Anda di halaman 1dari 147

Profil Wilayah Provinsi Papua Barat

1.1

ASPEK FISIK DASAR

Aspek fisik dasar yang akan dipaparkan diantaranya mengenai batas administrasi dan geografi, klimatologi, suhu dan kelembaban, morfologi, kondisi geologi, karakteristik tanah, Hidrologi, karakteristik hidro-oseanografi, dan ketersediaan lahan. 1.1.1 Perkembangan Pembentukan Daerah

Provinsi Papua Barat secara definitif dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 dengan nama Provinsi Irian Jaya Barat bersamaan dengan pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong. Namun pemekaran wilayah provinsi ini ditangguhkan karena terjadi penolakan terhadap pemekaran ini, sementara pemekaran kabupaten tetap dilaksanakan sesuai UU Nomor 45 Tahun 1999 tersebut. Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat,

1-1

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni, dan Kabupaten Teluk Wondama di Provinsi Papua, maka terjadi pemekaran untuk beberapa kabupaten. Pemekaran wilayah untuk Provinsi Irian Jaya Barat sebagai berikut: 1. Kabupaten Sorong dengan dua kabupaten pemekaran, yaitu: Kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten Raja Ampat. 2. Kabupaten Manokwari dengan dua kabupaten pemekaran, yaitu: Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten Teluk Wondama 3. Kabupaten Fak Fak dengan satu kabupaten pemekaran, yaitu Kabupaten Kaimana

Setelah memiliki wilayah yang jelas, penduduk, aparatur pemerintahan, anggaran, anggota DPRD, serta gurbernur dan wakil gubernur definitive, Provinsi Irian Jaya Barat mulai membangun dirinya secara sah. Sejak tanggal 18 April 2007, Provinsi Irian Jaya Barat berubah nama menjadi Provinsi Papua Barat, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007. Pada tahun 2008 dimekarkan satu kabupaten baru di Provinsi Papua Barat yaitu Kabupaten Tambrauw. Dasar hukum pembentukan Kabupaten Tambrauw adalah UndangUndang Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2008 dengan ibukota kabupaten yang terdapat di distrik Fef. Berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 127/PUUVII/2009 tanggal 25 Januari 2009, Kabupaten Tambrauw dibentuk dari sebagian bekas wilayah Kabupaten Sorong dan Kabupaten Manokwari, yaitu Distrik Abun, Distrik Amberbaken, Distrik Fef, Distrik Kebar, Distrik Kwoor, Distrik Miyah, Distrik Moraid, Distrik Mubrani, Distrik Sausapor, Distrik Senopi, dan Distrik Yembun. Berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi RI (Nomor 127/PUU-VII/2009 tanggal 25 Januari 2009), maka batas wilayah Kabupaten Tambrauw adalah sebagai berikut: Utara Selatan Barat Timur : Samudera Pasifik : Kabupaten Sorong Selatan : Kabupaten Sorong : Distrik Sidey, Kabupaten Manokwari

Pada tahun 2009 terdapat kabupaten baru yang dimekarkan yaitu Kabupaten Maybrat. Kabupaten Maybrat merupakan pemekaran dari wilayah kabupaten Sorong. Pada 27 Oktober 2008 dikeluarkan Keputusan Bupati Sorong Selatan Nomor 133 Tahun 2008 tentang Penyerahan Sebagian Cakupan Wilayah Bawahan Kabupaten Sorong Selatan ke

LAPORAN AKHIR 1-2

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Kabupaten Sorong, wilayah yang diserahkan terdiri dari 11 (sebelas) distrik, yaitu: Distrik Aifat, Distrik Aifat Utara, Distrik Aifat Timur, Distrik Aifat Selatan, Distrik Aitinyo Barat, Distrik Aitinyo, Distrik Aitinyo Utara, Distrik Ayamaru, Distrik Ayamaru Utara, Distrik Ayamaru Timur, dan Distrik Mare. Pada 16 Januari 2009 disahkanlah UURI Tahun 2009 Nomor 13 tentang Pembentukan Kabupaten Maybrat sebagai hasil pemekaran dari kabupaten Sorong. Adapun komposisi distrik bawahannya adalah tepat sama dengan komposisi distrik di atas. Ini terjadi karena pemekaran dari Kabupaten Sorong Selatan belum memenuhi syarat teknis dan legalitas, jadi upaya percepatan berupa pemindahan kembali 11 distrik calon distrik Kabupaten Maybrat untuk sementara waktu ke kabupaten induknya, dan dilanjutkan dengan proses pembentukan Kabupaten Maybrat sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong, bukan dari Kabupaten Sorong Selatan. Peresmian dilakukan pada tanggal 15 April 2009 di Jakarta, adapun batas wilayah Kabupaten Maybrat adalah sebagai berikut: Utara Selatan Barat Timur 1.1.2 : Fef, Senopi, Kebar : Kokoda, Kais : Moswaren, Wayer, Sawiat : Moskona Utara, Moskona Selatan Batas Administrasi dan Geografi

Provinsi Papua Barat secara geografis terletak pada 124-132 Bujur Timur dan 0-4 Lintang Selatan, tepat berada di bawah garis khatulistiwa dengan ketinggian 0-100 meter dari permukaan laut. Kabupaten Fakfak merupakan kabupaten tertinggi dengan ketinggian 10-100 meter diatas permukaan laut, sedangkan kota-kota lainnnya berkisar antara 10-50 meter diatas permukaan laut. Batas geografis Provinsi Papua Barat adalah : Sebelah Utara Sebelah Barat Sebelah Timur : Samudera Pasifik : Laut Seram (Provinsi Maluku) : Provinsi Papua Sebelah Selatan: Laut Banda (Provinsi Maluku)

Wilayah Provinsi Papua Barat memiliki 11 wilayah Pemerintahan Daerah yang terdiri dari 9 Kabupaten dan 1 Kota, 154 distrik, dan 1.361 kampung dengan luas wilayah secara keseluruhan sebesar 97.024,37 km (berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2008). Luas dan perbandingan persentase luas wilayah kota kabupaten di Provinsi Papua Barat disajikan pada Tabel 1.1 dan Gambar 1.2. Pembagian Daerah Administratif menurut Kabupaten/Kota Tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 1.2. Secara spasial administrasi Provinsi Papua Barat diperinci berdasarkan kabupaten/kota dapat dilihat pada Gambar 1.1. Tabel 1.1 Luas Wilayah dan Persentase menurut Kabupaten/Kota LAPORAN AKHIR 1-3

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028
Persentase (%) 9,91 12,80 10,35 12,55 7,08 13,63 9,60 4,21

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Kabupaten/Kota Kabupaten Fakfak Kabupaten Kaimana Kabupaten Teluk Wondama Kabupaten Teluk Bintuni Kabupaten Manokwari Kabupaten Sorong Selatan Kabupaten Sorong Kabupaten Raja Ampat Kabupaten Tambrauw Kabupaten Maybrat Kota Sorong

Luas Planemetrik (Km2) 14.320 18.500 14.953,8 18.136,99 10.236,5 19.699 13.871 6.084,52 15.665 12.111 943,52

10,84

8,38
0,65 100,00

Total 144.521,33 Sumber: Provinsi Papua Barat Dalam Angka 2010

Gambar 1.1 Persentase Luas Wilayah Provinsi Papua Barat Menurut Kabupaten/Kota

Sumber: Diolah dari Provinsi Papua Barat Dalam Angka 2010

Tabel 1.2 Pembagian Daerah Administratif Provinsi Papua Barat menurut Kabupaten/Kota Tahun 2008
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Kabupaten/Kota Kabupaten Fakfak Kabupaten Kaimana Kabupaten Teluk Wondama Kabupaten Teluk Bintuni Kabupaten Manokwari Kabupaten Sorong Selatan Kabupaten Sorong Kabupaten Raja Ampat Kabupaten Tambrauw Kabupaten Maybrat Kota Sorong Total IbuKota Fakfak Kaimana Wasior Bintuni Manokwari Teminabuan Aimas Waisai Fef Kumurkek Sorong Jumlah Kecamatan 9 7 13 24 29 13 18 13 11* 11 6 154 Jumlah Kelurahan 7 2 1 2 9 2 13 1 1 30 68 Jumlah Kampung 122 84 75 114 402 110 118 97 53 108 1293

LAPORAN AKHIR 1-4

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

* Disesuaikan dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 127/PUU-VII/2009

LAPORAN AKHIR 1-5

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.2 Peta Batas administrasi Provinsi Papua Barat

LAPORAN AKHIR 1-6

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

1.1.3

Klimatologi

Provinsi Papua Barat terletak tepat di sebelah Selatan garis khatulistiwa sehingga termasuk dalam wilayah tropika humida. Karena daerahnya yang bergunung-gunung, maka iklim di Provinsi Papua Barat sangat bervariasi melebihi daerah Indonesia lainnya. Pola umum iklim dan cuaca sangat dipengaruhi oleh topografinya yang kasar. Suhu sangat bergantung dari ketinggian, sedangkan ketinggian dan kejajaran barisan pegunungan mempengaruhi pola angin dan presipitasi dalam setiap daerah. Iklim di Provinsi Papua Barat memiliki 3 (tiga) pola yaitu pola tunggal (A dan D), pola berfluktuasi (B), dan pola ganda (C). Pola tunggal A atau pola sederhana (simple wave) memiliki curah hujan terendah pada bulan Juli/Agustus. Pola tunggal D memiliki curah hujan tertinggi pada bulan Juli/Agustus. Pola A dan D menunjukkan adanya perbedaan yang jelas antara jumlah curah hujan pada musim hujan dan musim kemarau. Pada pola B, perbedaan antara jumlah curahan pada musim hujan dan musim kemarau tidak jelas. Pada pola ini biasanya curah hujan bulanan tidak teratur atau hampir merata sepanjang tahun. Pada pola C, dalam setahun terjadi dua kali puncak curahan tertinggi atau dua kali puncak curahan terendah. 1.1.3.1 Curah Hujan Musim di Papua Barat dicirikan oleh angin Tenggara yang bertiup sekitar pertengahan April hingga September dan Muson Barat Laut yang di mulai dalam bulan Oktober hingga Maret. Angin Tenggara dan muson Barat Laut biasanya panas dan mengandung uap air yang diangkut ketika melewati samudera. Jumlah hujan yang jatuh di setiap tempat di Papua secara khusus dikendali oleh topografi. Musim hujan di setiap daerah tergantung dari waktu di mana musim ini terpaparkan pada satu atau kedua sistem angin tersebut. Pada umumnya pegunungan di Kepala Burung, pantai Utara dan di sebelah Utara kordirela mendapatkan hujan terbanyak dari angin Barat Laut dalam bulan Oktober hingga Maret, sedangkan dataran rendah di Selatan Kepala Burung dan jazirah Onin dan Bomberai serta dataran rendah di Selatan kordirela mendapatkan hujan terbanyak antara bulan April dan September ketika angin bertiup dari arah tenggara. Pola umum ini menjadi rumit oleh topografi dan pola angin. Tabel 1.3 Banyaknya Curah Hujan di Provinsi Papua Barat Tahun 2003-2007 (mm)
Kabupaten/Kota Kab. Fakfak Kab. Kaimana Kab. Teluk Wondama Kab. Teluk Bintuni Kab. Manokwari Kab. Sorong Selatan Kab. Sorong 2003 3.091 2.313 1.470 2.836 2.836 2004 3.586 133 1.323 2.048 2.048 2005 3.209 127 2.600 2.537 2.537 2006 3.689 1.680 2.319 2.345 2.351 2007 3.067,9 970 1.492 4.964,3 4.964,3 2008 2.106,3 1.059 1.602 4.964,3 4.306

LAPORAN AKHIR 1-7

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028
2006 2.351 181 2007 4.964,3 369 2008 4.306 358,2

Kabupaten/Kota 2003 2004 2005 Kab. Raja Ampat 2.836 2.048 2.537 Kota Sorong 2.836 2.047 211 Sumber: Provinsi Papua Barat dalam AngkaTahun 2009

Berdasarkan jumlah curah hujannya wilayah Papua Barat memiliki tiga kelas curah hujan, yaitu kelas I dengan curah hujan antara 0 s.d. 1000 mm/tahun; kelas II dengan curah hujan antara 1000 s.d. 2000 mm/tahun; kelas III dengan curah hujan antara 2000 s.d. 3000 mm/tahun; kelas IV dengan curah hujan antara 3000 s.d. 4000 mm/tahun; dan kelas V dengan curah hujan antara 4000 s.d. 5000 mm/tahun. Hampir seluruh wilayah Papua Barat memiliki kelas curah hujan tipe III pola C, dengan curah hujan sekitar 2000 s.d. 3000 mm/tahun. Rata-rata curah hujan selama tahun 2008 berkisar antara 358,2 mm (Kota Sorong) sampai dengan 4.964,3 mm (Sorong Selatan). Pada tahun 2009 curah hujan kelas I terdapat di Kota Sorong, kelas II di kabupaten Kaimana dan Kabupaten manokwari, Kelas III di Kabupaten Fakfak, dan kelas V di Kabupaten Sorong, kabupaten Sorong Selatan, dan kabupaten Raja Ampat. Pada tahun 2009 ini tidak terdapat kabupaten yang memiliki curah hujan kelas IV. Secara spasial keadaan iklim dan persebaran curah hujan di Provinsi papua barat ditunjukkan pada Gambar 1.3 dan Gambar 1.4. Tabel 1.4 Banyaknya Hari Hujan di Provinsi Papua Barat Tahun 2003-2008 (hari)
Kabupaten/Kota 2003 2004 2005 Kab. Fakfak 210 210 232 Kab. Kaimana 214 218 208 Kab. Teluk Wondama Kab. Teluk Bintuni Kab. Manokwari 187 178 203 Kab. Sorong Selatan 220 230 Kab. Sorong 185 220 230 Kab. Raja Ampat 185 220 230 Kota Sorong 185 218 230 Sumber: Provinsi Papua Barat dalam AngkaTahun 2009 2006 228 177 254 150 230 156 156 156 2007 225 204 254 212 230 225 225 228 2008 176 215 223 225 286 286 288

