Anda di halaman 1dari 16

SUMBER-SUMBER HUKUM SYARA (AL-QURAN,AS-SUNAH,IJMA,IJTIHAD)

Makalah Ini Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Ushul Fiqih Dosen Pembimbing : Ibu Sofia Gussevi,M.Ag

Disusun oleh : Kelompok 1 1. SITI AISYAH 2. LISNA MARLIANA D. 3. YULIANASARI 4. DANI RAHMAN 5. SITI MULYANI Semester 4 D

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DR.KHEZ MUTTAQIEN PURWAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012
ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil alaamiin,Puji syukur kehadirat ALLAH SWT ,karena hanya dengan karunia-Nya lah penyusunan makalah ini dapat terwujud.Meskipun memang masih jauh dari kesempurnaan.Teriring Shalawat dan salam kami curahkan bagi Nabi-Nya yang mulia Rasulullah Muhammad SAW. Dalam makalah ini penyusun mengetengahkan Judul SUMBER-SUMBER HUKUM SYARA(AL-QURAN,AS-SUNNAH,IJMA,IJTIHAD).Penyusunan makalah ini bertujuan untuk membantu mahasiswa khususnya penyusun dalam mempelajari salah satu materi Ushul Fiqih.selain itu makalah ini juga ditujukan sebagai pemenuhan tugas terstuktur mata kuliah Ushul Fiqih.Dengan segala kerendahan hati penyusun berusaha merangkum dan memberikan gambaran materi ini. Menyadari bahwa penyusun adalah mahluk yang lemah,pastilah di dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan dan kekurangannya,baik dalam segi penulisan,penjabaran materi,dan kekurangan-kekurangan lainnya yang tidak diketahui.Oleh karena itu penyusun memohon maaf yang sebesar-besarnya bagi para ahli ilmu dan para pencinta ilmu terhadap kekurangan-kekurangan tersebut. Penyusun ucapkan terima kasih kasih kepada semua pihak yang ikut mendukung dan membantu untuk terselesainya makalah ini.Terutama kepada: Yth.Ibu Sofia Gussevi,M.Ag selaku dosen Ushul Fiqih yang telah banyak memberikan bimbingannya. Kepada seluruh keluarga tecinta yang selalu mendukung baik materi maupun moril. Serta rekan-rekan dan para pencinta Ilmu lainnya yang telah banyak memberikan sumbangan inspirasinya yang memang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Akhirnya hanya kepada Allah lah penyusun berharap,semoga makalah ini bermanfaat bagi mereka yang mau mempelajari dan mendalaminya.

Penyusun

ii

DAFTAR ISI

Kata pengantar ...................................................................................................................... i Pendahuluan ........................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN A. Al-Quran .............................................................................................................3 I. Cara Al-Quran dalam menetapkan hukum ......................................................3 II. Al-Quran merupakan dalil qathi dan zhanni .................................................4 III. Al-quran sebagai dalil kulli dan juzi ............................................................4 B. As-sunnah .............................................................................................................5 I. Pembagian Sunnah ..........................................................................................5 II. Periwayatan hadits...........................................................................................6 III. Fungsi Hadits ..................................................................................................6 C. Ijma ......................................................................................................................7 I. Syarat Ijma .....................................................................................................7 II. Macam-macam Ijma ......................................................................................7 D. Ijtihad ...................................................................................................................8 I. Cara berijtihad .................................................................................................9 II. Syarat Mujtahid ...............................................................................................9 III. Tingkatan Mujtahid .......................................................................................10 BAB III PENUTUP Kesimpulan .............................................................................................................11 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................12

ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Dalam penetapan hukum di dalam agama Islam harus dilandasi dengan pijakan atau alasan yang disebut dengan sumber hukum.Macam-macam sumber hukum yang dimaksud yakni,Al Quran,dan As sunnah,serta dalil-dalil rayu sebagai metode dalam menetapkan hukum. Hal ini diyakini termotivasi oleh hadits yang berisi dialog antara Nabi saw dengan Muaz Bin Jabal ketika akan dikirim ke Yaman untuk menjadi Gubernur. Nabi bertanya kepada Muaz Bin Jabal, Bagaimana engkau memutuskan suatu perkara jika diajukan orang kepada engkau?Muaz menjawab, saya akan putuskan dengan Kitab Allah. Nabi bertanya kembali, jika tidak engkau dalam Kitab Allah?. Saya akan putuskan dengan sunnah Rasulullah, jawab Muaz. Dan Rasulullah bertanya kembali,Jika tidak engkau temukan dalam sunnah Rasulullah dan tidak pula dalam Kitab Allah?. Muaz menjawab, Saya akan berijtihad dengan pemikiran saya dan saya tidak akan berlebih-lebihan. Kemudian Rasulullah membenarkannya. Atas dasar ini para ulama ushul di berbagai mazhab menyusun dan berpijak pada sistematika istinbat yang mereka susun masing-masing secara berurutan dengan menempatkan dalil-dalil rayu setelah Al-Quran dan As-Sunnah.Namun adakalanya timbul permasalahan-permasalahan baru yang timbul akibat berkembangnya Zaman, oleh karena itu dibutuhkan sesuatu yang dapat dijadikan pijakan untuk menetapkan hukum perkara tersebut. Dengan didasari oleh hadits Nabi, para ulama berijtihad dan menyusun sistematika istinbat hukum.Akan tetapi, dalam perkembangan perkembangan pemikiran ushul fikih yang terlihat dalam kitab-kitab ushul fikih kontemporer, istilah sumber hukum dan dalil hukum tidak dibedakan. Maka dalam makalah ini kami akan berusaha membahasnya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan banyaknya permasalahan dalam ilmu Ushul Al Fikih, penulis membatasi masalah hanya pada permasalahan sumber-sumber hukum islam,diantaranya 1. Al-Quran sebagai sumber dan dalil hukum syara,mulai dari pengertian hingga bagaimana cara Al Quran dalam menetapkan hukum. 2. As-Sunnah sebagai sumber hukum syara,mulai dari pengertian hingga tingkat kehujjahan sunnah. 3. Ijma dan Ijtihad menjadi landasan penetapan hukum.

