Anda di halaman 1dari 89

Senin, 01 September 2008

dislokasi
DISLOKASI 1. PENDAHULUAN Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan me lindungi beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menye diakan permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya patah tulang atau dislokasi tulang. Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital). 2. Definisi Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner & Suddarth) Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000) Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang di sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis lokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138) Berpindahnya ujung tulang patah, karena tonus otot, kontraksi cedera dan tarikan Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. 3. Klasifikasia. Dislokasi Congenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan. b. Dislokasi PatologikAkibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misal nya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang. c. Dislokasi Traumatic :Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan sistem vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. TERMINOLOGI TRAUMA SENDI kontusi sprain - occult joint instability - subluksasi / dislokasi
Diposkan oleh Agustina Tri Hastuti di 22:17

03 January 2010

Askep Dislokasi
Askep Dislokasi: "

DISLOKASI

PENGERTIAN

Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (brunner&suddarth).

Keluarnya (bercerainya)kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000).

Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang di sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis lokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138).

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.

Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.

KLASIFIKASI

Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Dislokasi congenital :

Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.

2. Dislokasi patologik :

Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.

3. Dislokasi traumatic :

Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :

1) Dislokasi Akut

Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi.

2) Dislokasi Kronik

3) Dislokasi Berulang

Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.

Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.

ETIOLOGI

Dislokasi disebabkan oleh :

1. Cedera olah raga

Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.

2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga

Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.

3. Terjatuh

Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin

4. Patologis : terjadinya tearligament dan kapsul articuler yang merupakan

kompenen vital penghubung tulang

PATOFISIOLOGI

Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus terdorong kedepan ,merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah ;lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi da bawah karakoid).

MANIFESTASI KLINIS

Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Dengan cara pemeriksaan Sinar X ( pemeriksaan X-Rays ) pada bagian anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih antara kaput humerus dan fossa Glenoid, Kaput biasanya terletak di bawah dan medial terhadap terhadap mangkuk sendi.

KOMPLIKASI

Dini

1) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut

2) Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak

3) Fraktur disloksi

Komplikasi lanjut

1) Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi

2) Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid

3) Kelemahan otot

PENATALAKSANAAN

Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat.

Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi.

Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi

stabil.

Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi

Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

Identitas dan keluhan utama

Riwayat penyakit lalu

Riwayat penyakit sekarang

Riwayat masa pertumbuhan

Pemeriksaan fisik terutama masalah persendian : nyeri, deformitas, fungsiolesa misalnya: bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi

3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit

4. Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh.

INTERVENSI

Dx 1

Kaji skala nyeri

Berikan posisi relaks pada pasien

Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi

Kolaborasi pemberian analgesic

Dx 2

Kaji tingkat mobilisasi pasien

Berikan latihan ROM

Anjurkan penggunaan alat Bantu jika diperlukan

Dx. 3

Bantu Px mengungkapkan rasa cemas atau takutnya

Kaji pengetahuan Px tentangh prosedur yang akan dijalaninya.

Berikan informasi yang benar tentang prosedur yang akan dijalani pasien

Dx 4

Kaji konsep diri pasien

Kembangkan BHSP dengan pasien

Bantu pasien mengungkapkan masalahnya

Bantu pasien mengatasi masalahnya.

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/ Read more: http://askep-askeb.cz.cc/2010/01/askep-dislokasi.html#ixzz0hLvH63fa

Askep Dislokasi
Ditulis oleh hidayat2 di/pada Maret 31, 2009 3 Votes

DISLOKASI PENGERTIAN Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (brunner&suddarth). Keluarnya (bercerainya)kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000). Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang di sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis lokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138). Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.

Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi. KLASIFIKASI Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Dislokasi congenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan. 2. Dislokasi patologik : Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang. 3. Dislokasi traumatic : Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi : 1) Dislokasi Akut Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi. 2) Dislokasi Kronik 3) Dislokasi Berulang Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint. Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan. ETIOLOGI Dislokasi disebabkan oleh : 1. Cedera olah raga Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja

menangkap bola dari pemain lain. 2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi. 3. Terjatuh Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin 4. Patologis : terjadinya tearligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen vital penghubung tulang PATOFISIOLOGI Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus terdorong kedepan ,merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah ;lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi da bawah karakoid). MANIFESTASI KLINIS Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Dengan cara pemeriksaan Sinar X ( pemeriksaan X-Rays ) pada bagian anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih antara kaput humerus dan fossa Glenoid, Kaput biasanya terletak di bawah dan medial terhadap terhadap mangkuk sendi. KOMPLIKASI Dini 1) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut 2) Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak 3) Fraktur disloksi Komplikasi lanjut 1) Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi 2) Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian

depan leher glenoid 3) Kelemahan otot PENATALAKSANAAN Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat. Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN Identitas dan keluhan utama Riwayat penyakit lalu Riwayat penyakit sekarang Riwayat masa pertumbuhan Pemeriksaan fisik terutama masalah persendian : nyeri, deformitas, fungsiolesa misalnya: bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi 3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit 4. Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh. INTERVENSI Dx 1 Kaji skala nyeri Berikan posisi relaks pada pasien Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi Kolaborasi pemberian analgesic Dx 2 Kaji tingkat mobilisasi pasien

Berikan latihan ROM Anjurkan penggunaan alat Bantu jika diperlukan Dx. 3 Bantu Px mengungkapkan rasa cemas atau takutnya Kaji pengetahuan Px tentangh prosedur yang akan dijalaninya. Berikan informasi yang benar tentang prosedur yang akan dijalani pasien Dx 4 Kaji konsep diri pasien Kembangkan BHSP dengan pasien Bantu pasien mengungkapkan masalahnya Bantu pasien mengatasi masalahnya.

FRAKTUR dan DISLOKASI


Posted on 14 January 2009 by eds89r

Oleh Rohman Azzam Pengertian Fraktur atau patah tulang adalah keadaan dimana hubungan atau kesatuan jaringan tulang terputus. Tulang mempunyai daya lentur (elastisitas) dengan kekuatan yang memadai, apabila trauma melebihi dari daya lentur tersebut maka terjadi fraktur (patah tulang). Penyebab terjadinya fraktur adalah trauma, stres kronis dan berulang maupun pelunakan tulang yang abnormal. Bagaimana patah tulang itu terjadi ? a. Trauma (benturan) Ada dua trauma/ benturan yang dapat mengakibatkan fraktur, yaitu: - Benturan langsung - Benturan tidak langsung b. Tekanan/stres yang terus menerus dan berlangsung lama Tekanan kronis berulang dalam jangka waktu lama akan mengakibatkan fraktur (patah tulang) yang kebanyakan pada tulang tibia, fibula (tulang-tulang pada betis) atau metatarsal pada olahragawan, militer maupun penari. Contoh: Seorang yang senang baris berbaris dan menghentak-hentakkan kakinya, maka mungkin terjadi patah tulang di daerah tertentu. c. Adanya keadaan yang tidak normal pada tulang dan usia Kelemahan tulang yang abnormal karena adanya proses patologis seperti tumor maka dengan energi kekerasan yang minimal akan mengakibatkan fraktur yang pada orang normal belum dapat menimbulkan fraktur.

Bagaimana Mengetahui Adanya Patah Tulang 1. Riwayat: Setiap patah tulang umumnya mempunyai riwayat trauma yang diikuti pengurangan kemampuan anggota gerak yang terkena. Ingat bahwa fraktur tidak selalu terjadi pada daerah yang mengalami trauma (tekanan). 2. Pemeriksaan: Inspeksi (Lihat) bandingkan dengan sisi yang normal, dan perhatikan hal-hal dibawah ini: 1. 2. 3. 4. 5. Adanya perubahan asimetris kanan-kiri Adanya Deformitas seperti Angulasi (membentuk sudut) atau; Rotasi (memutar)dan Pemendekan Jejas (tanda yang menunjukkan bekas trauma); Pembengkakan Terlihat adanya tulang yang keluar dari jaringan lunak;

Palpasi (Meraba dan merasakan) Perlu dibandingkan dengan sisi yang sehat sehingga penolong dapat merasakan perbedaannya. Rabalah dengan hati-hati ! a. Adanya nyeri tekan pada daerah cedera (tenderness); b. Adanya crepitasi (suara dan sensasi berkeretak) pada perabaan yang sedikit kuat; c. Adanya gerakan abnormal dengan perabaan agak kuat. Perhatian: Jangan lakukan pemeriksaan yang sengaja untuk mendapat bunyi crepitasi atau gerakan abnormal, misal meraba dengan kuat sekali. 3. Gerakan Terdapat dua gerakan yaitu : Aktif: Adalah pemeriksaan gerakan dimana anda meminta korban menggerakkan bagian yang cedera. Pasif: Dimana penolong melakukan gerakan pada bagian yang cedera. Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut: Terdapat gerakan abnormal ketika menggeerakkan bagian yang cedera Korban mengalami kehilangan fungsi pada bagian yang cedera. Apabila korban mengalami hal ini, maka dapat disebabkan oleh dua kemungkinan yaitu akibat nyeri karena adanya fraktur atau akibat kerusakan saraf yang mempersarafi bagian tersebut (ini diakibatkan oleh karena patahan tulang merusak saraf tersebut). Pemeriksaan Komplikasi Periksalah di bawah daerah patah tulang, Anda akan menemukan: 1. kulit berwarna kebiruan dan pucat; 2. denyut nadi tak teraba. 3. Selain itu pada bagian yang mengalami fraktur, otot-otot disekitarnya mengalami spasme DISLOKASI Pengertian Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi. Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri.

Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi. PEMBIDAIAN Pertolongan Pertama pada Patah Tulang Prinsip Pertolongan 1. 2. mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri; mencegah gerakan patah tulang yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak sekitarnya seperti: pembuluh darah, otot, saraf dan lainnya.

Penanganan Secara Umum 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. DRABC Atasi perdarahan dan tutup seluruh luka Korban tidak boleh menggerakkan daerah yang terluka atau fraktur Imobilisasi fraktur dengan penyandang, pembalut atau bidai Tangani dengan hati-hati Observasi dan atasi syok bila perlu Segera cari pertolongan medis

Fraktur dan dislokasi harus diimobilisasi untuk mencegah memburuknya cedera. Tetapi situasi yang memerlukan Resusitasi baik pernafasan maupun jantung dan cedera kritis yang multipel harus ditangani terlebih dahulu. Prioritas dalam menangani fraktur: 1. 2. 3. fraktur spinal; fraktur tulang kepala dan tulang rusuk; fraktur extremitas

Perhatian: Dalam menangani fraktur, jangan hanya terpaku pada frakturnya saja tetapi selalu mulai dengan DRABCH dan lakukan monitoring secara periodik. Dan selalu ingat jika Anda tidak terlatih dan tidak berpengalaman jangan melakukan reposisi baik pada fraktur mapun pada dislokasi. Pembidaian adalah proses yang digunakan untuk imobilisasi fraktur dan dislokasi. Pembidaian harus memfixasi tulang yang patah dan persendian yang berada di atas dan dibawah tulang yang fraktur. Jika yang cedera adalah sendi, bidai harus memfixasi sendi tersebut beserta tulang disebelah distal dan proximalnya. Tipe-tipe bidai: 1. 2. 3. Bidai Rigid adalah bidai yang terbuat dari kayu, plastik, alumunium atau bahan lainyang keras. Bidai Soft adalah bidai dari bantal, selimut, handuk atau pembalut atau bahan yang lunak lainnya. Bidai Traksi

Digunakan untuk imobilisasi ujung tulang yang patah dari fraktur femur sehingga dapat terhindari kerusakan yang lebih lanjut. Traksi merupakan aplikasi dari kekuatan yang cukup untuk menstabilkan patah tulang

yang patah, traksi bukanlah meregangkan atau menggerakkan tulang yang patah sampai ujung-ujung tulang yang patah menyatu. Prinsip Pembidaian a. Lakukan pembidaian pada bagian badan yang mengalamai cedera; b. Lakukan juga pembidaian pada kecurigaan patah tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan dulu ada atau tidaknya patah tulang; c. Melewati minimal 2 sendi yang berbatasan. Syarat Pembidaian 1. 2. 3. 4. 5. 6. Bidai harus meliputi dua sendi, sebelum dipasang diukur terlebih dahulu pada anggota badan yang tidak sakit; Ikatan jangan terlalu ketat dan jangan terlalu kendor; Bidai dibalut/ dilapisi sebelum digunakan; Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat yang patah; Jika mungkin naikkan anggota gerak tersebut setelah dibidai; Sepatu, cincin, gelang, jam dan alat yang mengikat tubuh lainnya perlu dilepas.

