Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Embolus paru banyak terjadi akibat lepasnya suatu trombosis yang berasal dari pembuluh darah vena di kaki. Trombus terbentuk dari beberapa elemen sel dan fibrin yang kadang-kadang berisi protein plasma seperti plasminogen. Menurut virchow (dalam Himawan S., 1986)terdapat tiga faktor penting yang memegang peranan timbulnya trombus(trias virchow), yaitu ; 1. Perubahan permukaan endotel pembuluh darah 2. Perubahan pada aliran darah dan 3. Perubahan pada konstitusi darah. Jika terjadi kerusakan pada trombosit maka akn dilepaskan suatu zat tromboplastin. Zat inilah yang merangsang proses pembentukan beku darah (trombus). Tromboplastin akan mengubah protrombin yang terdapat dalam darah menjadi trombin, kemudian bereaksi dengan fibrinogen menjadi fibrin. B. Tujuan Tujuan penulisan laporan pendahuluan ini adalah: a. Mengetahui dan mempelajari lebih dalam mengenai penyakit Emboli paru. b. Mengetahui tata laksana dan asuhan keperawatan pada klien emboli paru. c. Mendeskripsikan diagnosa keperawatan yang muncul pada asuhan keperawatan klien dengan penyakit emboli paru. d. Mendeskripsikan rencana keperawatan yang dibuat pada asuhan keperawatan klien dengan dengan emboli paru. e. Mendeskripsikan tindakan-tindakan yang harus dilakukan pada asuhan keperawatan klien dengan emboli paru. BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Emboli Paru (Pulmonary Embolism)adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus, yang terjadi secara tiba-tiba. Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah. Biasanya arteri yang tidak tersumbat dapat memberikan darah dalam jumlah yang memadai ke jaringan paru-paru yang terkena sehingga kematian jaringan bisa dihindari. Tetapi bila yang tersumbat adalah pembuluh yang sangat besar atau orang tersebut memiliki kelainan paru-paru

sebelumnya, maka jumlah darah mungkin tidak mencukupi untuk mencegah kematian paru-paru. Sekitar 10% penderita emboli paru mengalami kematian jaringan paru-paru, yang disebut infark paru. Jika tubuh bisa memecah gumpalan tersebut, kerusakan dapat diminimalkan. Gumpalan yang besar membutuhkan waktu lebih lama untuk hancur sehingga lebih besar kerusakan yang ditimbulkan. Gumpalan yang besar bisa menyebabkan kematian mendadak. B. Penyebab Kebanyakan kasus disebabkan oleh bekuan darah dari vena, terutama vena di tungkai atau panggul. Penyebab yang lebih jarang adalah gelembung udara, lemak, cairan ketuban atau gumpalan parasit maupun sel tumor. Penyebab yang paling sering adalah bekuan darah dari vena tungkai, yang disebut trombosis vena dalam. Gumpalan darah cenderung terbentuk jika darah mengalir lambat atau tidak mengalir sama sekali, yang dapat terjadi di vena kaki jika seseorang berada dalam satu posisi tertentu dalam waktu yang cukup lama. Jika orang tersebut bergerak kembali, gumpalan tersebut dapat hancur, tetapi ada juga gumpalan darah yang menyebabkan penyakit berat bahkan kematian. Penyebab terjadinya gumpalan di dalam vena mungkin tidak dapat diketahui, tetapi faktor predisposisinya (faktor pendukungnya) sangat jelas, yaitu: Pembedahan Tirah baring atau tidak melakukan aktivitas dalam waktu lama (seperti duduk selama perjalanan dengan mobil, pesawat terbang maupun kereta api) Stroke Serangan jantung Obesitas (kegemukan) Patah tulang tungkai tungkai atau tulang pangggul Meningkatnya kecenderungan darah untuk menggumpal (pada kanker tertentu, pemakaian pil kontrasepsi, kekurangan faktor penghambat pembekuan darah bawaan) Persalinan Trauma berat Luka bakar. C. Gejala Emboli yang kecil mungkin tidak menimbulkan gejala, tetapi sering menyebabkan sesak nafas. Sesak mungkin merupakan satu-satunya gejala, terutama bila tidak ditemukan adanya infark. Penting untuk diingat, bahwa gejala dari emboli paru mungkin sifatnya samar atau menyerupai gejala penyakit lainnya: batuk (timbul secara mendadak, bisa disertai dengan dahak berdarah) sesak nafas yang timbul secara mendadak, baik ketika istirahat maupun ketika sedang

