Anda di halaman 1dari 24

0

MAKALAH TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN Pengendalian Kimiawi pada Tanaman Kubis

Dosen Pengampu : Anton Muhibuddin

Disusun oleh: Kelompok 8 / Kelas: U 1. Agustin Dwi Pangesti 2. Nisaul Mahmudah 3. Taramitta Handaningrum 4. Reisha Alfianti 5. Nurhayati (105040101111070) (105040101111105) (105040101111107) (105040101111108) (105040101111110)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2011

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Keluarga kubis-kubisan memiliki jenis yang cukup banyak. Yang lazim ditanam di Indonesia, antara lain kubis, kubis bunga, brokoli, kubis tunas, kubis rabi, dan kale. Jenis kubis-kubisan ini diduga dari kubis liar Brassica oleracea var. sylvestris, yang tumbuh di sepanjang pantai Laut Tengah, pantai Inggris, Denmark, dan sebelah Utara Perancis Barat. Kubis liar tersebut ada yang tumbuh sebagai tanaman biennial dan ada juga yang perenial. Kubis yang telah dibudidayakan dibuat menjadi tanaman annual. Untuk memperoleh bijinya, kubis tersebut dibiarkan tumbuh sebagai tanaman biennial. Sayuran ini dapat ditanam di dataran rendah maupun di dataran tinggi dengan curah hujan rata-rata 850-900 mm. Daunnya bulat, oval, sampai lonjong, membentuk roset akar yang besar dan tebal, warna daun bermacam-macam, antara lain putih (forma alba), hijau, dan merah keunguan (forma rubra). Awalnya, daunnya yang berlapis lilin tumbuh lurus, daun-daun berikutnya tumbuh membengkok, menutupi daun-daun muda yang terakhir tumbuh. Pertumbuhan daun terhenti ditandai dengan terbentuknya krop atau telur (kepala) dan krop samping pada kubis tunas (Brussel sprouts). Selanjutnya, krop akan pecah dan keluar malai bunga yang bertangkai panjang, bercabang-cabang, berdaun kecil-kecil, mahkota tegak, berwarna kuning. Buahnya buah polong berbentuk silindris, panjang 5-10 cm, berbiji banyak. Biji berdiameter 2-4 mm, berwarna cokelat kelabu. Umur panennya berbeda-beda, berkisar dari 90 hari sampai 150 hari. Daun kubis segar rasanya renyah dan garing sehingga dapat dimakan sebagai lalap mentah dan matang, campuran salad, disayur, atau dibuat urap. Kubis dapat diperbanyak dengan biji atau setek tunas. Oleh karena itu kami ingin membahas bagaimana pengendalian hama penyakit khususnya pengendalian secara kimiawi pada tanaman kubis yang kami lakukan di Cangar, tepatnya hari Jumat 18 November 2011 di lahan milik bapak Arifin.

1.2 Rumusan Masalah a. Apa saja hama dan penyakit pada tanaman kubis? b. Mengapa memilih pengendalian secara kimiawi pada tanaman kubis? c. Apa saja pestisida kimia yang digunakan pada tanaman kubis? d. Bagaimana aturan pakai pestisida kimia yang digunakan? e. Bagaimana teknik penyemprotan yang digunakan?

1.3 Tujuan a. Untuk mengetahui hama dan penyakit pada tanaman kubis b. Untuk mengetahui mengapa memilih pengendalian secara kimiawi pada tanaman kubis c. Untuk mengetahui pestisida kimia apa saja yang digunakan pada tanaman kubis d. Untuk mengetahui aturan pakai pestisida kimia yang digunakan e. Untuk mengetahui teknik penyemprotan yang digunakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis-Jenis Kubis 1. Kubis Krop (Brassica oleracea L. var. cagitata L) Daunnya membentuk krop (telur) dan berwarna putih sehingga sering disebut kubis telur atau kubis putih. 2. Kubis Kailan (Brassica oleracea L. Var. gennipera D.C) Daunnya tidak membentuk krop dan berwarna hijau. 3. Kubis Tunas (Brassica oleracea L. var. gennipera D.C) Tunas samping dapat membentuk krop, sehingga dalam satu tanaman terdapat beberapa krop kecil. 4. Kubis Bunga (Brassica oleracea L. var. bathytis L) Jenis ini bakal bunganya mengembang, merupakan telur yang berbentuk kerucut dan berwarna putih kekuning-kuningan yang bunganya berwarna hijau.

