Anda di halaman 1dari 15

TUGAS PROFESI KEPENDIDIKAN (AMDK 544) BIMBINGAN DAN KONSELING

DOSEN PEMBIMBING: Dr. H. Karyono Ibnu Ahmad Ali Rahman, S.Pd

OLEH: Linda (A1C310005) Ella Mawarni (A1C310017) Puji Lestari (A1C310018) Hendra (A1C310019) KELOMPOK 1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN 2012

Bimbingan dan Konseling

I.

Pengertian Bimbingan dan Konseling A. Pengertian Bimbingan Bimbingan dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkedinambungan, agar individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri. Sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak,secara wajar. Sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, kgJuarga, masyarakat, dan kehidupan pada umumnya.Dengan demikian dia akan dapat menikmati kebahagiaan hidupnya dan memberikan sumbangan yang berarti kepada kehidupan rnasyarakat pada umumnya. Bimbingan membantu individu, mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial " (Rochman Natawidjaja, 1987:31 ). Pakar bimbingan yang lain mengungkapkan bahwa: Bimbingan ialah suatu proses pemberian bantuan yang terus-menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan. (Moh. Surya, 1988:12). Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada seseorang (individu) atau sekelompok orang agar mereka itu dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. Kemandirian ini mencakup,lima fungsi pokok yang hendaknya dijalankan oleh pribadi mandiri, yaitu: (a) mengenal diri sendiri dan lingkungannya, (b) menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamis, (c) mengambil keputusan, (d) mengarahkan diri, dan (e) mewujudkan diri. (Prayitno,1983:2 dan 1987: 35). Lebih lanjut dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada.seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri ; dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku (Prayitno ,2004: 99).

B. Pengertian Konseling Konseling merupakan terjemahan dari counseling, yaitu bagian dari bimbingan, baik sebagai pelayanan maupun sebagai teknik. Pelayanan konseling merupakan jantung hati dari usaha layanan bimbingan secara keseluruhan (counseling is the heart guidance program) dan Ruth strang menyatakan guidance is broader counseling is a most important tool of guidance. (Ruth Strang,1958). Jadi, konseling merupakan inti dan alat yang paling penting dalam bimbingan. Selanjutnya, Rochman Natawidjaja (1987: 32 ) mendefinisikannya bahwa konseling adalah satu jenis pelayanan yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan. Konseling dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua orang individu, di mana yang seorang (yaitu konselor) berusaha membantu yang lain (yaitu konseli) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalahmasalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang. Pakar yang lain mengungkapkan bahwa konseling itu merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada konseli supaya dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya dalam memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan datang. Dalam pembentukan konsep diri ini berarti bahwa dia memperoleh konsep yang sewajarnya mengenai: (a) dirinya sendiri, (b) orang lain, (c) pendapat orang lain tentang dirinya, (d) tujuan-tujuan yang hendak dicapainya, dan (e) kepercayaannya. (Moh. Surya, 1988:38). II. Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan di Sekolah Bila tujuan pendidikan pada akhirnya adalah pembentukan manusia yang utuh, maka proses pendidikan harus dapat membantu siswa mencapai kematangan emosional dan sosial, sebagai individu dan anggota masyarakat selain mengembangkan kemampuan inteleknya. Bimbingan dan konseling menangani masalah masalah atau hal hal di luar bidang garapan pengajaran, tetapi secara tidak langsung menunjang tercapainya tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah itu. Kegiatan ini dilakukan melalui layanan secara khusus terhadap semua siswa agar dapat mengembangkan dan memanfaatkan kemampuannya secara penuh (Mortensen & Schemuller, 1969) Bimbingan dan konseling semakin hari semakin dirasakan perlu keberadaannya di setiap sekolah. Hal ini didukung oleh berbagai macam