Aturan dasar yang harus diingat ketika melakukan pembidaian: 1. 2. 3. 4. 5. Jika ragu-ragu fraktur atau tidak Bidai Bidai Rigid sebelum digunakan harus dilapisi dulu; Ikatlah bidai dari distal ke proximal Periksalah denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan sesudah pembidaian dan perhatikan warna kulit ditalnya; Jika mungkin naikkan bagian tubuh yang mengalami patah tulang.

PEMBALUTAN Pembalut harus dipasang cukup kuat untuk mencegah pergerakan tapi tidak terlalu kencang sehingga mengganggu sirkulasi atau menyebabkan nyeri. Dalam usaha untuk mencegah pergesekan dan ketidaknyamanan pada kulit, penggunaan bantalan lunak dianjurkan sebelum melakukan balutan. Pengikatan selalu dilakukan di atas bidai atau pada sisi yang tidak cedera, kalau kedua kaki bawah mengalami cedera, pengikatan dilakukan di depan dan diantara bagian yang cedera. Periksa dengan interval 15 menit untuk menjamin bahwa pembalut tidak terlalu kencang akibat pembengkakan dari jaringan yang cedera. Lewatkan pembalut pada bagian lekuk tubuh seperti leher, lutut dan pergelangan kaki jika diperlukan. Cara Imobilisasi Fraktur Dengan Pembalut Gunakan pembalut lebar bila ada; 1. 2. 3. 4. Taruh pembalut dibawah bagian tubuh yang terjadi fraktur; Topang lengan atau tungkai dengan bidai sampai pembalut cukup memfixasi Setiap 15 menit periksa agar pembalut tudak terlalu ketat Periksa pembalut supaya tidak longgar

Dengan Bidai

3.

Dapat dipakai benda apa saja yang kaku dan cukup panjang melewati sendi dan ujung tulang yang patah; 2. Pakai perban bantal diantara bidai dan bagian tubuh yang dibidai; Ujung-ujung lengan/tungkai dibalut di atas dan dibawah daerah fraktur. Ikatan harus cukup kuat pada daerah yang sehat.

1.

Filed under: FRAKTUR dan DISLOKASI | Tagged: FRAKTUR dan DISLOKASI

asuhan keperawatan multiple fraktur


By admin on January 21st, 2009 I. Pengertian. Adalah terputuisnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berubah trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berubah trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah. Akibat trauma pada tulang tergantuing pada jenis trauma,kekuatan, dan arahnya.Taruma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ketulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang yang didekat sendi atau yang mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.

patofisiologi (klik untuk perbesar gambar)

IV. Klasifikasi patah tulang. Patah tulang dapat dibagi menurut ada tidanya hubungan antara patahan tulang denga dunia luar, yaitu patah tulang tertutup dan patah tulang terbuka yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk kedalam luka sampai ke tulang yang patah.

Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya patah tulang. Patang tulang juga dapat dibagi menurut garis fraktrunya misanya fisura, patah tulang sederhana, patah tulang kominutif ( pengecilan, patah tulang segmental,patah tulang impaksi ), patah tulang kompresi, impresi dan patah tulang patologis. Derajat patah tulang terbuka terbagi atas 3 macam yaitu : 1. laserasi < 2 cm bentuknya sederhana, dislokasi,fragmen, minimal. 2. Laserasi > 2 cm kontusi otot diserkitarnya bentuknya dislokasi, fragmen jelas 3. Luka lebar, rusak hebat atau hilangnya jaringan disekitarnya bentuknya kominutif, segmental,fragmen tulang ada yang hilang Jenis patah tulang dapat digolongkan menjadi : 1. Visura ( Diafisis metatarsal 2. Serong sederhana ( Diaphisis metacarpal ) 3. Lintang sederhana ( diafisis tibia ) 4. Kominutif ( Diafisis femur ) 5. Segmental ( Diafisis tibia ) 6. Dahan hijau ( diafisis radius pada anak ) 7. Kompresi ( Korpus vertebral th. XII ) 8. Impaksi ( epifisis radius distal,kolum femur lateral ) 9. Impresi ( tulang tengkorak ) 10. Patologis ( Tomur diafisi humerus,kurpus vertebral)

V. Komplikasi patah tulang . Komplikasi patah tulang meliputi : 1. Komplikasi segera Lokal : Kulit( abrasi l;acerasi, penetrasi) Pembuluh darah ( robek ) Sistem saraf ( Sumssum tulang belakang, saraf tepi motorik dan sensorik) Otot Organ dalam ( jantung,paru,hepar, limpha(pada Fr.kosta),kandung kemih (Fr.Pelvics) Umum : Ruda paksa multiple

Syok ( hemoragik, neurogenik ) 2. Komplikas Dini : Lokal : Nekrosis kulit, gangren, sindroma kopartemen,trombosis vena, infeksi sendi,osteomelisis ) Umum : ARDS,emboli paru, tetanus. 3. Komplikasi lama Lokal : Sendi (ankilosis fibrosa, ankilosis osal ) Tulang ( gagal taut/lama dan salah taut,distropi reflek,osteoporosisi paskah trauma,ggn pertumbuhan,osteomelisis,patah tulang ulang) Otot atau tendon ( penulangan otot, ruptur tendon ) Saraf ( kelumpuhan saraf lambat Umum : Batu ginjal ( akibat mobilisasi lama ditempat tidur)

VI. Penatalaksanaan patah tulang. Penatalaksanaan patah tulang mengikuti prinsip pengobatan kedokteran pada umumnya yang meliputi : a. Jangan ciderai pasien( Primum Non Nocere). b. Pengobatan yang tepat berdasarkanb diagnosis dan prognosisnya c. Sesuai denga hokum alam d. Sesuai dengan kepribadian individu Khusus untuk patah tulang meliputi : 4. Reposisi 5. Imobilisasi 6. Mobilisasi berupa latihan seluruh system tubuh.

VII. Asuhan keperawatan. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Riwayat perjalanan penyakit. 2. Riwayat pengobatan sebelumnya.

3. Pertolongan pertama yang dilakukan 4. Pemeriksaan fisik : Identifikasi fraktur Inspeksi Palpasi (bengkak, krepitasi, nadi, dingin) Observasi spasme otot. 5. Pemeriksaan diagnostik : Laboratorium (HCt, Hb, Leukosit, LED) R CT-Scan 6. Obat-obatan : golongan antibiotika gram (+) dan gram (-) Penyakit yang dapat memperberat dan mempermudah terjadinya fraktur : a. Osteomyelitis acut b. Osteomyelitis kronik c. Osteomalacia d. Osteoporosis e. Gout f. Rhematoid arthritis PENGKAJIAN SISTEM MUSKULOSKELETAL DATA SUBYEKTIF Data biografi Adanya nyeri, kekakuan, kram, sakit pinggang, kemerahan, pembengkakan, deformitas, ROM, gangguan sensasi. Cara PQRST : o Provikatif (penyebab) o Quality (bagaimana rasanya, kelihatannya) o Region/radiation (dimana dan apakah menyebar) o Severity (apakah mengganggu aktivitas sehari-hari) o Timing (kapan mulainya) Pengkajian pada sistem lain o Riwayat sistem muskuloskeletal, tanyakan juga tentang riwayat kesehatan masa lalu. o Riwayat dirawat di RS

o Riwayat keluarga, diet. o Aktivitas sehari-hari, jenis pekerjaan, jenis alas kaki yang digunakan o Permasalahan dapat saja baru diketahui setelah klien ganti baju, membuka kran dll. DATA OBYEKTIF Inspeksi dan palpasi ROM dan kekuatan otot Bandingakan dengan sisi lainnya. Pengukuran kekuatan otot (0-5) Duduk, berdiri dan berjalan kecuali ada kontra indikasi. Kyposis, scoliosis, lordosis. PROSEDUR DIAGNOSTIK 1. X-ray dan radiography 2. Arthrogram (mendiagnosa trauma pada kapsul di persendian atau ligamen). Anestesi lokal sebelum dimasukkan cairan kontras/udara ke daerah yang akan diperiksa. 3. Lamnograph (untuk mengetahui lokasi yang mengalami destruksi atau mengevaluasi bone graf). 4. Scanograph (mengetahui panjang dari tulang panjang, sering dilakukan pada anak-anak sebelum operasi epifisis). 5. Bone scanning (cairan radioisotop dimasukkan melalui vena, sering dilakukan pada tumor ganas, osteomyelitis dan fraktur). 6. MRI 7. Arthroscopy (tindakan peneropongan di daerah sendi) 8. Arthrocentesis (metode pengambilan cairan sinovial) MASALAH-MASALAH YANG UMUM TERJADI

1. Gangguan dalam melakukan ambulasi.


Berdampak luas pada aspek psikososial klien. Klien membutuhkan imobilisasi menyebabkan spasme otot dan kekakuan sendi Perlu dilakukan ROM untuk menguragi komplikasi : - Kaki (fleksi, inverse, eversi, rotasi) - Pinggul (abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi, rotasi) - Lutut (ekstensi) - Jari-jari kaki (ektensi, fleksi) 1. Nyeri; tindakan keperawatan : Merubah posisi pasien Kompres hangat, dingin Pemijatan

Menguragi penekanan dan support social Apabila nyeri di sendi, perlu dikaji : - Kejadian sebelum terjadinya nyeri - Derajat nyeri pada saat nyeri pertama timbul - Penyebaran nyeri - Lamanya nyeri - Intensitas nyeri, apakah menyertai pergerakan - Sumber nyeri - Hal-hal yang dapat mengurangi nyeri. 1. Spasme otot Spasme otot (kram/kontraksi otot involunter) Spasme otot dapat disebabkan iskemi jaringan dan hipoksia. Tindakan keperawatan : a. Rubah posisi b. Letakkan guling kecil di bawah pergelangan kaki dan lutut c. Berikan ruangan yang cukup hangat d. Hindari pemberian obat sedasi berat dapat menurunkan aktivitas pergerakan selama tidur e. Beri latihan aktif dan pasif sesuai program INTERVENSI 1. Istirahat Istirahat adalah intervensi utama Membantu proses penyembuhan dan meminimalkan inflamasi, pembengkakan dan nyeri. Pemasangan bidai/gips. 1. Kompres hangat Rendam air hangat/kantung karet hangat Diikuti dengan latihan pergerakan/pemijatan Dampak fisiologis dari kompres hangat adalah : o Perlunakan jaringan fibrosa o Membuat relaks otot dan tubuh o Menurunkan atau menghilangkan nyeri o Meningkatkan suplai darah/melancarkan aliran darah.

2. Kompres dingin Metoda tidak langsung seperti cold pack Dampak fisiologis adalah vasokonstriksi dan penerunan metabolic Membantu mengontrol perdarahan dan pembengkakan karena trauma Nyeri dapat berkurang, dapat menurunkan aktivitas ujung saraf pada otot Harus hati-hati, dapat menyebabkan jaringan kulit nekrosis Tidak sampai > 30 menit. Categories: Asuhan Keperawatan, medikal bedah Tags: askep multiple fraktur, asuhan keperawatan multiple fraktur, fraktur

Related Posts

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR MANDIBULA ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR ASUHAN KEPERAWATAN HEMATOTHORAX ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR CERVICALIS Askep pasien dengan Hemofilia

25 January 2010

FRAKTUR Dan DISLOKASI


Pengertian Fraktur atau patah tulang adalah keadaan dimana hubungan atau kesatuan jaringan tulang terputus. Tulang mempunyai daya lentur (elastisitas) dengan kekuatan yang memadai, apabila trauma melebihi dari daya lentur tersebut maka terjadi fraktur (patah tulang). Penyebab terjadinya fraktur adalah trauma, stres kronis dan berulang maupun pelunakan tulang yang abnormal. Bagaimana patah tulang itu terjadi ? a. Trauma (benturan) Ada dua trauma/ benturan yang dapat mengakibatkan fraktur, yaitu: - Benturan langsung - Benturan tidak langsung b. Tekanan/stres yang terus menerus dan berlangsung lama

Tekanan kronis berulang dalam jangka waktu lama akan mengakibatkan fraktur (patah tulang) yang kebanyakan pada tulang tibia, fibula (tulang-tulang pada betis) atau metatarsal pada olahragawan, militer maupun penari. Contoh: Seorang yang senang baris berbaris dan menghentak-hentakkan kakinya, maka mungkin terjadi patah tulang di daerah tertentu. c. Adanya keadaan yang tidak normal pada tulang dan usia Kelemahan tulang yang abnormal karena adanya proses patologis seperti tumor maka dengan energi kekerasan yang minimal akan mengakibatkan fraktur yang pada orang normal belum dapat menimbulkan fraktur. Bagaimana Mengetahui Adanya Patah Tulang 1. Riwayat: Setiap patah tulang umumnya mempunyai riwayat trauma yang diikuti pengurangan kemampuan anggota gerak yang terkena. Ingat bahwa fraktur tidak selalu terjadi pada daerah yang mengalami trauma (tekanan). 2. Pemeriksaan: Inspeksi (Lihat) bandingkan dengan sisi yang normal, dan perhatikan hal-hal dibawah ini: 1. Adanya perubahan asimetris kanan-kiri 2. Adanya Deformitas seperti Angulasi (membentuk sudut) atau; Rotasi (memutar)dan Pemendekan 3. Jejas (tanda yang menunjukkan bekas trauma); 4. Pembengkakan 5. Terlihat adanya tulang yang keluar dari jaringan lunak; Palpasi (Meraba dan merasakan) Perlu dibandingkan dengan sisi yang sehat sehingga penolong dapat merasakan perbedaannya. Rabalah dengan hati-hati ! a. Adanya nyeri tekan pada daerah cedera (tenderness); b. Adanya crepitasi (suara dan sensasi berkeretak) pada perabaan yang sedikit kuat; c. Adanya gerakan abnormal dengan perabaan agak kuat. Perhatian: Jangan lakukan pemeriksaan yang sengaja untuk mendapat bunyi crepitasi atau gerakan abnormal, misal meraba dengan kuat sekali. 3. Gerakan Terdapat dua gerakan yaitu : Aktif: Adalah pemeriksaan gerakan dimana anda meminta korban menggerakkan bagian yang cedera. Pasif: Dimana penolong melakukan gerakan pada bagian yang cedera.

Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut: Terdapat gerakan abnormal ketika menggeerakkan bagian yang cedera Korban mengalami kehilangan fungsi pada bagian yang cedera. Apabila korban mengalami hal ini, maka dapat disebabkan oleh dua kemungkinan yaitu akibat nyeri karena adanya fraktur atau akibat kerusakan saraf yang mempersarafi bagian tersebut (ini diakibatkan oleh karena patahan tulang merusak saraf tersebut). Pemeriksaan Komplikasi Periksalah di bawah daerah patah tulang, Anda akan menemukan: 1. kulit berwarna kebiruan dan pucat; 2. denyut nadi tak teraba. 3. Selain itu pada bagian yang mengalami fraktur, otot-otot disekitarnya mengalami spasme DISLOKASI Pengertian Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi. Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi. PEMBIDAIAN Pertolongan Pertama pada Patah Tulang Prinsip Pertolongan 1. mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri; 2. mencegah gerakan patah tulang yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak sekitarnya seperti: pembuluh darah, otot, saraf dan lainnya. Penanganan Secara Umum 1. DRABC 2. Atasi perdarahan dan tutup seluruh luka 3. Korban tidak boleh menggerakkan daerah yang terluka atau fraktur 4. Imobilisasi fraktur dengan penyandang, pembalut atau bidai

5. Tangani dengan hati-hati 6. Observasi dan atasi syok bila perlu 7. Segera cari pertolongan medis Fraktur dan dislokasi harus diimobilisasi untuk mencegah memburuknya cedera. Tetapi situasi yang memerlukan Resusitasi baik pernafasan maupun jantung dan cedera kritis yang multipel harus ditangani terlebih dahulu. Prioritas dalam menangani fraktur: 1. fraktur spinal; 2. fraktur tulang kepala dan tulang rusuk; 3. fraktur extremitas Perhatian: Dalam menangani fraktur, jangan hanya terpaku pada frakturnya saja tetapi selalu mulai dengan DRABCH dan lakukan monitoring secara periodik. Dan selalu ingat jika Anda tidak terlatih dan tidak berpengalaman jangan melakukan reposisi baik pada fraktur mapun pada dislokasi. Pembidaian adalah proses yang digunakan untuk imobilisasi fraktur dan dislokasi. Pembidaian harus memfixasi tulang yang patah dan persendian yang berada di atas dan dibawah tulang yang fraktur. Jika yang cedera adalah sendi, bidai harus memfixasi sendi tersebut beserta tulang disebelah distal dan proximalnya. Tipe-tipe bidai: 1. Bidai Rigid adalah bidai yang terbuat dari kayu, plastik, alumunium atau bahan lainyang keras. 2. Bidai Soft adalah bidai dari bantal, selimut, handuk atau pembalut atau bahan yang lunak lainnya. 3. Bidai Traksi Digunakan untuk imobilisasi ujung tulang yang patah dari fraktur femur sehingga dapat terhindari kerusakan yang lebih lanjut. Traksi merupakan aplikasi dari kekuatan yang cukup untuk menstabilkan patah tulang yang patah, traksi bukanlah meregangkan atau menggerakkan tulang yang patah sampai ujung-ujung tulang yang patah menyatu. Prinsip Pembidaian a. Lakukan pembidaian pada bagian badan yang mengalamai cedera; b. Lakukan juga pembidaian pada kecurigaan patah tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan dulu ada atau tidaknya patah tulang; c. Melewati minimal 2 sendi yang berbatasan. Syarat Pembidaian

1. Bidai harus meliputi dua sendi, sebelum dipasang diukur terlebih dahulu pada anggota badan yang tidak sakit; 2. Ikatan jangan terlalu ketat dan jangan terlalu kendor; 3. Bidai dibalut/ dilapisi sebelum digunakan; 4. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat yang patah; 5. Jika mungkin naikkan anggota gerak tersebut setelah dibidai; 6. Sepatu, cincin, gelang, jam dan alat yang mengikat tubuh lainnya perlu dilepas. Aturan dasar yang harus diingat ketika melakukan pembidaian: 1. Jika ragu-ragu fraktur atau tidak Bidai 2. Bidai Rigid sebelum digunakan harus dilapisi dulu; 3. Ikatlah bidai dari distal ke proximal 4. Periksalah denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan sesudah pembidaian dan perhatikan warna kulit ditalnya; 5. Jika mungkin naikkan bagian tubuh yang mengalami patah tulang. PEMBALUTAN Pembalut harus dipasang cukup kuat untuk mencegah pergerakan tapi tidak terlalu kencang sehingga mengganggu sirkulasi atau menyebabkan nyeri. Dalam usaha untuk mencegah pergesekan dan ketidaknyamanan pada kulit, penggunaan bantalan lunak dianjurkan sebelum melakukan balutan. Pengikatan selalu dilakukan di atas bidai atau pada sisi yang tidak cedera, kalau kedua kaki bawah mengalami cedera, pengikatan dilakukan di depan dan diantara bagian yang cedera. Periksa dengan interval 15 menit untuk menjamin bahwa pembalut tidak terlalu kencang akibat pembengkakan dari jaringan yang cedera. Lewatkan pembalut pada bagian lekuk tubuh seperti leher, lutut dan pergelangan kaki jika diperlukan. Cara Imobilisasi Fraktur Dengan Pembalut Gunakan pembalut lebar bila ada; 1. Taruh pembalut dibawah bagian tubuh yang terjadi fraktur; 2. Topang lengan atau tungkai dengan bidai sampai pembalut cukup memfixasi 3. Setiap 15 menit periksa agar pembalut tudak terlalu ketat 4. Periksa pembalut supaya tidak longgar Dengan Bidai 1. Dapat dipakai benda apa saja yang kaku dan cukup panjang melewati sendi dan ujung tulang yang patah;

2. Pakai perban bantal diantara bidai dan bagian tubuh yang dibidai; 3. Ujung-ujung lengan/tungkai dibalut di atas dan dibawah daerah fraktur. Ikatan harus cukup kuat pada daerah yang sehat.

Mata Kuliah : Keperawatan Dewasa II Dosen : Ns. Ruslan, S.Kep

FRAKTUR & DISLOKASI

Disusun Oleh
Kelompok III

EDY SUPARDI SRI MELATI SURIYANTI ABD. RAHMAN SUPARLANG SARTIKA MARDIANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BARAMULI PINRANG

PRODI S1 KEPERAWATAN 2009

FRAKTUR & DISLOKASI

A. DEFINISI Fraktur adalah pemisahan atau robekan pada kontinuitas tulang yang terjadi karena adanya tekanan yang berlebihan pada tulang dan tulang tidak mampu untuk menahannya. Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144). Fraktur atau umumnya patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap. (Arice, 1995 : 1183) Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan.(Oswari, 2000 : 144) Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, 2000 : 42). B. ETIOLOGI Penyebab fraktur / patah tulang menurut (Long, 1996 : 367) adalah : a. Benturan dan cedera (jatuh pada kecelakaan) b. Fraktur patologik (kelemahan hilang akibat penyakit kanker, osteophorosis) c. Patah karena letih

d. Patah karena tulang tidak dapat mengabsorbsi energi karena berjalan terlalu jauh. Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu : a. Cedera traumatic Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh : 1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan diatasnya. 2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula. 3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat. b. Fraktur Patologik Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut : 1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif. 2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri. 3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah. fraktur melintang dan kerusakan pada kulit

c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran. Etiologi Fraktur ada dua jenis, yaitu : 1. Trauma langsung, yaitu : fraktur yang terjadi karena mendapat rudapaksa, misalnya benturan atau pukulan yang mengakibatkan patah tulang. 2. Trauma tidak langsung, yaitu : bila fraktur terjadi, bagian tulang mendapat rudapaksa dan mengakibatkan fraktur lain disekitar bagian yang mendapat rudapaksa tersebut dan juga karena penyakit primer seperti osteoporosis dan osteosarkoma. Dari etiologi yang dapat menyebabkan fraktur dibagi menjadi dua yaitu fraktur tertutup dan frkatur terbuka. Pada fraktur tertutup akan terjadi kerusakan pada kanalis havers dan jaringan lunak diarea fraktur, akibat kerusakan jaringan tersebut akan terbentuk bekuan darah dan benang-benang fibrin serta hematoma yang akan membentuk jaringan nekrosis. Maka terjadilah respon informasi informasi fibroblast dan kapiler-kapiler baru tumbuh dan membentuk jaringan kemudian dibentuk granulasi. dan Pada sumsum bagian tulang ujung akan periosteum-periosteum, mensuplai osteoblast, fibrokartilago, tulang yang endeosteum

osteoblast fiber-fiber

berproliferasi kartilago dan

membentuk matriks

kartilago hialin dan jaringan penunjang fibrosa. Selanjutnya akan menghubungkan dua sisi fragmen tulang yang rusak, sehingga terjadi osteogenesis dengan cepat sampai terbentuknya jaringan granulasi. Sedangkan pada fraktur terbuka terjadi robekan pada kulit dan pembuluh darah, maka terjadilah perdarahan, darah akan banyak keluar dari ekstra vaskuler dan terjadilah syok hipovolemik, yang ditandai dengan penurunan tekanan darah atau hipotensi syok hipovolemik juga dapt menyebabkan cardiac output menurun dan

terjadilah hipoksia. Karena hipoksia inilah respon tubuh akan membentuk metabolisme an aerob adalah asam laktat, maka bila terjadi metabolisme an aerob maka asam laktat dalam tubuh akan meningkat. C. PATOFISIOLOGI Fraktur / patah tulang terjadi karena benturan tubuh, jatuh / trauma (long, 1996 : 356). Baik itu karena trauma langsung, misalnya : tulang kaki terbentur bumper mobil, karena trauma tidak langsung , misalnya : seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa oleh karena trauma akibat tarikan otot misalnya tulang patella dan dekranon, karena otot triseps dan biseps mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000 : 147). Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. (Mansjoer, 2000 : 346). Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati. (Corwin, 2000 : 299). Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembekakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan syndrom kompartemen. (Brunner & Suddarth, 2002 : 2287).

