lama Hipertensi pada stroke iskemik akut Hipertensi sering kali dijumpai pada pasien dengan stroke akut bahkan pasien yang sebelumnya normotensi sekalipun pada fase akut dapat mengalami peningkatan tekanan darah yang sifatnya transient. Pada 24 jam pertama fase akut stroke, lebih dari 60% pasien datang dengan tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan lebih dari 28% memiliki tekanan darah diastolik > 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah pada stroke iskemik merupakan respon otak yang bertujuan untuk meningkatkan tekanan perfusi otak sehingga aliran darah ke area penumbra pun akan meningkat. Diharapkan dengan respon tersebut kerusakan di area penumbra tidak bertambah berat. Akibatnya, penurunan tekanan darah yang terlalu agresif pada stroke iskemik akut dapat memperluas infark dan perburukan neurologis. Tetapi tekanan darah yang terlalu tinggi, dapat menimbulkan infark hemoragik dan memperhebat edema serebri. Monitoring tekanan darah 1. Pengukuran TD dilakukan pada kedua lengan 2. Pastikan perbedaan TD antara kedua lengan tidak lebih dari 10 mmHg, jika terdapat perbedaan > 10 mmHg maka TD yang dipakai adalah yang lebih tinggi 3. Gunakan lengan yang paresis 4. Lengan harus setinggi jantung 5. Manset yang digunakan harus sesuai dengan besar lengan 6. Frekuensi pengukuran TD:
a)

Dua jam pertama setiap 15 menit

b) Dua sampai delapan jam berikutnya setiap 30 menit c)

Sembilan sampai 24 jam selanjutnya setiap 1 jam

AHA/ASA merekomendasikan penatalaksanaan hipertensi pada stroke iskemik akut sebagai berikut: A. Pasien yang tidak akan diberikan terapi trombolisis 1. TD sistolik < 220 atau diastolik < 120 Observasi kecuali jika ditemukan kegawatdaruratan hipertensi non neurologis seperti infark miokard akut, edema paru kardiogenik, ensefalopati hipertensi, retinopati hipertensi, diseksi aorta).

Berikan terapi simptomatis (sakit kepala, nausea, muntah, agitasi, nyeri). Atasi komplikasi stroke lainnya seperti hipoksia, peningkatan tekanan hipo ataupun hiperglikemi. 2. TD sistolik < 220 atau diastolik 121-140 Labetolol 10-20 mg IV selama 1-2 menit. dapat diulang setiap 10 menit (maksimal 300 mg) atau Nicardipin 5 mg/jam IV infus (dosis inisial), dititrasi sampai efek yang diinginkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit sampai maksimal 15 mg/jam. Penurunan TD 10-20% dari TD sebelumnya 3. TD diastolik > 140 Nitroprusid 0,5ug/KgBB/menit IV infus (dosis inisial) dengan monitoring TD kontinyu. Penurunan TD 10-20% dari TD sebelumnya B. Pasien kandidat terapi trombolisis 1. Praterapi, sistolik > 185 atau diastolik >110 Labetolol 10-20 mg IV selama 1-2 menit. Dapat diulang satu kali atau nitropasta 1-2 inchi 2. Selama/setelah terapi. a. Monitor TD Periksa TD setiap 15 menit selama 2 jam setelah mulai terapi lalu setiap 30 menit selama 6 jam, selanjutnya tiap 60 menit sampai 24 jam. b. Diastolik > 140 Sodium Nitroprusid 0,5 ug/KgBB/menit IV infus (dosis inisial) dititrasi sampai TD yang diinginkan. c. Sistolik > 230 atau diastolik 121-140 Labetolol 10ug IV selama 1-2 menit. intrakranial, kejang,

Dapat diulang setiap 10 menit sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis inisial lalu lanjutkan dengan drip 2-8 mg/menit. Atau Nicardipin 5 mg/jam IV infus (dosis inisial) dititrasi sampai efek yang diinginkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit sampai maksimal 15 mg/jam. d. Sistolik 180-230 atau diastolik 105-120 Labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit.

Dapat diulang setiap 10 menit sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis inisial lalu lanjutkan dengan drip 2-8 mg/menit. Selain terapi seperti diatas, obat anti hipertensi oral yang dapat digunakan adalah captopril atau nicardipin. Pemakaian nifedipin sublingual sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang drastis. II. Terapi stroke iskemik akut

