Phthisis Bulbi
5/3/12
Preseptor: Dr. Ardizal Rahman, Sp. M (K) Dr. Heksan, Sp. M (K)
Oleh: Tiara Ella Sari Dwi Sabtika Julia Click to edit Master subtitle style Freade Akbar
5/3/12
Etiologi
Stadium akhir dari sejumlah penyakit ocular dengan penyebab yang bervariasi Factor risiko penting yang berperan dalam terjadinya phthisis termasuk
Kegagalan prosedur bedah (seperti katarak, glaucoma, bedah retina) dan inflamasi (seperti keratitis, uveitis, endoftalmitis), intraocular (seperti melanoma koroidal, retinoblastoma)
5/3/12
Infeksi
Keganasan
Epidemiologi
Informasi mengenai insidensi phthisis bulbi masih terbatas Prevalensi phthisis bulbi pada mata yang dienukleasi terdokumentasikan dengan baik, berkisar 11,2% hingga 18.7% dengan rata-rata 13.7% Peningkatan pada jumlah enukleasi untuk phthisis bulbi selama dua decade terakhir
5/3/12
Phthisis bulbi melibatkan pasien lanjut usia, biasanya usia 65-85 tahun Anak-anak dan dewasa (20 tahun) sangat jarang terjadi (3.7-6.4%), terutama diakibatkan oleh trauma ocular dan malformasi congenital. Mata kanan dan kiri sama jumlah kejadiannya. Dua puncak usia pada 35 dan 75 tahun ditemukan 69 kasus phthisis5/3/12 bulbi dengan riwayat trauma.
Patofisiologi
5/3/12
5/3/12
didukung oleh nonpigmented epithelium dari badan siliar, endotel vaskulatur iris, dan endotel Schlemm's canal terletak di posterior terdiri dari RPE (bagian luar) dan membrane endotel dari vaskulatur retina (bagian dalam)
BRB:
Gangguan apapun yang terjadi pada 5/3/12 barier ocular darah oleh trauma,
Hipotonis ocular dan phthisis bulbi Hipotonis ocular, merupakan tekanan intraocular 5mmHg pada pengukuran berturut-turut pada mata individu. Tanda klinis dan gejala biasanya reversible pada stadium akut dan transien. Penurunan TIO secara kronik dapat menyebabkan efek yang merusak fungsi dan morfologi jaringan intraocular yang 5/3/12 akhirnya menyebabkan phthisis bulbi.
5/3/12
Penyebab tersering hipotonis ocular pada phthisis bulbi (trauma, filtrasi atau bedah vitreoretina, uveitis) dengan ciri khas defek pada lapisan korneoskleral (fistulasi eksternal dan internal), insifisiensi badan siliar (siklodialisis, siklodestruksi) choroid dan retinal detachment, atau inflamasi (primer dan sekunder). Reduksi tekanan intra ocular akibat inflamasi dimediasi oleh prostaglandin 5/3/12
kombinasi inflamasi dengan hipotonis menyebabkan siklus self-perpetuating. Efek serupa dengan penurunan produksi akuos dapat dilihat pada pasien dengan siklodialisis traumatic sekunder terhadap perforasi atau bedah glaucoma. Selain itu, inflamasi intraocular menyebabkan pemecahan BAB dengan pelepasan protein plasma, sitokin, kemotaktik, dan factor angiogenik (TGF-, tumor necrosis factor- (TNF-), VEGF, angiopoietin-1, 5/3/12 -2) yang akan berkontribusi pada
Penyembuhan luka ocular pada phthisis bulbi Proliferasi fibrovaskular dan jaringan fibrosa dapat juga dilihat setelah trauma (pada konkusio, perforasi) atau tindakan pembedahan vitreoretina dengan komplikasi. Serupa dengan vitreoretinopati proliferasi, ia menunjukkan respon penyembuhan luka ocular yang spesifik, dimana jika tidak diobati dengan baik, berdapak pada 5/3/12
Ringkasnya, luka ocular disebabkan karena pemecahan bloodocular barrier dengan pelepasan komponen serum dan factor kemotaktik seperti fibronektin (FN), TGF-, and platelet-derived growth factor (PDGF) ke dalam kamera okuli anterior dan ruang vitreus. Faktor-faktor ini mempercepat migrasi, proliferasi, dan transformasi sel inflamasi dan RPE. Akhirnya sel dapat mengsekresi growth factor tambahan dan sitokin seperti 5/3/12 interleukin (IL-1, -6), TNF-, and TGF-,
Kalsifikasi distrofi dan osifikasi heterotopik pada phthisis bulbi Kalsifikasi dan osifikasi adalah degenerasi jaringan stadium akhir yang sering. Keduanya dapat dilihat pada mata yang ptisis, sering berhubungan dengan inflamasi kronik, trauma multiple, ablasio retina yang lama. Deposit kalsium intraocular terutama terdiri dari kalsium fosfat dan karbonat dan secara khusus terjadi pada kornea 5/3/12
5/3/12
Diagnosis Banding
Walaupun penyakit yang mendasari dan klinis dari phthisis bulbi bervariasi, penyakit stadium akhir sangat jarang terlewatkan karena karakteristik tampilan klinis (mata yang kecil, lunak, dan atrofi) yang sering dihubungkan dengan penurunan atau hilangnya penglihatan. Akan tetapi, klinisi harus mewaspadai semua penyakit yang berpotensi yang jika tidak ditangani dengan baik akan dapat menyebabkan 5/3/12 kebutaan, sering sakit pada mata yang
Hampir semua phthisis bulbi menjadi buta, nyeri, dan secara kosmetik tidak dapat diterima bagi pasien. Komplikasi yang berbahaya termasuk ulkus kornea dan perforasi dengan risiko inflamasi ocular dan periokular (panoftalmitis), simpatetik oftalmia, dan transformasi keganasan.