faktor, seperti dikemukakan oleh Koestoer Partowisastro (1982) sebagai berikut : 1 . Sekolah merupakan lingkungan hidup kedua sesudah rumah, dimana anak dalam waktu sekian jam ( 6 jam) hidupnya berada di sekolah. 2 . Para siswa yang usianya relatif masih muda sangat membutuhkan bimbingan baik dalam memahami keadaan dirinya, mengarahkan dirinya, maupun dalam mengatasi berbagai macam kesulitan. Kehadiran konseler di sekolah dapat meringankan tugas guru (Lundquist dan Chamely yang dikutip oleh Belkin, 1981). Mereka menyatakan bahwa konselor ternyata sangat membantu guru, dalam hal : 1 . Mengembangkan dan memperluas pandangan guru tentang masalah afektif yang mempunyai kaitan erat dengan profesinya sebagai guru. 2 . Mengembangkan wawasan guru bahwa keadaan emosionalnya akan mempengaruhi proses belajar mengajar. 3 . Mengembangkan sikap yang lebih positif agar proses belajar siswa lebih efektif. 4 . Mengatasi masalah masalah yang ditemui guru dalam melaksanakan tugasnya. Konselor dan guru merupakan suatu tim yang sangat penting dalam kegiatan pendidikan. Keduanya dapat saling menunjang terciptanya proses pembelajaran yang lebih efektif. Oleh karena itu, kegiatan bimbingan dan konseling, tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan sekolah. III. Tujuan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Ada lima hal yang akan dicapai dengan usaha bimbingan dan konseling di sekolah, yaitu: 1. Mengenal diri sendiri dan lingkungan Dengan adanya usaha bimbingan dan konseling, diharapkan siswa dapat mengenal dirinya sendiri dan lingkungan di mana dia berada. Mengenal diri sendiri adalah dalam arti mengenal kekuatan serta

kekurangan/kelemahan yang ada pada dirinya. Selanjutnya berdasarkan pengenalan diri sendiri dilanjutkan dengan pengenalan lingkungan. Lingkungan dalam arti yang sangat umum, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, pekerjaan, lingkungan masyarakat, dan sebagainya. Dengan

mengenal diri sendiri dan lingkungan itu, diharapkan mereka (siswa) dapat melihat hubungan dan kemungkinan yang tersedia serta memperkirakan apa yang dapat mereka capai sesuai dengan diri mereka sendiri. 2. Dapat menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis Diharapkan siswa tidak saja mengenal kekuatan yang mereka miliki dan mengenal lingkungan yang serba memberi kemungkinan-kemungkinan yang baik saja, tetapi mereka juga harus mengenal kekurangankekurangan serta keterbatasan yang ada pada diri mereka. Dengan mengenal kekurangan/keterbatasan yang ada pada diri mereka, akhirnya diharapkan mereka mampu menerima apa yang ada atau apa adanya yang terdapat pada diri mereka. Kemampuan untuk menerima apa yang ada pada diri mereka ini termasuk salah satu tujuan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah. 3. Dapat mengambil keputusan sendiri tentang berbagai hal Dengan terpenuhinya tujuan yang pertama dan kedua, hendaknya siswa mampu memutuskan sendiri suatu tindakan yang akan mereka lakukan sesuai dengan keadaan yang ada pada diri mereka dan lingkungan di mana mereka berada. Misalnya pemilihan terhadap jurusan/sekolah yang akan mereka masuki, pemilihan pekerjaan yang akan mereka tempati dan sebagainya. Kenyataan menunjukkan bahwa seseorang yang dapat menentukan sendiri sesuatu hal tanpa dipaksa oleh pihak lain, akan memberi kepuasan tersendiri bagi dirinya pribadi. 4. Dapat mengarahkan diri sendiri Sejalan dengan tujuan yang ketiga, kegiatan bimbingan dan konseling juga bertujuan untuk mengarahkan siswa kepada sesuatu sesuai dengan bakat, minat, kemampuan yang ada pada mereka. Namun lebih jauh lagi, bimbingan dan konseling menginginkan agar pada akhirnya siswa mampu

mengarahkan diri mereka sendiri yang didasarkan pada keputusan yang mereka ambil sesuai dengan apa yang ada pada mereka. 5. Dapat mewujudkan diri sendiri Dengan pengenalan diri dan lingkungan, dengan pengambilan keputusan sendiri dan dengan mengarahkan diri, akhirnya diharapkan siswa dapat mewujudkann (merealisasikan) dirinya sendiri. IV. Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Proses Pembelajaran di Sekolah Dalam proses pembelajaran siswa, setiap guru mempunyai keinginan agar semua siswanya dapat memperoleh hasil belajar yang baik dan