Pengobatan dari fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif. Theraphy konservatif meliputi proteksi saja dengan mitella atau bidai. Imobilisasi dengan pemasangan gips dan dengan traksi. Sedangkan operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal dan reposisi tertutup dengan kontrol radio logis diikuti fraksasi internal. (Mansjoer, 2000 : 348). Pada pemasangan bidai / gips / traksi maka dilakukan imobilisasi pada bagian yang patah, imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang agak cepat (Price & Willsen, 1995 : 1192). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain : adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka yang disebabkan oleh penekanan, hilangnya otot (Long, 1996 : 378). Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh diimobilisasi, mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1999 : 346). Pada reduksi terbuka dan fiksasi interna (OKIF) fragme-fragmen tulang dipertahankan dengan pen, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadi infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price & Willson, 1995 : 1192). Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri yang hebat (Brunner & Suddarth, 2002 : 2304). Penyimpangan KDM

D. KLASIFIKASI FRAKTUR Fraktur di klasifikasikan sebagai berikut : 1) Fraktur tertutup Merupakan fraktur tanpa komplikasi dengan kulit tetap utuh disekitar fraktur tidak menonjol keluar dari kulit. 2) Fraktur terbuka Pada tipe ini, terdapat kerusakan kulit sekitar fraktur, luka tersebut menghubungkan bagian luar kulit. Pada fraktur terbuka biasanya potensial untuk terjadinya infeksi, luka terbuka ini dibagi menurut gradenya. Grade I : luka bersih, kurang dari 1 Cm. Grade II : luka lebih luas disertai luka memar pada kulit dan otot. Grade III : paling parah dengan perluasan kerusakan jaringan lunak terjadi pula kerusakan pada pembuluh darah dan syaraf. 3) Fraktur komplit Pada fraktur ini garis fraktur menonjol atau melingkari tulang periosteum terganggu sepenuhnya. 4) Fraktur inkomplit Garis fraktur memanjang ditengah tulang, pada keadaan ini tulang tidak terganggu sepenuhnya. 5) Fraktur displaced Fragmen tulang terpisah dari garis fraktur. 6) Fraktur Comminuted Fraktur yang terjadi lebih dari satu garis fraktur, dan fragmen tulang hancur menjadi beberapa bagian (remuk). 7) Fraktur impacted atau fraktur compressi Tulang saling tindih satu dengan yang lainnya. 8) Fraktur Patologis Fraktur yang terjadi karena gangguan pada tulang serta osteoporosis atau tumor. 9) Fraktur greenstick

Pada fraktur ini sisi tulang fraktur dan sisi tulang lain bengkak. E. TANDA DAN GEJALA 1. Nyeri tekan : karena adanya kerusakan syaraf dan pembuluh darah. 2. Bengkak dikarenakan tidak lancarnya aliran darah ke jaringan. 3. Krepitus yaitu rasa gemetar ketika ujung tulang bergeser. 4. Deformitas yaitu perubahan bentuk, pergerakan tulang jadi memendek karena kuatnya tarikan otot-otot ekstremitas yang menarik patahan tulang. 5. Gerakan abnormal, disebabkan karena bagian gerakan menjadi tidak normal disebabkan tidak tetapnya tulang karena fraktur. 6. Fungsiolaesa/paralysis karena rusaknya syaraf serta pembuluh darah. 7. Memar karena perdarahan subkutan. 8. Spasme otot pada daerah luka atau fraktur terjadi kontraksi pada otot-otot involunter. 9. Gangguan sensasi (mati rasa) dapat terjadi karena kerusakan syaraf atau tertekan oleh cedera, perdarahan atau fragmen tulang. 10. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous 11. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan. 12. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah F. KOMPLIKASI - Malunion : Fraktur sembuh dengan deformitas (angulasi, perpendekan/rotasi) - Delayed union : Fraktur sembuh dalam jangka waktu yang lebih dari normal. - Nonunion : Fraktur yang tidak menyambung yang juga disebut pseudoarthritis, nonunion yaitu terjadi karena penyambungan yang tidak tepat, tulang gagal bersambung kembali.

G. PENATALAKSANAAN a. Medis 1) Traksi Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstreminasi klien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu tarikan tulang yang patah. Kegunaan traksi adalah antara lain mengurangi patah tulang, mempertahankan fragmen tulang pada posisi yang sebenarnya selama penyembuhan, memobilisasikan tubuh bagian jaringan lunak, memperbaiki deformitas. Jenis traksi ada dua macam yaitu : Traksi kulit, biasanya menggunakan plester perekat sepanjang ekstremitas yang kemudian dibalut, ujung plester dihubungkan dengan tali untuk ditarik. Penarikan biasanya menggunakan katrol dan beban. Traksi skelet, biasanya dengan menggunakan pin Steinman/kawat kirshner yang lebih halus, biasanya disebut kawat k yang ditusukan pada tulang kemudian pin tersebut ditarik dengan tali, katrol dan beban. 2) Reduksi Reduksi merupakan proses manipulasi pada tulang yang fraktur untuk memperbaiki kesejajaran dan mengurangi penekanan serta merenggangkan saraf dan pembuluh darah. Jenis reduksi ada dua macam, yaitu : Reduksi tertutup, merupakan metode untuk mensejajarkan fraktur atau meluruskan fraktur, dan Reduksi terbuka, pada reduksi ini insisi dilakukan dan fraktur diluruskan selama pembedahan dibawah pengawasan langsung. Pada saat pembedahan, berbagai alat fiksasi internal digunakan pada tulang yang fraktur. b. Fisiotherapi

Alat untuk reimobilisasi mencakup exercise terapeutik, ROM aktif dan pasif. ROM pasif mencegah kontraktur pada sendi dan mempertahankan ROM normal pada sendi. ROM dapat dilakukan oleh therapist, perawat atau mesin CPM (continous pasive motion). ROM aktif untuk meningkatkan kekuatan otot. c. Proses Penyembuhan Tulang 1) Fase formasi hematon (sampai hari ke-5) Pada fase ini area fraktur akan mengalami kerusakan pada kanalis havers dan jaringan lunak, pada 24 jam pertama akan membentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk ke area fraktur sehingga suplai darah ke area fraktur meningkat, kemudian akan membentuk hematoma sampai berkembang menjadi jaringan granulasi. 2) Fase proliferasi (hari ke-12) Akibat dari hematoma pada respon inflamasi fibioflast dan kapiler-kapiler baru tumbuh membentuk jaringan granulasi dan osteoblast hialin berproliferasi dan jaringan membentuk penunjang fibrokartilago, fibrosa, akan kartilago

selanjutnya terbentuk fiber-fiber kartilago dan matriks tulang yang menghubungkan dua sisi fragmen tulang yang rusak sehingga terjadi osteogenesis dengan cepat. 3) Fase formasi kalius (6-10 hari, setelah cidera) Pada fase ini akan membentuk pra prakulius dimana jumlah prakalius nakan membesar tetapi masih bersifat lemah, prakulius akan mencapai ukuran maksimal pada hari ke-14 sampai dengan hari ke-21 setelah cidera. 4) Fase formasi kalius (sampai dengan minggu ke-12) Pada fase ini prakalius mengalami pemadatan (ossificasi) sehingga terbentuk kalius-kalius eksterna, interna dan intermedialis selain itu osteoblast terus diproduksi untuk pembentukan kalius ossificasi ini berlangsung selama 2-3

minggu. Pada minggu ke-3 sampai ke-10 kalius akan menutupi tulang. 5) Fase konsolidasi (6-8 Bulan) dan remoding (6-12 bulan) Pengkokohan atau persatuan tulang proporsional tulang ini akan menjalani transformasi metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalius tulang akan mengalami remodering dimanaosteoblast akan membentuk tulang baru, sementara osteoklast akan menyingkirkan bagian yang rusak sehingga akhirnya akan terbentuk tulang yang menyeruapai keadaan tulang yang aslinya. H. Manifestasi Klinik Manifestasi Klinis Fraktur adalah nyeri, hilangnya sungsi deformitas, pemendekan ekstremitas krepitus, pembekakan lokal dan perubahan warna. 1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai frogmen tulang diimobilisasi bentuk spasme bidai otot yang yang menyertai dirancang fraktur untuk merupakan alamiah

meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. 2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap menjadi seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada faktur lengan atau tungkai menyebabkan defromitas (terlihat maupun dapat 3. Pada teraba) ekstremitas dengan baik terjadi yang bisa diketahui dengan otot yang membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak berfungsi fraktur karena fungsi normal tulang bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot. panjang, pemendekan sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm.

4. Saat

ekstremitas

diperiksa

dengan

tangan,

teraba

adanya

fragmen satu dengan lainnya (uji krepitus dapat kerusakan jaringan lunak yang lebih berat). 5. Pembekakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera. ( Brunner dan Suddarth, 2001 : 2358 ) I. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Foto Rontgen - Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung - Mengetahui tempat dan type fraktur - Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara periodic 2. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. 3. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler 4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ trauma 5. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau cedera hati (Doenges, 1999 : 76 ). J. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian primer - Airway Adanya - Breathing sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk jauh pada trauma multiple) Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi - Circulation TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut 2. Pengkajian sekunder Data demografi : identitas klien Riwayat kesehatan sekarang : kejadian yang mengalami cedera. Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat penyakit DM, TB, arthritis, osteomielitis, dan lain-lain. Riwayat imunisasi : Polio, Tetanus. a. Aktivitas/istirahat kehilangan fungsi pada bagian yang terkena Keterbatasan mobilitas b. Sirkulasi Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas) Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah) Tachikardi Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera Cailary refil melambat Pucat pada bagian yang terkena Masa hematoma pada sisi cedera c. Neurosensori Kesemutan Deformitas, krepitasi, pemendekan kelemahan d. Kenyamanan

nyeri tiba-tiba saat cidera spasme/ kram otot e. Keamanan laserasi kulit perdarahan perubahan warna, pembengkakan local f. Integumen, laserasi, perdarahan edema, perubahan warna kulit. g. Sistem otot : kekuatan gerak koordinasi. h. Pemeriksaan diagnostic. Pemeriksaan ronthgen menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma. Scan tulang, tomogram, scan ct, MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai. Hitung darah lengkap : HT, mungkin meningkat (hemoton sentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan leukosit adalah respon stress normal setelah trauma Diagnosa Keperawatan a. tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan trauma jalan nafas. Tujuan yang ingin dicapai adalah bersihan jalan nafas efektif. Intervensi : yang akan dilakukan adlah, - tinggikan tempat tidur30 derajat, - observasi frekuensi/irama pernafasan, - observasi adanya batuk, wheezing dan edema, - observasi tanda-tanda vital. - Auskultasi bunyi nafas, ajarkan tekhnik nafas dalam, - ubah posisi secara periodic,

- berikan minum2-3 liter/hari - kolaborasi dalam pemberian oksigen. b. resiko tinggi trauma berhubungan dengan hilangnya integritas tulang/fraktur). Tujuan yang akan dicapai adalah klien terhindar dari trauma. Intervensi yang akan dilakukan adalah - pertahanan traksi baring sesuai indikasi letakan papan dibawah tempat tidurortopedik, - pertahanan posisi netral pada bagian, fraktur dengan bantal, - anjurkan klien menghindari untuk beban yang berat, - kolaborasi dengan tim medis lain, rinthgen. c. resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pemasangan kawat di rahang). Tujuan yang akan dicapai adalah gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi. Intervensi yang akan dilakukan adalah, - timbang berat badan setiap hari, - berikan air minum hangat bila mual, - anjurkan klien bersandar bila makan atau minum, - anjurkan makan dengan sedotan berikan makan sedikit tapi sering dengan konsistensi yang sesuai, - Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet. d. gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot Tujuan yang akan dicapai adalah nyeri berkurang. Intervensi yang akan dilakukan adalah - kaji karakteritik nyeri, lokasi dan intensitas (skala 0-10). - Perrtahankan mobilisasi tirah baring, tinggikan bagian ekstremitas yang nyeri, beri kompres dingin, observasi tandatanda vital (TD,N,S,RR). - Ajarkan tekhnik relaksasi, - kolaborasi dengan dokter dalampemberian therapy analgetik.

e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan kerangka neuromuskuler). Tujuan yang akan dicapai adalah klien mampu bermobilisasi secara bertahap. Intervensi yang akan dilakukan adalah - kaji tingkat mobilitas klien, - bantu klien dalam mobilisasi, - ukur TD setelah aktivitas, - bantu klien dalam gerakan pada ekstremitas yang sakit dan tidak sakit, anjurkan klien untuk gerakan pada ekstremitas yang tidak nyeri, - kolaborasi dengan tim medis lain : fisiotherapy. f. resiko tinggi integritas kulit berhubungan dengan cidera tusuk fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi pen, kawat dan sekrup Tujuan yang akan dicapai adalah gangguan integritas kulit teratasi. Intervensi yang akan dilakukan adalah - kaji keadaan luka (adanya tanda-tanda infeksi). - Pertahankan tempat tidur kering dan bebas dari kerutan, rubah posisi akan setiap 2 jam sekali, - lakukan perawatan luka, observasi daerah yang terpasang balutan, libatkan keluarga dalam perawatan luka. g. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan kawat pada rahang. Tujuan yang akan dicapai adalah klien dapat berkomunikasi, dengan baik. Intervensi yang akan dilakukan adalah : tentukan luasnya ketidak mampuan berkomunikasi, berikan pilihan cara berkomunikasi, validasi upaya arti komunikasi, antisipasi kebutuhan, tempatkan catatan didekat klien.