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui berbagai sumber hukum islam yang dijadikan dalam penetapan hukum fiqih.Mulai dari Al Quran,As Sunnah,Ijma dan Ijtihad.

D. Metode Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menggunakan metode literatur atau kepustakaan yang berhubungan dengan permasalahan,dan melalui internet search.

E. SistematikaPenulisan
Makalah ini terdiri dari beberapa sub-Judul: BAB I PENDAHULUAN,BAB II PEMBAHASAN,BAB III PENUTUP. ii

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGETIAN SUMBER DAN DALIL


Para ahli ushul fiqih menta'rifkan , Sumber secara etimologi berarti asal dari segala sesuatu atau tempat merujuk sesuatu ,adapun secara termonologi, sumber diartikan sebagai rujukan yang pokok/utama dalam menetapkan hukum Islam, yaitu berupa Al-Quran dan As-Sunah.Keduanya disepakati seluruh ulama ushul fiqih klasik dan kontemporer, sebagai primer hukum Islam. Sedangkan dalil secara bahasa berarti sesuatu yang dapat memberi petunjuk kepada apa yang dikehendaki. Dan menurut istilah dalil mengandung pengertian sebagai suatu petunjuk yang dijadikan landasan berfikir yang benar dalam memperoleh hukum syara yang bersifat praktis,baik yang kedudukannya qathi (pasti) atau zhanni (relatif). Atau dengan kata lain, dalil adalah segala sesuatu yang menunjukan kepada hukum syara yang amaliyah. Dikalangan ulama ushul,keberadaan dalil sebagai pijakan yang mendasari suatu ketetapan hukum mutlak harus diperhatikan dan tidak bisa diabaikan. Jika dilihat dari segi keberadaannya, maka dalil dapat dibedakan kepada dua macam, yaitu: 1) Dalil Naqli yaitu dalil-dalil yang berasal dari nash langsung, yaitu Alquran dan As sunnah. 2) Dalil aqli, yaitu dalil - dalil yang berasal bukan dari nash langsung, akan tetapi dengan menggunakan akal pikiran, yaitu Ijtihad. Bila direnungkan, dalam fiqih dalil akal itu bukanlah dalil yang lepas sama sekali dari Alquran dan al-Sunnah, tetapi prinsip-prinsip umumnya terdapat dalam Alquran dan Al-Sunnah. Dalam konteks ini Al-Quran dan As-Sunnah adalah merupakan sumber hukum dan sekaligus menjadi dalil hukum, sedangkan selain dari keduanya seperti Ijtihad yang meliputi al ijma, al qiyas dan lain-lainnya tidak dapat disebut sebagai sumber, kecuali hanya sebagai dalil karena ia tidak dapat berdiri sendiri. Akan tetapi, dalam perkembangan-perkembangan pemikiran ushul fiqih yang terlihat dalam kitab-kitab ushul fiqih kontemporer, istilah sumber hukum dan dalil hukum tidak dibedakan. Sebab, keduanya merupakan istilah teknis yang yang dipakai oleh para ulama ushul untuk menyatakan segala sesuatu yang dijadikan alasan atau dasar dalam istinbat hukum,dan dalam prakteknya mencakup Al Quran, as sunnah dan dalil-dalil atau sumber-sumber hukum lainnya.

B. SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 1. Al-Quran


Al Quran merupakan sumber utama dalam pembinaan hukum Islam. Al Quran berasal dari kata qaraa yang artinya bacaan, namun yang dimaksud dengan Al Quran dalam uraian ini ialah,Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW berperantarakan malaikat Jibril dalam bahasa arab, agar menjadi hujjah bagi Rasul bahwa ia adalah utusan Allah dan agar menjadi pelajaran bagi orang yang mengikuti petunjuknya.Menjadi ibadah bagi siapa yang membacanya, ia ditulis pada lembaran mushaf, dimulai dengan surah Al Fatihah dan di akhiri dengan surah An Naas. Yang disampaikan kepada kita secara mutawatir, baik melalui tulisan atau bacaan dari satu generai ke generasi berikutnya. Dan terpelihara dari perubahan dan pergantian zaman.