memuaskan. Harapan tersebut sering kali kandas dan tidak bias terwujud, seiring siswa mengalami berbagai macam kesulitan dalam belajar. Sebagai pertanda bahwa siswa mengalami kesulitan dalam belajar dapat diketahui dari berbagai jenis gejalanya seperti dikemukakan Abu Ahmadi (1977) sebagai berikut : 1. Hasil belajarnya rendah, di bawah rata-rata kelas. 2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukannya. 3. Menunjukkan sikap yang kurang wajar; suka menentang, dusta, tidak mengerjakan tugas, dsb. 4. Menunjukkan tingkah laku yang berlainan seperti suka membolos, suka mengganggu, dsb.

Pada kondisi siswa yang mengalami kesulitan belajar kadang-kadang ada yang mengerti bahwa dia mempunyai masalah tetapi tidak tahu

bagaimana mengatasinya, dan ada juga yang tidak mengerti kepada siapa ia harus meminta bantuan dalam menyelesaikan masalahnya. Apabila masalanya itu belum bias terselesaikan, mereka mungkin tidak dapat belajar dengan baik, karena konsentrasinya akan terganggu.

V.

Landasan Bimbingan Konseling Dalam rnenyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya selalu mengacu pada asas-asas bimbingan dan konseling dan diterapkan sesuai dengan asas-asas bimbingan dan konseling. Asas-asas ini dapat dianggap sebagai suatu rambu-rambu dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling. Beberapa asas yang perlu diterapkan dan diingat adalah sebagai berikut : (1) asas kerahasiaan, (2) asas kesukarelaan, (3) asas keterbukaan (4) asas kekinian, (5) asas kemandirian, (6) asas kegiatan, (7) asas kedinamisan, (8) asas keterpaduan, (9) asas kenormatilbn, (10) asas keahlian (1 1) asas alih tangan, dan (12) asas tut wuri handayani, (Prayitno, 1983:6-12 dan 2OO4: 11-120). Untuk mendapatkan wawasan yang memadai mengenai asas-asas pokok bimbingan di atas dijelaskan sebagai berikut. a. Asas Kerahasiaan Secara khusus pelayanan bimbingan dan konseling adalah melayani individu-individu yang bermasalah. Masih banyak orang yang beranggapan bahwa mengalami masalah merupakan suatu aib yang harus ditutup-tutupi sehingga tidak seorang pun (selain diri sendiri) boleh tahu akan adanya masalah itu. Keadaan seperti ini sangat menghambat pemanfaatan pelayanan bimbingan oleh masyarakat (khususnya siswi di sekolah). Jika bimbingan dan konseling di sekolah hendak dimanfaatkan secara penuh, masyarakat sekolah perlu mengetahui bahwa pelayanan bimbingan dan konseling harus menerapkan asas-asas kerahasiaan secara penuh. Dalam hal ini, masalah yang dihadapi oleh seorang siswa tidak akan diberitahukan kepada orang lain yang tidak berkepentingan. Segala sesuatu yang disampaikan oleh siswa kepada konselor, misalnya akan dijaga kerahasiaannya. Demikian juga hal-hai tertentu yang dialami oleh siswa (khususnya hal-hal yang bersifat negatif) tidak akan rnenjadi bahan gunjingan. Asas kerahahasiaan merupakan asas kunci dalam upaya bimbingan dan konseling. Jika asas ini benar-benar dijalankan maka para penyelenggara bimbingan dan konseling di sekoiah akan mendapat kepercayaan dari para siswa dan pelayanan bimbingan dan konseling akan dimanfaatkan secara baik oleh siswa. Namun, jika yang terjadi justru

