Anda di halaman 1dari 14

Bensin

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Langsung ke: navigasi, cari Untuk bensin sebagai istilah kimia, lihat Bensin (kimia). Bensin, atau Petrol (biasa disebut gasoline di Amerika Serikat dan Kanada) adalah cairan campuran yang berasal dari minyak bumi. Sebagian besar bensin tersusun dari hidrokarbon. Di banyak tempat di Sumatera, bensin disebut juga dengan minyak. Kini bensin sudah hampir mejadi kebutuhan pokok masyarakat dunia yang semakin dinamis. Bahkan orang Amerika menggunakan 1,36 miliar liter bensin setiap hari. Karena merupakan campuran berbagai bahan, daya bakar bensin berbeda-beda menurut komposisinya. Ukuran daya bakar ini dapat dilihat dari Oktan setiap campuran. Di Indonesia, bensin diperdagangkan dalam dua kelompok besar: campuran standar, disebut premium, dan bensin super.

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Cara Kerja Bensin dalam Mesin 2 Nama Produk Bensin 3 Lihat Pula 4 Pranala Luar

[sunting] Cara Kerja Bensin dalam Mesin


Bensin bekerja di dalam mesin pembakaran yang ditemukan oleh Nikolaus Otto. Mesin pembakaran dikenal pula dengan nama Mesin Otto. Cara kerja bensin di dalam mesin pembakaran:

Bensin dari tangki masuk ke dalam karburator. Kemudian bercampur dengan udara. Pada mesin modern, peran karburator digantikan oleh sistem injeksi. Sebuah sistem pembakaran baru yang bisa meminimalisir emisi gas buang kendaraan. Campuran bensin dan udara kemudian dimasukkan ke dalam ruang bakar. Selanjutnya, campuran bensin dan udara yang sudah berbentuk gas, ditekan oleh piston hingga mencapai volume yang sangat kecil. Gas ini kemudian dibakar oleh percikan api dari busi. Hasil pembakaran inilah yang menghasilkan tenaga untuk menggerakkan kendaraan.

Dalam kenyataannya, pembakaran gas di dalam mesin tidak berjalan dengan sempurna. Salah satu masalah yang sering muncul adalah ketukan di dalam mesin, atau disebut sebagai "mesin ngelitik" atau knocking. Jika dibiarkan, knocking dapat menyebabkan kerusakan pada mesin. Knocking terjadi karena campuran udara dan bahan bakar terbakar secara spontan karena tekanan tinggi di dalam mesin, bukan karena percikan api dari busi. Penyebab knocking ada beberapa macam, yaitu:

Pemakaian bensin yang tidak sesuai dengan spesifikasi mesin. Ruang bakar sudah kotor dan berkerak. Penyetelan pengapian yang kurang tepat.

[sunting] Nama Produk Bensin


Bensin memiliki berbagai nama, tergantung pada produsen dan Oktan. Beberapa jenis bensin yang dikenal di Indonesia diantaranya:

Premium, produksi Pertamina yang memiliki Oktan 87. Pertamax, produksi Pertamina yang memiliki Oktan 92. Pertamax Plus, produksi Pertamina yang memiliki Oktan 95. Pertamax Racing, produksi Pertamina yang memiliki Oktan 100. Khusus untuk kebutuhan balap mobil. Primax 92, produksi Petronas yang memiliki Oktan 92. Primax 95, produksi Petronas yang memiliki Oktan 95. Super 92, produksi Shell yang memiliki Oktan 92. Super Extra 94, produksi Shell yang memiliki Oktan 94. Performance 92, produksi Total yang memiliki Oktan 92. Performance 95, produksi Total yang memiliki Oktan 95.