h. resiko tiggi infeksi berhubungan dengan tidak ada kuatnya pertahan primer. Tujuan yang akan dicapai adalah infeksi tidak terjadi. Intervensi yang akan dilakukan adalah - kaji kulit apakah terdapat iritasi atau robekan kontinuitas jaringan observasi tanda-tanda vital, terutama suhu, - observasi tanda-tanda infeksi, lakukan perawatan luka secara septic dan antiseptic, kaji balutan luka - kolaborasi dengan tim medis lain : laboratorium dalam pemeriksaan darah (LED dan leukosit), kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotic. i. Anxietas berhubungan dengan krisis situasi. Tujuan yang akan dicapai adalah klien tidak cemas lagi. Intervensi yang akan dilakukan adalah diskusikan tindakan keamanan, bantu mengekspresikan ketakutan, bantu untuk mengakui kenyataan, termasuk marah, beri penjelasan tentang peubahan wajah, berikan cermin bila pasien menghendaki, ajarkan tekhnik manajemen stress. j. Kurang pegetahuan tentang kondisi prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi Tujuan yang akan dicapai adalah pengetahuan klien akan bertambah. Intervensi yang akan dilakukan adalah kaji sejauh mana tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya, beri pendidikan kesehatan tentang penyakitnya, beri reinfoercement positif jika klien menjawab dengan cepat, pilih berbagai strategi belajar seperti : tekhnik ceramah, tanya jawab dan demonstrasikan dan tanyakan apa yang tidak diketahui klien. MANAJEMEN KEPERAWATAN PENGKAJIAN POST OP

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10). Pengkajian pasien Post op frakture Olecranon (Doenges, 1999) meliputi : a. Sirkulasi Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus). b. Integritas ego Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup. Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis. c. Makanan / cairan Gejala : insufisiensi ; pancreas/DM, malnutrisi (predisposisi (termasuk untuk ; hipoglikemia/ketoasidosis) puasa pra operasi). d. Pernapasan Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok. e. Keamanan Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam. f. Penyuluhan / Pembelajaran Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau obesitas)

membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode

tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi). DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur (Wilkinson, 2006) meliputi : Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op frakture Olecranon (Wilkinson, 2006) meliputi : 1. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan. Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang. Kriteria Hasil : - Nyeri berkurang atau hilang - Klien tampak tenang. Intervensi dan Implementasi : a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri. d. Observasi tanda-tanda vital. R/ untuk mengetahui perkembangan klien

e. Melakukan kolaborasi analgesic

dengan tim medis

dalam pemberian

R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri. 2. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan. Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas. Kriteria hasil : - perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri. - pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu. - Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik. Intervensi dan Implementasi : a. Rencanakan periode istirahat yang cukup. R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal. b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap. R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini. c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan. R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali. d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien. R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.

3. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan secara tidak diinginkan. Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai. Kriteria Hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus. - luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. - Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi. Intervensi dan Implementasi : a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka. R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat. b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka. R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi. c. Pantau peningkatan suhu tubuh R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan. d. d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas. R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi. e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement. R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya. f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan. R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi. g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi. R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.

4. Hambatan

mobilitas

fisik

adalah

suatu

keterbatasan

dalam

kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih. Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal. Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang.. - melakukan pergerakkan dan perpindahan. - mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik : 0 = mandiri penuh 1 = memerlukan alat Bantu. 2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran. 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu. 4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas. Intervensi dan Implementasi : a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan. R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi. b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas. R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan. c. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu. R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal. d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif. R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot. e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi. R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

5. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol. Kriteria hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus. - luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. - Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi. Intervensi dan Implementasi : a. Pantau tanda-tanda vital. R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat. b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik. R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen. c. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll. R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial. d. d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit. R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi. e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik. R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen. 6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi. Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan. Kriteria Hasil : - melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.

- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan. Intervensi dan Implementasi: a. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya. R/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya. b. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang. R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas. c. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya. R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan. d. Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan. R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan

DISLOKASI

PENGERTIAN Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (brunner&suddarth). Keluarnya (bercerainya)kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000) Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang di sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis lokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138). Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi. Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi. KLASIFIKASI Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Dislokasi congenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.

2. Dislokasi patologik : Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang. 3. Dislokasi traumatic : Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi : 1) Dislokasi Akut Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi. 2) Dislokasi Kronik 3) Dislokasi Berulang Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint. Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan. ETIOLOGI Dislokasi disebabkan oleh : 1. Cedera olah raga Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan

dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain. 2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga Benturan 3. Terjatuh Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin 4. Patologis : terjadinya tearligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen vital penghubung tulang keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.

PATOFISIOLOGI Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus terdorong kedepan ,merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah ;lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi da bawah karakoid). MANIFESTASI KLINIS Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Dengan cara pemeriksaan Sinar X ( pemeriksaan X-Rays ) pada bagian anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpahtindih antara kaput humerus dan fossa Glenoid, Kaput biasanya terletak di bawah dan medial terhadap terhadap mangkuk sendi. KOMPLIKASI Dini 1) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut 2) Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak 3) Fraktur disloksi Komplikasi lanjut 1) Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi

2) Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid 3) Kelemahan otot PENATALAKSANAAN Dislokasi Kaput reduksi: yang dikembalikan mengalami ketempat dislokasi semula dengan dan menggunakan anastesi jika dislokasi berat. tulang dimanipulasi dikembalikan ke rongga sendi. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN Identitas dan keluhan utama Riwayat penyakit lalu Riwayat penyakit sekarang Riwayat masa pertumbuhan Pemeriksaan fisik terutama masalah persendian : nyeri, deformitas, fungsiolesa misalnya: bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan Intervensi Kaji skala nyeri Berikan posisi relaks pada pasien

Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi Kolaborasi pemberian analgesic

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi Intervensi Kaji tingkat mobilisasi pasien Berikan latihan ROM Anjurkan penggunaan alat Bantu jika diperlukan

3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit Intervensi Bantu Px mengungkapkan rasa cemas atau takutnya Kaji pengetahuan Px tentangh prosedur yang akan

dijalaninya. Berikan informasi yang benar tentang prosedur yang akan dijalani pasien 4. Gangguan Intervensi Kaji konsep diri pasien Kembangkan BHSP dengan pasien Bantu pasien mengungkapkan masalahnya Bantu pasien mengatasi masalahnya. bodi image berhubungan dengan deformitas dan

perubahan bentuk tubuh

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta. diambil dari : http://asuhan-keperawatan-patriani. blogspot. com/2008/07/fraktur-i.html diambil dari : http : // blog . asuhan keperawatan . com / blog/2009/05/28/fraktur/ diambil dari :http ://www. ilmu keperawatan. com/ asuhan_ keperawatan_fraktur.html diambil dari http://hidayat2.wordpress.com/2009/03/31/askep-dislokasi/

kamis, 16 april 2009

Gadar Fraktur dan Dislokasi

MAKALAH GAWAT DARURAT DENGAN FRAKTUR DAN DISLOKASI

OLEH KELOMPOK 1. Mustakim NIM. PO 7220106045 2. Salman NIM. PO 7220106061 3. Sukmawati NIM. PO 7220106115 4. Wilmina Suitela NIM. PO 7220106078

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT FRAKTUR DAN DISLOKASI

A. Konsep Dasar Teori 1. Definisi 1.1 Fraktur Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Smelter&Bare,2002). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 1995). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Barret dan Bryant, 1990). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi (Doenges, 2000). Fraktur adalah teputusnya jaringan tulang/tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. 1.2 Dislokasi Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis

(tulang lepas dari sendi). (brunner&suddarth). Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000). Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138). 2. Etiologi 2.1 Etiologi Fraktur Fraktur dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : Trauma Langsung : Kecelakaan lalu lintas Trauma tidak langsung: Jatuh dari ketinggian dengan berdiri atau duduk sehingga terjadi fraktur tulang belakang. Proses penyakit (osteoporosis yang menyebabkan fraktur yang patologis). Menurut Oswari E (1993), fraktur terjadi karena adanya : a. Kekerasan langsung Terkena pada bagian langsung trauma. b. Kekerasan tidak langsung Terkena bukan padabagian yang terkena trauma. c. Kekerasan akibat tarikan otot Sedangkan MenurutBarbaraCLong(1996), fraktur terjadi karena adanya : a. Benturan & cedera (jatuh, kecelakaan) b. Fraktur patofisiologi (oleh karena patogen, kelainan) c. Patah karena letih 2.2 Etiologi Dislokasi Dislokasi terjadi saat ligarnen memberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normnal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital). Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang/fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan. Dislokasi disebabkan oleh : 1. Cedera Olah Raga Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola, hoki, serta olah raga yang beresiko jauth misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari kaki karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain. 2. Trauma yamg tidak berhubungan dengan olah raga, benturan keras pada sendi saat kecelakaan

motor biasanya menyebabkan dislokasi 3. Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin. 4. Patologis, terjadinya tear ligament dan kapsul articuler yang merupakan komponen vital penghubung tulang. 3. Tanda dan Gejala 3.1 Fraktur a. Look Deformitas - Penonjolan yang abnormal misalnya fraktur condylus lateralis humerus - Angulasi - Rotasi - Pemendekan - Odema - Echymosis - Laserasi - Fungsi laesa : Hilangnya fungsi misalnya pada fraktur cruris tidak dapat berjalan dan pada fraktur antebrachi tidak dapat menggunakan lengan. b. Feel - Terdapat nyeri tekan dan nyeri sumbu - Kejang otot - Hilang sensasi c. Move Krepitasi Terasa krepitasi bila fraktur digerakkan tetapi ini bukan cara yang baik dan kurang halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran / beradunya ujung-ujung tulang kortikal. Pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi. Nyeri Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif. Gangguan Fungsi Gerakan yang tidak normal Gerakan yang terjadi tidak pada sendi misalnya pertenganhan femur dapat digerakkan. Ini adalah bukti yang paling penting adanya fraktur yang membuktikan adanya putusnya kontuinitas tulang sesuai defenisi fraktur. Hal ini penting untuk membuat visum misalnya bila tidak ada fasilitas

pemeriksaan rontgen.

3.2 Dislokasi a. Deformitas Hilangnya tonjolan tulang yang normal, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada dislokasi anterior sendi bahu. Pemendekan astau pemanjangan (misalnya dislokasi anterior sendi panggul) Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu, misalnya dislokasi posterior sendi panggul kedudukan endorotasi, fleksi dan aduksi. b. Nyeri c. Functio Laesa, misalnya bahu tidak darat endorotasi pada dislokasi anterior bahu. 4. Klasifikasi 4.1 Fraktur a. Menurut jumlah garis fraktur hanya terdapat satu garis fraktur- simple fraktur terdapat lebih dari satu garis.- Multiple fraktur terjadi banyak garis fraktur atau banyak fragmen kecil yang terlepas.- Camminute fraktur b. Menurut garis fraktur tulang tidak terpotong secara total- Fraktur inkomplit tulang terpotong secara total.- Fraktur komplit garis fraktur hampir tak tampak sehingga bentuk tulang tak ada perubahan.- Hair line fraktur c. Menurut bentuk fragmen bentuk fragmen melintang- Fraktur transversal bentuk fragmen miring- Fraktur oblique bentuk fragmen melingkar- Fraktur spiral

d. Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar. - Fraktur terbuka : fragmen tulang sampai menembus kulit Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 (tiga) tingkat, yaitu : 1. Pecahan tulang menusuk kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi ringan, luka < 1 cm. 2. Kerusakan jaringan sedang, potensial infeksi lebih besar, luka > 1 cm (misalnya fraktur Komminutive).

3. Luka besar sampai lebih kurang 8 cm, kehancuran otot kerusakan neurovaskuler, kontaminasi besar misalnya luka tembak. Menurut R. Gustillo, fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat yaitu : Derajat I - Luka < 2 cm - Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk - Fraktur sederhana, transversal, oblik atau kominutif ringan - Kontaminasi minimal Derajat II - Laserasi > 2 cm - Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi - Fraktur kominutif sedang - Kontaminasi sedang

Derajat III Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas : Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi masif. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak. - Fraktur tertutup : fragmen tulang tak berhubungan dengan dunia luar. 4.2 Dislokasi a. Dislokasi Congenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan, Congenital dislocation berhubungan dengan congenital deformities. b. Dislokasi Patologis : Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang. c. Dislokasi Traumatik : Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian

jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan sistem vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Traumatic dislocation, biasanya disertai benturan keras. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi menjadi 3 yaitu: 1. Dislokasi akut umumnya terjadi pada shoulder, elbow dan hip. 2. Dislokasi kronik 3. Dislokasi berulang Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.