sebaliknya para penyelenggara bimbingan dan konseling tidak memperhatikan asas tersebut, maka pelayanan bimbingan dan konseling (khususnya yang-benar benar menyangkut kehidupai siswa) tidak mempunyai arti lagi bahkan mungkin dijauhi oleh para siswa. b. Asas kesukarelaan Jika asas kerahasiaan memang benar-benar telah tertanam pada diri (calon) terbimbing/konseli atau klien, dapat diharapkan bahwa mereka yang mengalami masalah akan dengan sukarela mernbawa masalahnya itu kepada pembimbing untuk meminta bimbingan. Bagairnana halnya dengan klien (konseli) kiriman apakah dalam hal ini asas kesukarelaan dilanggar? Dalam hal ini, pembimbing (konselor) berkewajiban mengembangkan sikap sukarela pada diri klien (konseli) sehingga klien (konseli) mampu menghilangkan rasa keterpaksaannya memberikan data kepada pembimbing. Kesukarelaan tidak hanya dituntut pada diri (calon) terbimbing/konseli atau klien saja, tetapi juga hendaknya berkembang pada diri pembirnbing/konselor. Para penyelenggara bimbingan dan konseling hendaknya mampu menghilangkan rasa bahwa tugas ke-BK-annya itu merupakan sesuatu yang memaksa diri mereka. Lebih disukai lagi apabila para petugas itu merasa terpanggil untuk melaksanakan layanan bimbingan dan konseling. c. Asas Keterbukaan Bimbingan dari konseling yang efisien hanya berlangsung dalam suasana keterbukaan, baik yang dibimbing maupun si pembimbing/konselor bersikap terbuka. Keterbukaan ini bukan hanya sekadar berarti "bersedia menerima saran-saran dari luar" tetapi, dalam hal ini lebih pentinq masing-masing yang bersangkutan bersedia membukakan diri untuk konseling misalnya, klien (konseli) diharapkan dapat berbicara sejujur mungkin dan terbuka tentang dirinya sendiri. Dengan keterbukaan ini penelaahan masalah serta pengkajian berbagai kekuatan dan kelemahan klien menjadi mungkin. Perlu diperhatikan bahwa keterbukaan hanya akan terjadi bila, klien (konseli) tidak lagi mempersoalkan asas kerahasiaan yang mestinya diterapkan oleh konselor. Untuk keterbukaan klien (konseli), konselor harus terus menerus membina suasana hubungan konseling sedemikian rupa sehingga klien (konseli) yakin bahwa konselor juga bersikap terbuka

dan yakin bahwa asas kerahasiaan memang terselenggarakan. Kesukarelaan klien tentu saja menjadi dasar bagi keterbukaannya. d. Asas Kekinian Masalah klien (konseli) vang langsung ditanggulangi melalui upaya bimbingan dan konseling ialah masalah-masalah vang sedang dirasakan kini (sekarang), bukan rnasalah yang sudah lampau, dan juga bukan masalah yang mungkin akan dialami di masa mendatang. Bila ada hai-hal tertentu yang menyangkut masa lampau dan/atau masa datang vang perlu dibahas dalam upaya bimbingan dan konseling yang sedang diselenggarakan, pembahasan hal itu hanyalah merupakan latar belakang/latar depan dan masalah yang dihadapi sekaran. Yang paling pentinq ialah apa yang perlu ditanggulangi sekarang, sehingga masalah vang dihadapi itu teratasi. Dalam usaha yang bersifat pencegehan pun pada dasarnya pertanyaan yang perlu dijawab adalah apa yang perlu dilakukan sekarang sehingga kemungkinan yang kurang baik di masa datang dapat dihindari? e. Asas Kemandirian Seperti dikemukakan terdahulu kemandirian merupakan tujuan dari usaha pelayanan bimbingan dan konseling. Dalam memberikan para petugas bimbingan dan konseling hendaklah selalu berusaha menghidupkan kemandirian pada diri orang yang dibimbing; jangan hendaknya orang yang dibimbing itu menjadi tergantung pada orang lain, khususnya pada pembimbing (konselor). Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan si terbimbing (konseli) dapat berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain atau tergantung pada konselor. Individu yang dibimbing setelah dibantu diharapkan dapat mandiri dengan ciri-ciri pokok mampu: (a) (b) (c) (d) mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya, menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis, mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri, mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu, dan

(e)

mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat dan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya.