Pemantauan kualitas bahan bakar bensin dan solar di 20 kota di Indonesia merupakan suatu kegiatan yang dilakukan setiap tahun secara rutin. Dimana dalam kegiatan tersebut bertujuan untuk mengetahui kualitas dan mengontrol bahan bakar yang ada di Indonesia. Adapun kota-kota tersebut adalah Jakarta, Medan, Palembang, Padang, Pekanbaru, Batam, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Lombok, Kupang, Banjarmasin, Balikpapan, Makasar,Manado, Palu, Ambon dan Sorong. Parameter yang di uji untuk jenis bensin adalah Angka octane, Timbel (Pb) dan untuk jenis solar adalah indeks setan, Belerang, Sulfur karakteristik distilasi. Hasil pemantauan kualitas bahan bakar di 20 kota di Indonesia yang diambil dari 87 SPBU di Indonesia yang meliputi 173 unit dengan komposisi bensin jenis Premium sebanyak 87 contoh uji dan untuk solar sebanyak 86 contoh uji. Analisis bensin dan solar tersebut adalah : 1. timbel (Pb) Dimana kota Palembang merupakan kota yang mengandung kadar timbel (Pb) yaitu (0,149 g/l), Yogyakarta (0,070 g/l), Semarang (0,051 g/l), Batam (0,015 g/l), dan Denpasar (0,020 g/l) dimana standart yang diperbolehkan yaitu 0,013 g/l. 2. Angka octane (RON) Rata-rata RON pada bensin dari 20 kota adalah 89,4, adapun range dari angka oktan tersebut adalah minimum 87,90 dan maksimum 91,70. Dapat dikatakan bahwa RON pada bensin jenis premium di Indonesia telah cukup baik. Berdasarkan hasil pemantauan, angka oktana cukup baik (di dasarkan pada spesifikasi yang dikeluarkan oleh Dirjen Migas) terkecuali ada 1 contoh uji yang diambil dari salah satu SPBU di kota Semarang yang menunjukkan bilangan oktan tidak mencapai 88 tetapi hanya 87,90. 3. Kadar Belerang dalam Solar Untuk jenis solar, rata-rata kandungan belerang adalah 1.561 ppm dnegan range minimum 700 ppm sampai dengan maksimum 3.300 ppm. Ada beberapa kota yang mengalami kenaikan rata-rata belerang dalam bensin yaitu Jakarta, Batam, Palembang dan Yogyakarta, dan juga terjadi penurunan kadar belerang dalam solar yang cukup signifikan yaitu Bandung, Surabaya dan Makasar. 4. Indeks Setana Untuk indeks setana rata-rata 54,5 dengan range minimum 47 dan maxsimum 67. Angka ini sekalipun sesuai dengan spesifikasi yang di keluarkan oleh Dirjen Migas, Dept. ESDM, harus ditingkatkan apabila ingin memperbaiki kualitas udara. Angka setana selain mempengaruhi emisi kendaraan dan konsumsi bahan bakar juga berpengaruh secara signifikan terhadap emisi Nox terutama pada beban rendah. Peningkatan angka setana dari 50 menjadi 58 akan menurunkan 26% emisi hidrokarbon (HC) dan karbon monoksida (CO). Dalam kaitanya dengan konsumsi bahan bakar, kenikan angka setana akan mengurangi konsumsi bahan bakar dan juga kebisingan mesin. 5. Karakter Distilasi

Temperatur destilasi menyatakan volatilitas atau kecenderungan suatu cairan untuk berubah menjadi gas. Destilasi minyak solar juga mempengaruhi viskositas, titik nyala, titik swanyala, angka setana dan densitas dari minyak solar. Berdasarkan hasil pemantauan kualitas bahan bakar di 20 kota tahun 2006, rata-rata distilasi dari minyak solar di Indonesia adalah 60 (% v/v). Agar masyarakat juga mengetahui kualitas bahan bakar bensin dan solar di 20 kota tersebut maka telah di lakukan pengumuman terhadap kualitas bahan bakar tersebut pada tanggal 6 September 2006 di Hotel Dharmawangsa Jakarta. Pada acara tersebut telah menghadirkan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Menteri Perhubungan dan Dirjen komunikasi dan Telematika Departemen Perindustrian dan Kepala Lemigas Departemen Energi Sumber Daya Mineral. Telah di keluarkanya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lainb. Telah di keluarkanya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain.

bensin : normal oktana dan iso oktana (C8H18 DAN 2,3,4 TRIMETL HEPTANA) solar : tri dekana dan tetra dekana (C13H28 DAN C14H30) spirtus : metanol(CH3OH) minyak tanah : do dekana (C12H26)

Sakit Gigi Bisa Picu Penyakit Kronis Label: sakit gigi, kronis. Dibaca: 24190 kali. Facebook Share: 3.Twitter Share: 1. Rating: Terbaru: DechaCare.com API Akse ke DechaCare.com API bagi developer website informasi kesehatan. Dokumentasi DechaCare.com API selengkapnya. Anggota DechaCare.com Daftar sekarang (GRATIS) Daftarkan email Anda, selanjutnya DechaCare.com hanya akan mengirimkan informasi pilihan Anda ke email Anda. Informasi selengkapnya... Jangan pernah meremehkan sakit gigi. Bahkan seorang Jusuf Kalla mengaku sangat peduli terhadap kesehatan gigi dan mulut. Katanya, sakit gigi itu termasuk penyakit yang sulit ditunda dan bikin pusing kepala.