5. Patofisiologi

6. Tahap Dan Proses Penyembuhan Tulang a. Haematom : dari pembuluh darah yang pecah. Dalam 24 jam mulai pembekuan darah dan terjadi hematoma di sekitar fraktur. Setelah 24 jam suplai darah ke ujung fraktur meningkat, hematoma ini mengelilingi fraktur dan tidak diabsorbsi selama penyembuhan tapi berubah dan berkembang menjadi granulasi. b. Proliferasi sel. Sel sel dari lapisan dalam periosteum berproliferasi pada sekitar fraktur, di mana sel sel ini menjadi precusor dari osteoblast, osteogenesis ini berlangsung terus, lapisan fibrosa periosteum melebihi tulang. Setelah beberapa hari kombinasi dari periosteum yang meningkat dengan fase granulasi membentuk collar di ujung fraktur. c. Pembentukan callus Enam sampai sepuluh hari setelah fraktur jaringan granulasi berubah dan membentuk callus. Sementara pembentukan cartilago dan matrik tulang diawali dari jaringan callus yang lunak. Callus ini bertambah banyak, callus sementara meluas, menganyam massa tulang dan cartilago sehingga diameter tulang melebihi normal. Hal ini melindungi fragmen tulang tapi tidak memberikan kekuatan callus sementara ini meluas melebihi garis fraktur. d. Ossification Callus yang menetap / apermanen menjadikan tulang kaku karena adanya penumpukan garam garam calcium dan bersatu bersama ujung ujung tulang. Proses ossifikasi ini mulai dari callus bagian luar kemudian bagian dalam dan terakhir bagian tengah. Proses ini terjadi selama 3 10 minggu.

e. Konsolidasi dan Remodelling. Pada waktu yang sama pembentukan tulang yang sebenarnya callus dibentuk dari aktivitas osteoblast dan osteoklast. Kelebihan kelebihan tulang seperti dipahat dan diabsorbsi dari callus.

Proses pembentukan lagi ditentukan oleh beban tekanan dari otot. 7. Pemeriksaan Diagnostik a. Rontgen Menunjukkan lokasi / luasnya fraktur / trauma b. Scan tulang, tonogram, CT scan / MRI Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak. c. Arteriogram Bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler d. Hitung darah lengkap Hematokrit mungkin meningkat atau menurun. Peningkatan jumlah sel darah putih adalah respon stress normal terhadap trauma. e. Kreatinin Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal f. Profil koagulasi Perubahan dapat terjadi pad kehilangan darah, transfusi, multipel / cedera hati. Pada semua tipe fraktur, proses penyembuhan fraktur berhubungan dengan proses penyembuhan tulang. Sedangkan pada dislokasi dilakukan pemeriksaan radiologi untuk memastikan arah dislokasi dan apakah disertai dengan fraktur.

8. Penatalaksanaan 8.1 Pengobatan pada kasus fraktur 8.1.1. Therapi konservatif a. Proteksi saja Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik b. Immobilisasi saja tanpa reposisi Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkoplit dan fraktur dengan kedudukan baik c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips Misalnya fraktur distal radius, immobilisasi dalam pronasi penuh dan fleksi pergelangan d. Traksi Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga penuh / dipasang gips setelah tidak sakit lagi.

8.1.2. Therapi operatif Terapi operatif dengan reposisi secara tetrtutup dengan bimbingan radiologis. a. Reposisi tertutup Fiksasi externa Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intraoperatif maka dipasang alat fiksasi externa. b. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna, misalnya reposisi tertutup fraktur condylair humerus pada anak diikuti dengan pemasangan paralel pins. Reposisi tertutup fraktur colum pada anak diikuti pinning dan immobilisasi gips. Cara ini sekarang terus berkembang menjadi Close Nailing pada fraktur femur dan tibia yaitu pemasangan fiksasi interna intra meduller (pen) tanpa membuka frakturnya. Therapi operatif denganmembuka frakturnya 1. Reposisi terbuka dan fiksasi interna ORIF (Open reduction and internal fixation) Keuntungan cara ini adalah : reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar. Indikasi ORIF : a. Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avanculair tinggi , misalnya : fraktur talus dan fraktur collum femur b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup, misalnya : fraktur avulsi dan fraktur dislokasi. c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan, misalnya ; fraktur monteggia, fraktur galeazzi, fraktur antebrachi, dan fraktur pergelangan kaki. d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yan glabih baik dengan operasi, misalnya : fraktur femur 2. Excisional Arthrplasty Membuang fragmen yang patah yang memnentuk sendi, misalnya : fraktur caput radii pada orang dewasa, dan fraktur collum femur yang dilakukan operasi. 3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis / yang lainnya. Sesuai tujuan pengobatan fraktur yaitu untuk mengembalikan fungsi maka sejak awal harus dipertimbangkan latihan-latihan untuk menceegah atropi otot dan keakuansendi, disertai mobilisasi dini. 8.1.3. Pengobatan Fraktur Terbuka Fraktur terbuka aadalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan dengan segera. Tindakan sugah harus dimulai dari fase pra - Rumah sakit :

a. Pembidaian b. Menghentikan perdarahan dengan verban tekan c. Mengehentikan perdarahan besar dengan klem. Tiba di UGD rumah sakit harus segera periksa menyeluruh oleh karena 40% dari fraktur terbuka merupakan kasus polytrauma. Tindakan life-saving harus segera didahulukan dalam rangka kerja terpadu (Team work). 8.2 Pengobatan pada kasus Dislokasi a. Lakukan reposisi segera b. Dislokasi sendi kecil dapat diresposisi ditempat kejadian tanpa anastesi, misalnya disloksi siku, dislokasi jari (pada fase syok). Dislokasi bahu, siku atau jari dapat direposisi dengan anastesi lokal dan obat penenang misalnya valium. c. Dislokasi sendi besar, misalnya panggul memerlukan anastesi umum. Dalam penanganan kasus dislokasi dapat dilakukan dengan pemberian terapi medika mentosa, reposisi dan program rehabilitasi yaitu sebagai berikut : Reposisi - MUA (Manipular Under General Anastesi) - Hanging Arm Teknik - Hipocratic Methode - Kocher - Eksternal Rotasi Metode :traksi pada humerus distal kemudian eksternal rotasi formarm secara pelan-pelan.hentikan jika terjadinya nyeri. Terapi Medika Mentosa - Analgetik opioid diberikan untuk mengurangi nyeri dengan kualitas tinggi. - Suntikan intrarticular dan anastetik regional teknik telah dilaporkan sukses membantu dalam mereduksi dislokasi shoulder. - Prosedural sedasi dan analgesi umumnya digunakan untuk memperoleh control nyeri yang adekuat dan relaksan otot untuk reduksi.Prosedural sedasi dan analgesi {PSA}yang digunakan Morphine dan midazolam memperlamlambat perawatan di department emergensi serta bebas komplikasi.[emedicene]Etomidate,fentanyl/midazolam,ketamine, atau propofol umumnya digunakan untuk PSA. Program Rehabilitasi a. Non operatif Rehabilatation Penanganan rehabilitasi non operatif bertujuan untuk mengoptimalkan stabilisasi sendi bahu, sebab

komplikasi dislokasi berulang banyak terjadi. Menghindari maneuver yang bersifat provokativ dan penguatan otot secara hati-hati merupakan komponen penting dalam program rehabilitasi. Minggu 0 2, Hindari provokatif posisi termasuk eksternal rotasi, Abduksi dan Distrak. Immobilisasi tergantung umur - Kurang dari 20 tahun 3-4 minggu. - 20-30 tahun 2-3 minggu. - Lebih dari 30- 10 hari sampai 2 minggu. - Lebih dari 40 tahun 3-5 hari. Program dilanjutkan secara bertahap untuk pemulihan fungsi sesuai prosedu rehabilitasi yang telah ditetapkan. b. Operatif Treatment Tujuan utama rehabilitasi adalah : - Memulihkan ROM fungsional secara full - Meningkatkan stabilitas Dynamik. - Kembali aktivitas yang tak dibatasi dan olahraga. 9. Komplikasi 9.1. Komplikasi Fraktur Komplikasi dini 1. Lokal : a. Vaskuler : Compartemen syndrome (Volkmann`s Ischemia), Trauma vaskular b. Neurologis : Lesi medula spinalis atau staraf perifer Komplikasi lanjut. 1. Kekakuan sendi / kontraktur 2. Disuse atropi otot-otot 3. Malunion Tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. 4. Delayed union Proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.

5. Nonunion / Infected nonunion Tulang tidak menyambung kembali. 6. Gangguan pertumbuhan (fraktur epifisis) 7. Osteoporosis post trauma

9.2 Komplikasi Dislokasi a. Komplikasi Dini Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut. Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak. b. Fraktur Dislokasi c. Komplikasi lanjut Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu ,terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral ,yang secara otomatis membatasi Abduksi. dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid kelemahan otot.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a) Pengkajian primer Airway Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk. Breathing Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi. Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut. b) Pengkajian sekunder Aktivitas/istirahat kehilangan fungsi pada bagian yang terkena Keterbatasan mobilitas Sirkulasi Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas) Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah) Tachikardi Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera Capilary refil melambat Pucat pada bagian yang terkena Masa hematoma pada sisi cedera Neurosensori Kesemutan Kelemahan Deformitas lokal, agulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri / anxietas Kenyamanan Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan / kerusakan tulang, dapat berkurang deengan imobilisasi) tak ada nyeri akibat keruisakan syaraf. Spasme / kram otot (setelah immobilisasi). Keamanan laserasi kulit perdarahan perubahan warna pembengkakan local Selain pengkajian diatas, pada kasus dislokasi juga perlu dilakukan pengkajian berupa : - Anamnesis : Ada trauma

Mekanisme trauma yang sesuai, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada dislokasi anterior sendi bahu Ada rasa sendi keluar Bila trauma minimal, hal ini dapat terjadi pada dislokasi rekurens atau habitual Oedema Sulut/tidak dapat bergerak - Pemeriksaan Klinis : Deformitas Hilangnya tonjolan tulang yang normal, misalnya deltoid yang rata pada dislokasi bahu. Pemendekan atau pemanjangan (misalnya dislokasi anterior sendi panggul). Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu, misalnya dislokasi posterior sendi panggul kedudukan panggul endorotasi, fleksi dan adduksi. Nyeri Funcio laesa, misalnya bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi bahu anterior.

2. Prioritas Keperawatan a. Mencegah cedera tulang b. Menghilangkan nyeri c. Mencegah komplikasi d. Memberikan informasi tentang kondisi / prognosis dan kebutuhan pengobatan.

3. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat / traksi. b. Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka : bedah permukaan ; pemasangan kawat, perubahan sensasi, sirkulasi, akumulasi eksresi atau sekret / immobilisasi fisik. c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar fraktur dan kerusakan rangka neuromuskuler. d. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan aliran darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih, hipovolemik dan pembentukan trombus. e. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit dan trauma jaringan. f. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang

informasi, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

4. Intervensi Keperawatan Dx.1 Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat / traksi. Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan. Kriteria Hasil : - Klien menyatakan nyeri berkurang. - Klien menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas terapetik sesuai indikasi untuk situasi individual. - Edema berkurang / hilang. - Tekanan darah normal. - Tidak ada peningkatan nadi dan pernapasan. Intervensi : 1.1 Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas (skala 0 10). Perhatikan petunjuk verbal dan non-verbal Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi derajat ketidaknyamanan dan kebutuhan untuk / keefektifan analgesic. 1.2 Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, dan traksi. Rasional : Meminimalkan nyeri dan menvegah kesalahan posisi tulang / tegangan jaringan yang cedera. 1.3 Tinggikan dan sokong ekstremitas yang terkena. Rasional : Menurunkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan rasa nyeri 1.4 Bantu pasien dalam melakukan gerakan pasif/aktif. Rasional : Mempertahankan kekuatan / mobilisasi otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang terkena. 1.5 Berikan alternatif tindakan kenyamanan (massage, perubahan posisi). Rasional : Meningkatkan sirkulasi umum menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot. 1.6 Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contohnya relaksasi progresif, latihan nafas

dalam, imajinasi visualisasi dan sentuhan terapeutik. Rasional : Meningkatkan sirkulasi umum, mengurangi area tekanan dan kelelahan. otot. 1.7 Lakukan kompres dingin/es selama 24-48 jam pertama dan sesuai indikasi. Rasional : Menurunkan udema/ pembentukan hematoma, menurunkan sensasi nyeri. 1.8 Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik. Rasional : Diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot.