Rata-rata jumlah hari hujan di Provinsi Papua Barat berkisar antara 150 s.d. 288 hari hujan. Dari data diatas terlihat bahwa di Kabupaten Sorong, Kabupaten Raja Ampat, dan Kota Sorong memiliki karakteristik jumlah hari hujan yang hampir serupa. Kabupaten Manokwari memiliki jumlah hari hujan yang paling sedikit dibandingkan Kabupaten/Kota lainnya yaitu denan rata-rata sebanyak 192 hari hujan. Gambar 1.3 Peta iklim

LAPORAN AKHIR 1-8

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.4 Peta curah Hujan

LAPORAN AKHIR 1-9

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

1.1.3.2 Suhu dan Kelembaban Suhu dan kelembaban merupakan komponen iklim paling konstan di Provinsi Papua Barat. Di dataran rendah, suhu harian biasanya antara 29 oC 32 oC, sementara di daerah pegunungan pada 1500-2000 m dpl, 5-10 derajat lebih dingin. Pada malam hari, suhu di sepanjang pantai 5-8 derajat lebih dingin daripada siang hari, sedangkan di daerah LAPORAN AKHIR 1-10

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

pegunungan kisarannya lebih lebar. Karakteristik suhu di Provinsi Papua Barat tidak menunjukkan fluktuasi tahunan yang nyata. Tabel 1.5 Suhu Udara Rata-rata Menurut Lokasi Stasiun di Provinsi Papua Barat Tahun 2003-2008 (C)
Kabupaten/Kota 2003 2004 2005 Kab. Fakfak 28,05 23,00 25,70 Kab. Kaimana 27,2 27,47 27,48 Kab. Teluk Wondama Kab. Teluk Bintuni Kab. Manokwari 27,26 27,28 27,38 Kab. Sorong Selatan 27,70 27,60 Kab. Sorong 27,6 27,60 27,70 Kab. Raja Ampat 27,6 27,60 27,70 Kota Sorong 27,6 27,60 27,70 Sumber: Provinsi Papua Barat dalam AngkaTahun 2009 2006 25,60 27,48 27,08 27,60 27,30 27,30 27,60 2007 25,60 27,48 23,47 27,60 26,80 26,80 27,10 2008 26,15 26,46 27,33 26,80 26,30 26,80 26,3 Rata-Rata 25,68 27,26 26,63 27,46 27,22 27,30 27,32

Tabel 1.6 Suhu Udara Maksimum dan Minimum di Provinsi Papua Barat Tahun 20032008 (C)
Kabupaten/Kota 2004 Max Min 28,90 21,80 30,50 24,40 2005 Max Min 29,00 22,40 30,60 24,40 2006 Max Min 22,20 29,10 29,67 23,63 27,70 31,30 31,60 32,00 31,00 26,40 25,40 23,10 23,30 24,70 2007 Max Min 28,90 21,70 29,43 23,49 32,80 30,90 31,60 33,20 31,50 23,40 25,40 22,00 22,80 24,30 2008 Max Min 30,73 21,56 29,43 23,49 32,13 30,90 31,55 30,70 30,7 23,59 24,10 23,55 23,50 23,6

Kab. Fakfak Kab. Kaimana Kab. Teluk Wondama Kab. Teluk Bintuni Kab. Manokwari 27,70 26,70 28,00 26,8 Kab. Sorong Selatan 31,03 25,40 Kab. Sorong 31,30 24,80 31,20 25,30 Kab. Raja Ampat 30,70 25,20 33,10 23,90 Kota Sorong 31,30 24,80 31,20 25,30 Sumber: Provinsi Papua Barat dalam AngkaTahun 2009

Dari Tabel 1.5 terlihat bahwa suhu udara rata-rata di wilayah Provinsi Papua Barat berkisar 25,68-27,46 C dengan suhu maksimal sebesar 28,05C terjadi di wilayah Kabupaten Fakfak, dan suhu minimal sebesar 23,00C juga berada di Kabupaten Fakfak (data hasil pencatatan suhu udara pada beberapa stasiun yang berada di Kabupaten/Kota se-Provinsi Papua Tahun 2008). Dari Tabel 1.6, suhu udara tertinggi dalam kurun waktu 2004-2008 terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 32,13C di Kabupaten Manokwari, sedangkan suhu terendah juga terjadi pad atahun 2008 yaitu sebesar 21,56C di Kabupaten Fakfak. Tabel 1.7 Kelembaban Udara Rata-rata di Papua Barat Tahun 2003-2008 (%)
Kabupaten/Kota Kab. Fakfak Kab. Kaimana Kab. Teluk Wondama Kab. Teluk Bintuni Kab. Manokwari 2003 84,9 85,0 83,50 2004 85,30 83,92 83,33 2005 85,30 84,08 83,67 2006 85,30 82,50 84,17 2007 86,40 83,50 82,83 2008 84,78 81,40 83,08

LAPORAN AKHIR 1-11

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028
84,00 83,00 83,00 83,00 84,00 86,00 86,00 87,00 86,00 86,25 87,00 87,00

Kab. Sorong Selatan 84,00 Kab. Sorong 83,00 83,00 84,00 Kab. Raja Ampat 84,00 84,00 84,00 Kota Sorong 83,00 83,00 84,00 Sumber: Provinsi Papua Barat dalam AngkaTahun 2009

Kelembaban nisbi tinggi dan dan konstan, berkisar dari 75-80%, di mana daerah dataran rendah cenderung lebih lembab. Kelembaban udara rata-rata di wilayah Provinsi Papua Barat berkisar antara 81,4% s.d. 87,0%, kelembaban udara terendah terdapat di Kabupaten Kaimana sedangkan kelembaban tertinggi terdapat di Kota Sorong dan Kabupaten Raja Ampat. Papua merupakan tempat yang kemungkinan salah satu tempat paling berawan di dunia, terutama di daerah pegunungan di mana awan cumulus hampir selalu meningkat ke tengah hari. Keadaan ini merupakan gangguan utama bagi transportasi udara dengan pesawat kecil. Karena berada di katulistiwa, waktu siang hari (sekitar 12 jam) adalah konstan dengan variasi tahunan sekitar 30 menit antara hari terpanjang dan terpendek. Tabel 1.8 Rata-Rata Penyinaran Matahari Menurut Lokasi Stasiun di Kabupaten/Kota Tahun 2003-2008 (%)
Kabupaten/Kota 2003 2004 2005 2006 Kab. Fakfak 126,9 115,05 147,37 125,92 Kab. Kaimana 45,83 58,08 53,17 43,75 Kab. Teluk Wondama Kab. Teluk Bintuni Kab. Manokwari 63,30 59,70 49,00 54,58 Kab. Sorong Selatan 65,00 59,80 65,00 Kab. Sorong 61,00 62,00 68,90 59,80 Kab. Raja Ampat 61,00 65,00 59,80 54,10 Kota Sorong 61,00 62,00 68,90 58,00 Sumber: Provinsi Papua Barat dalam AngkaTahun 2009 2007 37,52 50,21 54,08 59,80 46,40 46,40 58,00 2008 107,64 51,80 60,83 46,40 49,40 49,40 49,00

Penyinaran matahari rata-rata di wilayah Provinsi Papua Barat berkisar antara 52,36% s.d. 128,81%, penyinaran matahari terendah terdapat di Kabupaten Manokwari sedangkan lama penyinaran tertinggi terdapat di Kabupaten Fakfak. Dengan kondisi seperti ini di wilayah Papua Barat memiliki potensi bagi pengembangan komoditi-komoditi pertanian apabila terutama dikaitkan dengan persentase lama penyinaran. Berdasarkan uraian karakteristik iklm tersebut, Provinsi Papua Barat yang memiliki keragaman suhu udara, kelembaban udara yang relatif konstan, penyinaran matahari yang hampir terus menerus sepanjang tahun, dan curah hujan yang cukup tinggi menjadi potensi besar bagi pengembangan budidaya tanaman pertanian dan perkebunan terutama untuk

LAPORAN AKHIR 1-12

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

wilayah Kabupaten Manokwari, Kota Sorong, Teluk Bintuni, dan Kabupaten Sorong Selatan mendapatkan potensi tersebut. 1.1.4 Morfologi

Kondisi Morfologi memaparkan mengenai informasi fisik wilayah yang meliputi ketinggian wilayah dan kelerengan, sebagai berikut. 1.1.4.1 Ketinggian Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat bervariasi membentang mulai dari dataran rendah, rawa sampai dataran tinggi, dengan tipe tutupan lahan berupa hutan hujan tropis, padang rumput dan padang alang-alang. Ketinggian wilayah di Provinsi Papua Barat bervariasi dari 0 s.d > 1000 m. Pembagian wilayah Provinsi Papua Barat berdasarkan ketinggian wilayah dari permukaan laut dapat digolongkan kedalam empat kelompok yaitu: (1) wilayah dengan ketinggian 0-100 meter dpl; (2) wilayah dengan ketinggian >100-500 meter dpl; (3) wilayah dengan ketinggian >500-1000 meter dpl; dan wilayah dengan ketinggian >1000 meter dpl. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.9. Tabel 1.9 Luas Wilayah menurut Ketinggian dari Permukaan Laut dan Kabupaten/Kota (Ha)
Wilayah Pengembangan 0-100m Kelas ketinggian >100-500m >500-1000 377.847 288.050 284.301 Jumlah >1000m 741.196 518.900 250.058 3.790 100 3.868.400 2.054.600 344,49

Kab Manokwari 1.413.366 1.257.691 Kab Sorong 2.046.200 1.015.250 Kab Fakfak 1.192.132 328.109 Kota Sorong 162,01 182,48 Sumber: Provinsi Papua Barat dalam AngkaTahun 2009

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa kondisi topografi antar wilayah di Provinsi Papua Barat cukup bervariasi. Kondisi ini merupakan salah satu elemen yang menjadi barrier transportasi antar wilayah, terutama transportasi darat, serta dasar bagi kebijakan pemanfaatan lahan. 1.1.4.2 Kelerengan Tinjauan atas morfologi wilayah didasarkan pada kondisi kelerengan atau kemiringan. Sebagian besar wilayah Provinsi Papua Barat memiliki kelas lereng > 40% dengan bentuk wilayah berupa perbukitan. Kondisi tersebut menjadi kendala utama bagi pemanfaatan lahan baik untuk pengembangan sarana dan prasarana fisik, sistem transportasi darat maupun bagi pengembangan budidaya pertanian terutama untuk tanaman pangan. Sehingga, dominasi pemanfaatan lahan diarahkan pada hutan konservasi disamping untuk mencegah terjadinya bahaya erosi dan longsor. LAPORAN AKHIR 1-13

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Dipandang dari sisi lereng, maka secara garis besar Tanah Papua dapat diklasifikasikan kedalam tiga kelompok kelas lereng yaitu kelompok wilayah dengan kelas lereng datar sampai landai (kemiringan 0-15 %), kelas lereng landai sampai curam (kemiringan >15 40%), dan kelas lereng curam sampai sangat curam (>40 %). Untuk jelasnya mengenai luas masing-masing kelas lereng lihat Tabel 1.10. Tabel 1.10 Luas Wilayah menurut Kelas Lereng/Kemiringan dan Wilayah Pengembangan
Kelas lereng 0-15% >15-40% >40% Kab Manokwari 1.434.636 57.500 2.297 964 Kab Sorong 984.998 19.700 448.502 Kab Fakfak 105.310 158.582 49.108 Kota Sorong 257,06 78,54 8,89 Sumber: Provinsi Papua Barat dalam AngkaTahun 2009 Wilayah Pengembangan Jumlah 3.790.100 1.453.200 313.000 344,49

LAPORAN AKHIR 1-14

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.5 Peta kenampakan elevasi/ketinggian Provinsi Papua Barat

LAPORAN AKHIR 1-15

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.6 Peta kemiringan lereng Provinsi Papua Barat

LAPORAN AKHIR 1-16

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.7 Peta kenampakan topografi Provinsi Papua Barat

LAPORAN AKHIR 1-17

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

1.1.5

Kondisi Geologi

Kondisi geologi Tanah Papua pada dasarnya memiliki kesamaan dengan kondisi geologi umum yang dijumpai di Indonesia bagian timur. Daerah ini merupakan daerah interaksi antara dua lempeng besar yaitu Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik, hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.8 tentang Tatanan tektonik di Tanah Papua Evolusi tektonik yang terjadi selama Kenozoikum dihasilkan oleh tumbukan secara oblique antara kedua lempeng tersebut. (Hamilton, 1979) Daratan Papua New Guinea dan Pegunungan Central Range, secara umum diasumsikan sebagai lokasi tipe dari busur kepulauan oseanik aktiftumbukan kontinen (Dewey dan Bird, 1970). Pegunungan Central Range merupakan sabuk yang memanjang sampai 1300 km, lebar 150 km dengan topografi yang kasar dan sejumlah puncak setinggi lebih dari 3000 meter. Sebagian besar daerah ini adalah lapisan batuan berumur Kenozoikum dan Mesozoikum yang tersesarkan dan terlipat, yang diendapkan pada tepian kontinen aktif Australia. 1.1.5.1 Evolusi Tektonik Pulau Papua Pembentukan pulau Papua atau pulau New Guinea telah didiskusikan oleh berbagai ahli dan diringkas oleh Petocz (1984). Konsep lempeng tektonik yang telah diterima umum mengganggap, bahwa kerak bumi terbagi dalam tujuh lempeng sangat besar dan sejumlah lempeng lithosfer kecil lainnya. Setiap lempeng terdiri atas bagian kerak benua (kontinental) dan kerak samudera (oseanik), yang kesemuanya bergerak relatif terhadap sesamanya. Bagian Selatan pulau Papua merupakan tepi Utara dari benua super kuno, Gondwanaland, yang juga termasuk di dalamnya adalah Antartika, Australia, India, Amerika Selatan, Selandia Baru dan Kaledonia Baru. Awal terpisahkan benua ini dari posisi Selatannya terjadi pada masa Kretasius Tengah (kurang lebih 100 juta tahun lalu). Lempeng Benua India-Australia (atau biasa disebut lempeng Australia) bergerak ke arah Utara keluar dari posisi kutubnya dan bertubrukkan dengan Lempeng Samudra Pasifik yang bergerak ke arah Barat. Pulau Papua merupakan produk pertumbuhan benua yang dihasilkan dari tubrukan kedua lempeng tersebut, dimana lempeng Pasifik mengalami subduksi atau tertindih di bawah lempeng Australia. Pada saat dimulainya gerakan ke Utara dan rotasi dari benua super ini, seluruh Papua dan Australia bagian Utara berada di bawah permukaan laut. Bagian daratan paling Utara pada Lempeng India-Australia antara 90-100 juta tahun lalu berada pada 480 Lintang Selatan yang merupakan titik pertemuan Lempeng India-Australia dan Pasifik. Ketika lempeng India-Australia dan lempeng Pasifik bertemu di sekitar 40 juta tahun lalu, pulau Papua mulai muncul di permukaan laut pada sekitar 350 Lintang Selatan. Proses ini berlanjut selama masa Pleistosen hingga pulau Papua terbentuk seperti di saat ini. LAPORAN AKHIR 1-18