melakukan aktivitas nyeri dada (dirasakan dibawah tulang dada atau pada salah satu sisi dada, sifatnya tajam atau menusuk) nyeri semakin memburuk jika penderita menarik nafas dalam, batuk, makan atau membungkuk pernafasan cepat denyut jantung cepat (takikardia). Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: wheezing/bengek kulit lembab kulit berwarna kebiruan nyeri panggul nyeri tungkai (salah satu atau keduanya) pembengkakan tungkai tekanan darah rendah denyut nadi lemah atau tak teraba pusing pingsan berkeringat cemas. D. Diagnosa Diagnosis emboli paru ditegakkan berdasarkan gejala dan faktor pendukungnya. Pemeriksaan untuk menilai fungsi paru-paru: Gas darah arteri Oksimetri denyut nadi. Pemeriksaan untuk menentukan lokasi dan luasnya emboli: Rontgen dada Skening ventilasi/perfusi paru Angiogram paru. Pemeriksaan untuk trombosis vena dalam (sebagai penyebab tersering): USG Doppler pada aliran darah anggota gerak Venografi tungkai Pletsimografi tungkai. E. Pengobatan Pengobatan emboli paru dimulai dengan pemberian oksigen dan obat pereda nyeri. Oksigen diberikan untuk mempertahankan konsentrasi oksigen yang normal.

Terapi antikoagulan diberikan untuk mencegah pembentukan bekuan lebih lanjut dan memungkinkan tubuh untuk secara lebih cepat menyerap kembali bekuan yang sudah ada. Terapi antikoagulan terdiri dari heparin (diberikan melalui infus), kemudian dilanjutkan dengan pemberian warfarin per-oral (melalui mulut). Heparin dan warfarin diberikan bersama selama 57 hari, sampai pemeriksaan darah menunjukkan adanya perbaikan. Lamanya pemberian antikoagulan (anti pembekuan darah) tergantung dari keadaan penderita. Jika emboli paru disebabkan oleh faktor predisposisi sementara, (misalnya pembedahan), pengobatan diteruskan selama 2-3 bulan. Jika penyebabnya adalah masalah jangka panjang, pengobatan diteruskan selama 3-6 bulan, tapi kadang diteruskan sampai batas yang tidak tentu. Pada saat menjalani terapi warfarin, darah harus diperiksa secara rutin untuk mengetahui apakah perlu dilakukan penyesuaian dosis warfarin atau tidak. Penderita dengan resiko meninggal karena emboli paru, bisa memperoleh manfaat dari 2 jenis terapi lainnya, yaitu terapi trombolitik dan pembedahan. Terapi trombolitik (obat yang memecah gumpalan) bisa berupa streptokinase, urokinase atau aktivator plasminogen jaringan. Tetapi obat-obatan ini tidak dapat diberikan kepada penderita yang: telah menjalani pembedahan 10 hari sebelumnya wanita hamil menderita stroke mempunyai bakat untuk mengalami perdarahan yang hebat. Pada emboli paru yang berat atau pada penderita yang memiliki resiko tinggi mengalami kekambuhan, mungkin perlu dilakukan pembedahan, yaitu biasanya dilakukan embolektomi paru (pemindahan embolus dari arteri pulmonalis). Jika tidak bisa diberikan terapi antikoagulan, maka dipasang penyaring pada vena kava inferior. Alat ini dipasang pada vena sentral utama di perut, yang dirancang untuk menghalangi bekuan yang besar agar tidak dapat masuk ke dalam pembuluh darah paru. F. Prognosis / komplikasi Sulit untuk menentukan prognosis dari emboli paru, karena banyak kasus yang tidak terdiagnosis. Prognosisnya seringkali berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya (misalnya kanker, pembedahan, trauma dan lain-lain). Pada emboli paru yang berat, dimana telah terjadi syok dan gagal jantung, maka angka kematiannya bisa mencapai lebih dari 50%. G. Pencegahan Pada orang-orang yang memiliki resiko menderita emboli paru, dilakukan berbagai usaha untuk mencegah pembentukan gumpalan darah di dalam vena.