Kemandirian dengan ciri-ciri umum di atas haruslah disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan peranan klien (konseli) dalam kehidupannya sehari-hari. Kemandirian sebagai hasil konseling menjadi arah dari keseluruhan proses konseling, dan hal itu didasari baik oleh konselor maupun klien (konseli). f. Asas Kegiatan Usaha pelayanan bimbingan dan konseling akan memberikan buah yang tidak berarti bila individu yang dibimbing tidak melakukan kegiatan dalam mencapai tujuan-tujuan bimbingan. Hasil-hasil usaha bimbingan tidak tercipta dengan sendirinya, tetapi harus diraih oleh individu yang bersangkutan. Para pemberi pelayanan bimbingan dan konseling hendaknya menimbulkan suasana kegiatan sehingga individu yang dibimbing itu mampu menyelenggarakan kegiatan yang dimaksud. Asas kegiatan ini merujuk pada pola konseling "multidimensional" yang tidak hanya rnengandalkan transaksi verbal antara klien (konseli) dan konselor. Dalam konseling yang berdimensi verbal pun asas kegiatan masih harus terselenggara, yaitu klien (konseli) aktif menjalani proses konseling dan aktif pula melaksanakan/menerapkan hasil-hasil konseling. g. Asas Kedinamisan Upaya pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri individu yang dibimbing, yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Perubahan ini tidaklah sekadar mengulang-ulang hal-hal yang bersifat monoton, melainkan perubahan yang selalu menuju ke sesuatu pembaruan, sesuatu yang lebih maju. h. Asas Keterpaduan Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha memadukan berbagai aspek dari individu yang dibimbing. Sebagaimana diketahui individu yang dibimbing itu memiliki berbagai segi yang kalau keadaannya tidak saling serasi dan terpadu akan menimbulkan masalah. Di samping keterpaduan pada diri individu yang dibimbing, juga

diperhatikan keterpaduan isi dan proses pelayanan yang diberikan. Hendaknya jangan bertentangan dengan aspek pelayanan yang lain. Untuk terselenggaranya asas keterpaduan, konselor perlu memiliki wawasan yang luas tentang perkembangan klien (konseli) dan aspekaspek lingkungan klien (konseli), serta berbagai sumber yang dapat diaktifkan untuk menangani masaiah klien (konseli). Kesemuanya itu dipadukan dalam keadaan serasi dan saling menunjang daiam upaya bimbingan dan konseling. i. Asas Kenormatifan Sebagaimana dikemukakan terdahulu, usaha pelayanan bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/negara, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ini diterapkan terhadap isi maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi pelayanan harus sesuai dengan norma-norma yang ada. Demikian pula prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai tidak menyimpang dari norma-norma yang dimaksudkan. Ditilik dari permasalahan klien (konseli), barangkali pada awalnya ada materi bimbingan dan konseling yang tidak bersesuaian dengan norma (misalnya klien (konseli) )mengalami masalah melanggar normanorma tertentu), namun justru dengan pelayanan bimbingan dan konselinglah tingkah laku yang melanggar norma itu diarahkan kepada yang lebih bersesuaian dengan norma. j. Asas Keahlian Usaha bimbingan dan konseling perlu dilakukan secara teratur, sistematik, dan dengan mempergunakan teknik alat yang memadai. Asas keahlian ini akan menjamin keberhasilan usaha bimbingan dan konseling, dan selanjutnya keberhasilan usaha bimbingan dan konseling akan menaikkan kepercayaan masyarakat pada bimbingan dan konseling. Asas keahlian selain mengacu kepada kualifikasi konselor (misalnya pendidikan sarjana bidang bimbingan dan konseling), juga kepada pengalaman. Teori dan praktik bimbingan dan konseling perlu