"Penyakit gigi itu susah ditunda. Sebagai wapres, biasanya dokter menghadap ke saya, cuma dokter gigi yang saya mesti datangi," kata Jusuf Kalla setengah berkelakar saat membuka Kongres Perhimpunan Dokter Gigi (PDGI) ke-23 di Istana Wapres, Jakarta, belum lama ini. Ah, bila demikian adanya, penyanyi dangdut Meggi Z tampaknya belum pernah terkena sakit gigi. Jika pernah, ia tidak akan pernah berujar dalam lagunya yang hits itu, bahwa lebih baik sakit gigi daripada sakit hati. Karena faktanya, sakit gigi itu lebih memilukan ketimbang sakit hati. Yang lebih parah, sakit gigi juga memicu penyakit lain seperti sakit kepala, nyeri mata, jantung, stroke, diabetes dan kelahiran prematur. Jadi, jangan anggap sepele lagi gigi berlubang! Seperti dikemukakan Ketua Umum PDGI, drg Emir M Muis, ada banyak penyakit yang berawal dari mulut dan gigi. "Menjaga kesehatan mulut berarti juga menjaga kesehatan seluruh badan, karena mulut adalah pintu masuk segala macam benda asing ke dalam tubuh," kata Emir menegaskan. Ia menjelaskan, masalah utama yang menyebabkan sakit gigi umumnya adalah lubang pada gigi. Bila tidak sering dibersihkan, gigi yang berlubang itu sangat mudah dimasuki kuman dan bakteri. Yang menakutkan, kuman yang bersarang pada gigi berlubang itu bisa menembus ke pembuluh darah, dan akhirnya mengumpul di jantung. Selain itu, sejumlah penelitian menunjukkan, bakteri yang terikut aliran darah bisa memproduksi sejenis enzim yang mempercepat proses pengerasan dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah menjadi tidak elastis (aterosklerosis). "Bakteri juga bisa menempel pada lapisan lemak di pembuluh darah. Akibatnya, plak yang terbentuk menjadi makin tebal. Semua kondisi ini menghambat aliran darah ke jantung. Hal ini berarti penyaluran sumber makanan dan oksigen ke jantung juga tersendat. Jika berlangsung terus, jantung tak akan mampu berfungsi secara baik. Maka terjadilah penyakit jantung yang ditakutkan banyak orang," ujarnya. Hubungan bakteri dalam mulut dengan penyakit kardiovaskular akhir-akhir ini banyak diteliti, terutama berkaitan dengan bakteri endokarditis dan penyakit jantung koroner. Berdasarkan sebuah penelitian, ternyata dari sejumlah kasus penyakit jantung, sebanyak 54 persen pasien memiliki riwayat penyakit periodontal. "Penemuan ini sangat mencengangkan karena jarang sekali penyakit gigi diperkirakan sebagai penyebab penyakit jantung. Namun, hasil dari berbagai penelitian masih dianggap belum memuaskan karena belum bisa menjelaskan secara jelas bagaimana ini bisa terjadi," tuturnya. Ditambahkan, komplikasi yang relatif banyak terjadi akibat infeksi gigi adalah gangguan mata. Mata jadi cepat lelah dan terasa nyeri, khususnya pada bagian atas kelopak mata. Hal itu terjadi karena gigi dan mata memiliki induk syaraf yang sama. Dalam kasus tertentu, seseorang juga bisa mengalami sakit kepala. Hal itu terjadi bila ada kelainan pada struktur rongga gigi. Kondisi ini sangat mungkin terjadi karena sistem pengunyahan terdiri atas empat komponen, yaitu gigi dan jaringan penyangga, tulang rahang, otot-otot dan sendi rahang.

"Semua komponen tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Jika salah satu gigi dicabut dan tidak segera diganti, maka gigi lawannya tidak berpasangan. Kondisi seperti ini mengganggu proses pengunyahan. Makan jadi tidak enak, dan pengunyahan menjadi tidak sempurna. Akibatnya orang yang sudah lama hanya mengunyah dengan satu sisi rahang saja akan mengalami keluhan sakit di bagian belakang kepala," ujarnya. Tentang penyakit diabetes, Emir menjelaskan, pada kerusakan gigi yang parah, bakteri dapat masuk ke aliran darah dan mengganggu sistem kekebalan tubuh. Sel sistem kekebalan tubuh yang rusak melepaskan sejenis protein yang disebut cytokines. Unsur itu menyebabkan kerusakan sel pankreas penghasil insulin, hormon yang memicu diabetes. "Mungkin di masa depan, faktor penyebab semacam ini harus mendapat perhatian lebih dari dokter jantung. Di kartu status pasien perlu ditambahkan riwayat keadaan gigi dan mulut pasien, untuk memudahkan pengobatan," katanya. Gigi Berlubang Emir menjelaskan, semua permasalahan yang terjadi saat terkena sakit gigi dan dampak lanjutannya, bersumber pada gigi berlubang. Padahal, bagi masyarakat Indonesia yang terkenal malas menggosok gigi minimal dua kali sehari, masalah gigi berlubang dianggap biasa. Sebagaimana hasil penelitian Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia yang menyebutkan 80 persen orang Indonesia mengidap penyakit gigi berlubang. Data itu pun sesuai dengan hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 2004 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan. Survei itu menyebut prevalensi karies (berlubang) gigi di Indonesia adalah 90,05 persen. Fakta yang lainnya adalah orang Indonesia yang menderita penyakit gigi dan mulut tersebut bersifat agresif kumulatif. Artinya daerah yang rusak tersebut menjadi tidak dapat disembuhkan. Itu sebabnya masyarakat pada awal-awal sebelum terkena penyakit gigi dan mulut mengabaikan sakit yang ditimbulkannya. Padahal ketika sudah menjadi sakit, penyakit gigi merupakan jenis penyakit di urutan pertama yang dikeluhkan masyarakat. Data itu berdasarkan hasil survei kesehatan rumah tangga servei kesehatan nasional (SKRT-Surkesnas) tahun 2001 yang menyebut penyakit gigi dikeluhkan 60 persen penduduk Indonesia. Tanpa disadari keluhan penyakit gigi juga berdampak terhadap produktivitas si penderita. Keluhan sakit gigi berakibat seseorang tidak masuk kerja atau pergi ke sekolah. Gangguan tersebut rata-rata 3,86 hari dengan kisaran berhenti berakitivitas antara 2,5 hari hingga 5,28 hari. "Masyarakat yang menderita sakit gigi 87 persen di antaranya tidak berobat ke dokter gigi. Sementara 69,3 persen berupaya mengobati sendiri sakit giginya tersebut," ujarnya. Produktivitas terganggu akibat penyakit gigi memang sudah menjadi fakta yang jelas. Tidak hanya dari sisi medis, ketidakpedulian masyarakat pada penyakit gigi dan mulut secara ekonomis juga merugikan. Tahun 2002 International Dental Journal melansir data bahwa di banyak negara penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit keempat yang paling mahal biaya penyembuhannya.