ii

Al Quran pertama kali turun di Gua Hira surah Al Alaq ayat 1-5 dan terakhir kali turun surah al Maidah ayat 3. Al Quran terdiri dari 30 juz, 144 surah, 6.326 ayat, 324.345 huruf. Ditinjau dari sudut tempatnya, Al Quran turun di dua tempat yaitu: 1) Di Mekkah atau yang disebut ayat makkiyah. Pada umumnya berisikan soal-soal kepercayaan atau ketuhanan, mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, ayat-ayatnya pendek dan ditujukan kepada seluruh ummat. Banyaknya sekitar 2/3 seluruh ayat-ayat Al Quran. 2) Di Madinah atau yang disebut ayat madaniyah. Ayat-ayatnya panjang, berisikan peraturan yang mengatur hubungan sesama manusia mengenai larangan, suruhan, anjuran, hukumhukum dan syariat-syariat, akhlaq, hal-hal mengenai keluarga, masyarakat, pemerintahan, perdagangan, hubungan manusia dengan hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, air dan sebagainya. Cara Al-Quran dalam Menetapkan Hukum Al-Quran diturunkan untuk memperbaiki sikap hidup manusia. Karena itu, Al-Quran berisi perintah dan larangan, Al-Quran memerintahkan yang baik dan melarang yang keji. Di dalam mengerjakan perintah dan larangan, Al-Quran selalu berpedoman pada tiga hal, yaitu: 1) Tidak memberatkan atau menyusahkan Misalnya, mengqashar shalat, tidak berpuasa karena musafir, bertayamum, memakan makanan yang terlarang dalam keadaan darurat. 2) Tidak memperbanyak beban/tuntutan Misalnya, zakat karena hanya diwajibkan bagi orang-orang yang mampu saja, dan lainlain. 3) Berangsur-angsur di dalam mensyariatkan sesuatu Misalnya, pengharaman minuman keras prosesnya sampai tiga kali,kemudian diputuskan tidak boleh.(Lihat Al-Baqarah ayat 219,An-Nisaa ayat 43 dan Al-Maidah ayat 90-91). Kehujjahan Al-Quran Ada alasan yang dikemukakan ulama ushul fiqih tentang kewajiban berujjah dengan AlQuran, diantaranya adalah: a. Al-Quran itu diturunkan kepada Rasulullah Saw, diketahui secara mutawattir, dan ini memberi keyakinan bahwa Al-Quran itu benar-benar datang dari Allah Swt melalui Malaikat Jibril kepada Muhammad Saw, yang dikenal sebagai orang yang paling percaya.Hal ini banyak dinyatakan di dalam Al-Quran salahsatunya dalam surat Al Imran ayat 3

Artinya: Dia menurunkan Al kitab (Al Quran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil. b. Mukjizat Al-Quran Unsur-unsur yang membuat Al-Quran itu menjadi Mukjizat yang tidak mampu ditandingi akal manusia, diantaranya adalah: Dari segi keindahan dan ketelitian rdaksinya, umpamanya berupa keseimbangan jumlah bilangan kata dengan lawannya, diantaranya seperti al- hayat (hidup) dan almaut (mati), dalam bentuk definite sama-sama berjumlah 145 kali; al- kufr (kekufuran) dan al- iman (iman) sama-sama terulang dalam al-Quran sebanyak 17 kali. ii

Dari segi pemberitaan-pemberitaan gaib yang dipaparkan Al-Quran, seperti dalam surat Yunus ayat 92 dikatakan bahwa badan Firaun akan diselamatkan Tuhan sebagai pelajaran bagi generasi-generasi berikutnya, yang ternyata pada tahun 1896 ditemukan mummi yang menurut arkeolog adalah Firaun yang mengejar Nabi Musa. Isyarat-isyarat ilmiah yang di kandung Al-Quran, seperti dalam surat Yunus ayat 5 dikatakan, Cahaya matahari bersumber dari dirinya sendiri, sedang cahaya bulan adalah pemantulan dari cahaya matahari. Al-Quran Merupakan Dalil Qathi dan Zhanni Al-Quran yang diturunkan secara mutawattir, dari segi turunnya berkualitas qathi (pasti benar). Akan tetapi, hukum-hukum yang dikandung Al-Quran adakalanya bersifat qathi dan adakalanya bersifat zhanni (relatif benar). Ayat yang bersifat qathi adalah lafal-lafal yang mengandung pengertian tungal dan tidak bisa dipahami makna lain darinya. Ayat-ayat seperti ini misalnya, ayat-ayat waris (An Nisa ayat 11),hudud (An-Nur ayat 2), dan kaffarat (Al-Maidah :89). Adapun ayat-ayat yang mengandung hukum zhanni adalah lafal-lafal yang dalam AlQuran mengandung pengertian lebih dari satu dan memungkinkan untuk ditakwilkan. Misalnya, firman Allah dalam surat Al- Maidah ayat 38:

