Anda di halaman 1dari 3

Abses peritonsil secara tradisional merupakan tonsilitis akut yang berlangsung secara terus menerus dan menimbulkan komplikasi,

yang dapat berkembang menjadi celulitis dan kemudian membentuk abses, penelititan terbaru mengyatakan bahwa weber gland memiliki peran penting dalam pembentukan abses peritonsil. Weber gland terdiri dari 20-25 mucous salivary glands yang terletak pada ruang superior dari tonsil pada palatum molle dan terhubung dengan permukaan tonsil oleh sebuah duktus. kelenjar tersebut membersihkan tonsil dari debris debris serta sisa sisa makanan yang terjebak dalam kripta, jika kelenjar weber mengalami peradangan, dapat terjadi celulitis lokal, jika keadaan ini terus berlanjut maka duktus pada permukaan tonsil akan mengalami obstruksi yang progresif karena inflamasi pada daerah sekitarnya. Hasil dari jaringan yang nekrosis serta pus yang terbentuk akan menimbulkan gejala klasik dari abses peritonsil. Abses ini secara umum terbentuk di areapalatum molle yng terletak pada bagian superior tonsil, yaitu lokasi weber gland, pada kaus abses peritonsilar yang terjadi pada pasien yang telah menjalani tonsilektomi,semakin memperkuat teori bahwa weber gland memiliki peran terhadap patogenesis terjadinya abses peritonsilar. Tenaga medis lain mengikutsertakan periodontal disease yang signifikan dan merokok sebagai salah satu penyebabterjadinya abses peritonsilar.1 Bakteri yang seringkali menyebabkan peritonsilar abses adalah bakteri grup A streptococcus beta hemolitycus.2,3 namun tidak menutup kemungkinan bakteri lain juga dapat menyebabkan abses peritonsil, bakteri aerob teridri dari grup A streptococcus, staphylococcous aureus, haemophylus influenza, bakteri anaerob terdiri dari fusobacterium, peptostreptococcus, pigmented prevotella.1 Tatalaksana kasus Drainase abses, antibiotik, dan supportive terapi. Oleh karena peritonsil selulitis merupakan kondisi transisional untuk terbentuknya abses peritonsil maka, tatalaksanan yang diberikan sama dengan abses peritonsil, kecuali drainase surgikal. Prosedur utama bagi drainase peritonsil adalah needle aspiration, insisi, dan drainase, serta tonsilektomi segera. Drainase menggunakan salah satu metode ini dan dikombinasi dengan terapi antibiotik dapat meresolusi abses peritonsilar lebih dari 90% kasus, tonsilektomi segera dapat membantu drainase dari abses ini, tonsilektomi ditujukan pada pasien yang memiliki indikasi, ataupada pasien yang mengalami abses peritonsil berulang, maupun non resolving peritonsilar abses. Terapi antibiotik secara empiris merupakan antimikrobial yang efektif melawan grup A streptococcus beta hemolitikus dan bakteri anaerob, beberapa penelitian menunjukkan bahwa

penggunaan penicillin intravena saja sama efektifnya dengan penggunaan antibiotik spektrum luas,pada penelitian ini jugadinyatakan bahwa, apabila respon klinis terhadap penggunaan penicillin inadekuat pada 24 jam pertama, maka penggunaan antibiotik broad spektrum dapat dijadikan pengganti, beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa abses peritonsil yang disebabkan oleh bakteri anaerob dapat di berikan antibiotik spektrum luas sebagai first line terapi. Walaupun penggunaan steroid biasa digunakan untuk mengatasi edema dan inflamasi pada penyakit penyakit otolaring lain, namun penggunaanya dalam terapi abses peritonsilar belum diteliti lebih lanjut,sehingga dapat digunakan sebagai terapi rutin bagi abses peritonsilar.

PCN Allergic >Erythromycin 500 mg P.O. qid Clindamycin 600 mg IV drip, followed by clindamycin 300 mg p.o. q 6 h is an alternative to the above and is a second line drug if the above fails.

Komplikasi
1. Abses pecah spontan perdarahan aspirasi paru(pyemia)/aspirasi pneumoni 2. Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring abses parafaring 3. Bila menjalar sampai intrakranialtrombosis sinus kavernosus, meningitis, dan abses

otak 4. Septikemia

Anda mungkin juga menyukai