Anda di halaman 1dari 3

Filsafat Asia Timur: Taoisme, Konfusianisme dan Buddhisme Sartika Tandirerung/071012045 Filsafat Asia Timur: Taoisme, konfusianisme dan

Buddhisme? Pengaruh ide-ide tersebut di kawasan asia timur? Perkembangan komunisme: revolusi 1949, nasionalis-komunis Peradaban China merupakan salah satu dari banyaknya peradaban dunia yang masih bertahan hingga saat ini. Pada dasarnya terdapat beberapa pemikiran yang berkembang dan menjadi dasar berpikir masyarakat China, diantaranya pemikiran taoisme, konfusianisme dan buddhisme. Taoisme dan Konfusianisme adalah dua pandangan berbeda yang merespon kondisi masyarakat, sosial dan politik China pada saat terjadi kekacauan di China. Taoisme sendiri merupakan pemikiran pertama yang mengawali kepercayaan hidup masyarakat China. Dasar pemikiran ini diperkenalkan oleh seorang filosof Lao Tzu dalam tulisannya yang berjudul Tao (www.chebucto.ns.ca). Tao diartikan sebagai jalan yang benar, sebagai sesuatu yang abstrak. Dalam ajaran taoisme, memandang manusia pada hakekatnya diciptakan dengan memiliki budi yang baik. Lebih lanjut, melalui ajaran ini manusia dapat terhindar dari segala keadaan yang

bertentangan dengan ritme alam (Anon, n.d.). Selain itu, ajaran dalam taoisme mengajarkan bagaimana menjalin relasi yang baik dengan segala sesuatu yang ada di bumi. Dijelaskan dari cabang pemikiran taoisme dikenal interaksi antara prinsip yin (prinsip pasif seperti ketenangan, air, bulan, wanita) dan yang (prinsip aktif yaitu gerak, api, matahari bumi, lakilaki) yang menciptakan ketentraman. Cara pandang dari taoisme ini kemudian berkembang ke dalam lingkup sosial. Di mana ide orang China akan terciptanya keharmonisan mengharuskan manusia untuk bisa menyesuaikan diri dan tidak terfokus pada kepentingan individu. Sehingga, terbentuklah masyarakat yang hidup berdampingan tetapi tidak saling menganggu (Anon, n.d.). Kemudian ajaran kedua adalah pemikiran konfusionisme yang tidak terfokus pada karakter individualistik dan sesuatu yang mistik seperti dalam ajaran taoisme. Melainkan lebih menekankan pada hubungan sosial dan perilaku sosial masyarakat. Hal ini tidak lain dilatarbelakangi oleh hubungan sosial masyarakat China yang kacau dan tidak harmonis pada masa Confucius. Konfusianinsme mengajarkan bahwa kekuataan harus menggunakan kekuatan untuk membantu melancarkan kebajikan-kebajikan yang dibutuhkan seperti kebaikan, keadilan,