2.2 Syarat Tumbuh 1. Tanaman kubis tumbuh baik pada tanah gembur, mudah menahan air (sarang) dan tanah tersebut banyak mengandung humus. 2. Menghendaki iklim dengan suhu relatif rendah, kelembaban tinggi dan tumbuh baik pada ketinggian 1000 - 2000 dpl serta beberapa jenis misalnya KK Cross, KY Cross cocok untuk dataran rendah.

2.3 Pengolahan Tanah Pencangkulan tanah dilakukan sebanyak 2 kali, pencangkulan pertama sedalam 30 cm, kemudian dibiarkan dahulu untuk mendapat sinar matahari selama 7 10 hari. Baru setelah itu dicangkul untuk kedua kalinya sekaligus diberi pupuk kandang sebanyak 15 - 20 ton /ha dan dibuatkan bedengan selebar 120 cm, panjang 3 5 meter.

2.4 Penanaman 1. Tanaman kubis diperbanyak dengan biji. Biji harus disemai terlebih dahulu dengan ditabur dalam barisan dengan jarak 5 cm. Kebutuhan benih 150 300 gr/ha. 2. Bibit kubis yang telah berumur 1 bulan dipindahkan ke bedengan dengan jarak 50 x 60 cm.

2.5 Pemeliharaan 1. Pemupukan: Pada waktu berumur 2 dan 4 minggu setelah tanam diberikan pupuk buatan urea 225 kg/ha, DS 500 kg/ha dan ZK 170 kg/ha. 2. Gulma: Penyiangan dilakukan dengan mencabut rumput-rumput atau dengan menggunakan herbisida. 3. Hama: Hama ulat kubis (Plutella maculipennis), dikendalikan dengan Diazinon atau Bayrusil 1-2 cc/1 air dengan frekwensi penyemprotan 1 minggu. Sedangkan ulat kubis (Crocidolonia binotalis) dikendalikan dengan Bayrusil 13 cc/1 air. 4. Penyakit: Penyakit busuk akar yang disebabkan Rhizoktonia sp dapat dikendalikan dengan bubur Bordeaux atau fungisida yang dianjurkan. Sedangkan penyakit penting lainnya adalah busuk hitam (Xanthomonas campestris) dan busuk lunak bakteri Erwinia carotovora dan penyakit pekung Phomalincran penyakit kaki gajah (Plasmodiophora brassicae) belum dapat diatasi. Bila ada tanaman yang terserang segera dicabut lalu dibakar.

2.6 Panen Dan Pengolahan Hasil Tanaman kubis dapat dipetik kropnya setelah besar, padat dan umur berkisar antara 3 - 4 bulan setelah penyebaran benih. Hasil yang didapat rata-rata untuk kubis telur 20 - 60 ton/ha dan kubis bunga 10 -15 ton/ha. Pemungutan hasil jangan sampai terlambat, karena kropnya akan pecah (retak), kadang-kadang akan