Pengobatan penyakit gigi berlubang berdasarkan data tersebut membutuhkan biaya hingga 3.513 dolar AS per 1.000 orang anak. Anggaran tersebut melebihi anggaran kesehatan yang diperuntukan bagi anak-anak di negara-negara yang paling rendah pendapatan per kapitanya. "Jika 80 persen orang Indonesia mengidap penyakit karies, dimana rata-rata setiap orang mempunyai dua gigi berlubang, berarti terdapat 350 juta gigi berlubang di Indonesia yang harus ditambal oleh dokter gigi. Biaya menambal gigi berlubang berkisar Rp 20 -100 ribu. Maka dana yang dikeluarkan untuk mengurusi gigi berlubang sebesar Rp 8,75 triliun," katanya. Kunci dari perbaikan kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat sangat mungkin tergantung pula dari partisipasi banyak pihak. Edukasi menjadi penting, karena hanya 10 persen orang Indonesia menggosok gigik dengan cara yang benar. Bahkan sebanyak 22 persen di antaranya menggosok gigi hanya kadang-kadang saja. Tingkat pendidikan tampaknya memiliki hubungan dengan penyakit gigi. Sebanyak 63 persen penduduk Indonesia menderita karies yang tidak diobati dengan tingkat rata-rata 1,89 penyakit karies per orang. Persentase tersebut semakin turun pada kelompok masyarakat yang pendidikannnya kian tinggi. Orang Indonesia yang terkena karies menjadi 50 persen pada masyarakat berpendidikan SLTA dan pada jenjang perguruan tinggi. Semakin tinggi pendidikan seseorang, kian tinggi pula tingkat kesehatan gigi dan mulutnya. Bila proses edukasi sudah terlaksana, mestinya dukungan pelayanan kesehatan gigi pun menjadi perhatian pula. Seperti diketahui keterjangkauan dukungan tenaga medis untuk mengatasi penyakit gigi saat ini masih terjadi. Hal ini disebabkan tingginya angka penderita penyakit gigi di Indonesia. Data yang dilansir PDGI menyatakan rasio tenaga dokter gigi terhadap jumlah penduduk masih rendah yaitu 1 berbanding 21.500 penduduk. Sedangkan tenaga perawat gigi 1 berbanding 23.000 penduduk. Sementara menurut ketentuan WHO, idealnya rasio tersebut adalah 1 berbanding 2.000 penduduk. Jumlah penduduk Indonesia adalah 224 juta orang, maka rasio di Indonesia masih jauh dari ideal.

Menurut seorang kawan yang pernah sakit gigi lama, ia pakai minyak "Bensin". Caranya; basahi kapas dengan bensin, kemudian masukkan ke gigi berlubang atau gigit kapas dengan bensin tadi sampai mengenai gigi yang berlubang. Lakukan itu

satu hari dua kali, dan sekitar 10 menit setiap melakukannnya. Mudah-mudahan anda Sehat, semoga bermanfaat.

Meneropong Penyakit Melalui Gigi Gizi.net - Meneropong Penyakit Melalui Gigi Tahukah Anda bahwa gejala awal penyakit diabetes, jantung, atau leukemia, bisa diketahui lewat kondisi gigi dan mulut. Jika mata bisa mengungkapkan isi hati seseorang, mulut juga bisa buka rahasia. Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), drg H Emmyr F Moeis, MARS mengatakan, kondisi gigi dan mulut bisa mengungkapkan gejala-gejala awal penyakit berbahaya bahkan sampai memprediksi kelahiran prematur. Menurut Emmyr F Moeis, salah satu tanda gejala diabetes adalah penyakit gigi dan gusi yang berlebihan. Penderita diabetes cenderung memiliki penyakit mulut 3-4 kali lebih sering ketimbang orang yang tidak mengidap diabetes. Penderita diabetes umumnya mudah terluka saat menyikat gigi atau menggunakan benang pembersih gigi. Gigi penderita diabetes juga umumnya mengalami abses. Hal itu bisa terjadi karena penderita diabetes umumnya mengalami kerusakan sel darah putih. Padahal sel darah putih sangat diperlukan untuk melawan bakteri penyebab infeksi di mulut. Selain masalah gusi, diabetes juga mengakibatkan mulut kering, sariawan, dan mulut panas. Bau mulut seseorang juga bisa mengungkapkan apakah seseorang memiliki kecenderungan gula darah tinggi. Bau tersebut biasa disebut acetone breath bau manis yang dapat segera dikenali dokter gigi sebagai tanda-tanda seseorang mengidap diabetes. Lain lagi dengan bau mulut tak sedap penderita diabetes, bau mulut yang berbeda juga dapat mengindikasikan seseorang sedang mengalami infeksi hidung, mulut, paru-paru, atau perut. Penelitian yang dilakukan American Dental Association sebagaimana dilansir Webmd, menyebutkan, osteoporosis atau penyakit rapuh tulang dan tanggalnya gigi sangat berhubungan. Jika seseorang mengalami Osteoporosis maka ia mengalami penurunan kepadatan tulang. Akibatkan terjadi cedera pada pinggul dan beberapa bagian tubuh lainnya yang disanggah tulang. Proses ini juga mempengaruhi kokohnya rahang dan gigi. Pada wanita, ada tiga empat momen di mana seseorang lebih berisiko terhadap penyakit mulut. Pertama, saat setelah menopause, ketika masa puber, pada saat hamil, dan sekitar masa menstruasi setiap bulannya. Pada masa-masa itu, hormon tertentu akan meningkat sehingga memicu proses-proses peradangan dan membuat mulut lebih rentan terhadap bakteri.

Ditemukannya terapi estrogen bisa membantu mengatasi masalah ini. Terapi ini bisa membantu mengurangi tingkat kerapuhan gigi dan radang gusi. Penelitian terbaru membandingkan kesehatan mulut 256 pasien jantung dewasa dengan 250 pasien lain tanpa penyakit jantung. Hasilnya, salah satu penanda awal sakit jantung adalah pericoronitis atau infeksi gusi di sekitar gigi geraham. Biasanya gigi akan membusuk sehingga hanya menyisakan ujung kecil di akarnya. Pastinya penyakit ini juga disertai radang gusi, radang lainnya di mulut, dan tanggalnya gigi. Hal itu diduga karena bakteri yang ditemukan di mulut merupakan bakteri yang sama sebagai penyebab atherosclerotic plaque (kelainan pada pembuluh darah yang disertai plak dan tidak elastis) yang berhubungan dengan penyakit jantung. Penelitian lain membuktikan, wanita yang mengalami gangguan gusi selama masa kehamilan, 7 kali lebih berisiko mengalami kelahiran prematur. Tak hanya prematur, bayi yang dilahirkan juga umumnya lebih kecil dari rata-rata. Hal itu disebabkan ketika seseorang mengalami gangguan mulut, peradangan yang terjadi menyebab beberapa zat tertentu dilepaskan ke aliran darah sehingga bisa mempengaruhi berat tubuh bayi dan proses persalinan. Studi lain menyebutkan, membersihkan plak dan tartar secara teratur bisa mengurangi risiko persalinan prematur. Penderita Leukimia umumnya memiliki gusi yang memerah, meradang, dan lembek. Nah, dengan membuka mulut lebar-lebar setidaknya anda bisa mengantisipasi beberapa gejala awal penyakit berbahaya. Tapi, jangan tarik kesimpulan sendiri. "Segera konsultasikan ke dokter jika mengalami gejala-gejala seperti tersebut di atas," ujarnya. Kampanye Pencegahan

Melihat pentingnya kesehatan gigi dan mulut, mendorong PB PDGI bekerja sama dengan PT Pfizer Indonesia menggelar "Kampanye pencegahan dan perawatan kesehatan gigi dan mulut" di Indonesia. Upaya yang dilakukan, antara lain, program sekolah di DKI Jakarta , dental mobile unit program, semiloka dan workshop terkait dengan profesi kedokteran gigi, dan partisipasi pada Asia Pasific Dental Congress. "Hasil Survei Rumah Tangga 2004 menyebutkan 39 persen penduduk Indonesia menderita penyakit gigi dan mulut. Angka itu bukan merupakan angka yang dapat diabaikan karena telah terbukti bahwa penyakit gigi dan mulut dapat secara signifikan mempengaruhi produktivitas masyarakat. Karena itu, perlu dilakukan suatu kampanye yang terus menerus untuk menurunkan angka penderita penyakit gigi dan mulut," katanya. Ada 4 anjuran pokok yang akan disampaikan kepada masyarakat, yaitu, pertama, sikat gigi 2 kali sehari dengan pasta gigi ber-flouride, terutama sesudah makan pagi dan sebelum tidur. Kedua, ganti sikat gigi 2-3 bulan sekali. Ketiga, kunjungi dokter gigi secara teratur