kesatuan dan kesetiaan (Anon, n.d.). Selain itu, konfusianisme juga menekankan kepada disiplin diri, pendidikan, ikatan keluarga dan harmoni sosial yang kuat. Sehingga konfusianisme dalam sistem kekuasaan pun cenderung berdasarkan kekeluargaan dan bersifat anti-demokrasi (Chaibong, n.d.). Pemikiran taoisme dan konfusianisme tidak hanya tumbuh dan berkembang di China saja, tetapi kemudian berkembang keluar China melalui perantara perantauan China. Terutama ketika masa-masa perang antar dinasti, yang menyebabkan banyak orang China yang melarikan diri lalu merantau dan menetap di suatu wilayah. Seperti halnya Korea yang diidentikkan dengan faktor pemikiran konfusianisme, namun karena mengalami transisi demokrasi, sebisa mungkin mereka berusaha melepaskan diri dari tradisi konfusian (Chaibong, n.d.). Selain taoisme dan konfusianisme, terdapat juga pemikiran buddhisme yang masuk dari India ke China sekitar 2000 tahun yang lalu ketika masa pemerintahan dinasti Hang. Pada saat itu, dinasti Hang sangat kuat dengan pemikiran dan ajaran dari konfusianisme yang sangat bertentangan dengan buddhisme. Di mana buddhisme lebih menekankan pada sebuah pengembangan spritual yang mencari ketenangan hati dan menemukan arti hidup yang sebenarnya seperti melalui meditasi. Ajaran ini banyak dianut oleh para intelektual dan pemuda (www.berita.bhagavant.com). Namun, ajaran buddhisme ini memiliki kesamaan yang banyak dengan pemikiran dan ajaran taoisme dalam hal praktek meditasi. Sehingga, banyak orang China yang memandang buddhisme dari sudut pandang taoisme. Terkait dengan perkembangan komunisme di China yang yang secara resmi menguasai China melalui revolusi (1949) di bawah kepemimpinan Mao Tse Tung tidak lain berangkat dari pemikiran dasar orang China terutama konfusianisme. China menganggap dirinya sebagi pusat dunia, pusat orang beradab, sedangkan yang hidup di luar dianggap orang barbar dan bersifat inferior. Lebih lanjut Anon menguraikan beberapa ajaran konfusianisme terkait dengan bagaimana China memposisikan dirinya, yaitu: pertama, orang China bersifat superior; kedua, pemerintah negara-negara pinggiran berada dalam pengawasan China sebagai negara pusat atau paling tidak mengadakan hubungan dalam setiap upacara-upacara tradisional; ketiga, pelantikan dari negara-negara pinggiran harus dilakukan oleh negara China sebagai sebagai raja tertua; keempat, pemerintah dari negaranegara pinggiran harus melengkapi dan memberikan fasilitas kepada para utusan dari negara China pusat yang dikirimkan ke negara-negara pinggiran; dan kelima, negara-negara pinggiran secara rutin harus mengirimkan utusan-utusan yang membawa pajak ke negara pusat.

Dengan dasar-dasar filsafat sosial dan sifat materialisme tersebut yang kemudian memudahkan masuk dan berkembangnya komunis di China. Walaupun terdapat ketidakcocokan China komunis dengan paham konfusianisme, namun China komunis tetap mengakui cita-cita dari konfusianisme yang menginginkan masyarakat yang ideal. Dalam hal ekonomi, segala bentuk modal dan kontrol ekonomi dipegang oleh pemerintah sehingga tercipta kesetaraan hak milik. Kemudahan paham komunisme yang berkembang di China terutama bagi kaum buruh dan petani akhirnya berhasil mengalahkan kaum nasionalis China kemudian melarikan diri ke Taiwan. Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa pemikiran taoisme dan konfusianisme merupakan pemikiran yang mendominasi cara berpikir masyarakat China baik itu terkait dengan moral maupun kekuasaan. Hingga kemudian pemikiran buddhisme juga masuk dan mempengaruhi kehidupan masyarakat China yang ingin hidup secara spritual. Menurut penulis, kekuatan pemikiran taoisme dan konfusianisme yang dapat bertahan dan telah menjadi bagian dari masyarakat China salah satunya dilatarbelakangi oleh sikap egoistik dan superioritas yang berusaha mengabaikan masyarakat lain yang ada di sekitarnya.

Referensi Anon, t.t. Bab 1 - Dasar Berpikir Pandangan Hidup, dan Sistem Kepercayaan Orang China, hal. 23-99 Chaibong, Hahm. t.t. Demokrasi dan kekuasaan dalam konteks pasca Konfusian, hal 31-49 ----. 2010. Buddhisme dan Kebangkitan China [online] tersedia dalam

www.berita.bhagavant.com [diakses pada 13 Maret 2012] [online] tersedia dalam www.chebucto.ns.ca [diakses pada 13 maret 2012]

Anda mungkin juga menyukai