Untuk penderita yang baru menjalani pembedahan (terutama orang tua), disarankan untuk: menggunakan stoking elastis melakukan latihan kaki bangun dari tempat tidur dan bergerak aktif sesegera mungkin untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pembentukan gumpalan. Stoking kaki dirancang untuk mempertahankan aliran darah, mengurangi kemungkinan pembentukan gumpalan, sehingga menurunkan resiko emboli paru. Terapi yang paling banyak digunakan untuk mengurangi pembentukan gumpalan pada vena tungkai setelah pembedahan adalah heparin. Dosis kecil disuntikkan tepat dibawah kulit sebelum operasi dan selama 7 hari setelah operasi. Heparin bisa menyebabkan perdarahan dan memperlambat penyembuhan, sehingga hanya diberikan kepada orang yang memiliki resiko tinggi mengalami pembentukan gumpalan, yaitu: - penderita gagal jantung atau syok - penyakit paru menahun - kegemukan - sebelumnya sudah mempunyai gumpalan. Heparin tidak digunakan pada operasi tulang belakang atau otak karena bahaya perdarahan pada daerah ini lebih besar. Kepada pasien rawat inap yang mempunyai resiko tinggi menderita emboli paru bisa diberikan heparin dosis kecil meskipun tidak akan menjalani pembedahan. Dekstran yang harus diberikan melalui infus, juga membantu mencegah pembentukan gumpalan. Seperti halnya heparin, dekstran juga bisa menyebabkan perdarahan. Pada pembedahan tertentu yang dapat menyebabkan terbentuknya gumpalan, (misalnya pembedahan patah tulang panggul atau pembedahan untuk memperbaiki posisi sendi), bisa diberikan warfarin per-oral. Terapi ini bisa dilanjutkan untuk beberapa minggu atau bulan setelah pembedahan. H. Patofisiologi Embolus paru banyak terjadi akibat lepasnya suatu trombosis yang berasal dari pembuluh darah vena di kaki. Trombus terbentuk dari beberapa elemen sel dan fibrin yang kadang-kadang berisi protein plasma seperti plasminogen. Menurut virchow (dalam Himawan S., 1986)terdapat tiga faktor penting yang memegang peranan timbulnya trombus(trias virchow), yaitu ; 4. Perubahan permukaan endotel pembuluh darah 5. Perubahan pada aliran darah dan 6. Perubahan pada konstitusi darah. Jika terjadi kerusakan pada trombosit maka akn dilepaskan suatu zat tromboplastin. Zat inilah yang merangsang proses pembentukan beku darah (trombus). Tromboplastin akan mengubah protrombin yang terdapat dalam darah menjadi trombin, kemudian bereaksi dengan fibrinogen

menjadi fibrin. Trombus dapat bersal dari pembuluh darah arteri maupun Vena. Trombus arteri terjadi karena rusaknya dinding pembuluh darah arteri (tunika intima), sedangkan trombus vena terjadi karena melambatnya aliran darah dalam vena tanpa danya kerusakan dinding pembuluh darah. Lemak, minyak, udara, sel tumor, cairan amnion, benda asing seperti rusaknya IV cateter, partikel yang di injeksikan dan bekuan darah atau pus dapat meningkatkan resiko terjadinya emboli paru. Emboli lemak berasal dari fraktur tulang panjang dan emboli minyak berasal dari limfangiografi, kedua jenis emboli ini tidak mengganggu aliran darah, meskipun begitu emboli lemak dan minyak ini dapat merusak pembuluh darah dan memeicu terjadinya ARDS. Emboli berjalan keparu dan statis (diam)di pembuluh darah paru. Ukuran dan jumlah emboli ditentukan oleh lokasi. Aliran darah yang terobstuksi akan menyebabkan penurunan dari bagian paru yang di suplay oleh pebuluh darah. Hasil cepat dari tromboemboli adalah obstruksi komplit atau parsial aliran darah arteri pulmonalis bagian distal. WOC Asuhan Keperawatan Pengkajian Pengkajian mencakup pengumpulan informasi tentang gejala-gejala terakhir juga manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit : Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ? Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa? Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas? Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas? Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh? Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya? Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan yang patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk : Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien? Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya? Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama inspirasi? Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan? Apakah tampak sianosis? Apakah vena leher pasien tampak membesar? Apakah pasien mengalami edema perifer? Apakah pasien batuk? Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?

Bagaimana status sensorium pasien? Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan? B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatanya, antara lain : 1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi. 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen. 3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan sekunder, penyakit kronis. 4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disprisa, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah. 5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea. 6. Defisit pengetahuan tentang Penyakit berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif ( Doenges, 2000). Intervensi Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi. Tujuan : Mengefektifkan jalan nafas Hasil yang diharapkan : Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih / jelas - Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas Misal : Batuk efektif dan mengeluarkan sekret. Intervensi : - Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misal : mengi, krekels, ronki. Rasional : Beberapa derajat bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius, misal: krekels basah (bronkhitis),bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema). - Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi mengi (emfisema) Rasional : takipnea ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan / selama stress / adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan ferkuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi. - Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal: peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur. Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi, namun pasien dengan slifres berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernafas. - Pertahankan polusi lingkungan minimum debu, asap dll Rasional : Pencitus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentrigen episode akut.