5/3/12
Ilustrasi Kasus
5/3/12
Keluhan Utama : Mata kiri tidak bisa melihat sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit Riwayat Penyakit Sekarang : Awalnya pasien gotong royong memecahkan keramik 9 hari sebelum masuk rumah sakit dan terasa pecahan keramik melenting ke mata kiri. Pasien berusaha mengeluarkan lentingan 5/3/12
Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien tidak pernah menderita sakit mata sebelumnya. Pasien tidak ada menderita sakit darah tinggi maupun sakit gula. Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit mata 5/3/12
OD Visus Refleks Fundus Silia/ Suprasilia Palpebra Superior Palpebra Inferior Margo Palpebra Aparat Lakrimal Konjungtiva Tarsalis Konjungtiva Fornics Konjungtiva Bulbi Sklera Kornea 20/40 + Madarosis (-), Trikiasis (-) Edema (-) Edema (-) Hordeolum (-), kalazion(-) Lakrimasi (+) hiperemis (-) hiperemis (-) hiperemis (-) Putih Bening
OS 0 Madarosis (-), Trikiasis (-) Edema (+) Edema (+) Hordeolum (-), kalazion(-) Lakrimasi (+) hiperemis (+), kemosis +
5/3/12
Kamera Okuli Anterior Iris Pupil Lensa Korpus Vitreum Fundus Media Papil Optikus Retina Makula Aa:vv. Retina Tekanan Bulbus Okuli Gerakan Bulbus Okuli Posisi Bulbus Okuli
Cukup dalam, tenang Coklat, rugae (+) Bulat, refleks (+/-) Bening Bening Bening Bulat, batas tegas, c/d 0,3-0,4 Perdarahan (-), eksudat (-) Refleks fovea (+) 2:3 N (palpasi) Bebas ke segala arah Ortho
Dangkal, hipopion (+) Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai Tidak tembus
5/3/12
Diagnosis :
OD Normal
Bening Bulat, batas Tidak dpt dinilai tegas Aa : vv = 2 : 3 Refleks Fovea + Orthoforia
5/3/12 enoftalmus
Putih Dangkal,Hipere Cukup dalam mis +,Hifema +,koagulum + 5/3/12 Coklat,Rugae + Tidak dpt dinilai
SO TIO
OD Normal
Fundus Bening Media Bulat, batas Papil Tidak dpt dinilai tegas Pembuluh darah Aa : vv = 2 : 3 Retina Makula Refleks Fovea + Posisi Orthoforia enoftalmus Bebas ke segala Gerakan -5/3/12 arah
Diskusi
Pasien laki-laki umur 50 tahun datang ke IGD RSUP M. Djamil dengan keluhan utama mata kiri tidak bisa melihat sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada anamnesis didapatkan pasien gotong royong memecahkan keramik 9 hari sebelum masuk rumah sakit dan terasa pecahan keramik melenting ke mata kiri. Pasien berusaha mengeluarkan lentingan tersebut dengan tangan, dan sebagian keluar namun masih terasa mengganjal. 5/3/12 Pasien merasa penglihatan mata kiri
6 hari sebelum masuk rumah sakit pasien merasa tiba-tiba keluar darah dari mata kiri disertai keluar suatu benda yang kenyal dan bening dari mata kiri berbentuk bulat dengan ukuran diameter kira-kira 3mm. Pasien mengaku tidak bisa melihat apa-apa sejak saat itu. Pasien telah berobat ke RSUD Sungai Penuh Kerinci dengan tindakan perban mata dan dirujuk ke RSUP M Djamil Padang. Riwayat 5/3/12 hipertensi dan Diabetes Mellitus tidak
Pada pemeriksaan status opthalmikus mata kiri didapatkan, visus 0, reflex fundus (-), palpebra superior dan inferior edema, konjungtiva hiperemis dan kemosis, kornea ruptur di bagian inferior dan tampak isi bola mata keluar, kamera okuli anterior dangkal dan terdapat hipopion, fundus tidak tembus, posisi bulbus okuli enoftalmus. Sedangkan pada mata kanan didapatkan visus 20/40, dan reflex pupil +/-.
5/3/12
Dari anamnesis dan pemeriksaan status ophtalmikus pasien didiagnosis sebagai phthisis bulbi OS dengan prolaps isi bola mata dan dianjurkan untuk terapi pembedahan yaitu eviserasi OS. Untuk terapi awal dapat diberikan injeksi ceftriakson 2 x 1 gram dan parasetamol 3 x 500 mg. Prognosis pasien ini buruk.
5/3/12