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Dari evolusi tektonik menunjukkan, bahwa geologi Papua sangat kompleks karena melibatkan interaksi antara dua lempeng tektonik, yaitu lempeng Australia dan Lempeng Pasifik. Menurut Sapiie (2000), pada umumnya geologi Papua dapat dibagi ke dalam tiga provinsi geologi besar, yaitu provinsi Kontinental, Oseanik, dan Transisi. Setiap provinsi geologi memiliki karakteristiknya sendiri dalam sejarah stratigrafik, magmatik dan tektonik. Provinsi Kontinental terdiri atas sedimen yang terpisah dari kraton Australia. (island-arc volcanics complex) sebagai bagian dari lempeng Pasifik. sebagai produk dari interaksi antara kedua lempeng. Menurut Dow et al. (2005), ciri dominan dari perkembangan geologi Papua merupakan dikhotomi antara sejarah tektonik dari batuan mantap kraton Australia dan lempeng Pasifik di satu sisi, dan periode tektonik intens dari zona deformasi di sisi lainnya (New Guinea Mobile Belt). Dari paparan di sepanjang tepi Utara dan dari eksplorasi permukaan bawah (sub-surface) di sebelah Selatan, serta pencatatan lengkap sejarah geologi hingga saat ini menunjukkan, bahwa batuan dari kraton Australia pada sebagian besar wilayah ini dicirikan oleh sedimentasi palung (shelf sedimentation). Hanya sebagian kecil yang dipengaruhi oleh proses tektonik dari zaman Paleozoik Awal hingga Tersier Akhir. Batuan lempeng Pasifik yang terpaparkan di Papua berumur lebih muda. Terlepas dari batuan mantel sesar naik yang kemungkinan berumur Mesozoik dan beberapa kerak samudera Jurasik, lempeng Pasifik ini terdiri atas volkanik busur-kepulauan dan sub-ordinat kerak samudera berumur Palaeogen. Batuan lempeng Pasifik pada umumnya letak-datar terpatah hanya oleh beberapa patahan. Zone deformasi yang berada di sebelah Timur adalah bagian dari New Guinea Mobile Belt (Sabuk Mobil New Guinea) dan merupakan campuran dari batuan kraton Australia dan lempeng Pasifik. Walaupun pencatatannya terpisah-pisah, terdapat bukti bahwa batuannya berasal dari tektonik utama pada episode Paleozoik Pertengahan dan Oligosen maupun episode beku dalam Paleozoik Pertengahan, Triasik, Kretasius, dan Miosen Pertengahan. Akan tetapi, sebaran paling luas dari aktivitas tektonik dan volkanik dimulai pada Miosen Akhir dan berlanjut hingga sekarang; ini disebut Melanesian Orogeny (Dow and Sukamto, 1984) Wilayah Papua Barat sangat berpotensi terhadap gempa tektonik dan kemungkinan diikuti oleh tsunami. Terdapat sejumlah lipatan dan sesar naik sebagai akibat dari interaksi (tubrukan) antara kedua lempeng tektonik, seperti Sesar Sorong (SFZ), Sesar Ransiki (RFZ), Sesar Lungguru (LFZ) dan Sesar Tarera-Aiduna (TAFZ). Kenyataan menunjukkan pula, bahwa pada tahun 2004 telah terjadi beberapa kali gempa. LAPORAN AKHIR 1-19 Provinsi Oseanik terdiri atas batuan Ofiolit (ophiolite rock) dan kompleks volkanik busur-kepulauan Provinsi Transisi adalah suatu zone yang terdiri atas deformasi tinggi dan batuan metamorfik regional

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.8 Setting Tektonik Papua Keterangan: MTFB = Mamberamo Thrust & Fold Belt; WO = Weyland Overthrust; WT = Waipona Trough; TAFZ = Tarera-Aiduna Fault Zone; RFZ = Ransiki Fault Zone; LFB = Lengguru Fault Belt; SFZ = Sorong Fault Zone; YFZ = Yapen Fault Zone; MO = Misool-Onin High. Tanda panah menunjukkan gerakan relatif antara lempeng Pasifik dan Australia 1.1.5.2 Stratigrafi Dari berbagai publikasi yang dikompilasi Sapiie (2000), menunjukkan bahwa stratigrafi wilayah Papua Barat terdiri atas: (1). Paleozoic Basement; (2). Sedimentasi Mesozoik hingga Senosoik; (3). Sedimentasi Senosoil Akhir; (4). Stratigrafi Lempeng Pasifik; dan (5). Stratigrafi Zone Transisi.

LAPORAN AKHIR 1-20

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.9 Stratigrafi Pulau Papua (Sapiie, 2000) 1. Paleozoic Basement Blok terluas dari strata Paleozoik berada di Timur Laut Papua Barat yang dikenal dengan Kemum High atau formasi Kemoem yang terdiri atas sabak, (slate), Filitik (Phylliic) dan sedikit kuartzit (quartzite). Formasi ini tercampur oleh granit-biotit karboniferus (Melaiurna Granite). Formasi Kemoem ditutupi oleh kelompok Aifam. batuan sedimen paparan airKelompok Aifam digunakan untuk mendeskripsikan

dangkal. Formasi ini diketahui berada di tepi Utara Papua Barat dan terdiri atas tiga formasi, yaitu formasi Aimau, batulumpur Aifat dan formasi Ainim. Di daerah Papua Barat, kelompok ini tidak mengalami metamofosa, namun di Leher Burung terjadi deformasi kuat dan termetamorfosa. Di daerah Teluk Bintuni, formasi Tipuma ditutupi oleh kelompok Aifam. 2. a. Sedimentasi Mesizoik hingga Senosoik Formasi Tipuma Formasi Tipuma tersebar luas di Papua, mulai dari Papua Barat hingga dekat perbatasan di sebelah Timur. Formasi ini dicirikan oleh batuan berwarna merah terang dengan sedikit bercak hijau muda. b. Formasi Kelompok Kembelangan Kelompok ini diketahui terbentang mulai dari Papua Barat hingga Arafura Platform. Bagian atas dari kelompok ini disebut formasi Jass. Kelompok Kembelangan terdiri LAPORAN AKHIR 1-21

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

atas antarlapis batudebu dan batulumpur karboniferus pada lapisan bawah batupasir kuarsa glaukonitik butiran-halus serta sedikit shale pada lapisan atas. Kelompok ini berhubungan dengan formasi Waripi dari kelompok Batuan Gamping New Guinea atau New Guinea Limestone Group (NGLG). c. Formasi Batu Gamping New Guinea Selama masa Cenozoik, kurang lebih pada batas Cretaceous dan Cenozoik, Pulau New Guinea dicirikan oleh pengendapan (deposisi) karbonat yang dikenal sebagai Kelompok Batu Gamping New Guinea (NGLG). Kelompok ini berada di atas Kelompok Kembelangan dan terdiri atas empat formasi, yaitu (1). Formasi Waripi Paleosen hingga Eosen; (2). Formasi Fumai Eosen; (3) Formasi Sirga Eosin Awal; (3). Formasi Imskin; dan (4). Formasi Kais Miosen Pertengahan hingga Oligosen. 3. Sedimentasi Senosoik Akhir Sedimentasi Senosoik Akhir dalam basement kontinental Australia dicirikan oleh sekuensi silisiklastik yang tebalnya berkilometer, berada di atas strata karbonat Miosen Pertengahan. Di Papua dikenal 3 (tiga) formasi utama, dua di antaranya dijumpai di Papua Barat, yaitu formasi Klasaman dan Steenkool. Formasi Klasaman dan Steenkool berturut-turut dijumpai di cekungan Salawati dan Bintuni. 4. Stratigrafi Lempeng Pasifik Pada umumnya batuan lempeng Pasifik terdiri atas Batuan asal penutup (mantle derived rock), volkanis pulau-arc (island-arc volcanis) dan sedimen laut-dangkal. Di Papua, batuan asal penutup banyak dijumpai luas sepanjang sabuk Ophiolite Papua, Pegunungan Cycloop, Pulau Waigeo, Utara Pegunungan Gauttier dan sepanjang zone sesar Sorong dan Yapen pada umumnya terbentuk oleh batuan ultramafik, plutonil basik, dan mutu-tinggi metamorfik. Sedimen dalam lempeng Pasifik dicirikan pula oleh karbonat laut-dangkal yang berasal dari pulau-arc. Satuan ini disebut Formasi Hollandia dan tersebar luas di Waigeo, Biak, pulau Yapen dan pegunungan Cycloop. Umur kelompok ini berkisar dari Miosen Awal hingga Pliosen. 5. Stratigrafi Zone Transisi Konvergensi antara lempeng Australia dan Pasifik menghasilkan batuan dalam zone deformasi. Kelompok batuan ini diklasifikasikan sebagai zone transisi atau peralihan, yang terutama terdiri atas batuan metamorfik. Batuan metamorfik ini membentuk sabuk kontinyu (>1000 km) dari Papua hingga Papua New Guinea. Wilayah Papua secara umum terdiri dari dua dataran Dataran Grime dan Dataran Sekoli. Kedua dataran ini menyatu sebagai suatu dataran luas yang membujur ke arah Barat daya Danau Sentani. Dataran ini memanjang dari Timur ke arah Barat dengan lebar LAPORAN AKHIR 1-22

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

bentangan yang hampir sama. Di ujung sebelah Barat, dataran ini membentuk daerah rawa hingga ke arah pantai. Wentholt (1939), membagi Dataran Grime ke dalam 6 teras utama. Teras pertama dimulai dari dataran terendah dan termuda. Daerah teras ini melandai ke arah Barat laut dan kemudian ke arah Utara. Di sebelah tenggara teras terendah ini berakhir dan berlanjut dengan teras ke-2 yang berada kurang lebih 10 m lebih tinggi. Juga di sini bentang lahannya tampak seluruhnya datar. Teras ke-3 dan ke-4 menempati sisa dataran di sebelah Barat kampung Janim Besar. Teras-teras ini berumur tua dan berada lebih tinggi serta tampak datar, kedua teras ini melandai ke arah Utara hingga ke arah Barat laut, berbatasan dengan teras ke-4, di sebelah Timur sungai Grime terletak teras ke-5. Teras ke-5 ini mencakup dari arah Timur hingga arah garis Utara-Selatan melandai ke aras Utara, dan bergelombang lemah. Teras ke-6, merupakan daerah tertinggi dan tertua yang mengakhiri teras ke-4 dan ke-5 di sebelah Selatan. Di batas Utara dari teras ke-5, terdapat Dataran Sekori yang besar. Di Dataran Sekori ini juga terbentuk teras, namun tidak jelas perkembangannya. Menurut Schroo (1963), Dataran Grime dan Dataran Sekori merupakan lembah sedimentasi peninggalan zaman tersier yang terisi atas sedimen laut (marin) dan kemudian oleh bahan fluviatil. Wentholt (1939), menyatakan bahwa dataran ini terbentuk pada zaman kwarter. Lebih lanjut Schroo (1961), menyatakan bahwa adanya ketinggian (elevasi) yang berselang-seling di seluruh daerah tersebut menyebabkan sungai-sungai memotong sedimen ini. Selama periode ini dataran banjir terbentuk pada berbagai tingkat, di mana sisa-sisa daripadanya masih ditemukan sekarang dalam bentuk teras-teras yang luas. Zwierzichi (1921) dalam Schroo (1963), menunjukkan bahwa tanah di Dataran Grime dan Dataran Sekori berasal dari hancuran batuan fluviatil sedimen kwarterner, terumbu koral terangkat pleistosin, dan sedimen marin neogen. Menurut Wentholt (1939), seluruh lahan yang berada di sebelah Barat Yanim Besar (Braso) dibentuk oleh Sungai Grime dan cabang-cabang sungainya, kecuali daerah yang paling Barat oleh Sungai Sarmoai. Kedua sungai tersebut membawa bahan-bahan yang sama. Sumbangan cabang-cabang sungai yang berasal dari pinggiran pegunungan Utara relatif kecil, namun setempat-setempat saja. Lahan yang berada di sebelah Timur Yanim Besar seluruhnya terbentuk dari material yang berasal dari pinggiran Utara daerah pegunungan Selatan. Berdasarkan stratigrafi ini dapat disimpulkan bahwa wilayah Papua Barat terdiri dari empat ragam formasi batuan utama yaitu Batu gamping atau dolomit, batuan beku atau malihan, batuan sedimen lepas (kerikil, pasir lanau), dan batuan sedimen padu (tak terbedakan). Hal ini dapat dipahami karena secara regional, wilayah Papua Barat terdiri dari dua lempeng, LAPORAN AKHIR 1-23

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

yaitu Lempeng Benua Australia di bagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik di bagian Utara. Sedangkan diantara kedua lempeng adalah Lajur Sesar Anjak dan Lipatan Pegunungan Tengah atau New Guinea Mobile Belt (Dow, 1977). Lempeng Benua Australia tersusun oleh batuan sedimen klastik, yang berumur Mesozoikum yang disebut sebagai Kelompok Kembelangan; Batugamping yang berumur eosin-Miosen Tengah, yang disebut sebagai Kelompok Batu Gamping New Guinea; dan Batuan Sedimen Klastik Plioplistosen. Lempeng Samudera Pasifik terdiri dari batuan batuan ultramafik dan batuan busur gunung api Paleogen, sedangkan di Pegunungan Tengah terdiri dari beberapa batuan, yaitu : 1) di bagian Selatan terdiri dari batuan sedimen yang berumur Mesozoikum sampai tersier yang tersesarkan dan terlipatkan; dan 2) di bagian Utara terdiri dari Batuan Malihan Darewo yang berumur Oligosen (Dow, 1977), Batuan ultrabasa disebut sebagai ofiolit, yang berumur Mesozoikum (Dow drr.,1984). Tektonik Papua Barat diawali pada Permo-Trias, yang disebut sebagai Orogenesa Tasman. Pada saat itu Papua-Papua New Guinea mulai melepasakan diri dari Benua Australia, bergerak ke arah Utara, kemudian berbenturan dengan Lempeng Samudera Pasifik pada Orogenesa Melanisia yang mengakibatkan sesar anjak miring ke Utara dan terbentuknya Pegunungan Tengah, sedangkan pada Plistosin terjadi pensesaran anjak miring ke Selatan di bagian Utara. 1.1.6 Karakteristik Tanah