- Bantu latihan nafas abdomen / bibir Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara. - Ajarkan teknik nafas dalam batuk efektif Rasional : Batuk dapat menetap tetapi efektif khususnya bila pada lansia,sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi / kepala dibawah setelah perkusi dada. Kolaborasi - Berikan obat sesuai indikasi Brokodilator mis, B-agonis, Epinefrin (adrenalin, vaponefrim) albuterol (Proventil, Ventolin) terbulatin (Brethine, Brethaire), isoetarin (Brokosol, Bronkometer). Rasional : Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan nafas mengi, dan produksi mukosa, obat-obat mungkin per oral, injeksi / inhalasi. Xantin, mis aminofilin, oxtrifilin (Choledyl), teofilin (Bonkoddyl, Theo-Dur) Rasional : Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dengan meningkatkan langsung siklus AMP. Dapat juga menurunkan kelemahan otot / kegagalan pernafasan dengan meningkatkan kontraktilitis diafragma. Berikan humidifikasi tambahan mis nubuter nubuliser, humidiper aerosol ruangan dan membantu menurunkan / mencegah pembentukan mukosa tebal pada bronkus. Rasional : Menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan membantu menurunkanb / mencegah pembentukan mukosa tebal pada bonrkus. 1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen Tujuan : Memenuhi suplai oksigen pada tubuh. Kriteria hasil yang diharapkan : - Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat yang bila dalam rentang normal + bebas gejala distres pernafasan. - Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan / situasi. Intervensi : - Kaji frekuensi kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot aksesori, nafass bibir, ketidakmampuan bicara / berbincang. Rasional : Berguna dalam evaluasi distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit. - Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas. Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi, dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja nafas. - Dorong mengeluarkan sputum : Penghisapan bila diindikasikan. Rasional : Kental, tebal, banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil, penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.

- Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir / daun telinga) keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia. - Awasi tanda vital dan irama jantung Rasional : Takikarena, disritimia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung. Kolaborasi - Awasi / gambaran seri GDA dan nadi, oksimetri Rasional : PaCO2. Biasanya meningkat (bronkhitis, emfisema) dan PaCO2 secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih / lebih besar. Catat : PaCO2 normal / meningkat menandakan kegagalan pernafasan yang akan datang selama osmatik. - Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien. Rasional : Dapat memperbaiki / mencegah buruknya hipoksia. 2. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan sekunder, penyakit kronis. Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi. Kriteria hasil yang diharapkan : - Menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu - Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi - Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman. Intervensi - Awasi suhu Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi / dehidrasi - Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan adekuat. Rasional : Aktifitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko terjadi infeksi paru. - Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum Rasional : Cegah penyebaran patogen melalui cairan. - Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat Rasional : Menurunkan konsumsi / kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan. Kolaborasi - Dapatkan spesimen dengan batuk / penghisapan untuk pewarnaan kuman gram kultur / sensitivitas. Rasional : Dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan kerentanan terhadap

berbagai anti mikrobia. - Berikan anti mikrobia sesuai indikasi Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kulturdan sensitivitas, atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi. 3. Diagnosa Keperawatan : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah. Tujuan : Memenuhi kebutuhan nutrisi klien secara adekuat Kriteria hasil yang diharapkan : - Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat. - Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan / mempertahankan berat yang tepat. Intervensi - Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini, catat derajat kesulitan makan, evalusi BB dan ukuran tubuh. Rasional : Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum dan obat. Selain itu banyak pasien PPOM mempunyai kebiasaan makan buruk, meskipun kegagalan pernafasan membuat status hipermetalik dengan meningkatkan kebutuhan kalori. - Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan adekuat. Rasional : Aktifitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko terjadi infeksi paru. - Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum Rasional : Cegah penyebaran patogen melalui cairan. - Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat Rasional : Menurunkan konsumsi / kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan. Kolaborasi - Dapatkan spesimen dengan batuk / penghisapan untuk pewarnaan kuman gram kultur / sensitivitas. Rasional : Dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan kerentanan terhadap berbagai anti mikrobia. - Berikan anti mikrobia sesuai indikasi Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kulturdan sensitivitas, atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi. 4. Diganosa Keperawatan : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keseimbangan antara suplay dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.