Dx.2 Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka : bedah permukaan ; pemasangan kawat, perubahan sensasi, sirkulasi, akumulasi eksresi atau sekret / immobilisasi fisik. Tujuan : Kerusakan integritas jaringan dapat diatasi. Kriteria Hasil : - Penyembuhan luka sesuai waktu. - Tidak ada laserasi, integritas kulit baik. Intervensi : 2. 1 Kaji kulit untuk luka terbuka, kemerahan, perdarahan, perubahan warna. Rasional : Memberikan informasi gangguan sirkulasi kulit dan masalah-masalah yang mungkin disebabkan oleh penggunaan traksi, terbentuknya edema. 2.2 Massage kulit dan tempat yang menonjol, pertahankan tempat tidur yang kering dan bebas kerutan. Rasional : Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko abrasi/kerusakan kulit. 2.3 Rubah posisi selang seling sesuai indikasi. Rasional : Mengurangi penekanan yang terus-menerus pada posisi tertentu.

2.4 Gunakan bed matres / air matres.

Rasional : Mencegah perlukaan setiap anggota tubuh dan untuk anggota tubuh yang kurang gerak efektif untuk mencegah penurunan sirkulasi.

Dx.3 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar fraktur dan kerusakan rangka neuromuskuler. Tujuan : Kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang. Kriteria Hasil : - Klien akan meningkat/ mempertahankan mobilitas pada tingkat kenyamanan yang lebih tinggi. - Klien mempertahankan posisi /fungsional. - Klien meningkatkan kekuatan /fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh. - Klien menunjukkan teknik yang mampu melakukan aktifitas. Intervensi : 3.1 Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi. Rasional : Mengetahui persepsi diri pasien mengenai keterbatasan fisik aktual, mendapatkan informasi dan menentukan informasi dalam meningkatkan kemajuan kesehatan pasien. 3.2 Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik/rekreasi dan pertahankan rangsang lingkungan.

Rasional : Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri dan membantu menurunkan isolasi sosial. 3.3 Instruksikan dan bantu pasien dalam rentang gerak aktif/pasif pada ekstremitas yang sakit dan yang tak sakit. Rasional : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan respon kalsium karena tidak digunakan. 3.4 Tempatkan dalam posisi telentang secara periodik bila mungkin, bila traksi digunakan untuk menstabilkan fraktur tungkai bawah. Rasional : Menurunkan resiko kontraktur fleksi panggul. 3.5 Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan (contoh mandi dan mencukur).

Rasional : Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan kontrol pasien dalam situasi dan meningkatkan kesehatan diri langsung. 3.6 Berikan/bantu dalm mobilisasi dengan kursi roda, kruk dan tongkat sesegera mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilisasi. Rasional : Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring (contoh flebitis) dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ. 3.7 Awasi TD dengan melakukan aktivitas dan perhatikan keluhan pusing. Rasional : Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring lama dan dapat memerlukan intervensi khusus. 3.8 Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/napas dalam. Rasional : Mencegah/menurunkan insiden komplikasi kulit/pernapasan (contoh dekubitus, atelektasis dan pneumonia). 3.9 Auskultasi bising usus. Rasional : Tirah baring, pengguanaan analgetik dan perubahan dalam kebiasaan diet dapat memperlambat peristaltik dan menghasilkan konstipasi. 3.10 Dorong penigkatan masukan cairan sanpai 2000-3000 ml/hari. Rasional : Mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan resiko infeksi urinarius, pembentukan batu dan konstipasi. 3.11 Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan atau rehabilitasi spesialis. Rasional : Berguna dalan membuat aktivitas individual/program latihan. Dx.4 Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan aliran darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih, hipovolemik dan pembentukan trombus. Tujuan : Disfungsi neurovaskuler perifer tidak terjadi. Kriteria Hasil : - Mempertahankan perfusi jaringan yang ditandai dengan terabanya pulsasi. - Kulit hangat dan kering.

- Perabaan normal. - Tanda vital stabil. - Urine output yang adekuat Intervensi : 4.1 Kaji kembalinya kapiler, warna kulit dan kehangatan bagian distal dari fraktur. Rasional : Pulsasi perifer, kembalinya perifer, warna kulit dan rasa dapat normal terjadi dengan adanya syndrome comfartemen syndrome karena sirkulasi permukaan sering kali tidak sesuai. 4.2 Kaji status neuromuskuler, catat perubahan motorik / fungsi sensorik. Rasional : Lemahnya rasa/kebal, meningkatnya penyebaran rasa sakit terjadi ketika sirkulasi ke saraf tidak adekuat atau adanya trauma pada syaraf. 4.3 Kaji kemampuan dorso fleksi jari-jari kaki. Rasional : Panjang dan posisi syaraf peritoneal meningkatkan resiko terjadinya injuri dengan adanya fraktur di kaki, edema/comfartemen syndrome/malposisi dari peralatan traksi.

4.4 Monitor posisi / lokasi ring penyangga bidai. Rasional : Peralatan traksi dapat menekan pembuluh darah/syaraf, khususnya di aksila dapat menyebabkan iskemik dan luka permanen. 4.5 Monitor vital sign, pertahanan tanda-tanda pucat/cyanosis umum, kulit dingin, perubahan mental. Rasional : In adekuat volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan. 4.6 Pertahankan elevasi dari ekstremitas yang cedera jika tidak kontraindikasidengan adanya compartemen syndrome. Rasional : Mencegah aliran vena / mengurangi edema.

Dx.5 Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit dan trauma jaringan. Tujuan : Resiko infeksi tidak terjadi dan tidak menjadi actual.

Kriteria Hasil : - Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu. - Bebas drainase purulen, eritema dan demam. - Tidak ada tanda-tanda infeksi. Intervensi : 5.1 Inspeksi kulit untuk mengetahui adanya iritasi atau robekan kontinuitas. Rasional : Pen atau kawat yang dipasang masuik melalui kulit dapat memungkinkan terjadinya infeksi tulang. 5.2 Kaji sisi pen/kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri/rasa terbakar atau adanya edema, eritema, drainase/bau tak enak. Rasional : Dapat mengindikasi timbulnya infeksi lokal/nekrosis jaringan dan dapat menimbulkan osteomielitis. 5.3 Berikan perawatan pen/kawat steril sesuai protokol dan latihan mencuci tangan. Rasional : Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi. 5.4 Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan, bau drainase yang tak enak/asam. Rasional : Tanda perkiraan infeksi gangren. 5.5 Kaji tonus otot, refleks tendon dalam dan kemampuan untuk berbicara. Rasional : Kekakuan otot, spasme tonik otot rahang dan disfagia menunjukkan terjadinya tetanus. 5.6 Selidiki nyeri tiba-tiba/keterbatasan gerakan dengan oedema lokal/eritema ektremitas cedera. Rasional : Dapat mengindikasikan terjadinya osteomielitis. 5.7 Lakukan prosedur isolasi. Rasional : Adanya drainase purulen akan memerlukan kewaspadaan luka/linen untuk mencegah kontaminasi silang. 5.8 Berikan obat sesuai indikasi seperti antibiotik IV/topikal dan Tetanus toksoid. Rasional : Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaktik atau dapat ditujukan pada mikroorganisme khusus.

Dx.6 Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi. Tujuan : Pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga bertambah. Kriteria Hasil : - Menyatakan pehaman kondisi, prognosis dan pengobatan. - Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan tindakan. Intervensi : 6.1 Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang. Rasional : Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi. 6.2 Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan terapis fisik bila diindikasikan. Rasional : Banyak fraktur memerlukan gips, bebat atau penjepit selama proses penyembuhan. Kerusakan lanjut dan pelambatan penyembuhan dapat terjadi sekunder terhadap ketidaktepatan pengguanaan alat ambulasi. 6.3 Buat daftar aktivitas dimana pasien dapat melakukannya secara mandiri dan yang memrlukan bantuan. Rasional : Penyusunan aktivitas sekitar kebutuhan dan yang memerlukan bantuan. 6.4 Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dab di bawah fraktur. Rasional : Mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelelahan otot, meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari secara dini. 6.5 Diskusikan pentingnya perjanjian evaluasi klinis. Rasional : Penyembuhan fraktur memerlukan waktu tahunan untuk sembuh lengkap dan kerja sama pasien dalam program pengobatan membantu untuk penyatuan yang tepat dari tulang. 6.6 Informasikan pasien bahwa otot dapat tampak lembek dan atrofi (massa otot kurang). Anjurkan untuk memberikan sokongan pada sendi di atas dan di bawah bagian yang sakit dan ginakan alat bantu mobilitas, contoh verban elastis, bebat, penahan, kruk, walker atau tongkat. Rasional : Kekuatan otot akan menurun dan rasa sakit yang baru dan nyeri sementara sekunder terhadap

kehilangan dukungan.

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLTEKKES KALIMANTAN TIMUR JURUSAN KEPERAWATAN dipo

PENATALAKSANAAN FRAKTUR PADA ANAK

DIPOSTING OLEH ADMIN MINGGU, 14 DESEMBER 2008

Dengan mobilitas yang tinggi disektor lalu lintas dan faktor kelalaian manusia sebagai salah satu penyebab paling sering terjadinya kecelakaan yang dapat menyebabkan fraktur. Penyebab yang lain dapat karena kecelakaan kerja, olah raga dan rumah tangga.(7) Fraktur yang terjadi dapat mengenai orang dewasa maupun anak-anak, Fraktur yang mengenai lengan bawah pada anak sekitar 82% pada daerah metafisis tulang radius distal,dan ulna distal sedangkan fraktur pada daerah diafisis yang terjadi sering sebagai faktur type green-stick. Daerah metafisis pada anak relatif masih lemah sehingga fraktur banyak terjadi pada daerah ini, selebihnya dapat mengenai suprakondiler humeri (transkondiler humeri) diafisis femur dan klavikula, sedangkan yang lainnya jarang.(4,5) Fraktur pada anak mempunyai keistimewaan dibanding dengan dewasa, proses penyembuhannya dapat berlangsung lebih singkat dengan remodeling yang sangat baik,hal ini disebabkan karena adanya perbedaan anatomi, biomekanik serta fisiologi tulang anak yang berbeda dengan tulang orang dewasa. Selain itu proses penyembuhan ini juga dipengaruhi oleh faktor mekanis dan faktor biologis.(6)

2.1. Definisi (7)


Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang.

2.2.Anatomi dan Fisiologi (4,5,6)


Ada perbedaan yang mendasar antara fraktur pada anak dengan fraktur pada orang dewasa, perbedaan tersebut pada anatomi, biomekanik, dan fisiologi tulang. Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai daerah pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa, sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti. Tulang panjang terdiri dari : epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis merupakan bagian paling atas dari tulang panjang, metafisis merupakan bagian yang lebih lebar dari ujung tulang

panjang, yang berdekatan dengan diskus epifisialis, sedangkan diafisis merupakan bagian tulang panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi primer. Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi. Lokasi dan keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah. Pada anak, terdapat lempeng epifisis yang merupakan tulang rawan pertumbuhan. Periosteum sangat tebal dan kuat dimana pada proses bone helding akan menghasilkan kalus yang cepat dan lebih besar daripada orang dewasa. Perbedaan di atas menjelaskan perbedaan biomekanik tulang anak-anak dibandingkan orang dewasa, yaitu : Biomekanik tulang Tulang anak-anak sangat porous, korteks berlubang-lubang dan sangat mudah dipotong oleh karena kanalis Haversian menduduki sebagian besar tulang. Faktor ini menyebabkan tulang anak-anak dapat menerima toleransi yang besar terhadap deformasi tulang dibandingkan orang dewasa. Tulang orang dewasa sangat kompak dan mudah mengalami tegangan dan tekanan sehingga tidak dapat menahan kompresi. Biomekanik lempeng pertumbuhan Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yang melekat pada metafisis yang bagian luarnya diliputi oleh periosteum sedang bagian dalamnya oleh procesus mamilaris. Untuk memisahkan metafisis dan epifisis diperlukan kekuatan yang besar. Tulang rawan lempeng epifisis mempunyai konsistensi seperti karet yang besar. Biomekanik periosteum Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah mengalami robekan dibandingkan orang dewasa. Pada anak-anak, pertumbuhan merupakan dasar terjadinya remodelling yang lebih besar dibandingkan pada orang dewasa, sehingga tulang pada anak-anak mempunyai perbedaan fisiologi, yaitu : Pertumbuhan berlebihan (over growth) Pertumbuhan diafisis tulang panjang akan memberikan stimulasi pada pertumbuhan panjang, karena tulang rawan lempeng epifisis mengalami hiperemi pada waktu penyambungan. Deformitas yang progresif Kerusakan permanen pada lempeng epifisis akan terjadi pemendekan atau angulasi. Fraktur total Pada anak-anak fraktur total jarang bersifat komunitif karena tulangnya sangat fleksibel dibandingkan orang dewasa.