Pada umumnya, tanah bertekstur berat, yaitu berkisar dari lempung liat berdebu hingga liat berdebu. Kadar liat yang tinggi dapat menyebabkan akar tanaman sulit berkembang. Selain itu, berdampak pula terhadap rendahnya kapasitas infiltrasi (perembesan) tanah sehingga menyebabkan penggenangan air di permukaan tanah terutama di musim penghujan. Hal ini sudah barang tentu akan mengganggu pertumbuhan tanaman. 1.1.6.1 Jenis Tanah Pada umumnya terdapat lima faktor yang mempengaruhi pembentuan tanah, yaitu faktor Iklim, relief atau topografi, organisme atau vegetasi, bahan induk, dan waktu. Pengaruh secara simultan dari kelima faktor pembentukan tanah tersebut menghasilkan jenis-jenis tanah dan penyebarannya, seperti terlihat pada Peta 2.3 (Petocz, 1984) Terdapat tujuh Satuan Peta Tanah (SPT) yang dimodifikasikan Petocz (1984) dari Brookfield dan Hart (1971). Gambar 1.10 Peta Geologi Provinsi Papua Barat

LAPORAN AKHIR 1-24

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

1. Litosol dan Regosol (Entisol)

LAPORAN AKHIR 1-25

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Asosiasi jenis tanah ini dijumpai di daerah pegunungan tinggi yang kasar topografinya (2000-4500 m dpl) pada kordirela Tengah (pegunungan tengah) dan Kepala Burung hingga Leher Burung sebelah Utara. Profil tanah pada umumnya dangkal karena ketidakstabilan lereng, walaupun dijumpai pula tanah-tanah bersolum dalam yang relatif stabil dan berdrainase baik pada puncak-puncak bukit dan lereng bagian atas. Tanah Regosol biasanya mengandung liat dan fragmen batuan lapuk, terutama pada lereng tidak stabil, sedangkan tanah Litosol berada pada lereng-lereng batuan terjal. Berdasarkan klasifikasi tanah dari Pusat Penelitian Tanah Bogor (PPT)(1978/1982) dan FAO/UNESCO (1974), kedua tanah ini diklasifikasikan sebagai Regosol sepadan dengan Entisol (Lithic Subgroup). 2. Tanah Podzolik (Ultisol) Jenis tanah ini berkembang dari bahan induk masam di lereng pegunungan pada elevasi tinggi. Tanah ini dijumpai sedikit di wilayah pegunungan Kepala Burung dan terutama di Selatan Kordirela (pegunungan tengah). Sedangkan jenis tanah Podzolik Podzolik dataran rendah, pada umumnya adalah hidro-podzolik yang berkembang pada kondisi drainase buruk pada dataran dan kipas aluvial Pleistosen. Jenis tanah ini dijumpai di jazirah Bomberai, Selatan Kepala Burung dan di Utara depresi Meer Vlakte (Lakes-Plain). Tanah ini biasanya berasosiasi dengan tanah Podzol (Spodosol) yang dicirikan oleh horison spodik. Horison permukaan mengalami pelindian hebat yang menghasilkan horison pencucian yang miskin hara dan (Petocz, 1984) berpasir, sedangkan horison penimbunan kaya akan besi dan humus yang disebut horison spodik. Menurut klasifikasi PPT (1978/1982) Podzolik sepadan dengan Podsolik atau Kambisol (Podsolik Coklat), sedangkan menurut FAO/UNESCO (1974), sama dengan Podsolik. Berdasarkan klasifikasi USDA Soil Taxonomy (19975/1998), tanah Podzolik sepadan dengan Ultisol. 3. Tanah Brown Forest (Inceptisol) Tanah ini berada pada perbukitan dan lereng pegunungan rendah pada sabuk Utara Papua dari bahan induk basik dan batuan kalkareus (kapur) dengan curah hujan sedang. Di Papua Barat, tanah ini dijumpai di pegunungan Wondiwoi, Arfak dan Tamrau. Pada altitut tinggi di mana curah hujannya tinggi, tanah ini menjadi meningkat kemasamannya. Sering pula dijumpai berasosiasi dengan Regosol. Menurut klasifikasi PPT (1978/1982) dan Inceptisol. FAO/UNESCO (1974), tanah Brown Forest sama dengan Kambisol, sedangkan menurut Soil Taxonomy (19975/1998), sepadan dengan Litosol, sedangkan menurut sistem klasifikasi USDA Soil Taxonomy (1975/1998), Litosol dan

LAPORAN AKHIR 1-26

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

4. Latosol (ultisol) dan Lateritik (oksisol)


Latosol adalah tanah yang mengalami pelapukan sangat tinggi, terutama di daerah dengan ketinggian rendah di mana dijumpai pula berasosiasi kelompok Lateritik. Lateritik berkembang pada kondisi yang sama dengan Latosol, namun dengan pengaruh hidromorfik karena berasosiasi dengan fluktuasi permukaan air tanah. Selain dijumpai luas di daerah Selatan Papua, Latosol juga dijumpai tersebar di Selatan Kepala Burung hingga ke Leher Burung sebelah Utara dan Selatan serta di kepulauan Raja Ampat. Latosol sepadan dengan Kambisol, Latosol, Lateritik (PPT, 1978/1982), Cambisol, Nitosol, Ferrasol (UNESCO, 1974) dan Iceptisol, Ultisol, oxisol (USDA Soil Taxonomy, 1975/1998).

5. Rendzina (Molisol)
Pembentukan tanah ini dikendalikan kuat oleh bahan induk. Rendzina berbatu dangkal terdapat pada perbukitan batu gamping dan di sepanjang daerah pantai pada platform koral terangkat yang umumnya bercirikan karst. Tanah ini berkembang baik pada perbukitan antara Teluk Etna dan Arguni, pegunungan Kumawa dan Arfak dan di Barat daya pegunungan Tamrau. Rendzina dijumpai pula pada terumbu koral terangkat barusan muda. Rendzina dicirikan oleh horison permukaan lembab coklat tua, berada di atas bahan berpasir coklat kelabu tua yang berangsur ke dalam bahan koral. Rendzina sepadan dengan Rendzina (PPT, 1978/1982), Rendzina (UNESCO, 1974) dan Rendoll (USDA Soil Taxonomy, 1975/1998).

6. Aluvial dan Gambut


Pada umumnya jenis tanah ini dijumpai pada semua ketinggian, baik di daerah kering maupun basah. Di daerah kering, dengan tekstur tanahnya kasar dan berdrainase baik dijumpai di dataran landai, dataran banjir mapan, dan kipas aluvial, sedangkan, di daerah basah dengan drainase jelek dijumpai di dataran banjir atau rawa dari aluvium atau gambut. Tanah dengan tekstur halus dan gleisasi kuat akibat drainase jelek selama musim hujan cenderung bereaksi sangat alkalin, berada di dekat pantai dan sungai yang dipengaruhi pasang surut, namun semakin ke menjauhi pantai semakin meningkat kemasaman tanahnya. Tanah gambut dataran rendah dijumpai luas di Utara dan Selatan teluk Bintuni, serta gambut pegunungan dalam luasan yang kecil berada di sekitar danau Anggi Gita dan Anggi Giji. Tanah Aluvial sepadan dengan tanah Aluvial (PPT, 1978/1982), Fluvisol (UNESCO,1974) dan Entisol, Inseptisol (USDA Soil Taxonomy, 1975/1998). Tanah gambut menurut USDA Soil Taxonomy (1975/1998), sepadan dengan Histosol.

LAPORAN AKHIR 1-27

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

7. Tanah Salin
Tanah salin atau tanah garaman (salty soils) biasanya bertekstur halus, berdraenase jelek karena dipengaruhi pasang surutnya air laut, serta bahan liat marin termasuk di dalamnya. Vegetasi khas dari tanah ini adalah mangrove dan nipah. Tanah Salin berkembang baik di sepanjang pantai Selatan mulai dari pulau Kimaam hingga teluk Etna dan di Selatan Kepala Burung dan Teluk Bintuni. Tanah ini menunjang pertumbuhan habitat mangrove terluas di Indonesia. Tanah Saline menurut USDA Soil Taxonomy (1975/1998), sepadan dengan Entisol (Sulfaquent) dan Inseptisol (sulfaquept). Persebaran jenis-jenis tanah di Propinsi Papua Barat dapat dilihat pada Gambar 1.11: Tekstur Tanah Pada umumnya, tanah bertekstur berat, yaitu berkisar dari lempung liat berdebu hingga liat berdebu. Kadar liat yang tinggi dapat menyebabkan akar tanaman sulit berkembang. Selain itu, berdampak pula terhadap rendahnya kapasitas infiltrasi (perembesan) tanah sehingga menyebabkan penggenangan air di permukaan tanah terutama di musim penghujanan. Hal ini sudah barang tentu akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Untuk tujuan penanaman kakao, maka drainase permukaan maupun drainase internal sangat perlu diperhatikan, jika ingin memperoleh pertumbuhan dan produksi kakao yang baik. Untuk menanggulangi drainase yang jelek, maka perlu dibuatkan selokan-selokan drainase berukuran kecil hingga sedang serta cukup dalam agar kelebihan air dapat dikeluarkan, sehingga tanahnya selalu dalam keadaan kering (lembab) dan tidak jenuh air. Selain itu, agar pertumbuhan akar tanaman kakao tidak terhalang oleh lapisan liat yang kompak, maka perlu digali lubang tanaman yang cukup besar dan dalam. 1.1.6.2 Reaksi Tanah Pada umumnya, tanah bereaksi alkali hingga sangat alkali dengan kisaran pH rata-rata 7,0 7,8. Semakin dalam tanahnya semakin tinggi reaksi tanah, bahkan tidak jarang mencapai pH=8,0 atau lebih. Tingginya pH tanah ini disebabkan karena tingginya kadar kalsium tanah (kapur) yang terbawa bersama bahan endapan sungai yang berasal dari pegunungan dan perbukitan kapur di sekitarnya. Reaksi Tanah demikian menyebabkan sebagian besar unsur-unsur hara makro (N, P, K) dan mikro (Fe, Zn, Mn, B, Cu) berada dalam keadaan tidak tersedia bagi tanaman. Apabila reaksi tanah mencapai pH=8,0 atau lebih akan menyebabkan tanaman sulit menyerap fosfat dan unsur-unsur mikro.

LAPORAN AKHIR 1-28

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Pada saat penelitian dijumpai pertanaman kacang tanah milik masyarakat di Kampung Pobaim yang menunjukkan gejala kekuningan pada daun-daun muda. Gejala kekuningan ini diduga kuat karena kahat akan beberapa unsur mikro. Gejala klorosis ini diistilahkan sebagai Klorosis Terimbaskan Kapur (Lime Induced-Chlorosis), suatu gejala kekahatan hara yang biasanya muncul di tanah-tanah berkapur. Kation-Kation Tersedia Kation tersedia yang diukur adalah Kalsium (Ca), Magnesium (Mg) dan Kalium (K). Kadar Ca dan Mg tersedia pada umumnya sedang hingga sangat tinggi. Hal ini mengisyaratkan bahwa kebutuhan tanaman akan Ca dan Mg cukup memadai sehingga tidak perlu diberi pupuk dengan kedua unsur tersebut. Pada kadar Ca yang sangat tinggi seperti dijumpai di beberapa tempat justru mengganggu pertumbuhan tanaman. Sebaliknya, K tersedia tergolong rendah hingga sangat rendah sehingga pemupukan K sangat diperlukan agar mendapatkan produksi tanaman yang baik. Dalam hal tanaman tahunan seperti kakao, maka pemupukan kalium setidaknya dilakukan setiap tahun. Hasil analisis mineral tanah juga mencerminkan rendahnya kadar K tanah. Mineral tanah penyumbang kalium dari jenis kalium-veldspat yang telah hancur menunjukkan status kalium tanah yang jelek. Fosfor Tanah Kadar fosfat tersedia tergolong agak tinggi hingga sangat tinggi. Hampir semua contoh tanah menunjukkan adanya mineral primer apatit penyumbang fosfat yang tergolong sporadis (<1%) hingga beberapa persen saja. Dari pengalaman membuktikan bahwa walaupun jumlahnya sangat sedikit atau sporadis (<1%), nilai fosfat tersedia biasanya tinggi. Dengan demikian unsur hara fosfor dianggap cukup bagi kebutuhan tanaman, sehingga pemupukan P tidak diperlukan selama beberapa waktu tanam. Fosfat dan Kalium Total Kadar fosfat dan kalium total mencerminkan cadangan hara tersebut dalam tanah. Pada umumnya, kadar fosfat total berkisar dari Sedang hingga Tinggi sehingga tidak mengkhawatirkan. Tampaknya kandungan fosfat total dan fosfat tersedia berkorelasi positif sehingga memperkuat dugaan bahwa kadar fosfat cukup bagi kebutuhan tanaman. Kadar kalium total berkisar dari agak rendah hingga sedang. Ini berarti bahwa cadangan kalium tanah tidak memadai bagi suatu usaha pertanian, sehingga diperlukan pemupukan untuk mempertahankan kadar kalium tanah. Bahan Organik Tanah Kadar karbon (C) organik tanah mencerminkan kadar bahan organik tanah. Bahan organik sangat penting karena berpengaruh terhadap perbaikan sifat fisika dan kimia tanah. Bahan organik membantu granulasi dan penstabilan agregat tanah sehingga memperbaiki retensi LAPORAN AKHIR 1-29