Artinya: laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan ...... Kata tangan dalam ayat ini mengandung kemungkinan yang dimaksudkan adalah tangan kanan atau tangan kiri, di samping juga mengandung kemungkinan tangan itu hanya sampai pergelangan saja atau sampai siku. Penjelasan untuk yang dimaksud tangan ini ditentukan dalam hadits Rasulullah Saw. Oleh sebab itu, para mujtahid boleh memilih pengertian yang terkuat menurut pandangannya serta yang didukung oleh dalil lain. Al-Quran sebagai Dalil Kulli dan Juzi Al-Quran sebagai sumber utama hukum Islam menjelaskan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya dengan cara: 1. Penjelasan rinci (juzi) terhadap sebagian hukum-hukum yang dikandungnya, seperti yang berkaitan dengan masalah akidah, hukum waris, hukum-hukum yang terkait dengan masalah pidana hudud, dan kaffarat. Hukum-hukum yang rinci ini, menurut para ahli ushul fiqih disebut sebagai hukum taabbudi yang tidak bisa dimasuki oleh logika. 2. Penjelasan Al-Quran terhadap sebagian besar hukum-hukum itu bersifat global (kulli), umum , dan mutlak, seperti dalam masalah shalat yang tidak dirinci beberapa kali sehari,apa rukun dan syaratnya. Demikian juga dalam masalah zakat, tidak dijelaskan secara rinci, dan berapa benda yang wajib dizakatkan, berapa nisab zakat, dan kadar yang harus di zakatkan. Untuk hukum-hukum yang bersifat global, umum dan mutlak ini, Rasulullah Saw, melalui sunnahnya, bertugas menjelaskan, mengkhususkan, dan membatasi. Hal inilah yang diungkapkan Al-Quran dalam surat An- Nahl ayat 44: Artinya: dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka......

ii

Hikmah yang terkandung dalam hal terbatasnya hukum-hukum rinci yang diturunkan Allah melalui Al-Quran, menurut para ahli ushul fiqih adalah agar hukum-hukum global dan umum tersebut dapat mengakomodasi perkembangan dan kemajuan umat manusia di tempat dan zaman yang berbeda, sehingga kemaslahatan umat manusia senantiasa terayomi oleh Al-Quran. Berkaitan dengan hal ini, para ahli ushul fiqih menyatakan bahwa kesempurnaan kandungan Al-Quran itu dapat dirangkum dalam tiga hal berikut: 1. Teks-teks rinci (juzi) yang dikandung Al-Quran 2. Teks-teks global (kulli) yang mengandung berbagai kaidah dan kriteria umum ajaranajaran Al-Quran. Dalam hal ini, Al-Quran menyerahkan sepenuhnya kepada para ulama untuk memahaminya sesuai dengan tujuan-tujuan yang dikehendaki syara, serta sejalan dengan kemaslahatan umat manusia di segala tempat dan zaman. 3. Memberikan peluang kepada sumber-sumber hukum Islam lainnya untuk menjawab persoalan kekinian melalui berbagai metode yang dikembangkan para ulama, seperti melalui Sunnah Rasul, Ijma, qiyas, istihsan, maslahah, istishab, urf dan dzariah. Semua metode ini telah diisyaratkan Al-Quran. Dengan ketiga unsur ini, maka seluruh permasalahan hukum dapat dijawab dengan bertitik tolak kepada hukum rinci dan kaidah-kaidah umum Al-Quran itu sendiri. Disinilah, menurut ulama ushul fiqih letak kesempurnaan Al-Quran bagi umat manusia.

2. As-Sunnah
Secara etimologi,Sunnah yaitu cara yang dibiasakan atau cara yang terpuji.Sedangkan secara terminologi,menurut Para ulama Ushul Fiqih,Sunah diartikan semua yang lahir dari Nabi SAW.Selain Al Quran,baik berupa perkataan,perbuatan ataupun pengakuan.Adapun menurut para ulama fiqih,sunah diartikan sebagai satu hukum taklif,yang mengandung pengertian Perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa. Kata sunnah identik dengan hadits , yaitu sama-sama dari Nabi Muhammad SAW. Menurut para ulama hadits, hadits lebih banyak mengarah kepada ucapan Nabi, sedangkan sunnah lebih banyak mengarah kepada perbuatandan tindakan ahlak Nabi baik sebelum atau sesudah menjadi Rasul. Sunnah Rasul merupakan sumber hukum yang kedua setelah Al-Quran,namun kekuatan Sunnah sama dengan Al-Quran.Oleh karena itu wajib bagi umat islam menerima dan mengamalkan apa yag terkandung di dalamnya.Seperti firman Allah,dalam surah Al-Hasyr:7

Artinya: Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, (QS Al Hasyr : 7)
Pembagian Sunah 1. Sunnah Qauliyah, yaitu ucapan Nabi yang didengar sahabat beliau dan disampaikannya kepada kepada orang lain. Namun ucapan Nabi ini bukan wahyu al Qur`an.Sunnah ini dibedakan atas tiga bagian yaitu Diyakini benarnya,seperti kabar yang datang dari Allah dan dari Rasul-Nya. Diyakini dustanya seperti dua kabar yang berlawanan,dan kabar yang menyalahi dari ketentuan-ketentuan syara.

ii

2.

3.