menjadi busuk. Sedangkan untuk kubis bunga, jika terlambat bunganya akan pecah dan keluar tangkai bunga, hingga mutunya menjadi rendah. 2.7 Pengendalian Hama Terpadu Kubis A. Prinsip Dasar Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Kubis merupakan tanaman sayuran yang sangat mudah terserang hama dan penyakit, karena sangat peka terhadap iklim. Belajar dari pengelaman dari sejumlah petani kubis di daerah sentra produksi, upaya pengendalian hama dan penyakit berdasarkan konsep PHT merupakan cara dan langkah yang terbaik. Untuk melaksanakan PHT secara baik, ada 4 prinsip dasar yang perlu dipahami, yaitu: 1. Tanaman Budidaya Sehat Cukup pupuk, pengairan, penyiangan gulma, dan pengolahan tanah pratanam yang baik merupakan dasar untuk memperoleh hasil produksi yang tinggi. Selain itu, faktor yang teramat penting adalah pemilihan varietas yang tahan akan penyakit dan hama serta mudah beradaptasi dengan jenis tanah dan iklim. Ketahanan tanaman akan penyakit bergantung pada ketahanan tanaman terhadap infeksi dan perkembangan penyakit. Saat mengalami infeksi, tanaman yang kuat dapat mengatasi kerusakan yang terjadi. Bila kerusakan ditimbulkan oleh serangga, tanaman yang sehat dapat mengatasi kerusakan daun atau anakan dengan membentuk daun atau anakan yang baru, atau dengan pertumbuhan yang lebih kokoh pada anakan yang tidak rusak. 2. Melestarikan dan Mendayagunakan Fungsi Musuh Alami Unsur alami merupakan kekuatan dahsyat yang mampu mengendalikan lebih dari 99% hama di kebanyakan lahan kubis adar berada pada jumlah yang tidak merugikan. Tanpa disadari sebenarnya hampir semua petani sangat

bergantung pada kekuatan alami yang sudah tersedia pada lahannya sendiri. KIta mengetahui bahwa PHT berfungsi untuk mendayagunakan dan memperkuat peranan musuh alami yang menjadi jaminan pengendalian saat terjadi serangan hama. Pengurangan penggunaan pestisida berarti mendatangkan keuntungan ekonomis, kesehatan, dan lingkungan. 3. Pengamatan Lahan Mingguan Kondisi ekosistem amat berkaitan dengan timbulnya masalah hama. PHT menganjurkan pengamatan lahan kubis secara mingguan oleh petani sendiri untuk mengkaji masalah hama yang mungkin timbul dari keadaan ekosistem lahan yang cenderung berubah dan terus berkembang. 4. Petani Ahli di Lahannya Sendiri Untuk mengelola lahan kubis secara baik, petani perlu memiliki keterampilan memantau lahan, menganalisis kondisinya, membuat keputusan, dan mengambil tindakan pengendalian hama secara tepat, praktis, dan

menguntungkan. Pengendalian Hama Terpadu membantu petani untuk mempelajari dan mempraktikkan keterampilan teknologi pengendalian hama. Hal ini sangat penting untuk mencapai sasaran pengelolaan agroekosistem yaitu hasil produk yang tetap stabil dan bebas residu. B. Keuntungan Pendekatan PHT Penerapan pendekatan ini pada tanaman kubis mendatangkan keuntungan yang cukup signifikan, di antaranya: 1. Menjaga Aspek Stabilitas Produksi Kubis merupakan salah satu komoditas unggulan Sumatera Barat dengan prospek pasar yang potensial baik domestik maupun ekspor. Pendekatan PHT

menawarkan metode pengelolaan agroekosistem yang menunjang stabilitas produksi. 2. Aspek Ekonomi Penggunaan sistem PHT pada umumnya dapat mengurangi penggunaan pestisida pada tanaman kubis jika dibandingkan dengan pertanian konvensional. Bila PHT dilaksanakan sepenuhnya, pengeluaran negara untuk subsidi pestisida setiap tahunnya dapat dihemat 50-100 juta dollar (Departemen Pertanian, 1998). 3. Aspek Kesehatan Pestisida yang lengket pada tanaman kubis biasanya meninggalkan residu yang cukup besar, apalagi bila mengingat intensitas penyemprotan yang bisa mencapai 20-30 kali tiap musim tanam di daerah sentra produksi. Saat kubis tersebut dikonsumsi, maka residu pestisida akan terakumulasi di tubuh konsumen. Pada dosis tertentu, penumpukan pestisida di dalam tubuh amat berbahaya bagi kesehatan, sebab bahan kimia penyusun pestisida adalah racun yang keras. Dalam jangka panjang, akumulasi bahan kimia itu akan menyebabkan kanker dan janin yang cacat. Cara terbaik mengurangi dampak pestisida adalah dengan mengurangi kontak. Pemerintah telah mengeluarkan anjuran pengurangan penggunaan pestisida melalui Inpres No. 3/86 yang intinya menekankan penggunaan pestisida seminimal mungkin kecuali saat benar-benar dibutuhkan. 4. Aspek Lingkungan Penggunaan pestisida untuk membunuh hama dan penyakit seringkali juga membunuh organisme lain di dalam ekosistem. Bila organisme yang mati adalah organisme yang menguntungkan bagi pengendalian hama, maka bisa terjadi serangan hama yang lebih hebat. Keadaan ini dapat terjadi karena terganggunya keseimbangan ekosistem yang ada. Sayangnya, penumpukan pestisida dalam ekosistem menimbulkan pencemaran lingkungan yang tidak dapat dilihat dan dirasakan secara langsung oleh masyarakat.