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

air tanah, meningkatkan laju infiltrasi dan kapasitas memegang air. Selain itu, bahan organik meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK), yang berarti pula meningkatkan kemampuan menyerap kation unsur hara makro dan mikro sebagai sumber hara. Tidak kalah pentingnnya adalah dengan adanya bahan organik akan sangat berdaya terhadap biologi tanah. Pada umumnya kadar C organik tanah tergolong rendah. Hal ini mengisyaratkan bahwa peningkatan dan perlindungan bahan organik tanah sangat penting dilakukan. Untuk menanggulangi kekurangan bahan organik dapat dilakukan dengan pemberian pupuk kandang, kompos, dan menanam penutup tanah (seperti Pueraria javanica atau Calopogonium mucunoides) terutama pada pertanaman kakao. 1.1.6.3 Kedalaman Tanah Di samping jenis tanah, kedalaman tanah merupakan faktor pembatas bagi penggunaan tanah untuk tanaman. Hal tersebut berkaitan dengan volume tanah yang dapat dijelajahi oleh akar tanaman. Adapun kondisi kedalaman tanah di Tanah Papua dapat dilihat pada Gambar 1.12 Peta Kedalaman Tanah di Tanah Papua. 1.1.6.4 Kondisi Drainase Tanah Drainase tanah merupakan salah satu parameter penentu dalam penilaian

kualitas/karakteristik lahan. Drainse tanah merupakan cerminan terhadap kondisi tata air baik di dalam tanah maupun di permukaan tanah. Drainase tanah penting diperhatikan sebab drainase tanah mempengaruhi lingkungan perakaran tanaman yaitu keadaan air dan udara tanah. Tanaman pada umumnya tumbuh dan berkembang dengan baik apabila drainase tanah baik, namun demikian ada juga tanaman yang toleran terhadap drainase tanah yang jelek. Tanah dapat mempunyai drainase baik atau jelek tergantung pada kondisi internal dalam tanah seperti tekstur tanah, struktur tanah dan ada tidaknya lapisan kedap dalam tanah serta kemiringan lereng. Tekstur tanah mempengaruhi drainase, sebab tekstur tanah menentukan kemampuan tanah memegang air, semakin kecil tekstur tanah semakin kuat memegang air demikian pula sebaliknya. Struktur mempengaruhi drainase tanah karena struktur tanah menentukan proporsi ukuran pori tanah, sedangkan perkolasi air dalam tanah ditentukan oleh ada atau tidaknya lapisan kedap. Kemiringan lereng mempengaruhi drainase, dimana drainase jelek atau terhambat biasanya terdapat pada tanah yang relatif datar atau daerah

LAPORAN AKHIR 1-30

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028
Untuk jelasnya mengenai kondisi

cekungan bukan di daerah yang berlereng curam.

drainase tanah di Tanah Papua dapat dilihat pada Gambar 1.13. Gambar 1.11 Peta jenis tanah dan penyebarannya

LAPORAN AKHIR 1-31

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.12 Peta Kedalaman Tanah

LAPORAN AKHIR 1-32

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.13 Peta Drainase Tanah

LAPORAN AKHIR 1-33

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

1.1.7

Hidrologi

Tinjauan terhadap sumberdaya air sangat urgen sifatnya dilakukan guna memahami potensi, bentuk penguasaan, penggunaan, dan kesesuaian pemanfaatan sumberdaya air. Keberadaan sungai yang wilayah alirannya (DAS) di lebih dari satu wilayah administratif menjadikan sungai menuntut sistem pengaturan yang spesifik. Wilayah Provinsi Papua Barat dilewati beberapa sungai yang tersebar di beberapa wilayah kabupaten/kota. Dari sungai besar di Papua Barat sebagian besar mengalir di wilayah pengembangan Sorong. Sungai-sungai tersebut menjadi sebuah sistem daerah aliran sungai yang mengalir sepanjang tahun. Potensi sumberdaya sungai terbesar di Papua Barat disajikan dalam Tabel 1.11 berikut ini. Tabel 1.11 Nama, Panjang, Lebar dan Kecepatan Arus Sungai menurut Kabupaten/Kota
Wilayah Pengembangan WP Manokwari WP Sorong Nama Sungai Panjang (Km) Lebar (m) 80-350 60-700 80-2.700 80-350 140-1200 40--250 40-1300 40-2.200 30-40 50-125 45-1250 20-25 50-570 40-700 200-800 Kecepatan (Km/jam) 1,26 2,95 3,06 1,26 2,7 2,88 2,88 0,9 0,9 2,52 3,06 0,9 0,9 1,62 2,7

Laore 163 Beraur 360 Kaibus 200 Kais 184 Kamundan 425 Aifat 174 Karaora 230 Minika 225 Remu 17 Sebak 267 Seramuk 229 WP Fakfak Umbawa 280 Uta 246 Warsamsan 320 Muturi 428 Sumber: Provinsi Papua Barat dalam AngkaTahun 2009

Sungai-sungai besar hingga kecil yang berasal dari wilayah pegunungan di bagian tengah Kepala Burung yang mengalir ke arah dataran rendah (berawa) dan bermuara di Teluk Bintuni. Selain itu, terdapat pula sejumlah sungai yang mengalir ke arah Selatan dan bermuara di pantai Selatan pada dan pantai Utara. Beberapa sungai besar yang bermuara di Teluk Bintuni adalah Sungai Arandai, Wiryagar, Kalitami, Seganoi, Kais, Kamundan, Teminabuan, Sermuk, Maambar, Woronggei dan Sanindar. Selain sungai juga dijumpai danau di daerah pegunungan, yaitu Danau Anggi Giji dan Anggi Gita serta Danau Ayamaru.

LAPORAN AKHIR 1-34

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Di Provinsi Papua Barat terdapat beberapa sungai yang membentuk beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS). Sebagian besar Daerah Aliran Sungai yang terbentuk adalah pada kabupaten-kabupaten di Wilayah Pengembangan Sorong. Sungai-sungai yang termasuk dalam kategoti terpanjang adalah Sungai Kamundan (425 km), Sungai Beraur (360 km), dan Sungai Warsamsan (320 km), sedangkan sungai-sungai yang termasuk kategori terlebar adalah Sungai Kaibus (80-2700 m), Sungai Minika (40-2200 m), Sungai Karabra (40-1300 m), Sungai Seramuk (45-1250 m), dan Sungai Kamundan (140-1200 m). Sungaisungai ini sebagian besar terletak di kabupaten-kabupaten di Wilayah Pengembangan Sorong. Berdasarkan data-data pada tabel di atas, beberapa sungai yang memiliki kecepatan arus paling deras antara lain adalah Sungai Seramuk (3,06 km/jam), Sungai Kaibus (3,06 km/jam), Sungai Beraur (2,95 km/jam), Sungai Aifat (2,88 km/jam), dan Sungai Karabra (2,88 km/jam). Sungai-sungai tersebut terletak pada Wilayah Pengembangan Sorong. Secara garis besar, daerah tangkapan sungai (catchment area) di Provinsi Papua Barat dapat dibagi ke dalam dua satuan wilayah sungai (SWS). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.12 dan Gambar 1.14 tentang Peta Hidrologi. Tabel 1.12 Pembagian Satuan Wilayah Sungai di Provinsi Papua Barat
Kabupaten T. Bintuni, Manokwari T. Bintuni, Manokwari Manokwari Manokwari Manokwari Manokwari Manokwari Manokwari T. Wondama T. Wondama T. Wondama T. Wondama Kaimana, Nabire Kaimana Kaimana Kaimana Kaimana, Fak Fak Fak Fak, Fak Fak Fak Fak Fak Fak Fak Fak, T. Bintuni Sorong Selatan, Manokwari Manokwari, Sorong Selatan Sorong Selatan Sorong Selatan Sorong Selatan Sorong Selatan, Sorong Sorong Selatan, Sorong WS B-50 Kamundan-Sebyar B-50 Kamundan-Sebyar B-50 Kamundan-Sebyar B-50 Kamundan-Sebyar B-50 Kamundan-Sebyar B-50 Kamundan-Sebyar B-50 Kamundan-Sebyar B-50 Kamundan-Sebyar B-50 Kamundan-Sebyar B-50 Kamundan-Sebyar B-50 Kamundan-Sebyar B-50 Kamundan-Sebyar A2-27 Omba A2-27 Omba A2-27 Omba A2-27 Omba A2-27 Omba A2-27 Omba A2-27 Omba A2-27 Omba A2-27 Omba B-50 Kamundan-Sebyar B-50 Kamundan-Sebyar B-50 Kamundan-Sebyar B-50 Kamundan-Sebyar B-50 Kamundan-Sebyar B-50 Kamundan-Sebyar B-50 Kamundan-Sebyar Nama Das Wasian Sebyar Kasi Mangopi Prafi Maruni Masawui Ransiki Windesi Wasimi Wondiwoi Woworama Omba Laenatum Lengguru Berari Madefa Karufa Bedidi Fak Fak Bomberai Wariagar Kamundan Kais Sekak Waromga Seremuk Karabra Luas (Km2) 4.851,000 12.981,400 693,200 1.917,200 1.169,300 193,320 111,110 584,300 23,560 617,400 172,820 279,700 8.610,200 379,500 1.870,000 1.029,900 4.605,570 477,400 1.355,600 88,760 2.033,300 6.720,000 9.732,250 4.232,740 830,700 810,430 884,600 5.989,230

LAPORAN AKHIR 1-35

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Kabupaten WS Nama Das Luas (Km2) Sorong Selatan, Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Kladuk 3.131,150 Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Klasegun 848,510 Raja Ampat B-50 Kamundan-Sebyar Misol 848,160 Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Salawati 368,910 Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Samate 82,000 Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Batanta 69,490 Raja Ampat B-50 Kamundan-Sebyar Waigeo 598,160 Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Remu 46,440 Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Warsamson 2.437,131 Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Mega 1.048,340 MANOKWARI B-50 KAMUNDAN-SEBYAR MAON 682,300 Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Wesauni 626,933 T. Bintuni B-50 Kamundan-Sebyar Kasuari 1.971,850 T. Bintuni B-50 Kamundan-Sebyar Wagura 1.799,100 T. Wondama B-50 Kamundan-Sebyar Arumasa 2.497,000 T. Bintuni, Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Muturi 5.381,300 Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumberdaya Air, Jayapura 2005.

Tabel 1.13 Debit Sungai Dirinci Menurut DPS di Provinsi Papua Barat
No No. DPS 1 17 2 18 3 19 4 20 5 21 6 22 7 23 8 24 9 25 10 26 11 27 12 28 13 29 14 30 15 31 16 32 17 33 18 34 19 35 20 36 21 37 22 38 23 38 a 24 39 25 40 26 41 27 42 28 43 29 44 30 45 31 46 32 47 33 48 34 49 NAMA DPS Omba Laenatum Lengguru Berari Madefa Karufa Bedidi Fak Fak Bomberai Kasuari Wagura Arumasa Muturi Wasian Sebyar Wariagar Kamundan Kais Sekak Waromga Seremuk Karabra Kladuk Klasegun Misol Salawati Samate Batanta Waigeo Remu Warsamson Mega Koor Maon SWS B - 49 B - 49 B - 49 B - 49 B - 50 B - 49 B - 49 B - 49 B - 49 B - 50 B - 50 B - 50 B - 50 B - 50 B - 50 B - 50 B - 50 B - 50 B - 50 B - 50 B - 50 B - 50 B - 50 B - 50 B - 50 B - 50 B - 50 B - 50 B - 50 B - 50 B - 50 B - 50 B - 50 B - 50 Catchments Area (Km2) 8,610.200 379.500 1,870.000 1,029.900 4,605.570 477.400 1,355.600 88.760 2,033.300 1,971.850 1,799.100 2,497.000 5,381.300 4,851.000 12,981.400 6,720.000 9,732.250 4,232.740 830.700 810.430 884.600 5,989.230 3,131.150 848.510 848.160 368.910 82.000 69.490 216.500 46.440 2,437.131 1,048.340 1,202.800 682.300 Qn (m3/s) 316.919 29.086 141.454 96.869 374.730 38.903 107.968 11.747 146.870 142.232 165.546 127.979 476.337 364.562 825.032 432.319 796.177 221.554 46.634 50.282 58.182 302.739 195.716 58.497 53.437 27.064 6.183 5.338 13.309 4.721 147.467 120.947 140.594 104.163 KABUPATEN Kaimana, Nabire Kaimana Kaimana Kaimana Kaimana, Fak Fak Kaimana, Fak Fak Fak Fak Fak Fak Fak Fak, T. Bintuni T. Bintuni T. Bintuni T,Wondama T. Bintuni, Manokwari T. Bintuni, Manokwari T. Bintuni, Manokwari Sorong Selatan, Manokwari Manokwari, Sorong Selatan Sorong Selatan Sorong Selatan Sorong Selatan Sorong Selatan, Sorong Sorong Selatan, Sorong Sorong Sorong Raja Ampat Sorong Sorong Sorong Raja Ampat Sorong Sorong Sorong Sorong Manokwari

LAPORAN AKHIR 1-36

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

No No. DPS NAMA DPS SWS Catchments Area (Km2) Qn (m3/s) KABUPATEN 35 50 Wesauni B - 50 626.933 108.648 Manokwari 36 51 Kasi B - 50 0.000 128.883 Manokwari 37 52 Mangopi B - 50 1,917.200 222.960 Manokwari 38 53 Prafi B - 50 1,169.300 161.814 Manokwari 39 54 Maruni B - 50 193.320 25.129 Manokwari 40 55 Masawui B - 50 111.110 18.958 Manokwari 41 56 Ransiki B - 50 584.300 76.153 Manokwari 42 57 Windesi B - 50 23.560 3.574 T,Wondama 43 58 Wasimi B - 50 617.400 45.854 T,Wondama 44 59 Wondiwoi B - 50 172.820 18.816 T,Wondama 45 60 Woworama B - 50 279.700 30.974 T,Wondama Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumberdaya Air, Jayapura 2005.