2.3.Etiologi (7,6,8)

Fraktur dapat disebabkan karena oleh : 1. Trauma 2. Non Trauma 3. Stress 1. Trauma
Trauma dapat dibagi menjadi trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, sedangkan trauma tidak langsung bilamana titik tumpuan benturan dengan terjadinya fraktur bergantian.

2. Non Trauma
Fraktur terjadi karena kelemahan tulang akibat kelainan patologis didalam tulang, non trauma ini bisa karena kelainan metabolik atau infeksi.

3. Stress Fraktur stress terjadi karena trauma yang terusmenerus pada suatu tempat tertentu. 2.4.Klasifikasi (2,6,8)
Klasifikasi fraktur pada anak dapat dikelompokkan berdasarkan radiologis, anatomis, klinis dan fraktur yang khusus pada anak. A. Klasifikasi Radiologi - Fraktur Buckle atau torus - Tulang melengkung - Fraktur green-stick - Fraktur total B. Klasifikasi Anatomis - Fraktur epifisis - Fraktur lempeng epifisis - Fraktur metafisis - Fraktur diafisis C. Klasifikasi Klinis - Traumatik - Patologik - Stress D. Fraktur khusus pada anak - Fraktur akibat trauma kelahiran

Fraktur yang terjadi pada saat proses kelahiran sering terjadi pada saat melahirkan bahu bayi, (pada persalinan sungsang). Fraktur yang terjadi biasanya disebabkan karena tarikan yang terlalu kuat yang tidak disadari oleh penolong. - Fraktur salter-Haris Klasifikasi salter haris untuk patah tulang yang mengenai lempeng epifisis distal tibia dibagi menjadi lima tipe : Tipe 1 : Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi periosteumnya masih utuh. Tipe 2 : Periost robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis lepas sama sekali dari metafisis. Tipe 3 : Patah tulang cakram epifisis yang melalui sendi Tipe 4 : Terdapat fragmen patah tulang yang garis patahnya tegak lurus cakram epifisis Tipe 5 : Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan kematian dari sebagian cakram tersebut.

Beberapa jenis fraktur khusus pada anak


Ada 2 jenis fraktur khusus pada anak yaitu di daerah epifisis dan di lempeng epifisis. Fraktur epifisis jarang terjadi tanpa disertai dengan fraktur lempeng epifisis, yang dibagi dalam : 1. Fraktur avulsi akibat tarikan ligamen 2. Fraktur kompresi yang bersifat komunitif 3. Fraktur osteokondral Fraktur pada lempeng epifisis merupakan 1/3 dari seluruh fraktur pada anak-anak. Lempeng epifisis berupa diskus tulang rawan yang terletak diantara epifisis dan metafisis. Banyak klasifikasi fraktur lempeng epifisis, yaitu menurut Poland, Salter-Harris, Aitken, Weber, Rang dan Ogend. Tapi yang paling sering digunakan adalah menurut Salter-Harris karena paling mudah, praktis dan memenuhi syarat untuk terapi dan prognosis. Klasifikasi menurut Salter-Harris dibagi dalam lima tipe, yaitu
(6,7)

Tipe I
Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi periosteumnya masih utuh.

Tipe II
Garis fraktur melalui sepanjang lempeng epifisis dan membelok ke metafisis dan akan membentuk suatu fragmen metafisis yang berbentuk segitiga disebut tanda Thurston-Holland.

Tipe III
Garis fraktur mulai permukaan sendi melewati lempeng epifisis kemudian sepanjang garis lempeng epifisis.

Tipe IV

Merupakan fraktur intra-intraartikuler yang melalui permukaan sendi memotong epifisis serta seluruh lapisan lempeng epifisis dan berlanjut pada sebagian metafisis.

Tipe V
Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan kematian dari sebagian cakram tersebut. 2.5.Diagnosa
(2,6,7)

Diagnosis fraktur ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu radiologis. Pada anak biasanya diperoleh dengan alloanamnesis dimana ditemukan adanya riwayat trauma dan gejala-gejala seperti nyeri, pembengkakan, perubahan bentuk dan gangguan gerak. Pada pasien dengan riwayat trauma yang perlu ditanyakan adalah waktu terjadinya, cara terjadinya, posisi penderita dan lokasi trauma. Bila tidak ada riwayat trauma berarti merupakan fraktur patologis. Pada pemeriksaan fisik dilakukan : Look (Inspeksi) - Deformitas : angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi (rotasi, perpendekan atau perpanjangan). - Bengkak atau kebiruan. - Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak) Feel (Palpasi) - Tenderness (nyeri tekan) pada derah fraktur. - Krepitasi. - Nyeri sumbu. Move (Gerakan) - Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif. - Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya. Pemeriksan trauma di tempat lain seperti kepala, thorak, abdomen, tractus urinarius dan pelvis. Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskular bagian distal fraktur yang berupa pulsus arteri, warna kulit, temperatur kulit, pengembalian darah ke kapiler (Capillary refil test), sensasi motorik dan sensorik. Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pemeriksan Radiologi. Untuk melengkapi deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan selanjutnya. Foto rontgen minimal harus dua proyeksi yaitu AP dan lateral.

2.6.Penyembuhan Fraktur pada Anak (2,6,7,8)


Proses penyembuhan fraktur adalah suatu proses biologis alami yang akan terjadi pada setiap fraktur. Setiap tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut.

Proses penyembuhan mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan bila lingkungannya memadai maka bisa sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis seperti imobilisasi sangat penting untuk penyembuhan, selain itu faktor biologis juga sangat esensial dalam penyembuhan fraktur. Proses penyembuhan fraktur berbeda-beda pada tulang kortikal (pada tulang panjang), tulang kanselosa (pada metafisis tulang panjang dan tulang-tulang pendek) dan pada tulang rawan persendian.

Penyembuhan fraktur pada tulang kortikal


1. Fase hematoma

(2,6,7,8)

Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu :

Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma. 2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen. 3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis) Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblast diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlengketan polisakarida oleh garamgaram kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologi kalus atauwoven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur. 4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)

Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap. 5. Fase remodeling Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase remodeling ini, perlahanlahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.

Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa

(3)

Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa terjadi secara cepat karena beberapa faktor, yaitu : 1. Vaskularisasi yang cukup. 2. Terdapat permukaan yang lebih luas. 3. Kontak yang baik memberikan kemudahan vaskularisasi yang cepat. 4. Hematoma memegang peranan dalam penyembuhan fraktur. Tulang kanselosa yang berlokalisasi pada metafisis pada tulang panjang, tulang pendek serta tulang pipih diliputi oleh korteks yang tipis. Penyembuhan fraktur pada daerah tulang kanselosa melalui proses pembentukan kalus interna dan endosteal. Pada anak-anak proses penyembuhan pada daerah korteks juga memegang peranan penting. Proses osteogenik penyembuhan sel dari bagian endosteal yang menutupi trabekula, berproliferasi untuk membentuk woven bone primer didalam daerah fraktur yang disertai hematoma. Pembentukan kalus interna mengisi ruangan pada daerah fraktur. Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa terjadi pada daerah dimana terjadi kontak langsung diantara kedua permukaan fraktur yang berarti satu kalus endosteal. Apabila terjadi kontak dari kedua fraktur maka terjadi union secara klinis. Selanjutnya woven bone diganti oleh tulang lamelar dan tulang mengalami konsolidasi.

Penyembuhan fraktur pada tulang rawan persendian

(8)

Tulang rawan hialin permukaan sendi sangat terbatas kemampuannya untuk regenerasi. Pada fraktur intraartikuler penyembuhan tidak terjadi melalui tulang rawan hialin, tetapi terbentuk melalui fibrokartilago. Waktu penyembuhan fraktur (2) Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak jauh lebih cepat daripada orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena aktifitas proses osteogenesis pada periosteum dan endosteum dan juga berhubungan dengan proses remodelling tulang pada anak sangat aktif dan makin berkurang apabila umur bertambah. Selain itu fragmen tulang pada anak mempunyai

vaskularisasi yang baik dan penyembuhan biasanya tanpa komplikasi. Waktu penyembuhan anak secara kasar adalah setengah kali waktu penyembuhan pada orang dewasa. 2.7.Penatalaksanaan Fraktur
(2,3,7,8)

Pilihan adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan harus mengingat tujuan pengobatan fraktur, yaitu : mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin. I. Terapi Konservatif a. Proteksi saja Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik. b. Immobilisasi saja tanpa reposisi Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik. c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips Misalnya fraktur supracondylair, fraktur colles, fraktur smith. Reposisi dapat dengan anestesi umum atau anestesi lokal dengan menyuntikkan obat anestesi dalam hematoma fraktur. Fragmen distal dikembalikan pada kedudukan semula terhadap fragmen proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips. Misalnya fraktur distal radius, immobilisasi dalam pronasi penuh dan fleksi pergelangan. d. Traksi Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang gips setelah tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi Hamilton Russel/traksi Bryant). Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg, untuk anak-anak waktu dan beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi definitif, bilamana tidak maka diteruskan dengan immobilisasi gips. Untuk orang dewasa traksi definitif harus traksi skeletal berupa balanced traction. II. Terapi Operatif a. Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis (image intensifier, C-arm) : 1. Reposisi tertutup-Fiksasi eksterna Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intraoperatif maka dipasang alat fiksasi eksterna. 2. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna Misalnya : reposisi fraktur tertutup supra condylair pada anak diikuti dengan pemasangan paralel pins. Reposisi tertutup fraktur collumum pada anak diikuti pinning dan immobilisasi gips. Cara ini sekarang terus dikembangkan menjadi close nailing pada fraktur femur dan tibia, yaitu pemasangan fiksasi interna intra meduller (pen) tanpa membuka frakturnya. b. Terapi operatif dengan membuka frakturnya :

1. Reposisi terbuka dan fiksasi interna ORIF (Open Reduction and Internal Fixation) Keuntungan cara ini adalah : - Reposisi anatomis. - Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar. Indikasi ORIF : a. Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya : - Fraktur talus. - Fraktur collum femur. b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya : - Fraktur avulsi. - Fraktur dislokasi. c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya : - Fraktur Monteggia. - Fraktur Galeazzi. - Fraktur antebrachii. - Fraktur pergelangan kaki. d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi, misalnya : fraktur femur. 2. Excisional Arthroplasty Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi, misalnya : - Fraktur caput radii pada orang dewasa. - Fraktur collum femur yang dilakukan operasi Girdlestone. 3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore atau yang lainnya. Sesuai tujuan pengobatan fraktur yaitu untuk mengembalikan fungsi maka sejak awal sudah harus diperhatikan latihan-latihan untuk mencegah disuse atropi otot dan kekakuan sendi, disertai mobilisasi dini. Pada anak jarang dilakukan operasi karena proses penyembuhannya yang cepat dan nyaris tanpa komplikasi yang berarti. III. Pengobatan Fraktur Terbuka Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera. Tindakan sudah harus dimulai dari fase pra-rumah sakit : -Pembidaian -Menghentikan perdarahan dengan perban tekan -Menghentikan perdarahan besar dengan klem

Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari fraktur terbuka merupakan polytrauma. Tindakan life-saving harus selalu didahulukan dalam kerangka kerja terpadu (team work).

DAFTAR PUSTAKA
1. Apley and Solomon, Fracture and Joint Injuries in Apleys System of Orthopaedics and Fractures, Seventh Edition, Butterwordh-Heinemann, London, 1993, pp. 499-515. 2. Armis, Prinsip-prinsip Umur Fraktur dalam Trauma Sistema Muskuloskeletal, FKUGM, Yogyakarta, hal : 1-32. 3. Berend ME, Harrelson JM, Feagin JA, Fractures and Dislocation in Sabiston Jr DC, Texbook of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice, Fifteenth Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia, 1997, pp. 1398-1400. 4. Carter MA, Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi dalam Price SA, Wilson LM, Patofisiologi Konsep-konsep Klinis Proses- proses Penyakit, Buku II, edisi 4, EGC, Jakarta, 1994, hal 117580. 5. Dorland, Kamus Kedokteran, edisi 26, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1996, hal 523,638,1119. 6. Rasjad C, Trauma dalam Pengantar Ilmu Bedah Orthopaedi, Bintang Lamumpatue Ujung Pandang, 1998, hal : 343-525 7. Reksoprodjo, S, Pemeriksaan Orthopaedi dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 1995, hal : 453-471. 8. Sjamsuhidajat R, Sistem Muskuloskeletal dalam Syamsuhidajat R, de Jong W, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997, hal : 1124-1286
skan oleh mustakim di 14:18

Anda mungkin juga menyukai