Trombolisis rt-PA intravena Trombolisis rt-PA intravena merupakan pengobatan stroke iskemik akut satu-satunya yang disetujui oleh FDA sejak tahun 1996 karena terbukti efektif membatasi kerusakan otak akibat stroke iskemik. Terapi ini meningkatkan keluaran stroke pada kelompok penderita yang telah diseleksi ketat dan terapi diberikan dalam waktu 3 jam sejak onset stroke. Komplikasi terapi ini adalah perdarahan intraserebral (hanya ditemukan pada 6,4% pasien bila menggunakan protokol NINDS secara ketat). Karakteristik pasien yang dapat diterapi dengan trombolisis rt-PA intravena. Kriteria inklusi: 1. Stroke iskemik akut dengan onset tidak lebih dari 3 jam. 2. Usia >18 tahun 3. Defisit neurologik yang jelas 4. Pemeriksaan CT Scan, tidak ditemukan perdarahan intrakranial 5. Pasien dan keluarganya menyetujui tindakan tersebut dan mengerti resiko dan keuntungannya Kriteria eksklusi: 1. Defisit neurologis yang cepat membaik 2. defisit neurologik ringan dan tunggal seperti ataksia atau gangguan sensorik saja, disartria saja atau kelemahan minimal 3. CT Scan menunjukkan perdarahan intrakranial 4. Gambaran hipodensitas > 1/3 hemisfer serebri pada CT Scan 5. Riwayat perdarahan intrakranial sebelumnya atau perkiraan perdarahan subarakhnoid 6. Kejang pada saat onset stroke 7. Riwayat stroke sebelumnya atau trauma kapitis dalam waktu 3 bulan sebelumnya 8. Operasi besar dalam waktu 14 hari 9. Pungsi lumbal dalam 1 minggu

10. Perdarahan saluran cerna atau urin dalam 21 hari 11. Infark miokard akut dalam 3 bulan 12. TD sistolik sebelum terapi > 185 mmHg atau TD diastolik > 110 mmHg 13. Gula darah < 50 mg/dL atau > 400 mg/dL 14. Penggunaan obat antikoagulan oral atau waktu protrombin > 15 detik, INR > 1,7 15. Penggunaan heparin dalam 48 jam sebelumnya dan masa tromboplastin parsial memanjang 16. Trombosit < 100.000/mm Pemberian trombolisi rt-PA intravena: 1. Infus 0,9 mg/kgBB (maksimum 90 mg), 10% dari dosis diberikan bolus pada menit pertama, 90% sisanya infus kontinyu selama 60 menit. 2. Pemantauan dilakukan di ICU atau unit stroke. 3. Lakukan analisa neurologik setiap 15 menit selama infus rt-PA dan setiap 30 menit dalam 6 jam, selanjutnya setiap jam sampai 24 jam pertama. 4. Jika timbul sakit kepala hebat, hipertensi akut, nausea atau vomiting, hentikan infus dan segera lakuan pemeriksaan CT Scan. 5. Ukur TD setiap 15 menit dalam 2 jam pertama, tiap 30 menit dalam 6 jam berikutnya, tiap 60 menit sampai 24 jam pertama. 6. Lakukan pengukuran TD lebih sering jika TD sistolik > 180 mmHg atau diastolik > 105 mmHg. 7. Jika TD sistolik 180-230 mmHg atau diastolik 105-120 mmHg pada 2 atau lebih pembacaan selang 510 menit, berikan Labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit. Dosis dapat diulangi atau digandakan tiap 10-20 menit sampai dosis total 300 mg atau berikan bolus pertama diikuti labetolol drip 2-8 mg/menit. Pantau TD tiap 15 menit dan perhatikan timbulnya hipotensi. 8. Jika TD sistolik > 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg pada 2 atau lebih pembacaan selang 5-10 menit, berikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit. Dosis dapat diulangi atau digandakan tiap 10 menit sampai dosis total 300 mg atau berikan bolus pertama diikuti labetolol drip 2-8 mg/menit. Jika TD tidak terkontrol dapat dipertimbangkan infus sodium nitroprusid.

9. Bila TD diastolik > 140 mmHg pada 2 atau lebih pembacaan selang 5-10 menit, infus sodium nitroprusid 0,5 ug/kgBB/menit. 10. Tunda pemasangan NGT dan kateter. 11. jangan lakukan pungsi arteri, prosedur invasif atau suntikan IM selama 24 jam pertama. Terapi perdarahan pasca trombolisis rt-PA intravena 1. Hentikan infus trombolitik 2. Lakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, fibrinogen, masa protrombin/INR, masa tromboplastin parsial dan trombosit. 3. Siapkan tranfusi darah (PRC), FFP, kriopresipitat atau trombosit atau darah segar bila perlu. 4. Berikan FFP 2 unit setiap 6 jam selama 24 jam. 5. Berikan kriopresipitat 5 unit. Jika fibrinogen < 200 mg% ulangi pemberian kriopresipitat. 6. Berikan trombosit 4 unit. 7. Lakukan CT Scan otak segera. 8. Konsul bedah saraf jika perlu tindakan dekompresi. Antikoagulan dan antiplatelet Joint Guideline Statement from the AHA and th AAN merekomendasikan:

1. Aspirin 160-325 mg/hari harus diberikan pada pasien stroke iskemik dalam 48 jam setelah onset untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas (pada pasien yang tidak diterapi dengan trombolisi rt-PA intravena). 2. Subkutan unfractionated heparin, low molecular weight heparin dan heparinoid dapat dipertimbangkan sebagai terapi profilaksis pada pasien dengan resiko DVT (deep vein thrombosis). Efektifitasnya dalam mencegah edema pulmonal belum terbukti, sehingga perlu dipertimbangakan resiko perdarahan yang dapat ditimbulkan. 3. Pemakaian subkutan unfractionated heparin untuk menurunkan resiko kematian, morbiditas dan kekambuhan tidak direkomendasikan.