Selain sungai, danau juga merupakan sumber air permukaan potensil. Di Provinsi Papua Barat terdapat 12 danau besar dan kecil yang tersebar di empat kabupaten/kota. Informasi selengkapanya di sajaikan pada Tabel 1.14. Tabel 1.14 Luas dan Penyebaran Danau di Tanah Papua
No Nama Danau Luas (Ha) Kabupaten

01 Aiwasa 10,240 Kaimana 02 Laamora 16,740 Kaimana 03 Urema 12,600 Kaimana 04 Mbula 6,024 Kaimana 05 Kamakawalor 23,340 Kaimana 06 Berari 6,916 Kaimana 07 Makiri 7,527 Tel. Bintuni 08 Tanemot 17,640 Tel. Bintuni 09 Anggi Gigi 21,370 Manokwari 10 Anggi Gita 22,830 Manokwari 11 Ayamaru 10,850 Sorong Sel. 12 Hain 4,596 Sorong Sel. Sumber: Dinas PU (2003). Studi Aplikasi SWS di Tanah Papua

Potensi Air Tanah Air tanah mengandung dua pengertian. Pertama air tanah yang terkandung dalam tanah hingga batas kedalaman perakaran pada umumnya tanaman atau pada solum tanah dan disebut sebagi kandungan lengas tanah atau soil moisture. Kedua, air tanah di bawah permukaan bumi pada kedalaman lebih dari yang tersebut di atas, dan disebut sebagai ground water. Biasa juga disebut sebagai air aquifer. Ground water. Di Papua Barat potensi air tanah dangkal cukup signifikan terdapat di Kabupaten Sorong Selatan (40 %). Potensi air tanah dalam sangat signifikan di bebrapa kabupaten di Provinsi Papua baik dilihat dari luasan maupun luasan relatifnya. Luas areal yang meliputi air tanah dalam terbesar di Kabupaten Digul yakni 1.796.131 ha (62,2 %), menyusul Asmat 951.872 ha LAPORAN AKHIR 1-37

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

(49,8 %), Mappi 778.432 ha (28,1 %), dan Mimika (458.857 ha (20,2 %). Di Provinsi Papua Barat, hanya Kabupaten Teluk Wondama yang secara relatif signifikan yakni 33 %, namun secara mutlak kecil karena hanya mencakupi lahan seluas 165.000 ha. Penyebaran lokasi air tanah diperlihatkan pada Tabel 1.15. Penyebaran tersebut dapat pula dilihat pada Gambar 1.15. Tabel 1.15 Distribusi Luas Areal Air Tanah (Ground Water) Menurut Kabupaten di Tanah Papua
No AT Dlm dan Perairan Sedang 1 Kota Sorong 33,740 3,071 806 110 2 Kab. Fak Fak 935,324 181,897 30,636 1,123 3 Kab. Sorong 1,495,530 391,004 10,184 13,644 4 Kab. Manokwari 1,957,041 372,815 115,122 11,910 5 Kab. Kaimana 1,706,455 270,793 241,304 61,320 6 Kab. Sorong Selatan 1,326,757 531,029 116,462 27,907 7 Kab. Raja Ampat 741,941 89,098 1,653 602 8 Kab. Teluk Bintuni 1,230,278 237,421 263,457 49,242 9 Kab. Teluk Wondama 500,174 77,637 164,843 1,058 Provinsi Papua Barat 9,927,241 2,154,766 944,467 166,916 Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumberdaya Air, Jayapura 2005. KABUPATEN Luas Wilayah AT Dangkal Tanpa AT 29,752 721,668 1,080,698 1,457,195 1,133,037 651,359 650,588 680,158 256,637 6,661,091

LAPORAN AKHIR 1-38

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.14 Peta Hidrologi Provinsi Papua Barat

LAPORAN AKHIR 1-39

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.15 Peta Air Tanah

LAPORAN AKHIR 1-40

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

1.1.8

Karakteristik Hidro-Oseanografi

Sebagian besar kota dan kabupaten-kabupaten di Provinsi Papua Barat yang sudah ada tumbuh dan berkembang di tepi laut. Kecenderungannya, pertumbuhan tersebut akan mengikuti daerah eksisting. Oleh karena itu, dalam dokumen perencanaan perlu adanya kajian dan pertimbangan dari segi karakteristik hidro-oseanografi yang mencakup aspek fisik perairan dan aspek kimia perairan. 1.1.8.1 Aspek Fisik Perairan Naik turunnya muka laut dapat terjadi sekali sehari (pasut tunggal atau diurnal tide) atau dua kali sehari (pasut ganda atau semi diurnal tide), sedangkan pasut yang berperilaku di antara keduanya disebut sebagai pasut campuran. Kisaran pasang surut (tidal range) adalah perbedaan tinggi muka air pada saat pasang maksimum dengan tinggi muka air pada saat surut minimum yang juga dipengaruhi oleh geometrik wilayah yang bersangkutan. Kisaran pasang surut di perairan Papua mencapai 3 - 6 meter, dengan tipe pasut ganda campuran. Gelombang laut terbentuk karena adanya proses alih energi dari angin ke permukaan laut, atau pada saat-saat tertentu disebabkan oleh gempa di dasar laut. dalam bentuk hempasan ombak. Pengamatan gelombang di perairan Papua relatif masih belum banyak dilakukan. Namun demikian sesungguhnya terdapat hubungan antara angin musim dan pola gerakan gelombang. Hasil penelitian Pusat Riset Teknologi Kelautan, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan tanggal 30 Juni6 Juli 2005 menunjukkan bahwa tinggi gelombang di wilayah kajian berkisar antara 0,21,2 m. Gelombang yang datang menuju pantai dapat menimbulkan arus pantai (nearshore current) yang berpengaruh terhadap proses sedimentasi ataupun abrasi di pantai. Pola arus pantai ini terutama ditentukan oleh besarnya sudut yang dibentuk antara gelombang yang datang dengan garis pantai. Jika sudut datang cukup besar, maka akan terbentuk arus menyusur pantai (longshore current) yang disebabkan oleh perbedaan teknan hidrostatik. Selain gelombang, pasang surut juga merupakan parameter oseanografi lain yang penting sebagai pembangkit arus di pantai. Arus yang disebabkan oleh pasut ini dipengaruhi oleh dasar perairan. Arus pasang surut yang terkuat akan ditemui di dekat permukaan dan akan menurun kecepatannya semakin mendekati dasar perairan. Gelombang ini merambat ke segala arah dengan membawa energi yang kemudian dilepaskan ke pantai

LAPORAN AKHIR 1-41

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Arus adalah gerakan air yang mengakibatkan perpindahan horisontal dan vertikal masa air oleh perbedaan energi potensial. Keadaan arus laut umumnya terjadi akibat pengaruh beberapa gaya yang bersamaan yang terdiri dari arus tetap, arus periodik, (pasut) dan arus angin. Bishop (1984) menyatakan bahwa gaya yang berperan dalam sirkulasi masa air adalah gaya gradient tekanan, gaya coriolis, gaya gravitasi, gaya gesekan, dan gaya sentrifugal. Pola arus perairan Papua menurut P30-LIPI Ambon tahun 1992 bahwa pola arus dipengaruhi oleh pasang surut, dimana kecepatan arus rata-rata pada waktu pasang dan surut 7 8 cm/ det di daerah pesisirnya, dan waktu pasang 11 cm/det. Keadaan ini dipengaruhi dipengaruhi oleh keadaan rataan dan sedimentasi di pesisir pantai. Upwelling adalah menaiknya massa air laut dari lapisan bawah permukaan (dari kedalaman (150 250 m) karena proses fisik perairan. Karena massa air bawah permukaan pada umumnya lebih kaya zat hara dibandingkan dengan lapisan permukaannya, maka menaiknya massa air tersebut akan menyuburkan kawasan permukaannya. Di perairan Papua, upwelling terjadi di Laut Arafura (Wyrtki, 1958). Air naik di laut tersebut terjadi pada musim Timur, dimulai sekitar bulan Mei sampai kira-kira bulan September. Karena pada saat tersebut angin musim Timur mendorong keluar air permukaan Laut Arafuru dengan laju yang lebih besar daripada yang dapat diimbangi oleh air permukaan sekitarnya, akibatnya air yang berada di lapisan bawahnya terangkat naik untuk mengisi kekosongan tersebut. Air yang naik ini bersumber dari kedalaman sekitar 125 300 m yang menyusup dari Lautan Pasifik. Kecepatan naiknya tampaknya kecil, diperkirakan 0,0006 cm/detik. Tetapi ini mempunyai arti besar, karena dengan adanya volume air yang terangkat di daerah ini bisa mencapai 2 juta m3/detik. Akibat dari naiknya massa air ini adalah suhu permukaan menjadi lebih rendah, yaitu C lebih rendah dari musim Barat, sedangkan salinitas lebih tinggi 1 per mil. Demikian pula kandungan fosfat dan nitrat masing-masing naik dua kali lipat.

LAPORAN AKHIR 1-42

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.16 Ketinggian Gelombang Laut 1.1.8.2 Aspek Kimia Perairan Perairan di Papua sangat dipengaruhi oleh dua musim, yaitu : (a) musim Barat, dan (b) musim Timur. Musim Barat puncaknya terjadi pada bulan Februari, sedangkan musim Timur puncaknya terjadi pada bulan Agustus. Sifat fisik, kimia, dan biologi perairan pada kedua musim tersebut penyebarannya kisaran nilainya disajikan dalam Tabel 1.16. Dari tabel aspek fisik dan kimia adalah sesuatu proses yang dinamis dan sangat tergantung pada musim. Pada saat musim Barat suhu permukaan laut cenderung lebih panas bila dibanding dengan pada musim Timur. peningkatan fitoplankton dan zooplankton. Wilayah perairan Selatan Papua merupakan perairan yang memiliki karakteristik massa air yang agak berbeda dengan perairan wilayah Indonesia lain. Hal ini disebabkan oleh letak geografis perairan tersebut yang berdekatan dan lebih terbuka dengan laut Banda, laut Timor dan samudera Hindia. Pada musim Timur kondisi oseanografis perairan ini banyak dipengaruhi oleh massa air dari Laut Banda (Wyrtki, 1961; Tchernia, 1980). Hal ini berpengaruh besar terhadap sebaran klorofil-a dan nutruen serta ikan-ikan pelagis di wilayah tersebut sehingga perairan ini juga dikenal sebagai salah satu daerah penangkapan ikan dan udang, terutama ikan-ikan pelagis. Sedangkan kadar oksigen terlarut (DO) di Perairan Utara dan Selatan berkisar antara 2,12 - 4.51 ml/l dengan ratarata 3.17 ml/l, kandungan konsentrasi fosfat berkisar antara 0.02 - 3.39 g-A/l dengan rataDinginnya suhu permukaan di musim Timur tersebut cenderung membuat perairan cenderung lebih subur yaitu dengan adanya

LAPORAN AKHIR 1-43

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

rata 1.53 g-A/l. Kadar konsentrasi nitrat berkisar antara 0.19 g-A/l sampai 40,94 g-A/ serta kadar konsentrasi silikat yang terukur berkisar antara 0.83 - 91.34 g-A/l . Tabel 1.16 Kisaran Nilai Kondisi Fisik, Kimia, dan Biologi Perairan Papua
No. Parameter Musim Barat (Februari) Musim Timur (Agustus) 1 Suhu (oC) 28,8 30,0 26,0 26,8 2 Salinitas (ppm) 31,0 34,0 30,0 34,0 3 Oksigen (cm3/cm2) 3,5 4,5 4,0 4,25 4 Fosfat (m) 0,1 0,5 0,1 - 0,5 5 Nitrat (m) 0,5 1,5 1,0 1,5 6 Silikat (m) 2,5 7,5 2,5 7,5 7 Klorofil a (mg/m3) Gb 0,5 2,0 0,5 2,0 8 Fito Plankton (cell/dm3) 200 1.800 200 3.000 9 Zoo Plankton (cm3/cm2) 5 - 10 10 - 40 10 Larva Krustasea (Jumlah/m2) 500 1.000 500 1.000 Sumber: Netherlands Journal of Sea Research 25 (4): 431-447 (1990), hasil interpretasi ETM7, dan hasil analisis

1.1.9

Ketersediaan Lahan

Ketersediaan tanah atau lahan yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Guna Lahan sebagai suatu rencana dasar memberikan gambaran potensi lahan dan arahan bagi kawasan yang dapat dikembangkan/dibudidayakan atau karena limitasinya tidak dapat dikembangkan sama sekali berdasarkan faktor-faktor fisik dasar. Penggunaan lahan sekarang (eksisting) memberi gambaran sejauh mana jenis dan tingkat pemanfaatan lahan yang telah dilakukan baik yang bersifat budidaya maupun bukan budidaya. Ketersediaan tanah pada dasarnya tidak dilepaskan dengan status atau penguasaannya sekarang. Status tanah sekarang pada dasarnya sangat menentukan mudah dan dapat tidaknya suatu bidang tanah dikuasai atau dialihkan penguasaannya oleh pihak ketiga untuk kegiatan tertentu. Dalam hal ini, di wilayah Papua Barat perlu diperhatikan adanya berbagai jenis status (penguasaan) tanah sebagai berikut: a. Tanah negara bebas b. Tanah negara yang dibebani, di dalamnya termasuk: c. Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan HPHH Hutan Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA) Hutan Suaka Alam (HSA) Hutan Lindung Hutan Produksi Kontrak Karya Kuasa Pertambangan

Tanah negara yang telah diperuntukkan

d. Tanah negara yang dikuasai penduduk LAPORAN AKHIR 1-44

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

e. Tanah negara yang dikuasai instansi f. Hak Milik Adat g. Hak Guna Usaha h. Hak Pakai i. j. Hak Pengelolaan Hak Guna Bangunan

k. Hak Milik
Permasalahan yang mencolok adalah sering terjadi ketidaksesuaian antara arahan rencana tata ruang pada suatu lokasi dengan status atau penguasaan tanahnya sekarang terutama untuk tanah negara yang dibebani, yang pada umumnya mencakup areal yang sangat luas seperti HPH, konsesi, kuasa pertambangan kontrak karya. Misalnya pada kasus TGHK yang tumpang tindih dengan kuasa pertambangan atau Hak Penguasaan Hutan (HPH). Hal ini dapat menjadi masalah jika dikaitkan dengan fungsi kawasan yang ingin dipertahankan (misalnya fungsi hidro-orologis). 1.2 PENGGUNAAN LAHAN Pencatatan data mengenai penggunaan lahan di Papua Barat masih sangat terbatas. Data mengenai lahan antara satu dan yang lainnya kerap menunjukkan perbedaan. Faktor kondisi fisik Provinsi Papua Barat yang berbukit dengan banyak pulau menyebabkan pencatatan penggunaan lahan relatif lebih sulit dilakukan. Terlebih adanya kabupatenkabupaten bentukan baru menyebabkan pencataan data penggunaan lahan harus dilakukan ulang. Tabel 1.17 menunjukkan data penggunaan lahan di Provinsi Papua Barat yang dibedakan ke dalam beberapa kategori penggunaan lahan. Data tersebut hanya menunjukkan total luas Papua Barat sebesar 1 juta hektar. Terdapat kemungkinan adanya keterbatasan dalam pencatatan data penggunaan lahan. Tabel 1.17 Penggunaan Lahan di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Kabupaten/Kota dan Jenis Penggunaan Tahun 2008 (hektar)
Kampung/ Perumahan Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat 10.282 6.204 4.537 7.556 29.214 9.258 21.886 12.024 2.875 612 3.986 Sawah Tegalan 123.248 46.897 4.271 8.988 22.001 8.258 24.397 9.024 14.950 8.751 77.606 5.248 Kebun 8.256 5.321 Kebun Campur 42.865 12.883 5.791 9.222 28.566 4.686 12.226 5.224 28.887 11.838 88.918 24.509 4.159 82.197 30.302 Hutan 8.320 Semak 839 Tanah Rusak Lainlain 213.738 Total 407.548 71.305 14.599 26.378 239.884 30.953 268.633 31.520