minimal 2 kali setahu dan memiliki dental record. Keempat, kurangi makan makanan dan minuman yang mengandung gula. Hasil studi morbiditas SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga)-Surkenas (survei Kesehatan Nasional) 2001 menunjukkan, dari 10 kelompok penyakit terbanyak yang dikeluhkan masyarakat, penyakit gigi dan mulut menduduki urutan pertama (60 persen). Hasil surkenas 1998 menunjukan bahwa 62,4 persen penduduk merasa terganggu produktivitas kerja/sekolah karena sakit gigi, selama rata-rata 3,86 hari. Secara umum penyakit gigi yang dikeluhkan masyarakat adalah karies gigi dan penyakit gusi. Hasil studi SKRT 2001, menyatakan, 52,3 persen penduduk usia 10 tahun ke atas mengalami karies gigi yang belum ditangani. Prevalensi karies umur 10 tahun ke atas adalah 71,2 persen, dengan catatan bahwa prevalensi karies lebih tinggi pada umur lebih tinggi, pada pendidikan lebih rendah, serta pada status ekonomi lebih rendah. Penduduk usia 10 tahun ke atas, 46 persen mengalami penyakit gusi, prevalensi semakin tinggi pada umur yang lebih tinggi. Hal yang memprihatinkan dalam SKRT 2001 adalah motivasi untuk menambal gigi masih sangat rendah yaitu 4-5 persen, sementara besarnya kerusakan yang belum ditangani di mana memerlukan penambalan dan atau pencabutan mencapai 82,5 persen. Diketahui berdasarkan SKRT 2001, rata-rata 16 gigi dicabut pada umur 65 tahun ke atas. Penyakit periodontal (radang jaringan pendukung gigi) merupakan penyakit gigi dan mulut lain yang banyak dikeluhkan (70 persen). Sementara 5 persennya dikategorikan lanjut yang dapat menyebabkan gigi goyang dan lepas, saat ini banyak ditemukan pada penduduk usia muda. Salah satu faktor penyebab penyakit ini adalah karang gigi yang dijumpai pada 46 persen penduduk. Kondisi itu menggambarkan, pelayanan kesehatan gigi baru ditangani pada kondisi penyakit yang sudah dalam keadaan parah. Hal itu disebabkan, antara lain masih kurangnya kesadaran masyarakat mengenai arti penting menjaga kesehatan gigi dan mulut, ketidaktahuan, mahalnya biaya. "Serta yang perlu diperhatikan oleh PDGI, adalah banyaknya dokter gigi yang cenderung pasif serta masih memberikan porsi yang besar pada tindakan kuratif," ujar Emmyr. Hal lain yang menjadi perhatian PDGI adalah rasio dokter gigi terhadap penduduk yang masih rendah, yaitu 1:21.500, masih jauh dari rasio ideal yaitu 1:2000. Untuk itu, bersama Kolegium Kedokteran Gigi Indonesia, PDGI mendorong terbentuknya Fakultas Kedokteran Gigi baru, terutama di Indonesia bagian barat, mengingat data Depkes menyatakan bahwa rasio dokter gigi terhadap puskesmas di Indonesia bagian barat lebih tinggi daripada bagian timur. Di provinsi Sumut misalnya, rasio dokter gigi terhadap puskesmas 0,82, bandingkan dengan NTT yang 0,27 atau bahkan Papua mencapai 0,21. Dengan kondisi seperti itu, Emmyr menilai perlu didorong sikap kemandirian masyarakat, terutama tindakan preventif yang dapat dilakukan setiap individu, keluarga, serta lingkungan terkecil di masyarakat.

Sikap kemandirian itu perlu didorong terus-menerus melalui berbagi upaya dan kegiatan yang berkesinambungan. Namun, upaya itu tidak saja oleh pihak organisasi profesi tetapi akan lebih optimal jika melibatkan pihak-pihak lain yang mempunyai kompetensi dan kepentingan yang sama dalam hal peningkatan derajat kesehatan gigi dan mulut di Indonesia