Jadi, kita dapat menyimpulkan bahwa PHT merupakan perwujudan anjuran pembangunan pertanian tanaman pangan dan hortikultura yang berwawasan lingkungan dengan mengandalkan keterpaduan teknologi teruji dan keterampilan serta kemampuan para petani itu sendiri.

BAB 3 METODOLOGI

3.1 Identifikasi Pengamatan Pengamatan pengendalian secara kimiawi pada tanaman kubis kami lakukan pada: Hari, tanggal Lokasi Jam Lahan milik Luas Lahan Komoditas Pengendalian HPT : Jumat, 18 November 2011 : Daerah Cangar : 09.00 WIB : Bapak Arifin (30th) : 1 ha : Kubis : Kimiawi

3.2 Pengambilan Data 1) Wawancara Merupakan percakapan antara dua orang atau lebih dan berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Tujuan dari wawancara adalah untuk mendapatkan informasi di mana sang pewawancara melontarkan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab oleh orang yang diwawancarai.

2) Observasi

Observasi atau pengamatan langsung adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan langsung atau peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan atau lokasi penelitian. Dalam hal ini, peneliti dengan berpedoman kepada desain penelitiannya perlu mengunjungi lokasi penelitian untuk mengamati langsung berbagai hal atau kondisi yang ada di lapangan. Dengan observasi kita dapat memperoleh gambaran tentang keadaan dan kondisi d lapangObservasi dilakukan untuk menjajaki. sehingga berfungsi eksploitasi. Dari hasil observasi kita akan memperoleh

10

gambaran yang jelas tentang masalahnya dan mungkin petunjuk-petunjuk tentang cara pemecahannya.
3) Dokumentasi

Dokumentasi adalah kegiatan untuk merekam dan menyimpan berbagai data penting yang dihasilkan dari suatu kegiatan. Kegiatan dokumentasi data sangat penting dilakukan untuk tujuan: 1. Mengamankan data dan informasi penting 2. Mempermudah dalam pelaksanaan pemasukan data (data entry) 3. Mempermudah dalam pelaksanaan akses data (data retrieval) 4. Memberikan bukti secara nyata dari lokasi penelitian Dalam kegiatan ini, dokumentasi yang kami lakukan adalah dengan mengambil gambar di lokasi pengamatan. Seperti gambar tanaman kubis, jenis pestisida yang digunakan, alat sprayer, petani dan aktivitas pengendalian.

11

BAB 4 PEMBAHASAN

3.2 Hasil pengamatan 3.2.1 Hama dan Penyakit Daun Kubis a. Hama (Plutella xylostella L.) Klasifikasi Plutella xylostella L. Sebagai berikut: Kingdom: Animalia Filum Kelas Ordo Famili Genus : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Plutellidae : Plutella

Spesies : Plutella xylostella L.