LAPORAN AKHIR 1-45

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028
Kebun Campur 2.292 123.755 61.716 16.836 82.197 332.958 Hutan Semak Tanah Rusak Lainlain Total 27.218 1.118.038

Kampung/ Perumahan Kota Sorong Papua Barat 16.054 117.015

Sawah

Tegalan 7.412

Kebun 1.460 121.592

7.473

254.496

Sumber: Papua Barat dalam Angka 2009

Luas pengunaan lain-lain menjadi kategori dengan presentase tertinggi. Munculnya kategori tersebut sebagai yang tertinggi kemungkinan terkait dengan keterbatasan data. Di luar kategori lain-lain, fungsi sebagai tegalan mendominasi penggunaan lahan di Papua Barat yaitu mencapai 254.496 hektar atau sekitar 22,76 persen. Fungsi perkebunan dan kebun campur kemudian memiliki presentase di bawah fungsi tegalan. Gambar 1.17 Persentase Penggunaan Lahan di Papua Barat tahun 2005 Berdasarkan Jenis

1.2.1

Kehutanan

Potensi hutan di Provinsi Papua sangat tinggi. Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Papua secara keseluruhan (termasuk Provinsi Papua Barat) berdasarkan (SK. Menhutbun Nomor: 891/Kpts-II/1999) adalah sebesar 42.224.840 Ha yang terdiri dari Kawasan Hutan seluas 40.546.360 Ha dan Kawasan Perairan 1.678.480 Ha.

Tabel 1.18 Luas Hutan dan Perairan diProvinsi Papua Barat dirinci Per Kabupaten/Kota Tahun 2005-2008
Kabupaten/Kota 1. Kab. Manokwari 2. Kab. T. Bintuni 3. Kab. T. Wondama Luas Wilayah*) 1.283.800,00 1.863.700,00 578.800,00 Hutan+Perairan 1.564.151,37 2.199.921,01 610.065,90

LAPORAN AKHIR 1-46

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028
724.600,00 1.960.945,84 1.138.665,50 686.721,05 1.003.377,53 1.994.224,58 41.653,41 11.199.726,17

4. Kab. Sorong 5. Kab. Sorong Selatan 6. Kab. Raja Ampat 7. Kab. Fakfak 8. Kab. Kaimana 9. Kota Sorong Total

2.979.700,00 608.450,00 1.432.000,00 1.850.000,00 31.736,00 11.352.786,00

Sumber: Papua Barat dalam Angka 2009

Berdasarkan fungsinya, Hutan di Papua Barat diklasifikasikan menjadi 9 kategori. Hutan di wilayah ini memiliki fungsi sebagai kawasan konservasi terdiri dari kawasan Hutan Lindung sebesar 17,27%, Cagar Alam 24,27%, Taman Nasional 0,58%, Suaka Margasatwa 0,02%. Dan sebagai hutan produksi baik yang terbatas maupun dapat dikonversi adalah sekitar 56%. Fungsi-fungsi ini tentu apabila dilihat di lapangan tidak demikian nyata. Pembalakan liar dan issu illegal logging yang berkembang adalah satu hal yang selalu terjadi. Akan sangat kritis apabila proses tersebut berlangsung secara terus menerus tanpa upaya penanganan dari Departemen Kehutanan dan Pemda karena menyangkut isu global warming di mana Indonesia memiliki hutan yang mampu menyerap CO2 sedangkan kondisi sekarang ini, terlihat memprihatinkan. Tabel 1.19 Luas dan Prosentase Hutan berdasarkan Fungsi Hutan di Provinsi Papua Barat Tahun 2008
Fungsi Hutan APL (Area Penggunaan lain) HL (Hutan Lindung) HP (Hutan Produksi) HPT (Hutan Produksi Terbatas) HPK (Hutan Produksi dapat dikonversi) CA (Cagar Alam) SM (Suaka Margasatwa) TN (Taman Nasional) TW Perairan Grand Total Sumber: Papua Barat dalam Angka 2009 Luas (Ha) 196.072,10 1.934.634,98 1.885.601,25 2.199.385,28 2.146.379,45 2.718.202,34 1.965,74 64.641,59 33.503,63 19.339,83 11.199.726,17 % 1,75 17,27 16,84 19,64 19,16 24,27 0,02 0,58 0,30 0,17 100,00

LAPORAN AKHIR 1-47

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.18 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi di Papua Barat Tahun 2008
Satuan dalam% Luas Total 9.723.928,21

Sumber: Papua Barat dalam Angka 2007

Hutan produksi mendominasi jenis hutan di Papua Barat sementara hutan lindung hanya seluas 1,6 juta hektar atau sekitar 16,87 persen dari total luas hutan. Kabupaten Teluk Bintuni dan Fakfak memiliki luas hutan lindung yang relatif kecil jika dibandingkan dengan total luas hutannya. Tabel 1.20 Luas Kawasan Hutan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2008 (Ha)
Kabupaten/Kota Regency/ Municipality Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong 2008 2007 2006 2005 Hutan Kawasan Perlindungan Alam/ Kawasan Suaka Alam 44.174,92 113.101,10 95.240,87 86.794,95 591.681,30 65.941,16 310.509,50 442.865,40 1.339,15 1.751.648,35 1.751.648,35 1.751.648,35 1.751.648,35 Hutan Produksi Terbatas 202.535,20 519.806,40 121.700,10 275.891,90 411.464,30 92.248.56 209.817,70 6.989,17 6.790,63 1.847.243,96 1.847.243,96 1.847.243,96 1.847.243,96 Tetap 388.086,70 320.488,20 37.977,49 309.635,10 246.600,30 379.370,70 165.503,90 149.337,70 3.244,79 1.866.284,39 1.866.284,39 1.866.284,39 1.866.284,39 Hutan Produksi yg Dikonversi 219.080,90 253.270,50 149.617,00 397.458,00 204.291,00 462.525,90 479.300,90 132.228,30 16.372,29 2.314.144,79 2.314.144,79 2.314.144,79 2.314.144,79 Areal Penggunaan Lainnya 55.345,04 92.245,13 5.669,59 31.147,20 93.508,92 6.385,44 20.052,05 39.018,41 715,97 342.087,75 342.087,75 342.087,75 342.087,75 Jumlah

Hutan Lindung

39.565,14 327.046,10 79.054,50 66.558,10 395.893,20 284.057,30 302.364,90 149.337,70 4.400,63 1.648.277,57 1.648.277,57 1.648.277,57 1.648.277,57

948.787,90 1.623.957,43 489.259,55 1.167.485,25 1.943.439,02 1.290.529,06 1.487.548,95 785.816,19 32.863,46 9.769.686,81 9.769.686,81 9.769.686,81 9.769.686,81

Sumber: Papua Barat dalam Angka 2009

Fungsi guna lahan hutan dalam data Pemanfaatan Lahan (Papua Barat Dalam Angka Tahun 2007) menunjukkan bahwa luas hutan di Papua Barat hanya sebesar 61.1176 LAPORAN AKHIR 1-48

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

hektar atau hanya sekitar 5,52 persen. Padahal, dalam buku yang sama tercatat luas hutan di Papua Barat mencapai 9 juta hektar dari total luasan Papua Barat yang mencapai 11 juta hektar. Hal ini kemungkinan disebabkan dari perbedaan pemberian kategori dalam pencatatan penggunaan lahan. Fungsi-fungsi seperti tegalan, perkebunan, kebun campur, ataupun semak dan alang-alang memiliki kemungkinan untuk dikategorikan ke dalam hutan oleh data tentang lahan lainnya. Gambar 1.19 Luas Kawasan Hutan Menurut Kabupaten/Kota di Papua Barat Tahun 2008
2.500.000,00 2.000.000,00 1.500.000,00 1.000.000,00 500.000,00 0,00
Fa kFa k Ka Te im lu an k a W on da Te m lu a k Bi nt un M a i So no k w ro ar ng i Se la ta n So ro ng R aj a Am Ko pa ta t So ro ng

Berdasarkan data dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (2004), luas kawasan hutan di Provinsi Papua Barat mencapai 9,7 juta hektar. Namun, data luas hutan untuk setiap wilayah kabupaten setelah pemekaran masih belum pasti. Berdasarkan data sementara yang dikomplilasi dari berbagai sumber, proporsi luas kawasan hutan di Provinsi Papua Barat ditampilkan pada Tabel 1.21 berikut.

LAPORAN AKHIR 1-49

Tabel 1. 21 Persebaran Luas Kawasan Hutan (Ha) Menurut Fungsi pada Setiap Kabupaten di Provinsi Papua Barat
Hutan Lindung Fakfak Kaimana Sorong Kota Srng Sor-Sel Mnkwr Bintuni Wondama Raja Ampat Papua Barat 41.481,56 356.262,63 304.209,36 4.397,55 283.273,52 393.537,11 69.636,20 80.838,98 150.495,24 1.684.132,15 Hutan Produksi 383.366,53 322.008,56 165.092,15 2.661,52 356.005,21 231.394,97 276.371,87 32.234,34 15.240,84 1.784.375,99 Hutan Produksi Terbatas 203.338,83 530.834,12 206.174,24 6.418,15 93.600,34 413.192,60 281.031,81 127.181,19 6.941,32 1.868.712,60 Hutan Produksi Konversi 218.373,47 260.688,93 487.328,29 17.877,21 498.272,42 221.634,61 429.461,76 151.761,24 153.689,20 2.439.087,13 Areal Penggunan Lain 52.477,19 53.759,22 16.584,21 682,82 5.019,85 84.087,44 23.163,56 5.857,33 1.972,77 243.604,39 Cagar Alam Suaka Marga Satwa 657,37 0 0 0 0 4.389,27 0 0 10.188,88 15.235,52 Taman Nasional 0 0 270.389,81 0 0 69.277,66* 0 14.747,52* 1.102,47 355.517,46 Taman Wisata Alam 0 0 1.846,23 1.342,08 10.837,66 9.047,46 0 0 0 23.073,43 Total

37.045,44 112.560,61 24.262,12 0 55.976,41 500.977,78 100.729,13 80.499,72 398.138,33 1.310.189,54

936.740,39 1.636.114,07 1.475.886,41 33.379,33 1.302.985,41 1.927.538,90 1.180.394,33 493.120,32 737.769,05 9.723.928,21

Sumber : Balai Pemantapan Kawasan Hutan, 2004. Keterangan: *) Bagian kawasan Taman Nasional yang masuk dalam wilayah Administrasi Pemerintahan Provinsi Papua Barat (tidak termasuk perairan laut dan kepulauan).

1-50

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Fungsi hutan produksi menempati proporsi tertinggi (62,65%), terdiri atas hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi konversi. Hutan lindung dan hutan konservasi sebagai zona penyangga menempati luasan sebesar 34,84%. Kawasan hutan ini perlu dipertahankan keutuhannya untuk jangka panjang. Areal penggunaan lain seluas 2,51% dari luas kawasan hutan, merupakan lahan-lahan pemukiman dan lahan budidaya. Berdasarkan proporsi tersebut, nampak bahwa kawasan hutan untuk tujuan perlindungan masih berada di atas persentase yang disyaratkan, yaitu minimal 30%. Proporsi tersebut perlu dipertimbangkan kembali, karena dengan pemekaran wilayah di Papua Barat, persebaran di setiap kabupaten/kota tentunya akan bervariasi. Selain itu, secara fisiografi, kawasan hutan di Papua Barat memiliki slopes yang bervariasi dari datar sampai sangat curam, namun sekitar 66,62% memiliki slopes dari curam-sangat curam dengan kemiringan diatas 25%. Oleh karenanya dalam rencana pengembangan wilayah pembangunan di setiap kabupaten/kota perlu mempertimbangkan proporsi kawasan hutan untuk perlindungan ini. Kawasan hutan produksi, khususnya areal hutan produksi konversi persebarannya tidak merata di setiap kabupaten/kota. Untuk itu penataan fungsi kawasan perlu ditinjau kembali dan peninjauannnya dilaksanakan bersamaan dengan penetapan SDA tersedia di setiap wilayah Kabupaten/Kota. Kanwil Kehutanan Irian Jaya (2001), melaporkan bahwa luas kawasan hutan produksi di Papua Barat yang telah dibebani hak pengusahaan hutan (HPH) seluas 4.181,210 Ha atau 66,90% dari luas hutan produksi (6.250.273 Ha) dan sisanya seluas 2.069.063 Ha (43,10%) masih merupakan kawasan hutan produksi yang belum terbebani hak. Sisa areal hutan produksi tersebut sebagian besar merupakan wilayah hutan yang topografinya berat. Dengan kondisi kawasan hutan produksi demikian, maka pengembangan kehutanan kedepan tidak lagi hanya mengharapkan eksploitasi hutan alam, tetapi mengintensipkan pengembangan hutan tanaman baik Hutan Tanaman Industri (HTI) maupun Hutan Tanaman untuk tujuan Rehabilitasi Lahan Kritis (RHL) atau tujuan perlindungan lainnya. 1.2.2 Hak Pengusahaan Hutan (HPH) tata ruang wilayah pembangunan Provinsi Papua Barat dengan tetap memperhatikan karakeristik dan potensi

Dalam pengusahaan dan pemanfaatan hutan, diberikan Hak Pengusahaan Hutan dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu kepada perusahaan dibidang terkait. Di Provinsi Papua Barat sendiri telah dikeluarkan 29 unit HPH yang meliputi hutan seluas 4.654.211,97 Ha. Sementara Industri Primer Hasil Hutan (IPHH) yang berkembang di Papua Barat digolongkan menjadi 2 yaitu Industri yang berskala besar dengan nilai