4. Unfractionated heparin dengan dosis yang disesuaikan juga tidak direkomendasikan untuk menurunkan morbiditas, mortalitas dan kekambuhan pada pasien dengan stroke akut (48 jam pertama) karena buktibukti menunjukkan terapi ini tidak efektif dan meningkatkan resiko perdarahan. LMWH/ heparinoid dosis tinggi juga tidak direkomendasikan. 5. IV unfractionated heparin, LMWH/heparinoid dosis tinggi tidak direkomendasikan pada pasien stroke iskemik akut dengan kardioemboli, aterosklerotik pembuluh darah besar, vertebrobasiler ataupun progresing stroke karena data-data yang mendukung dianggap masih kurang. Neuroprotektan Sampai saat ini penggunaan neuroprotektan masih kontroversial. III. Perawatan rumah sakit dan terapi komplikasi neurologik Sekitar 25% pasien stroke fase akut akan mengalami perburukan dalam 24-24 jam setelah onset. Meskipun demikian sulit untuk menentukan pasien mana yang akan mengalami perburukan. Oleh karena itu pasien stroke pada fase akut dianjurkan untuk dirawat di rumah sakit. Tujuan perawatan rumah sakit adalah: 1. Pemantauan pasien untuk persiapan tindakan/terapi selanjutnya 2. Pemberian terapi medikamentosa maupun pembedahan untuk meningkatkan keluaran 3. Mencegah komplikasi subakut 4. Pengobatan terhadap penyakit sebelumnya atau faktor resiko yang ada 5. Merencanakan terapi jangka panjang untuk mencegah stroke berulang 6. Memulai program neuro-restorasi Perawatan umum Pemantauan tanda vital dan status neurologik harus sering dilakukan dalam 24 jam setelah pasien masuk rumah sakit. Umumnya pasien yang dirawat dianjurkan untuk tirah baring, akan tetapi mobilisasi sebaiknya dilakukan sesegera mungkin jika kondisi pasien sudah dianggap stabil. Mobilisasi yang segera dapat mencegah komplikasi pneumonia, DVT, emboli paru dan dekubitus. Latihan gerakan pasif dan full range of motion pada sisi yang paresis dapat dimulai dalam 24 jam pertama. Miring kanan-miring kiri, pemakaian pressure mattresses serta perawatan kulit dapat mencegah timbulnya dekubitus.

Infeksi Pneumonia merupakan penyebab kematian yang cukup sering pada pasien stroke. Biasanya terjadi pada pasien dengan imobilisasi atau dengan kemampuan batuk yang menurun. Pneumonia harus dipikirkan jika timbul demam setelah serangan stroke dan antibiotik yang sesuai harus diberikan. Infeksi saluran kemih juga cukup sering terjadi pada pasien stroke dan dapat menyebabkan sepsis pada sekitar 5% pasien. Kateter urin menetap sebaiknya hanya dipakai dengan pertimbangan khusus (kesadaran menurun, demensia, afasia global). Pada pasien yang sadar dengan gangguan berkemih, kateterisasi intermiten secara steril setiap 6 jam lebih disukai untuk mencegah kemungkinan infeksi, pembentukan batu dan gangguan sfingter vesika. Latihan vesika harus dilakukan sedini mungkin bila pasien sudah sadar. Trombosis vena Faktor resiko terjadinya DVT antara lain: 1. Usia tua 2. Imobilisasi 3. Paresis ekstremitas bawah 4. Paresis yang berat 5. Fibrilasi atrium Antikoagulan dapat diberikan untuk mencegah DVT dan emboli paru pada pasien stroke. Beberapa penelitian menunjukkan efektifitas unfractinated heparin, enoxaprine dan danaparin dalam menurunkan kejadian emboli paru. Pasien dengan imobilisasi lama yang tidak dalam pengobatan heparin IV dapat diberikan heparin 5000 unit setiap 12 jam selama 5-10 hari untuk mencegah pembentukan trombus. Pilihan lain LMWH (enoxaparine atau nadroparine) 2 kali 30 mg subkutan. (Vehier, 1996 ) V. Pencegahan stroke dan pengelolaan faktor resiko Stroke, penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat merupakan penyakit yang menyebabkan kecacatan neurologis dan merupakan penyakit neurologis yang paling banyak memerlukan perawatan rumah sakit. Meskipun penatalaksanaan stroke akut dapat menurunkan angka kematian dan kecacatan akan tetapi tindakan pencegahan ternyata lebih efektif dalam menurunkan angka tsb. Tindakan pencegahan dibedakan atas pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah stroke pada mereka yang belum pernah terkena stroke. Pencegahan sekunder ditujukan untuk mereka yang pernah terkena stroke termasuk TIA.

Anda mungkin juga menyukai