Yang tidak diyakini benarnya dan dustanya,seperti berita yang disampaikan oleh orang bodoh,dan orang fasik. Sunnah Fi`liyah, yaitu perbuatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW yang dilihat atau diketahui oleh sahabat, kemudian disampaikan kepada orang lain dengan ucapannya.Misalnya,cara Wudhu,tata cara Shalat dan Haji yang dipraktekan oleh Nabi. Sunnah Taqririyah, yaitu perbuatan atau ucapan sahabat yang dilakukan dihadapan Nabi atau sepengetahuan Nabi, tetapi didiamkan atau tidak dicegah oleh Nabi. Keadaan diamnya Nabi bisa berupa pencabutan larangan,atau menunjukan hukumnya adalah ibahah ( meniadakan keberatan untuk diperbuat ).Misalnya seperti kasus Amr Bin Ash yang hanya melakukan tayamum untuk shalat berjamaah,padahal dalam keadaan junub,hal itu dikarenakan pada malam harinya cuaca begitu sangat dingin,sehingga ia tidak sanggup mandi karena khawatir akan sakit.mendengar itu Rasulullah hanya tertawa dan tidak berkomentar apapun. Periwayatan Sunnah atau Hadits 1) Hadits Mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh Nabi SAW.pada masa sahabat,tabiin,dan tabiit tabiin,oleh orang banyak yang menurut adat kebiasaan tidak mungkin mereka sepakati untuk berbuat dusta,lantaran banyaknya jumlah mereka,kepercayaannya dan perbedaan daerah tempat tinggal mereka. 2) Hadits Masyhur Mustafidz adalah Hadits yang diriwayatkan oleh Nabi SAW.Oleh para sahabat atau sekelompok orang banyak yang tidak sampai pada batas mutawatir,kemudian diriwayatka pada masa tabiin dan pada masa tabiit tabiin sampai pada batas mutawatir. 3) Hadits Ahad adalah Hadits yang di riwayatkan oleh Nabi SAW.Oleh sejumlah orang yang tidak sampai batas mutawatir dalam tiga masa. Fungsi Hadits Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Quran, sehingga kedunya (Al-Quran dan Hadits) menjadi sumber hukum untuk satu hal yang sama. Misalnya Allah SWT didalam Al-Quran menegaskan untuk menjauhi perkataan dusta, sebagaimana ditetapkan dalam firmannya : Artinya: Jauhilah perbuatan dusta (QS Al Hajj : 30) Ayat diatas juga diperkuat oleh hadits-hadits yang juga berisi larangan berdusta. Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al Quran yang masih bersifat umum. Misalnya, ayat Al-Quran yang memerintahkan shalat, membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji, semuanya bersifat garis besar. Contoh lain, dalam Al-Quran Allah SWT mengharamkan bangkai, darah dan daging babi. Firman Allah surat Al maidah ayat 3 sebagai berikut: Diharamkan bagimu bangkai, darah,dan daging babi Dalam ayat tersebut, bangkai itu haram dimakan, tetap tidak dikecualikan bangkai mana yang boleh dimakan. Kemudian datanglah hadits menjelaskan bahwa ada bangkai yang boleh dimakan, yakni bangkai ikan dan belalang. Sabda Rasulullah SAW: Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalalng, sedangkan dua macam darah adalah hati dan limpa (HR Ibnu Majjah). Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al-Quran. Misalnya, cara menyucikan bejana yang dijilat anjing, dengan membasuhnya tujuh kali, salah satunya dicampur dengan tanah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW ii

Mennyucikan bejanamu yang dijilat anjing adalah dengan cara membasuh sebanyak tujuh kali salah satunya dicampur dengan tanah (HR Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Baihaqi). 3. Ijma Secara etimologi, ijma` berasal dari kata ajmaa yujmiu Ijma'an mengandung dua arti yaitu tekad yang kuat,kesepakatan atau konsensus dan ketetapan hati untuk melakukan sesuatu atau keputusan berbuat sesuatu. Adapun secara terminologi,para ulama ushul fiqih mengemukakan bahwa ijma adalah Kesepakatan seluruh mujtahid Islam pada suatu masa,sesudah wafat Rasulullah,akan suatu hukum syariat yang amali. Fungsi ijmayaitu menetapkan hukum atas dasar taufik Allah dan meningkatkan kualitas dalil yang dijadikan sandaran ijma. Syarat Ijma Kesepakatan para mujtahid Islam.Maka kesepakatan orang awam tidak dianggap ijma.Minimal jumlah mujtahid yang dapat dibenarkan hasil ijmanya adalah tiga orang dalam suatu masa,Namun sebagian ulama ada yag mensyaratkan jumlah mujtahid harus mencapai batas mutawatir. Ijma harus merupakan hasil konsensus seluruh mujtahid,meskipun dari negara yang berbeda,dan hal ini tidak diingkari oleh seorang mujtahidpun. Hendaknya kesepakatan itu berasal dari seluruh ulama mujtahid yang ada pada masa terjadinya masalah fiqihyah dan pembahasan hukumnya. Kesepakatan para mujtahid itu hendaknya harus terjadi setelah Rasulullah SAW wafat. Ijma itu hendaknya dinyatakan masing-masing mujtahid dengan terang dan tegas pada satu waktu baik dinyatakan secara pribadi maupun kelompok dalam satu tempat. Hendaknya Ijma para mujtahid benar-benar sepakat lahir dan bathin bukan formalnya saja. Rukun Ijma Sandaran hukum ijma haruslah Al-Quran dan Hadits Rasulullah SAW. Hukum yang disepakati adalah hukum syara yang bersifat aktual dan tidak ada hukumnya secara rinci dalam AlQuran. Diawali oleh masing-masing mujtahid mengemukakan pandangannya. Yang terlibat dalam pembahasan hukum syaramelalui ijma adalah seluruh mujtahid yang ada pada masa tersebut dari berbagai belahan dunia. Macam-macam Ijma Ijma qathi Ijma para ulama dalam menetapkan hukum suatu masalah tanpa ada bantahan diantara mereka. Ijma sukuti yaitu ijma para ulama yang mengalami hambatan diantara mereka,atau salah seorang dari mereka diam saja dalam mengambil keputusan. Kehujjahan Ijma Jumhur ulama berpendapat bahwa kedudukan ijma` menempati salah satu dalil hukum setelah al Qur`an dan Sunnah. Jadi, ijma` dapat menetapkan hukum yang mengikat dan wajib dipatuhi umat Islam.dengan alasan firman Allah Surat An-Nisa:59 Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar

ii

beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya Sandaran Ijma Yaitu dalil yang kuat dalam bentuk nash al Qur`an dan Sunnah, baik langsung maupun tidak. Hampir semua ulama berpendapat bahwa ijma` itu harus menunjuk pada sandaran yang kuat, bukan hanya berdasar taufik dari Allah SWT. Alasannya, antara lain : a. Tidak akan tercapai kebenaran tanpa adanya rujukan atau sandaran. b. Nabi Muhammad tidak menetapkan hukum, kecuali dengan wahyu. c. Mengemukakan pendapat dalam hal agama tanpa dalil adalah tindakan yang salah. Sebagian kecil ulama tidak mempersyaratkan adanya sandaran ijma`, alasannya jika ijma` memerlukan sandaran dalil, berarti kekuatan ijma` terletak pada dalil. Ini sama dengan tidak ada ijma` sebagai dalil syara` yang berdiri sendiri. Sebagian ulama berpendapat qiyas boleh dijadikan sandaran ijma`dengan qiyas yang mempunyai `ilat yang kuat,contohnya seperti ijma tentang haram memakan lemak babi,yang diqiyaskan dengan daging babi. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa nilai hujjah ijma ialah Zhanni,bukan Qathi.Maka ijma dapat dijadikan hujjah dalam urusan amal,tidak dalam urusan itikad.Karena dalam urusan itikad harus ditetapkan oleh dalil qathi. Mengingkari hasil ijma Yaitu dengan sadar tidak melaksanakan hasil suatu ijma` dalam perbuatannya. Pengingkaran ini dapat disebabkan oleh : a. Ia secara prinsip tidak mengakui ijma` sebagai salah satu dalil hukum yang mengikat. b. Ia secara prinsip mengakui ijma` sebagai hujjah syar`iyah, namun ia menolak ijma` tertentu karena menurut keyakinannya penukilan ijma` itu tidak meyakinkan atau ia tidak yakin telah terjadi ijma` tentang suatu masalah. c. Ia memang menerima ijma` secara prinsip dan meyakini ijma` telah berlangsung, namun ia tetap tidak mengindahkannya. Para ulama menganggap kafir orang yangmengingkari ijma` yang qath`i. karena berarti mengingkari al Qur`an dan Sunnah Nabi.Namun Muhamad Khudhari Bey berpendapat bahwa mengkafirkan orang yang mengingkari ijma` tanpa melihat alasannya adalah tidak benar. Seseorang yang mengingkari cara menetapkan hukum syara` tidak kafir. Tetapi seseorang yang mengakui sesuatu sebagai hukum syara`, namun dengan sadar ia mengingkarinya, berarti mengingkari syara`. ini berarti ia telah keluar dari hukum Islam. 4. Ijtihad Ijtihad secara bahasa berasal dari kata jahada yaitu sungguh-sungguh, rajin, giat, atau mencurahkan kemampuannya daya upaya atau usaha keras, berusaha keras untuk mengetahui perkara yang sulit. Menurut istilah ijtihad adalah suatu upaya pemikiran yang sungguh-sungguh untuk menegaskan prasangka kuat atau Dzhan yang didasarkan suatu petunjuk yang berlaku atau penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan suatu yang terdekat dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Mujtahid adalah orang yang mengerahkan segala daya upayanya untuk hal tersebut. Dasar Ijtihad Ijtihad sumber hukumnya dari al-qur'an dan alhadist yang menghendaki digunakannya ijtihad. Seperti dalam Firman Allah dalam Surat An-Nisa' Ayat 59 dan Hadits Rasul yang berisi percakapan beliau dengan Muaz Bin Jabal ketika Muaz ditugaskan ke Yaman.