Morfologi Plutella xylostella L. Plutella xylostella L. tergolong dalam ordo Lepidoptera, famili Plutellidae,Plutella xylostella mempunyai nama lain yaitu Plutella maculipennis, atau disebut juga ulat tritip, tanaman inangnya, antara lain kubis, lobak, sawi, kolhrabi, kubis bunga, kubis kale, kubis tunas dan tanaman lain yang termasuk keluarga Cruciferae. Dalam perkembangannya Plutella xylostella mengalami metamorfosis sempurna (Holometabola), yaitu stadium telur, larva, pupa, imago, lebih jelasnya: a. Imago Imagonya berupa ngengat kecil berwarna coklat kelabu. Pada sayap depan terdapat tanda tiga berlian yang berupa gelombang (undulasi). Warna berlian pada ngengat betina lebih gelap dibandingkan dengan ngengat jantan. Lamanya siklus (daur hidup) 21 hari, ngengatnya aktif pada senja dan malam. b. Telur Bentuk telur bulat panjang, lebar 0,26 mm dan panjang 0,49 mm. Telurnya kecil, putih kekuningan diletakkan pada permukaan bawah daun dalam kelompok 10-20 butir atau 3-4 butir.

12

c. Larva Ulat yang baru menetas berwarna hijau pucat, sedangkan yang telah besar warnanya lebih tua dengan kepala lebih pucat. Larva Plutella xylostella mudah dibedakan dengan larva serangga hama lainnya karena larva ini tidak mempunyai garis membujur pada tubuhnya, larva terdiri atas empat instar. d. Pupa Setelah cukup tua ulat mulai berkepompong, sarang kepompong dibuat dari sejenis benang sutera yang berwarna abu-abu putih pada bagian bawah permukaan daun. Pembentukan sarang kepompong mula-mula dibuat dari dasar, kemudian sisi depan dan tutupnya. Pada ujung masih ada lubang kecil untuk pernapasan.

Hama ulat daun kubis Plutella xylostella L. (Lepidoptera: Plutellidae) merupakan salah satu jenis hama utama di pertanaman kubis. Apabila tidak ada tindakan pengendalian, kerusakan kubis oleh hama tersebut dapat meningkat dan hasil panen dapat menurun baik jumlah maupun kualitasnya. Serangan yang timbul kadang-kadang sangat berat sehingga tanaman kubis tidak membentuk krop dan panennya menjadi gagal. Kehilangan hasil kubis yang disebabkan oleh serangan hama dapat mencapai 10-90 persen. Ulat daun kubis P. Xylostella bersama dengan ulat jantung kubis Crocidolomia pavonana F. mampu

menyebabkan kerusakan berat dan dapat menurunkan produksi kubis sebesar 79,81 persen. Kondisi seperti ini tentu saja merugikan petani sebagai produsen kubis. Oleh karena itu upaya pengendalian hama daun kubis ini sebagai hama utama tanaman kubis perlu dilakukan untuk mencegah dan menekan kerugian akibat serangan hama tersebut.

b. Penyakit Busuk hitam (Xanthomonas campestris) Kingdom Filum Kelas Ordo : Bacteria : Preobacteria : Gammaprotobacteria : Xanthonmonadales

13

Famili Genus Spesies

: Xanthonmonadaceae : Xantomonas : Xantomonas campestris

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris down. Bakteri ini merupakan patogen tular benih ( seed borne pathogen ) yang mampu bertahan hidup pada biji kubis - kubisan, tanah, tanaman inang maupun sisa-sisa tanaman yang sakit. Menurut Walker (seorang ahli penyakit tanaman di Amerika ) mengungkapkan bahwa bakteri Xanthomonas campestris down ini mempenetrasi benih melalui xylem dan bergerak masuk ke bagian biji. Dari pengamatan dilapang diketahui bahwa sangat sedikit patogen yang menginfeksi benih dengan cara tersebut dan pada umumnya patogen berada dal;am jaringan dari kulit biji. Gejala: Tanaman semai rebah (damping off), karena infeksi awal terjadi pada kotiledon, kemudian menjalar keseluruh tanaman secara sistematik. Bercak coklat kehitam-hitaman pada daun, batang, tangkai, bunga maupun massa bunga yang diserang. Gejala khas daun kuning kecoklat-coklatan berbentuk huruf "V", lalu mengering. Batang atau massa bunga yang terserang menjadi busuk berwarna hitam atau coklat, sehingga kurang layak dipanen. 3.2.2 Alasan Petani Memilih Pengendalian Secara Kimiawi Pada Tanaman Kubis Petani pada umumnya mengatasi gangguan ulat kubis dan penyakit dengan menggunakan insektisida kimia sintetik. Ditinjau dari segi penekanan populasi hama, pengendalian secara kimiawi dengan insektisida memang cepat dirasakan hasilnya, terutama pada areal yang luas. Tetapi, selain memberikan keuntungan ternyata penggunaan insektisida yang serampangan atau tidak bijaksana dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. Hasil survai pada petani sayuran menyebutkan bahwa petani mengeluarkan 50 persen biaya produksi untuk pengendalian secara kimiawi dengan mencampur berbagai macam pestisida, karena belum diketahui bagaimana penggunaan pestisida yang tepat.