dipadukan. Oleh karena itu, seorang konselor ahli harus benar-benar menguasai teori dan praktik konseling secara baik. k. Asas Alih Tangan Asas ini mengisyaratkan bahwa bila seorang petugas bimbingan dan konseling (konselor) sudah mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu klien (konseli), namun klien (konseli) belum dapat terbantu sebagaimana diharapkan maka petugas itu mengalihtangankan klien (konseli) tersebut kepada petugas atau badan lain yang lebih ahli. Di samping itu, asas ini juga menasihatkan agar petugas bimbingan dan konseling hanya menangani masalah-masalah klien (konseli) sesuai dengan kewenangan petugas yang bersangkutan. Setiap masalah hendaknya ditangani oleh ahli yang berwenang untuk itu. l. Asas Tut Wuri Handayani Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara pembimbing dan yang dibimbing. Lebih-lebih di lingkungan sekolah, asas ini makin dirasakan manfaatnya dan bahkan perlu dilengkapi dengan ing ngarso sung tulodo, ing madya mbangun karsa. Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan adanya pada waktu siswa mengalami masalah dan menghadap pembimbing saja, namun di luar hubungan kerja ke-BK-an pun hendaknya dirasakan adanya dan manfaatnya.

VI.

Bidang Bimbingan Belajar, Pribadi, Sosial, Karir Beberapa bidang/jenis bimbingan yang dikemukakan oleh Djumhur dan M.Surya (1975): 1. Bimbingan Pengajaran/Belajar a. Bagaimana belajar yang efisien dan efektif baik belajar perorangan maupun secara kelompok. b. Membantu bagaimana cara mempelajari suatu buku dan menggunakan buku tersebut.

c. Bagaimana caranya membuat tugas-tugas sekolah dan bagaimana pula mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian. d. Bantuan dalam hal bagaimana memilih mata-mata pelajaran tertentu sehingga sesuai dengan bakat, minat, cita-cita dan kemampuan. e. Bantuan dalam hal bagaimana caranya menghadapi kesulitan-kesulitan dalam mata-mata pelajaran tertentu. f. Bimbingan dalam memilih mata pelajaran tambahan. 2. Bimbingan Pekerjaan (vocational guidance) Ialah bantuan yang diberikan kepada siswa dalam masalah yang berhubungan dengan pekerjaan atau jabatan yang akan dimasukinya, dan merencanakan pendidikan yang tepat guna menempati suatu pekerjaan yang dicita-citakan, juga membantu individu dalam penyesuaian diri dengan pekerjaan. Dalam vocational guidance ini antara lain berupa: a. Membantu dalam hal mengenal berbagai jenis pekerjaan/jabatan yang ada dalam masyarakat yang mungkin dapat dimasuki siswa. b. Membantu dalam hal menjelaskan tentang berbagai jenis

pekerjaan/jabatan dengan segala persyaratannya. c. Membantu untuk memperoleh pekerjaan sambilan bagi siswa yang membutuhkan. 3. Bimbingan Sosial (social guidance) Bantuan yang diberikan kepada siswa agar dia dapat menyesuaikan dirinya dalam lingkungan sosialnya. Bantuan ini dapat berupa: a. Membantu bagaimana untuk mendapatkan kelompok belajar dan kelompok bermain yang sesuai. b. Membantu bagaimana caranya berperan dalam kehidupan kelompok. c. Membantu untuk mendapatkan teman-teman sehingga dapat menjadi sahabat yang sesuai/akrab. d. Membantu kelompok. untuk menyesuaikan diri dengan anggota-anggota

4. Bimbingan dalam Masalah-Masalah Pribadi (personal guidance) Adalah bimbingan yang diberikan kepada individu dalam hal

memecahkan masalah-masalah yang sangat kompleks dan bersifat sekolah. Masalah-masalah seperti itu biasanya disebabkan oleh karena individu itu kurang atau tidak mampu menyesuaikan dirinya dengan keadaan atau kenyataan yang ada pada dirinya terutama menyangkut aspek-aspek perkembangan, keluarga, persahabatan, cita-cita, dan sebagainya. Untuk menyelesaikan masalah tersebut biasanya dilakukan dengan konseling.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Riska dan Syahril. 1986. Pengantar Bimbingan dan Konseling. Padang: Angkasa Raya. Prayitno. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta. Satori Djaman. 2007. Profesi Keguruan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Soetjipto dan Raflis Kosasi. 2007. Profesi Keguruan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sukardi. 2000. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai