Anda di halaman 1dari 10

Kecelakan Kerja Dan Human Errors Definisi Kecelakaan Kerja Adapun dari berbagai sumber mengenai definisi kecelakaan

kerja, berikut adalah beberapa pendapat baik dari institusi pemerintahan nasional dan internasional maupun dari beberapa tokoh internasional. 1) Defenisi Kecelakaan Kerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor: 03/Men/1998 adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban jiwa dan harta benda. 2) Menurut Foressman Kecelakaan Kerja adalah terjadinya suatu kejadian akibat kontak antara ernegi yang berlebihan (agent) secara akut dengan tubuh yang menyebabkan kerusakan jaringan/organ. 3) Sedangkan defenisi yang dikemukakan oleh Frank E. Bird Jr. kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki, dapat mengakibatkan kerugian jiwa serta kerusakan harta benda dan biasanya terjadi sebagai akibat dari adanya kontak dengan sumber energi yang melebihi ambang batas atau struktur. 4) Kecelakaan kerja (accindent) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak di inginkan yang merugikan terhadap manusia, merusakan harta benda atau kerugian proses (Sugandi, 2003) 5) Word Health Organization (WHO) mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu kejadian yang tidak dapat dipersiapkan penanggulangan sebelumnya, sehingga menghasilkan cidera yang riil.

Definisi Human Error Dalam Love and Josephson, 2004, Hagan dan Mays (1981) mendefinisikan human error sebagai kegagalan dari manusia untuk melakukan tugas yang telah didesain dalam batas ketepatan, rangkaian, atau waktu tertentu. Definisi ini ambigu karena tidak mungkin untuk menentukan apa yang dimaksud dengan ketepatan, dan rangkaian, dan waktu dari aktivitas yang mungkin saja dapat bervariasi tanpa menyebabkan kesalahan. Sedangkan Bea (1994) mendefinisikan human error sebagai keberangkatan dari praktek yang dapat diterima atau diharapkan dari suatu bagian pada setiap individu yang menghasilkan sesuatu yang tidak dapat diterima atau tidak diharapkan. Meskipun definisi ini singkat namun sulit untuk menentukan standart yang dapat diterima dari suatu praktek kecuali jika dibuat referensi khusus sebagai dasar yang tersedia oleh suatu lembaga yang professional. Reason (1990, p 9) dalam Love and Josephson (2004) menggambarkan human error dalam suatu yang psikologis sebagai semua kesempatan di mana rangkaian aktivitas mental atau fisik yang direncanakan tidak berjalan seperti yang diharapkan sebagaimana seharusnya, sehingga gagal untuk mencapai hasil yang diharapkan. Namun sulit untuk menginterpretasikan secara obyektif aktivitas mental atau fisik dari manusia untuk dapat menentukan bahwa salah satu hal itu telah menyebabkan terjadinya kesalahan. Faktanya apakah individu dapat dipersalahkan untuk semua kesalahan sampai saat ini merupakan masalah perdebatan, di mana membuat kesalahan dipandang sebagai pembawaan dari sifat alami manusia (Reason, 1990). Berdasarkan Kaminetzky (1991) dalam Love and Josephson (2004)pembedaan yang jelas harus dibuat antara kesalahan manusia dan kesalahan teknologi, sebagaimana teknologi dapat gagal dalam suatu lingkungan keadaan tertentu atau gagal karena proses kemunduran yang normal. Berdasarkan pemikiran ini kesalahan didefinisikan sebagai penyimpangan dari apa yang diharapkan dan disebabkan oleh tindakan manusia. Dapat dipastikan bahwa semua kesalahan berasal dari manusia, tetapi perbedaan yang dibuat dalam laporan Bragg antara teknologis dan faktor manusia menyatakan secara tidak langsung definisi dari human error yang dikecualikan sehingga disebut kegagalan state of art(Kaminetzky, 1991 dalam Atkinson, 1998), dimana tidak dapat diketahui bahwa suatu teknologi akan gagal dalam sebuah rangkaian keadaan tertentu dari lingkungan atau keadaan sekitar.

Kesalahan merupakan hal yang abstrak sedangkan melakukan tindakan maupun tidak melakukan tindakan, merupakan suatu ide yang nyata (Hurst et al.1991: Stewart 1993: Busby, 2001). Wantanakorn et al (1999) dikutip dari Love and Josephson (2004) mengemukakan bahwa merupakan hal yang sulit untuk menyediakan definisi umum dari kesalahan, meskipun mudah sekali untuk mengenali suatu tindakan (misalnya kelalaian, kesalahan perhitungan atau perbedaan interpretasi) sebagai kesalahan. Suatu kesalahan mencakup elemen kesalahan individu, di mana mencakup suatu rangkaian peristiwa khusus (misalnya pemilihan alternatif yang salah, kelalaian) atau suatu besaran yang berhubungan dengan dampaknya (misalnya biaya) (Melchers 1989) dikutip dari Love and Josephson (2004). Sedangkan definisi kesalahan menurut Andi dan Minato (2003); Senders and Moray (1991) adalah sesuatu yang telah dilakukan, yang tidak diharapkan oleh pelaku, tidak diinginkan oleh suatu aturan yang ditetapkan atau oleh pengamat luar, atau yang membuat sistem melampaui batasnya. Knocke (1992) dalam Love and Josephson (2004) mendefinisikan kesalahan dan kelalaian sebagai penyimpangan dari konstruksi yang tepat (meliputi pengecekan dan pengawasan) inspeksi teknis, dan instruksi yang memadai untuk pemeliharaan dan operasional bangunan.. Kesalahan yang terjadi dalam bangunan dapat berupa kesalahan manajemen, kesalahan teknis, maupun kesalahan karena lingkungan (Eldukair and Ayyub, 1991). Kesalahan manajemen meliputi kesalahan dalam tanggungjawab kerja, komunikasi kerja, dan kerjasama kerja. Sedangkan kesalahan lingkungan meliputi tekanan politik, tekanan keuangan, dan kondisi cuaca Penyebab kesalahan yang berkaitan dengan human error adalah tingkah laku manusia. Tingkah laku manusia dapat dipengaruhi oleh: (Eldukair and Ayyub, 1991) 1. pengetahuan yang tidak memadai 2. kurangnya pendidikan dan pelatihan 3. kurangnya imajinasi/tinjauan ke masa depan 4. kurangnya wibawa dalam mengambil keputusan 5. kepercayaan/ketergantungan pada pihak lain 6. estimasi yang terlalu rendah dalam desain dan konstruksi 7. ketidaktahuan, kelalaian dan kecerobohan 8. situasi yang benar-benar tidak diketahui

9. kurangnya kemampuan untuk berkomunikasi Karena itu dapat dipastikan bahwa sebuah kesalahan meliputi elemen dari suatu yang patut dicela dari individu, sebagai contoh, didefinisikan oleh Stewart (1993 dalam Atkinson, 1998) sebagai tindakan manusia yang melampaui batas tertentu dari yang dapat diterima. Pendekatan human error Menurut Reason (1990), jumlah keterlibatan human error yang tinggi merupakan hal yang mengejutkan karena hampir semua sistem teknologi tidak hanya dijalankan oleh manusia, tetapi juga didesain, dikonstruksi, diorganisasi, dimanage, dipelihara dan diatur oleh manusia. Rangkaian kecelakaan dimulai dengan dampak keputusan dalam organisasi (keputusan yang berhubungan dengan perencanaan, penjadwalan, ramalan, desain, spesifikasi, komunikasi, prosedur, pemeliharaan, dan sebagainya). Keputusan ini merupakan produk yang dipengaruhi oleh batasan keuangan dan politik di mana perusahaan berjalan, dan ditentukan oleh faktor-faktor yang dapat dikontrol oleh manajer (Reason, 1995). Individu tidak dapat dipersalahkan untuk semua kesalahan, sebagaimana kita ketahui bahwa membuat kesalahan pada waktu waktu tertentu dilihat oleh banyak pihak sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindarkan (Kletz, 1985 ; Reason, 1990 dalam Atkinson, 1998). Reason (1995) menggambarkan system approach to organizational error. Tidak diragukan lagi bahwa kegagalan manusia tidak terbatas pada sharp end, yaitu pada pengemudi, pilot, petugas kapal, operator ruang kontrol dan lain-lain dalam kontrol langsung dari suatu sistem. Telah ditemukan indikasi bahwa faktor manusia terdistribusi secara luas, meliputi semua yang ada dalam sistem sebagai keseluruhan dan biasanya baru bertahun-tahun kemudian menyebabkan peristiwa yang sebenarnya (Reason, 1995). Model ini menampilkan orang pada sharp end sebagai penanggung akibat dan bukan sebagai penyebab dari rangkaian cacat konstruksi. Sharp end tidak lagi dipersalahkan, melainkan telah dialihkan ke sistem manajerial dalam organisasi. Pemikiran modern juga sekarang mengenali bahwa sebab sebab kegagalan adalah lebih kompleks daripada pengkaitan yang sederhana ke pekerja maupun ke manager (Atkinson, 1998). Tindakan human error merupakan sesuatu yang tidak disengaja dari keputusan berdasarkan faktor fisik atau psikologis. Faktor kognitif dan psikologis harus diperhitungkan pada saat menilai power of control. Tingkah laku operator dibentuk

oleh kesadaran yang sadar dibuat oleh perencana kerja/manajer. Mereka lebih in power of control daripada operator. Analisis untuk peningkatan sistem menyatakan bahwa orang dalam sistem dapat membuat/mendesain keputusan yang berbeda di masa yang akan datang, tetapi seseorang tidak dapat mengasumsikan jalur khusus yang dapat diprediksi dari tingkah laku manusia (Rasmussen, 1990). Kontrol yang pada level lebih tinggi pada sistem diperlukan lebih daripada level aktivitas pekerja. Tingkah laku individu, berorientasi kepada persyaratan yang telah dibentuk, yang harus dilakukan pada lingkungan kerja, sebagaimana diterima oleh individu. Kinerja individu yang dapat diterima dibentuk oleh batasan yang ada. Kriteria subyektif dari individu dipengaruhi oleh norma sosial dan budaya dari organisasi (Rasmussen, 1990). Kegagalan sistem merupakan refleksi kurangnya kontrol dari lingkungan pekerjaan. Kontrol dalam sistem berdasar pada analisis resiko belum mempunyai pengaruh pada organisasi (Rasmussen, 1990). Seharusnya merupakan hal yang paling penting untuk manajemen operasional yang mempertimbangkan pengembangan metode untuk membuat kondisi awal secara eksplisit dan mengkomunikasikannya secara efektif pada manajemen operasional (Rasmussen, 1990). Mekanisme Kecelakaan kerja
Mekanisme kecelakaan kerja tersebut disusun dengan menggunakan system approach to human error. Mekanisme kecelakaan kerja berdasarkan system approach to human error memfokuskan pada kondisi lingkungan dimana pekerja itu bekerja dan mencoba untuk membuat suatu defenses guna meghindari terjadinya kecelakaan. Dengan pendekatan ini kecelakaan kerja yang terjadi disebabkan oleh karena sistem defenses dari sistem tersebut lubang. Lubangnya sistem defenses itu dapat disebabkan oleh dua jalur yaitu active dan latent failure pathway. Dalam penelitian ini active failure pathway bermula dari komponen faktor organisasi yang berinteraksi dengan komponen faktor manajerial dan faktor individu kemudian bergabung dengan active failure dari pekerja maka terjadilahkecelakaan. Sedangkan Latent failure pathway dimulai dari komponen faktor organisasi yang langsung membuat lubang pada sistem defenses yang ada. Faktor faktor dalam komponen mekanisme pada penelitian ini yang dapat membuat "lubang" pada sistem defenses antara lain adalah tidak memakai peralatan keselamatan kerja, melakukan kesalahan ? kesalahan kecil, kurang kerampil dalam bekerja, tekanan terhadap waktu, tidak adanya analisa resiko terhadap kecelakaan kerja, perencanaan keselamatan kerja dalam proyek, pengontrolan keselamatankerja, pemeriksaan terhadap kondisi dan kelayakan dari peralatan kerja danperlengkapan keselamatan kerja, juga tidak ada tanda - tanda peringatan atau hati- hati di dalam proyek dan alat untuk pengaman (seperti: penutup lubang, jaringpengaman), perlengkapan keselamatan kerja tidak tersedia dan tidak layak pakai,juga tidak ada pelatihan ketrampilan kerja dan keselamatan kerja, serta tidak ada kompensasi.

Identifikasi Human Error dan Tipe-tipe Human Error Human error secara umum dapat didefinisikan sebagai sekumpulan aktivitas yang melampaui batas penerimaan manusia yang ditentukan oleh suatu sistem. Kondisi lingkungan kerja yang tidak ergonomis dapat menyebabkan terjadinya kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia, sehingga hasil kerja tidak maksimal. Meskipun operator sehat dan sudah diseleksi secara ketat, tetap saja jika kondisi lingkungan kerja fisik tidak mendukung, seperti: temperatur, kelembaban, getaran,