ii

Ruang lingkup ijtihad ialah furu' dan dhoniah yaitu masalah-masalah hukum islam yang tidak ditentukan secara pasti oleh nash Al-Qur'an dan Hadist maupun disinggung atau ditetapkan oleh ijma para ulama. Tujuan adanya ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah SWT di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu.Fungsi ijtihad adalah sebagai metode untuk merumuskan ketetapan-ketetapan hukum yang belum terumuskan dalam Al-Quran dan Al-Sunnah. Meski Al-Quran diturunkan secara sempurna dan lengkap, bukan berarti kehidupan manusia diatur secara detil oleh Al-Quran dan Hadits. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al-Quran dengan kehidupan modern, sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan -aturan baru dalam melaksanakan ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari. Kedudukan Ijtihad Berbeda dengan Al -Quran dan As-Sunnah, ijtihad terikat dengan ketentuan ketentuan berikut: a. Pada dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusanyang mutlak absolut. Sebab ijtihad merupakan aktifitas akal pikiran manusiayang relatif. Sebagai produk pikiran manusia yang relatif, maka keputusandaripada suatu ijtihad pun adalah relatif. b.Sesuatu keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad, m u n g k i n b e r l a k u b a g i seseorang tapi tidak berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa/tempat tapi tidak berlaku pada masa/tempat yang lain c. I j t i h a d t i d a k b e r l a k u d a l a m u r u s a n p e n a m b a h a n i b a d a h m a h d h a h ( m u r n i ) . Sebab urusan ibadah mahdhah hanya oleh Allah SWT dan Rasulullah. d. Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Al -Quran dan AsSunnah. e. D a l a m p r o s e s b e r i j t i h a d h e n d a k n y a d i p e r t i m b a n g k a n f a k t o r - f a k t o r motivasi,akibat, kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama, dan n i l a i - n i l a i y a n g menjadi ciri dan jiwa daripada ajaran Islam.Kedudukan ijtihad sebagai sumber hukum Islam adalah sebagai sumber hukum ketigasetelah Al-Quran dan Al-Hadits. Cara Ber-ijtihad Dalam melaksanakan ijtihad, para ulama telah mem buat metode m e t o d e , antara lain sebagai berikut: Qiyas, yaitu menetapkan sesuatu hukumd e n g a n d i a n a l o g i k a n kepada hukum sesuatu yang sudah diterangkan hukumnya oleh Al-Quran atauAs-Sunnah, karena ada sebab yang sama. Ijma, atau yang disebut ijtihad kolektif, yaitu kesepakatan ulama -ulama Islam dalam menentukan sesuatu masalah ij tihadiyah. Yang menjadi persoalan untuk saat sekarang ini adalah tentang kemungkinan dapat dicapai atau tidaknya ijma tersebut, karena umat Islam sudah begitu besar dan beradadiseluruh pelosok bumi termasuk para ulamanya. Istihsan, yaitu menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu persoalan ijtihadiyah atas dasar prinsip-prinsip umum ajaran Islam seperti keadilan,kasih sayang, dan lain-lain. Oleh para ulama istihsan disebut sebagai QiyasKhofi (analogi samar-samar) atau disebut sebagai pengalihan hukum yang diperoleh dengan Qiyas kepada hukum lain atas pertimbangan kemaslahatan umum. Apabila kita dihadapkan dengan keharusan memilih salah satu diantara dua persoalan ii

yang sama-sama kurang baik, maka kita harus mengambil yang lebih ringan keburukannya. Mashalihul Mursalah, y a i t u menetapkan hukum terhadap sesuatu persoalan ijtihadiyah atas pertimbangan kegunaan dan kemanfaatan yang sesuai dengan tujuan syariat. Perbedaan antara i s t i h s a n d a n m a s h a l i t u l mursalah ialah, istihsan mempertimbangkan dasar kemaslahatan (kebaikan)i t u d e n g a n d i s e r t a i d a l i l A l - Q u r a n a t a u A l - H a d i t s y a n g u m u m , s e d a n g mashalihul mursalah mempertimbangkan dasar kepentingan dan kegunaan d e n g a n t a n p a a d a n y a d a l i l y a n g s e c a r a t e r t u l i s d a l a m A l - Q u r a n a t a u A l - Hadits. Urf , adalah sesuatu yang telah biasa berlaku, diterima, dan dianggap baik oleh masyarakat. Juga didefinisikan sebagai tindakan menentukan masih b o l e h n y a suatu adat istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Al-Quran dan Al-Hadits. Istishab,adalah suatu tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya. Sududz Dzariah,y a i t u t i n d a k a n m e m u t u s k a n s u a t u y a n g m u b a h menjadi makruh atau haram demi kepentingan umum. Syarat Mujtahid Syarat-syarat umum yang disepakati oleh para ulama' menurut Dr. Yusuf Qordhowi sebagai berikut: Harus mengetahui Al-Qur'an dan ulumul Qur'an: Mengetahui sebab-sebab turunnya ayat Mengetahui sepenuhnya sejarah pengumpulan atau penyusunan al-qur'an. Mengetahui sepenuhnya ayat-ayat makiyah dan madaniyah, nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabih, dan sebagainya Menguasai ilmu tafsir, pengetahuan tentang pemahaman al-qur'an. Mengetahui Assunah dan ilmu Hadits Mengetahui bahasa arab Mengethui tema-tema yang sudah merupakan ijma' Mengetahui usul fiqih Mengetahui maksud-maksud sejarah Mengenal manusia dan alam sekitarnya Mempunyai sifat adil dan taqwa syarat tambahan : 1. Mengetahui ilmu ushuluddin 2. Mengetahui ilmu mantiq 3. Mengetahui cabang-cabang fiqih Tingkatan-Tingkatan Para Mujtahid Para mujtahid mempunyai tingkatan-tingkatan: Mujtahid mutlaq atau mujtahid mustakhil yaitu mujtahid yang mempunyai pengetahuan lengkap untuk beribadah dengan Al-qur'an dan Al-hadits dengan menggunakan kaidah mereka sendiri dan diakui kekuatannya oleh tokoh agama yang lain. Para mujtahid ini yang paling terkenal adalah imam madzhab empat