14

Kelebihan pestisida kimia adalah dengan menggunakan pestisida kimia lebih efektif dalam memberantas hama dibandingkan dengan menggunakan cara manual atau cara lainnya. Pestisida dengan cepat menurunkan populasi hama, hingga meluasnya serangan dapat dicegah, dan dapat menekan kehilangan hasil karena hama, sehingga dapat menekan kerugian petani secara ekonomi. Dengan pestisida, petani tidak begitu memerlukan tenaga yang banyak, waktu dan biaya yang tidak begitu besar dan dapat dilakukan dalam kondisi apa saja.

3.2.3 Pestisida yang Digunakan Ada 3 pestida kimia yang digunakan yaitu: 1. Fungisida Dithane M-45 80 WP

No. Pendaftaran : RI.59/3-2006/T Bahan aktif : mankozeb 80% Dow AgroSciences Dithane M-45 Fungisida 80 WP - Rain Shield adalah fungisida berbentuk tepung berwarna kuning keabu-abuan yang dapat disuspensikan untuk mengendalikan penyakit pada tanaman.

Perhatian : Penambahan 2-4 Ml Latron 750 SL per 10 l Larutan sangat dianjurkan untuk mendapatkan hasil pengendalian yang lebih sempurna terutama pada musim hujan. Harga kemasan 1kg = Rp. 85.000 ,Harga kemasan 500gr = Rp. 55.000 ,-

2.

Insectisida Dupont Prevathon 50 SC

Bahan aktif : klorantraniliprol 50 gl Insektisida racun lambung dan kontak yang bekerja secara translaminar berbentuk cair berwarna putih yang dapat disuspensikan dalam air untuk mengendalikan hama pada tanaman kubis , cabai , kacang panjang , bawang

15

merah , kentang kedelai dan tembakau, juga mampu mengendalikan hama penggerek batang dan pelipat daun pada padi. Prevathon 50 SC sendiri merupakan Insektisida temuan paling baru dari Dupont, selain sangat ampuh juga sangat aman (berlabel hiaju). Pengunaan produk ini telah membawa perubahan besar di tingkat petani karena mampu memberi jaminan keberhasilan panen serta menekan biaya perawatan.

3.

Zat pengatur tumbuh tanaman ProGibb 20 SL Dengan konsentrasi 5-10 ppm, disemprotkan ke seluruh bagian tanaman

terutama stomata daun, terbukti dapat memunculkan bunga. Auxin digunakan dalam dosis kecil, part per million (ppm), berfungsi merangsang perpanjangan sel, pembentukan bunga dan buah, pertumbuhan akar pada stek batang, memperpanjang titik tumbuh, serta mencegah gugur daun dan buah. Gibberelin sebelumnya dimasukkan bahan laboratorium yang mahal dan dipergunakan dalam dosis kecil seperti auxin, tapi kini sudah banyak dijual di pasaran dalam bentuk suspensi, dengan merk antara lain ProGibb dan Super Gib. Jika menginginkan gibberelin murni, Anda bisa memerolehnya di toko bahan kimia dengan kode GA3 atau GA6. Gibberelin berfungsi membuat tanaman mengalami fase perpindahan dari vegetatif ke generatif lebih cepat, tanaman akan berbunga sebelum waktunya, membuat ukuran buah besar tanpa biji, membuat tanaman jadi raksasa, mempercepat tumbuhnya biji dan tunas, dan merangsang aktivitas kambium. Auxin maupun gibberelin lebih cocok digunakan untuk tanaman semusim seperti cabe, melon, semangka, dan labu.

3.2.3 Aturan Pakai 1. Fungisida Dithane M-45 80 WP Fungisida Dithane M-45 80 WP dengan dosis 1,8-2,4 gram/liter air untuk mengatasi penyakit yang disebabkan oleh jamur Alternaria leaf spot. Jangan menggunakan fungisida ini 10 hari sebelum tanaman dipanen untuk tanaman pangan dan teh. Untuk tanaman pangan, penyemprotan terakhir adalah seminggu sebelum dipanen.

16

2.

Insectisida Dupont Prevathon 50 SC Pestisida jenis SC adalah pestisida yang dibuat dari bahan aktif turunan (derifatif) garam dengan air. Sifat dari pestisida ini adalah cepat larut dan menyebar merata dalam air, sehingga tidak perlu diaduk terus menerus selama pemakaian.

3.

Zat pengatur tumbuh tanaman ProGibb 20 SL ZPT ini adalah Pekatan cair bila dicampur air akan membentuk larutan. Formulasi yang larut dalam air atau Water Soluble Concentrate (SL) merupakan formulasi cair yang terdiri dari bahan aktif yang dilarutkan dalam pelarut tertentu yang dapat bercampur baik dengan air. Formulasi ini sebelum digunakan terlebih dahulu diencerkan dengan air kemudian disemprotkan.

3.2.4 Cara Penyemprotan Penyemprotan dilakukan dengan alat sprayer, namun tanpa standart pelindung yang tepat, hanya dengan memakai sepatu boot tanpa masker dan sarung tangan. Kemudian pestisida tersebut disemprotkan tepat diatas tanaman kubis.

3.2.5 Analisis Perlakuan Bapak Arifin menanam lahannya seluas 1 ha dengan tanaman kubis dan kentang. Tanaman kubis yang kami amati berumur sekitar 3 minggu. Bapak Arifin memilih untuk menggunakan pengendalian secara kimiawi untuk memberantas hama ulat kubis dan penyakit busuk hitam, menurutnya pengendalian secara kimiawi dinilai lebih memuaskan daripada pengendalian nonkimiawi. Beliau pernah mencoba pengendalian secara nonkimiawi dengan pestisida organik, namun hasilnya jauh dari memuaskankan, sehingga penggunaan pestisida kimia masih tetap digunakan sebagai pengendalian terbaik baginya sampai sekarang. Bapak Arifin menggunakan pestisida kimia tanpa memperhatikan ambang ekonomi terlebih dahulu. Beliau mengatakan bahwa beliau menggunakan pestisida kimianya setelah tanaman berumur 1 minggu setelah tanam. Kemudian

17

beliau akan menyemprotkan pestisida pada tanaman kubis dengan alat sprayer setiap 2 minggu sekali hingga panen tiba. Penyemprotan dilakukan pada saat pagi hari dan ketika cuaca tidak hujan karena pada saat hujan, pestisida yang disemprotkan dapat terkikis oleh air hujan. Dan dosis yang digunakan sesuai dengan aturan pemakaian yang tertera pada kemasan pestisida kimia.

18

BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan Macam-macam kubis: kubis krop (Brassica oleracea L. var. cagitata L) , kubis kailan (Brassica oleracea L. Var. gennipera D.C) , kubis tunas (Brassica oleracea L. var. gennipera D.C) , dan kubis bunga (Brassica oleracea L. var. bathytis L). Hama dan penyakit pada kubis adalah hama ulat kubis (Plutella maculipennis), penyakit busuk akar yang disebabkan Rhizoktonia sp. Bapak Arifin menggunakan Fungisida Dithane M-45 80 WP, Insectisida Dupont Prevathon 50 SC, dan Zat pengatur tumbuh tanaman ProGibb 20 SL untuk tanaman kubisnya Penyemprotan dilakukan dengan alat sprayer, namun tanpa standart pelindung yang tepat. Dan Bapak Arifin lebih memilih menggunakan pestisida kimiawi dibanding pestisida organik karena hasil dengan menggunakan pestisida kimiawi lebih menguntungkan budidaya kubisnya.