kebisingan dan lain-lain, maka operator akan mengalami kesusahan utnuk beradaptasi dengan situasi dan kondisi lingkungan kerja yang bervariasi tersebut. Hal tersebut menyebabkan stress yang menumpuk dan secara tiba-tiba bisa menimbulkan hal yang sangat fatal. Berikut ini adalah faktorfaktor yang dapat menyebabkan terjadinya human error jika faktor-faktor tersebut tidak dikendalikan : a. Kebisingan Suara-suara bising yang tidak terkendali (di atas ambang desibel yang diijinkan) tidak saja merusak manusia akan tetapi juga berinteferensi dengan sistem komunikasi suara yang dipakai di pabrik yang berguna untuk signal peringatan untuk kondisi-kondisi darurat. Getaran-getaran dari mesin yang tidak terkendali juga bisa mempengaruhi performansi kerja manusia. b. Pencahayaan Permasalahan lainnya yang tidak kalah penting adalah pencahayaan. Pencahayyan sangat mempengaruhi manusia untuk melihat obyek-obyek di sekelilingnya dengan jelas dan cepat tanpa menimbulkan kesalahan. Pencahayaan yang kurang dapat menyebabkan mata cepat lelah, lelahnya mata kan menimbulkan efek pada lelehnya mental dan lebih jauh lagi dapat menyebabkan kerusakan pada mata. Tingkat pencahayaan biasanya diukur dalam istilah illuminance. Jadi pengukuran cahaya perlu dilakukan sebelumnya, karena pencahayaan yang tidak bagus akan memberikan efek pada ketajaman penglihatan. c. Temperatur Tubuh manusia akan selalu berusaha mempertahankan keadaan normal dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh tersebut. Kemampuan manusia untuk beradaptasi dengan temperatur luar terbatas, jika perubahan temperatur luar terlalu besar, maka perubahan temperatur ini akan mempengaruhi performansi kerja manusia. d. Kelembaban Kelembaban sangat dipengaruhi oleh temperatur udara. Suatu keadaan dimana udara sangat panas dan kelembaban tinggi akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh besar-besaran dan denyut jantung semakin cepat. Kondisi seperti tentunya tidak baik bagi tubuh manusia karena dapat mengganggu kinerja mereka. e. Bau-bauan Temperatur dan kelembaban merupakan dua faktor lingkunagn yang dapat mempengaruhi kepekaan penciuman. Oleh karena itu pemakaian air conditioning yang tepat akan membantu menghilangkan bau-bauan yang mengganggu sekitar tempat kerja. Kondisi-kondisi berbahaya tersebut haruslah diidentifikasi sejak dini agar tingkat human error dapat dikurangi, sehingga performansi kerja dapt terjaga dan tidak terjadi kecelakaan yang dapat membahayakan manusia. Adapun klasifikasi human error untuk mengidentifikasi penyebab kecelakaan sebagai berikut :

1. System Induced Human Error Dalam hal ini, mekanisme suatu sistem dianggap memungkinkan manusia untuk melakukan kesalahan sehingga menyebabkan kecelakaan. Contohnya adalah manajemen yang tidak menerapkan disiplin secara baik dan ketat sehingga para pekerja mudah lalai dengan peraturan dan mungkin melakukan kesalahan. 2. Design Induced Human Error Kesalahan yang terjadi diakibatkan oleh perancangan sistem kerja yang kurang baik. Perancangan sistem kerja yang kurang baik ini dapat menyebabkan terjadinya kesalahan dalam bekerja, mengingat manusialah yang bertindak sebagai pengguna sistem kerja. Begitu pula jika peralatan kerja tidak didesain dengan memperhatikan faktor manusia, maka kecelakaan kerja dapat terjadi. 3. Pure Human Error Pure Human Error terjadi karena kesalahan murni yang disebabkan oleh faktor manusia. Misalnya saja karena kelelahan yang berlebihan, kurang tidur, terlalu lelah fisik dan mental, atau kurangnya motivasi dalam melakukan suatu pekerjaan. Selain klasifikasi berdasarkan cara pengukurannya, human error dapat dibedakan berdasarkan tipe operasinya, yaitu : a. Design Error Kesalahan yang disebabkan oleh desain yang kurang memadai oleh desainer dan juga tidak cukupnya waktu dan latar belakang desain. b. Operating Error Kesalahan yang dilakukan oleh personil yang beroperasi di lapangan selama pemakaian peralatan, hal ini disebabkan karena kurangnya training dalam penggunaan alat. c. Inspection Error Kesalahan yang dilakukan oleh inspektor yang sesekali menolak barang yang bagus dan menerima yang jelek, penyebabnya adalah kurangnya ketelitian inspektor dalam menerima produk. d. Installion Error Kesalahan yang timbul selama instalasi peralatan, penyebabnya yaitu kurangnya pengalaman dan tidak mengikuti instruksi. e. Assembly Error Kesalahan yang dilakukan oleh pekerja assembly sewaktu memasang alat yang merupakan kesalahan keahlian, yang bisa ditemukan selama inspeksi pabrik atau setelah mangalami kegagalan produk dilapangan. f. Maintenance Error