Tujuan : Mengembalikan aktifitas klien seperti semula. Kriteria hasil yang diharapkan : - Melaporkan / Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal. Intervensi : - Evaluasi respons pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan / kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas. Rasional : Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi. - Bantu aktivitas perawatan dini yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan. Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. - Ajarkan klien untuk mengurangi aktivitas yang dapat menimbulkan kelelahan. 6. Diagnosa Keperawatan : Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif. Tujuan : Klien mampu untuk mengetahui tentang pengertian / informasi PPOM. Kriteria hasil yang diharapkan : - Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan tindakan - Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubungkan dengan faktor penyebab. Intervensi : - Jelaskan / kuatkan penjelasan proses penyakit individu Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan. - Instruksikan / kuatkan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif dan latihan kondisi umum. Rasional : Nafas bibir + nafas abdominal / diafragmatik menguatkan otot pernafasan, membantu meminimalkan kolaps jalan nafas kecil dan memberikan individu arti untuk mengontrol dispnea. Latihan kondisi umum meningkatkan toleransi aktivitas, kekuatan otot dan rasa sehat. - Diskusikan obat pernafasan, efek samping + reaksi yang tak diinginkan Rasional : Pasien ini sering mendapat obat pernafasan banyak sekaligus yang mempunyai efek samping hampir sama + potensial interaksi obat, penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu dan efek samping merugikan. - Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi Rasional : Menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut, dimana dapat menimbulkan infeksi saluran nafas atas. - Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi mis: udara terlalu kering, angin, lingkungan dengan suhu ekstrem, serbuk, asap tembakau, sprei aerosol, polusi udara.

Rasional : Faktor lingkungan ini dapat menimbulkan iritasi bronkial menimbulkan peningkatan produksi sekret dan hambatan jalan nafas. - Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan medik, foto dada periodik dan kultur sputum. Rasional : Pengawasan proses penyakit untuk membuat program terapi untuk memenuhi perubahan kebutuhan dan dapat membantu mencegah komplikasi ( Doenges, 2000 : 152). D. Evaluasi Fokus utama pada klien Lansia dengan COPD adalah untuk mengembalikan kemampuan dalam ADLS, mengontrol gejala, dan tercapainya hasil yang diharapkan. Klien Lansia mungkin membutuhkan perawatan tambahan di rumah, evaluasi juga termasuk memonitor kemampuan beradaptasi dan menggunakan tehnik energi conserving, untuk mengurangi sesak nafas, dan kecemasan yang diajarkan dalam rehabilitasi paru. Klien Lansia membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari tehnik rehabilitasi yang diajarkan. Bagaimanapun, saat pertama kali mengajar, mereka harus mempunyai pemahaman yang baik dan mampu untuk beradaptasi dengan gaya hidup mereka.(Leukenotte, M A, 2000 : 502) Pengkajian dengan pendekatan ABCD. Airway a. kaji dan pertahankan jalan napas b. lakukan head tilt, chin lift jika perlu c. gunakan alat batu untuk jalan napas jika perlu d. pertimbangkan untuk merujuk ke ahli anestesi untuk dilakukan intubasi jika tidak dapat mempertahankan jalan napas Breathing a. kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk mempertahankan saturasi >92%. b. Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask. c. Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan bag-valve-mask ventilation d. Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2 e. Kaji jumlah pernapasan f. Lakukan pemeriksan system pernapasan g. Dengarkan adanya bunyi pleura h. Lakukan pemeriksaan foto thorak mungkin normal, tapi lihat untuk mendapatkan: a. Bukti adanya wedge shaped shadow (infarct) b. Atelektaksis linier c. Effuse pleura

Circulation a. Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop b. Kaji peningkatan JVP c. Catat tekanan darah d. Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan: a. Sinus tachikardi b. Adanya S1 Q3 T3 c. right bundle branch block (RBBB) d. right axis deviation (RAD) e. P pulmonale e. Lakukan IV akses f. Lakukan pemeriksaan darah lengkap g. Jika ada kemungkina PE berikan heparin h. Jika pasien mengalami thrombolisis, alteplase direkomendasikan sebagai obat pilihan. Berikan 50 mg IV dengan bolus. Jika pasien tidak berespon terhadap trombolisis, segera dirujuk ke speialis untuk dilakukan thromboembolectomy. DAFTAR PUSTAKA http://www.emboli paru.com http://penyakit paru obstruksi kronik http://en.wikipedia.org/wiki/emboli paru&rurl.translet.google.co.id

Anda mungkin juga menyukai