Sakit Gigi Bisa Picu Penyakit Kronis Label: sakit gigi, kronis. Dibaca: 24193 kali. Facebook Share: 3.Twitter Share: 1. Rating: Terbaru: DechaCare.com API Akse ke DechaCare.com API bagi developer website informasi kesehatan. Dokumentasi DechaCare.com API selengkapnya. Anggota DechaCare.com Daftar sekarang (GRATIS) Daftarkan email Anda, selanjutnya DechaCare.com hanya akan mengirimkan informasi pilihan Anda ke email Anda. Informasi selengkapnya... Jangan pernah meremehkan sakit gigi. Bahkan seorang Jusuf Kalla mengaku sangat peduli terhadap kesehatan gigi dan mulut. Katanya, sakit gigi itu termasuk penyakit yang sulit ditunda dan bikin pusing kepala. "Penyakit gigi itu susah ditunda. Sebagai wapres, biasanya dokter menghadap ke saya, cuma dokter gigi yang saya mesti datangi," kata Jusuf Kalla setengah berkelakar saat membuka Kongres Perhimpunan Dokter Gigi (PDGI) ke-23 di Istana Wapres, Jakarta, belum lama ini. Ah, bila demikian adanya, penyanyi dangdut Meggi Z tampaknya belum pernah terkena sakit gigi. Jika pernah, ia tidak akan pernah berujar dalam lagunya yang hits itu, bahwa lebih baik sakit gigi daripada sakit hati. Karena faktanya, sakit gigi itu lebih memilukan ketimbang sakit hati.

Yang lebih parah, sakit gigi juga memicu penyakit lain seperti sakit kepala, nyeri mata, jantung, stroke, diabetes dan kelahiran prematur. Jadi, jangan anggap sepele lagi gigi berlubang! Seperti dikemukakan Ketua Umum PDGI, drg Emir M Muis, ada banyak penyakit yang berawal dari mulut dan gigi. "Menjaga kesehatan mulut berarti juga menjaga kesehatan seluruh badan, karena mulut adalah pintu masuk segala macam benda asing ke dalam tubuh," kata Emir menegaskan. Ia menjelaskan, masalah utama yang menyebabkan sakit gigi umumnya adalah lubang pada gigi. Bila tidak sering dibersihkan, gigi yang berlubang itu sangat mudah dimasuki kuman dan bakteri. Yang menakutkan, kuman yang bersarang pada gigi berlubang itu bisa menembus ke pembuluh darah, dan akhirnya mengumpul di jantung. Selain itu, sejumlah penelitian menunjukkan, bakteri yang terikut aliran darah bisa memproduksi sejenis enzim yang mempercepat proses pengerasan dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah menjadi tidak elastis (aterosklerosis). "Bakteri juga bisa menempel pada lapisan lemak di pembuluh darah. Akibatnya, plak yang terbentuk menjadi makin tebal. Semua kondisi ini menghambat aliran darah ke jantung. Hal ini berarti penyaluran sumber makanan dan oksigen ke jantung juga tersendat. Jika berlangsung terus, jantung tak akan mampu berfungsi secara baik. Maka terjadilah penyakit jantung yang ditakutkan banyak orang," ujarnya. Hubungan bakteri dalam mulut dengan penyakit kardiovaskular akhir-akhir ini banyak diteliti, terutama berkaitan dengan bakteri endokarditis dan penyakit jantung koroner. Berdasarkan sebuah penelitian, ternyata dari sejumlah kasus penyakit jantung, sebanyak 54 persen pasien memiliki riwayat penyakit periodontal. "Penemuan ini sangat mencengangkan karena jarang sekali penyakit gigi diperkirakan sebagai penyebab penyakit jantung. Namun, hasil dari berbagai penelitian masih dianggap belum memuaskan karena belum bisa menjelaskan secara jelas bagaimana ini bisa terjadi," tuturnya. Ditambahkan, komplikasi yang relatif banyak terjadi akibat infeksi gigi adalah gangguan mata. Mata jadi cepat lelah dan terasa nyeri, khususnya pada bagian atas kelopak mata. Hal itu terjadi karena gigi dan mata memiliki induk syaraf yang sama. Dalam kasus tertentu, seseorang juga bisa mengalami sakit kepala. Hal itu terjadi bila ada kelainan pada struktur rongga gigi. Kondisi ini sangat mungkin terjadi karena sistem pengunyahan terdiri atas empat komponen, yaitu gigi dan jaringan penyangga, tulang rahang, otot-otot dan sendi rahang. "Semua komponen tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Jika salah satu gigi dicabut dan tidak segera diganti, maka gigi lawannya tidak berpasangan. Kondisi seperti ini mengganggu proses pengunyahan. Makan jadi tidak enak, dan pengunyahan menjadi tidak sempurna. Akibatnya orang yang sudah lama hanya mengunyah dengan satu sisi rahang saja akan mengalami keluhan sakit di bagian belakang kepala," ujarnya.