Kesalahan yang dilakukan oleh petugas maintenance, misalnya perbaikan dan kalibrasi yang salah, penyebabnya adalah pengetahuan yang kurang. Selain itu, human error juga dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkah laku dasar yang dilakukan oleh operator, yaitu : a. Error of Omission Dimana operator tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan. Penyebabnya adalah training yang kurang memadai atau terlalu banyak stress. Contohnya : seorang operator yang lupa menyimpan data terbaru dalam sistem komputer sebelum mengedit file baru. b. Error of Comission Dimana operator melakukan tugasnya tidak dengan cara yang benar. Penyebabnya adalah pemilihan aplikasi kelalaian yang tidak tepat, aplikasi urutan kerja yang salah, kegagalan untuk memenuhi batas waktu atau aplikasi yang kurang. c. Psychomotor Error Psychomotor error melibatkan kecelakaan yang beroperasi pada suatu pelaksanaan atau suatu kendali urutan tindakan didalam pesanan yang salah. d. Error karena disengaja Misalnya karena terdapat suatu dendam dari bawahannya kepada atasannya maka bawahan tersebut melakukan error yang disengaja. Hal ini berkaitan dengan faktor psikologi manusia itu sendiri. 2.2 Human Reliability Assesment Manusia selalu membuat kesalahan ketika berinteraksi dengan proses. Ini merupakan sifat dasar dari manusia. Tetapi human error dapat diwaspadai dan diperhitungkan melalui peristiwa atau kejadian yang akan terjadi. Hal ini membutuhkan suatu aplikasi dari Human Factor Engineering dan bila benarbenar dapat diaplikasikan maka dapat memberikan manfaat yang sangat besar pada pengurangan human error dan mengembangkan operasional dari proses. Yang dimaksud dengan human reability assesment yaitu bagaimana memahami atau mengidentifikasi human error dalam suatu proses dan bagaimana menentukan human factor yang dapat mengontrol kebiasaan mereka. Manfaat dari pengaplikasian dari human reability assesment adalah sebagai berikut : Diharapkan Meningkatkan tidak kemampuan melakukan manusia agar kesalahan selalu (error) waspada dalam untuk melakukan selanjutnya pekerjaan

Standar Kebijakan K3 K3 merupakan salah satu aspek perlidungan tenaga kerja dan sekaligus melindungi asset perusahaan. Setiap tenaga kerja mempunyai hak untuk mendapat perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan, dan setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya serta setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan

efisien sehingga proses produksi berjalan lancer (UU No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja). Berdasarkan penjelasan di atas, maka K3 terdiri dari tiga aspek, yaitu : 1. Keselamatan (safety) yaitu pencegahan terjadinya kecelakaan untuk meghindari cedera bagi orang atau kerusakan terhadap fasilitas kerja atau lingkungan kerja. 2. Kesehatan (health) yaitu upaya pencegahan penaykit atau ketidaknyamanan yang dapat mengganggu kondisi fissik dan mental pekerja ataupun anggota masyarakat. 3. Kerja (work) yaitu segala aktvitas manusia yang mendayagunakan akal, pikiran dan tenaga untuk menghasilkan sesuatu Hak atas jaminan keselamatan ini membutuhkan prasyarat adanya lingkungan yang sehat dan aman bagi tenaga kerja dan masyarakat di sekitarnya. Ada tiga alasan perlu adanya pencegahan kecelakaan, yaitu : 1. Alasan kemanusiaan, seperti : penderitaan bagi individu atau keluarga, kemungkinan kehilangan kemampuan jasmani (cacat fisik) dan beban mental, serta berhenti dari pekerjaannya. 2. Alasan ekonomi, seperti : biaya akibat kerusakan, premi asuransi, waktu yang hilang (delay atau idle), loss of profit akibat produksi berhenti, dan turunnya moral. 3. Alasan hukum, seperti : pertanggungjawaban hukum (terkait dengan nyawa manusia dan kerusakan yang timbul), kecelakaan karena kelalaian bias dikenakan sanksi pidana dan dianggap sebagai perbuatan melanggar hukum atau kriminal.

Anda mungkin juga menyukai