5.2 Saran a. Untuk petani/ penanam; beralihlah kearah pertanian yang lebih organik, menggunakan sistem monitoring hama, lebih mengenal musuh alami, menerapkan prinsip dan konsep PHT, menurunkan pemakaian pestisida secara keseluruhan, memahami bahwa pestisida adalah jalan terakhir dilakukan apabila populasi OPT telah melampaui ambang ekonomi, memilih pestisida yang selektif dan tidak berspektrum lebar, menggunakan dosis sesuai dengan petunjuk teknis, menghindari mencampur beberapa pestisida, menghindari frekuensi

penyemprotan dengan sistem kalender, memberikan tenggang waktu (waktu tunggu) yang relative lama antara penyemprotan dengan waktu panen. b. Untuk Pemerintah; menggalakkan pertanian organik dengan menciptakan pasar organic dan melakukan apapun yang mungkin untuk merendahkan perbedaan harga antara produk yang dihasilkan baik secara organik, biologis dan kimia pertanian, Mentan- Menkes- MenLH diharapkan terus bekerjasama dalam melakukan pemantauan dan pelaksanaan terhadap pemakaian pestisida, kebijakan terhadap pengurangan pemakaian pestisida harus ditingkatkan, berbagai lembaga konsumen dan lingkungan harus diikutsertakan dalam pengambilan keputusan

19

tentang penggunaan pestisida, meningkatkan berbagai penelitian tentang residu pestisida dan membiayai penelitian ke arah sistem pertanian alternative non pestisida, Badan Komisi Pestisida harus merupakan lembaga yang independen dalam tanggungjawabnya sebagai tempat pendaftaran dan pemantauan pestisida, Pemerintah harus memaksa pihak perusahaan/ formulator pestisida agar semua nama merk dagang pestisida diberikan skema pelabelan produk yang menunjukkan pemahaman tentang perlakuan pestisida baik pra dan pasca panen, kegiatan PPL harus dilaksanakan sesering mungkin, meningkatkan SLPHT secara gratis dan memberikan penghargaan/ insentif bagi petani yang terbukti melaksanakan program PHT.

20

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous,

2011.

http://ast-shania.blogspot.com/2010/12/plutella-xylostella-

dan-rimpang-jahe.html. hama ulat daun kubis. Anonymous, 2011. http://www.deptan.go.id/teknologi/daerah/kubis-3.htm. PHT. Achmadi, S.S., 2003. Nasib Bahan Kimia POPs di Lingkungan. Seminar Pelatihan Inventori POPs Jakarta. 4 Halaman. Djojosumarto, P., 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius. Yogyakarta. Halaman 34 42. Karmisa, I., 2003. Kebijakan Pemerintah Mengenai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Seminar untuk Training-Workshop Prosedur Inventarisasi POPs, 13 Januari 2003. Bagian Deputy Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan. KLH. Jakarta Matthews, G. A., 1984. Pest Management. Published in the United States of America by Longman Inc. New York. 72 Pages. Prasojo, B., 1984. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya. Jakarta. Halaman 7-8. Wudianto, R., 1998. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya. Jakarta. 21 Halaman.

21

LAMPIRAN FOTO

gambar 1

gambar 2

Foto lahan

penyakit busuk hitam

gambar 3

gambar 4

Fungisida

insectisida

22

gambar 5

gambar 6

Zat pengatur tumbuh tanaman

alat penyemprot (sprayer)

gambar 7

gambar 8

Tahapan mencampur pestisida

dan air tahapan memasukkan pestisida kedalam sprayer

gambar 9

gambar 10

Menyemprot pestisida

foto dengan Bapak Arifin

23

gambar 11

gambar 12

Foto kubis sebelum disemprot

foto kubis setelah disemprot

gambar 13

gambar 14

Tahapan mencoba sprayer

Hama kubis (Plutella xylostella)

Gambar 15

gambar 16

Gambar kubis organik dari literatur

gambar kubis anorganik dari literatur

Anda mungkin juga menyukai