Tentang penyakit diabetes, Emir menjelaskan, pada kerusakan gigi yang parah, bakteri dapat masuk ke aliran darah dan mengganggu sistem kekebalan tubuh. Sel sistem kekebalan tubuh yang rusak melepaskan sejenis protein yang disebut cytokines. Unsur itu menyebabkan kerusakan sel pankreas penghasil insulin, hormon yang memicu diabetes. "Mungkin di masa depan, faktor penyebab semacam ini harus mendapat perhatian lebih dari dokter jantung. Di kartu status pasien perlu ditambahkan riwayat keadaan gigi dan mulut pasien, untuk memudahkan pengobatan," katanya. Gigi Berlubang Emir menjelaskan, semua permasalahan yang terjadi saat terkena sakit gigi dan dampak lanjutannya, bersumber pada gigi berlubang. Padahal, bagi masyarakat Indonesia yang terkenal malas menggosok gigi minimal dua kali sehari, masalah gigi berlubang dianggap biasa. Sebagaimana hasil penelitian Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia yang menyebutkan 80 persen orang Indonesia mengidap penyakit gigi berlubang. Data itu pun sesuai dengan hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 2004 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan. Survei itu menyebut prevalensi karies (berlubang) gigi di Indonesia adalah 90,05 persen. Fakta yang lainnya adalah orang Indonesia yang menderita penyakit gigi dan mulut tersebut bersifat agresif kumulatif. Artinya daerah yang rusak tersebut menjadi tidak dapat disembuhkan. Itu sebabnya masyarakat pada awal-awal sebelum terkena penyakit gigi dan mulut mengabaikan sakit yang ditimbulkannya. Padahal ketika sudah menjadi sakit, penyakit gigi merupakan jenis penyakit di urutan pertama yang dikeluhkan masyarakat. Data itu berdasarkan hasil survei kesehatan rumah tangga servei kesehatan nasional (SKRT-Surkesnas) tahun 2001 yang menyebut penyakit gigi dikeluhkan 60 persen penduduk Indonesia. Tanpa disadari keluhan penyakit gigi juga berdampak terhadap produktivitas si penderita. Keluhan sakit gigi berakibat seseorang tidak masuk kerja atau pergi ke sekolah. Gangguan tersebut rata-rata 3,86 hari dengan kisaran berhenti berakitivitas antara 2,5 hari hingga 5,28 hari. "Masyarakat yang menderita sakit gigi 87 persen di antaranya tidak berobat ke dokter gigi. Sementara 69,3 persen berupaya mengobati sendiri sakit giginya tersebut," ujarnya. Produktivitas terganggu akibat penyakit gigi memang sudah menjadi fakta yang jelas. Tidak hanya dari sisi medis, ketidakpedulian masyarakat pada penyakit gigi dan mulut secara ekonomis juga merugikan. Tahun 2002 International Dental Journal melansir data bahwa di banyak negara penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit keempat yang paling mahal biaya penyembuhannya. Pengobatan penyakit gigi berlubang berdasarkan data tersebut membutuhkan biaya hingga 3.513 dolar AS per 1.000 orang anak. Anggaran tersebut melebihi anggaran kesehatan yang diperuntukan bagi anak-anak di negara-negara yang paling rendah pendapatan per kapitanya. "Jika 80 persen orang Indonesia mengidap penyakit karies, dimana rata-rata setiap orang mempunyai dua gigi berlubang, berarti terdapat 350 juta gigi berlubang di Indonesia yang harus

ditambal oleh dokter gigi. Biaya menambal gigi berlubang berkisar Rp 20 -100 ribu. Maka dana yang dikeluarkan untuk mengurusi gigi berlubang sebesar Rp 8,75 triliun," katanya. Kunci dari perbaikan kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat sangat mungkin tergantung pula dari partisipasi banyak pihak. Edukasi menjadi penting, karena hanya 10 persen orang Indonesia menggosok gigik dengan cara yang benar. Bahkan sebanyak 22 persen di antaranya menggosok gigi hanya kadang-kadang saja. Tingkat pendidikan tampaknya memiliki hubungan dengan penyakit gigi. Sebanyak 63 persen penduduk Indonesia menderita karies yang tidak diobati dengan tingkat rata-rata 1,89 penyakit karies per orang. Persentase tersebut semakin turun pada kelompok masyarakat yang pendidikannnya kian tinggi. Orang Indonesia yang terkena karies menjadi 50 persen pada masyarakat berpendidikan SLTA dan pada jenjang perguruan tinggi. Semakin tinggi pendidikan seseorang, kian tinggi pula tingkat kesehatan gigi dan mulutnya. Bila proses edukasi sudah terlaksana, mestinya dukungan pelayanan kesehatan gigi pun menjadi perhatian pula. Seperti diketahui keterjangkauan dukungan tenaga medis untuk mengatasi penyakit gigi saat ini masih terjadi. Hal ini disebabkan tingginya angka penderita penyakit gigi di Indonesia. Data yang dilansir PDGI menyatakan rasio tenaga dokter gigi terhadap jumlah penduduk masih rendah yaitu 1 berbanding 21.500 penduduk. Sedangkan tenaga perawat gigi 1 berbanding 23.000 penduduk. Sementara menurut ketentuan WHO, idealnya rasio tersebut adalah 1 berbanding 2.000 penduduk. Jumlah penduduk Indonesia adalah 224 juta orang, maka rasio di Indonesia masih jauh dari ideal.

Anda mungkin juga menyukai