ii

Mujtahid muntasib yaitu mujtahid yang terkait oleh imamnya seperti keterkaitan murid dan guru mereka adalah imam Abu Yusuf, Zarf bin Huzail yang merupakan murid imam Abu Hanifah Mujtahid fil madzhab yaitu para ahli yang mengikuti para imamnya baik dalam usul maupun dalam furu' misalnya imam Al-Muzani adalah mujtahid fil madzhab Syafi'i Mujtahid tarjih yaitu mujtahid yang mampu menilai memilih pendapat sebagai imam untuk menentukan mana yang lebih kuat dalilnya atau mana yang sesuai dengan situasi kondisi yang ada tanpa menyimpang dari nash-nash khot'i dan tujuan syariat, misalnya Abu Ishaq al syirazi, imam Ghazali.

BAB III PENUTUP


KESIMPULAN Al-Quran dan As-Sunnah adalah merupakan sumber hukum dan sekaligus menjadi dalil hukum, sedangkan selain dari keduanya seperti Ijtihad yang meliputi al ijma, al qiyas dan lain-lainnya tidak dapat disebut sebagai sumber, kecuali hanya sebagai dalil karena ia tidak dapat berdiri sendiri. Akan tetapi, dalam perkembangan-perkembangan pemikiran ushul fiqih yang terlihat dalam kitab-kitab ushul fiqih kontemporer, istilah sumber hukum dan dalil hukum tidak dibedakan. Al Quran merupakan sumber utama dalam pembinaan hukum Islam. Al-Quran diturunkan untuk memperbaiki sikap hidup manusia. Karena itu, Al-Quran berisi perintah dan larangan, Al-Quran memerintahkan yang baik dan melarang yang keji. Al-Quran yang diturunkan secara mutawattir, dari segi turunnya berkualitas qathi (pasti benar). Akan tetapi, hukum-hukum yang dikandung Al-Quran adakalanya bersifat qathi dan adakalanya bersifat zhanni (relatif benar). Hikmah yang terkandung dalam hal terbatasnya hukum-hukum rinci yang diturunkan Allah melalui Al-Quran, menurut para ahli ushul fiqih adalah agar hukum-hukum global dan umum tersebut dapat mengakomodasi perkembangan dan kemajuan umat manusia di tempat dan zaman yang berbeda, sehingga kemaslahatan umat manusia senantiasa terayomi oleh AlQuran. Kata sunnah identik dengan hadits , yaitu sama-sama dari Nabi Muhammad SAW. Menurut para ulama hadits, hadits lebih banyak mengarah kepada ucapan Nabi, sedangkan sunnah lebih banyak mengarah kepada perbuatan dan tindakan ahlak Nabi baik sebelum atau sesudah menjadi Rasul. Sunnah Rasul merupakan sumber hukum yang kedua setelah AlQuran,namun kekuatan Sunnah sama dengan Al-Quran Pembagian Sunah :Sunnah Qauliyah, Sunnah Fi`liyah, Sunnah Taqririyah ijma adalah Kesepakatan seluruh mujtahid Islam pada suatu masa,sesudah wafat Rasulullah,akan suatu hukum syariat yang amali. Jumhur ulama berpendapat bahwa kedudukan ijma` menempati salah satu dalil hukum setelah al Qur`an dan Sunnah. Jadi, ijma` dapat menetapkan hukum yang mengikat dan wajib dipatuhi umat Islam.dengan alasan firman Allah Surat An-Nisa:59

ii

ijtihad adalah suatu upaya pemikiran yang sungguh-sungguh untuk menegaskan prasangka kuat atau Dzhan yang didasarkan suatu petunjuk yang berlaku atau penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan suatu yang terdekat dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Mujtahid adalah orang yang mengerahkan segala daya upayanya untuk hal tersebut. Tujuan adanya ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah SWT di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu.Fungsi ijtihad adalah sebagai metode untuk merumuskan ketetapanketetapan hukum yang belum terumuskan dalam Al-Quran dan Al-Sunnah. Dalam melaksanakan ijtihad, para ulama telah membuat metode m e t o d e , antara lain sebagai berikut: Qiyas, Ijma, Istihsan, Mashalihul Mursalah, Urf , Istishab,Sududz Dzariah,

DAFTAR PUSTAKA
Umam Khairul,Ushul Fiqih I,Pustaka Setia,Bandung.2000 Muhammad bin Shalih al-utsaimin,Ushul Fiqih,Media Hidayah,Kairo.2003 http://wanipintar.blogspot.com/2011/04/al-quran-sebagai-sumber-dan-dalil-hukum.html http://kapanpunbisa.blogspot.com/2011/09/al-quran-sebagai-sumber-dan-dalil-hukum.html http://haryono10182.wordpress.com/sumber-hukum-islam/ http://dien84.wordpress.com/2010/01/01/sumber-hukum-ajaran-agama-islam/

ii

. .

ii

Anda mungkin juga menyukai