LAPORAN AKHIR 1-51

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

produksi lebih dari 6.000 m3 dan industri di bawah sedang yaitu produksi dibawah 6.000 m3. Sedikitnya terdapat 3 perusahaan berskala besar dan 15 perusahaan sedang yang bergerak dalam sektor kehutanan ini. Perkembangan HPH tiap tahun menurun. Pada tahun 2005 terdapat 23 HPH Aktif dengan RKT seluas 66.269,70 Ha. Pada tahun 2006 terdapat 22 HPH Aktif dengan RKT seluas 65.287,61 Ha. Sedangkan pada tahun 2007 terdapat 20 HPH Aktif dengan RKT seluas 47.910,34 Ha. Namun Rata-rata realisasi RKT sebesar 32,7% dari Rencana Luas RKT sepanjang Tahun 2000-2005. Dan realisasi volume hanya sebesar 21,7% dari rata-rata rencana produksi per tahun. Tabel 1.22 Daftar Kepemilikan SK IUPHHK dan RKT Dirinci Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2004-2008
Kabupaten Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Sorong Papua Barat 2007 2006 2005 2004 SK IUPHHK (Ha) 311.300 1.164.010 311.800 1.396.140 85.000 609.500 691.450 51.600 4.620.800 2.764.500 4.620.800 4.620.800 4.620.800 Target Tahunan Maksimum Luas (Ha) Volume 298.943 78.617,47 23.930 791.803,86 11.680 323.458,00 35.998 922.719,00 56.274,03 9.248 93.620,00 10.858 267.051,00 37.300,00 390.657 49.083,43 390.657 390.657 390.657 2.570.843,36 1.951.537,81 2.570.843 2.570.843 2.570.843 Realisasi RKT Luas (Ha) Volume 6.601,00 138.783 20.146,92 472.076 4.326,20 78.187 11.007,48 319.493 6.758,63 10.799,30 1.585,60 61.225,13 61.225,13 66.076,20 50.371,40 148.920 202.906 31.472 1.391.837 1.391.836,55 1.420.477 984.434

Sumber: Papua Barat dalam Angka 2009 Tabel 1.23 Kawasan Hutan Produksi yang Telah Dibebani HPH/IUPHHK (Aktif+Dicabut)
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kabupaten/Kota Kab. Teluk Bintuni 1) Luas Hutan 2.199.921 Luas H. Prod 1.580.004 Areal HPH 1.425.880,06 %HPH/HP 90,25

Kab. Fakfak 1.003.378 713.392 599.220,50 84,00 Kab. Kaimana 1.994.225 1.220.431 1.092.193,03 89,49 Kota Sorong 41.653 28.340 6.242,28 22,03 Kab. Manokwari 1) 1.564.151 323.192 91.263,53 28,24 Kab. Raja Ampat 686.721 173.332 14.264,07 8,23 Kab. Sorong 1.960.946 896.419 650.360,33 72,55 Kab. Sorong Selatan 2) 1.138.665 955.762 541.426,89 56,65 Kab. Teluk Wondama 610.066 340.494 215.630,00 63,33 Total 11.199.726 6.231.366 4.636.480,67 74,41 1. Termasuk areal PT. Henrison Iriana (83.832,25 ha) dan PT. Artika Optima Inti Unit VI (57.726,99 ha) 2. Tidak termasuk areal konsesi PT. Mitra Pembangunan Global seluas 98.500 ha

LAPORAN AKHIR 1-52

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Dari Tabel 1.23 di atas dapat dilihat bahwa sekitar 74,41% hutan produksi di Provinsi Papua merupakan Areal HPH. Kabupaten Teluk Bintuni memiliki luas produksi terbesar dan dimanfaatkan 90,25% untuk pengusahaan hutan. Jenis HPH yang dipegang oleh perusahaan cukup bervariasi. Di Kabupaten Teluk Bintuni terdapat 14 HPH yang terdiri dari 2 HPH Sagu, 1 HPH Mangrove, 11 HPH Kayu. Namun dari 14 HPH tersebut, 2 HPH Kayu telah dicabut yaitu milik PT Artika Optima Intin dan PT Henrinson Iriana. Di Kabupaten Sorong Selatan, pemegang HPH Kayu sebanyak 4 unit dan HPH sagu sebanyak 2 unit. Sedang di Kabupaten Kaimana, Teluk Wondama dan Manokawri sebanyak 20 HPH berupa HPH Kayu diantaranya 3 HPH kayu telah dicabut. Sedang di Kabupaten Fak-Fak terdapat 6 HPH kayu dan 1 HPPH Mangrove, yang 1 HPH Kayu juga telah dicabut. Tabel 1.24 Direktori Perusahaan Pemerima HPH Dirinci Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat
Kabupaten Kab. Raja Ampat Kota Sorong NAMA HPH/IUPHHK PT. HANURATA UNIT I PT. INTIMPURA TBR. CO. PT. BANGUN KAYU IRIAN PT. HANURATA UNIT I PT. HASRAT WIRA MANDIRI PT. INTIMPURA TBR. CO. PT. Mancaraya Agro Mandiri Kab Sorong PT. MULTI WAHANA WIJAYA PT. BANGUN KAYU IRIAN PT. HASRAT WIRA MANDIRI PT. INTIMPURA TBR. CO. PT. SAGINDO LESTARI UNIT I PT. SAGINDO LESTARI UNIT II PT. WANA GALANG UTAMA PT. ARTIKA OPTIMA INTI N UNIT VI Kab Sorong Selatan PT. BANGUN KAYU IRIAN PT. HENRISON IRIANA PT. Megapura Mambramo Bangun PT. DHARMA MUKTI PERSADA Kab Teluk Wondama Kab Teluk Bintuni PT. KALTIM HUTAMA PT. WANA KAYU HASILINDO PT. WAPOGA MUTIARA TIMBER PT. AGODA RIMBA IRIAN PT. ARTIKA OPTIMA INTI N Unit VI PT. BINTUNI UTAMA MURNI W. INDT. 174/Kpts-IV/88 137.000 397/MenhutII/06 448/Kpts-II/88 279/Kpts-IV/88 547/Kpts-II/97 744/Kpts-II/90 759/Kpts-II/89 373.000 133.000 155.000 84.000 178.800 155.000 01/Kpts-II/93 299.000 464/Kpts-II/92 212.000 SK HPH 81/Kpts-II/94 69/Kpts-II/89 01/Kpts-II/93 81/Kpts-II/94 735/Kpts-II/1993 69/Kpts-II/89 55/Menhut-II/06 534/Kpts-II/91 01/Kpts-II/93 735/Kpts-II/1993 69/Kpts-II/89 1142/Kpts-II/92 LUAS_SK 51.600 333.000 299.000 51.600 119.700 333.000 97.820 139.000 299.000 119.700 333.000 98.000 DIGITASI LUAS (HA) 14.264,07 6.242,28 12.698,68 37.683,15 92.502,61 270.303,56 97.820,00 139.352,32 286.492,53 26.183,06 64.012,66 30.650,28 2.343,28 131.745,08 21.149,42 3,83 15.010,28 55.100,00 123.862,40 9.504,43 1.729,60 80.533,57 66.531,64 36.897,09 108.118,58

LAPORAN AKHIR 1-53

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028
SK HPH LUAS_SK DIGITASI LUAS (HA) 68.821,97 83.240,00 376.240,90 10.219,65 12.368,99 393/Kpts-II/92 464/Kpts-II/92 936/Kpts-II/92 744/Kpts-II/90 396/Kpts-II/90 811/Kpts-II/91 678/Kpts-II/89 379/Kpts-IV/87 154/Kpts-II/93 448/Kpts-II/88 81/Kpts-II/94 81/Kpts-II/94 08/Kpts-II/2001 279/Kpts-IV/88 180/Kpts-II/91 393/Kpts-II/92 547/Kpts-II/97 396/Kpts-II/90 759/Kpts-II/89 553/Kpts-II/89 174/Kpts-IV/88 81/Kpts-II/94 81/Kpts-II/94 180/Kpts-II/91 393/Kpts-II/92 239.000 212.000 76.900 178.800 150.000 182.000 170.000 300.000 95.000 133.000 156.300 209.670 174.540 155.000 319.600 239.000 84.000 150.000 155.000 153.000 137.000 156.300 209.670 319.600 239.000 153.786,04 80.078,68 76.997,79 98.236,12 72.200,72 182.461,41 59.263,65 182.332,70 60.728,61 9.186,59 68.631,91 187.786,49 72.233,11 127.764,27 95.967,98 62.703,39 82.733,23 82.861,11 89.249,30 152.436,35 12.236,26 87.643,08 19.689,08 222.186,30 15.780,13

Kabupaten

NAMA HPH/IUPHHK PT. HENRISON IRIANA PT. Manokwari Mandiri Lestari PT. RIMBAKAYU ARTHA MAS PT. SAGINDO LESTARI UNIT I PT. SAGINDO LESTARI UNIT II PT. TELUK BINTUNI MINA AGRO K. PT. WANA GALANG UTAMA PT. WANA IRIAN PERKASA PT. WAPOGA MUTIARA TIMBER PT. WUKIRASARI PT. YOTEFA SARANA TIMBER PT. ARTIKA OPTIMA INTI UNIT II PT. BUDI NYATA PT. CENTRICO PT. DHARMA MUKTI PERSADA PT. HANURATA UNIT II PT. HANURATA COY UNIT III PT. IRMASULINDO UNIT II PT. KALTIM HUTAMA PT. PRABU ALASKA

48 Tahun 2002 651/Kpts-II/92 1142/Kpts-II/92

83.240 373.000 98.000

Kab Kaimana

PT. TELUK BINTUNI MINA AGRO K. PT. WANA KAYU HASILINDO PT. WUKIRASARI PT AGODA RIMBA IRIAN PT. ARFAK INDRA PT. BINTUNI UTAMA MURNI W. INDT. PT. HANURATA UNIT II PT. HANURATA COY UNIT III PT. PRABU ALASKA PT. TELUK BINTUNI MINA AGRO K.

Tabel 1.25 Perkembangan Luas Penebangan Hutan Dirinci Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2008
Kabupaten Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Luas Penebangan 2.406,25 3.966,24 6.165,07 Jumlah Produksi 42.426,58 38.921,2 101.733,6

1.388,57

14.823,98

LAPORAN AKHIR 1-54

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Raja Ampat 940 9.135,29 Kota Sorong Papua Barat 2007 14.866,13 207.040,65 2005 14.866,13 207.040,65 2004 14.866,13 207.040,65 2003 17.446,66 249.263,18 Sumber: Papua Barat dalam Angka 2009, hasil perhitungan

Kegiatan pemanfaatan hutan dilakukan oleh perusahaan-perusahaan. Teluk Bintuni memiliki jumlah lahan terluas untuk penebangan yang dilakukan oleh perusaahan HPH yaitu seluas 6.156,07 hektar. Luasnya lahan penebangan di Teluk Bintuni membuat kabupaten ini juga memiliki produksi kayu terbesar yaitu mencapai 101.733,6 m. Gambar 1.20 Luas Penebangan Hutan (Ha) Oleh Pemegang HPH di Papua Barat Tahun 2008
7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 Fak-Fak Kaimana Teluk Bintuni Sorong Raja Ampat

Gambar 1.21 Luas Produksi Kayu (m3) Oleh Pemegang HPH di Papua Barat Dirinci Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2008
120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 Fak-Fak Kaimana Teluk Bintuni Sorong Raja Ampat

LAPORAN AKHIR 1-55

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

1.2.3

Kawasan Pertambangan

Pulau Papua yang diketahui terbentuk sejak jutaan tahun yang lalu sebagai hasil benturan Lempeng Benua Australia (Australia Plate) yang bergerak ke Utara dengan Lempeng Pasifik (Pacific Crustal Plate) yang bergerak ke arah Barat. Akibat benturan antara lempeng tersebut di atas menimbulkan keuntungan dan kerugian. Keuntungannya adalah dengan terjadinya penerobosan batuan beku dengan komposisi sedang ke dalam batuan sedimen di atasnya, memungkinkan terbentuknya mineralisasi logam yang berasosiasi dengan perak dan emas. Konsentrasi mineral-mineral logam diperkirakan terdapat pada Lajur Pegunungan Tengah Papua. Posisi tektonik Papua yang berada di Lingkar Pasifik, yang berupa cincin gunung api memberikan potensi endapan mineral yang besar, telah diketahui sepanjang jalur tersebut dari Amerika Selatan, Philipina, Papua New Guinea sampai ke Selandia Baru telah ditemukan banyak endapan emas dan tembaga kelas dunia. Akibat tektonik di Pulau Papua juga memungkinkan terbentuk cekungan dengan sedimensedimen yang cukup tebal dalam kondisi lingkungan laut; di mana lingkungan marine cukup banyak kehidupan mikro organik yang terakumulasi menjadi cadangan hidrokarbon. Contohnya di daerah Kepala Burung, di daerah tersebut cukup potensial untuk diadakan eksplorasi minyak dan gas bumi. Tidak tertutup kemungkinan daerah-daerah lain seperti sampai saat ini masih terus dilakukan eksplorasi baik di daratan maupun lepas pantai, mengingat keberhasilan Negara Papua New Guinea telah menemukan cekungancekungan minyak dan gas bumi yang cukup potensial. Keuntungan-keuntungan lainnya, yaitu adanya cadangan batubara, nikel, kobal, krom, dan uranium. Untuk data potensi mineral logam maupun non logam dapat dilihat pada Tabel 1.26 Potensi Mineral Logam dan Non Logam bagi daerah-daerah yang potensial di Provinsi Papua Barat. Tabel 1.26 Potensi Mineral Logam dan Non Logam di Provinsi Papua Barat
Kabupaten/ Kota Manokwari Potensi Tambang Timah Distrik Distrik Ambarbaken sepanjang Sungai Waturi dan Sungai Warsomi Distrik Anggi Kampung Sutera Distrik Ambarbaken kampung Sutera Kampung Bomas dan Danau Anggi Giji Distrik Ambarbaken Terdapat merata di semua distrik dan melimpah Volume Cadangan Deposit mineral belumdiketahui, kandungan timahnya berkisar antara 345-685 Deposit mineral belumdiketahui dan sampai saat ini potensi belum dimanfaatkan Deposit mineral belumdiketahui dan belum dieksplorasi 13,92 Miliyar Ton

Senk dan Tembaga Emas Batu Gamping

LAPORAN AKHIR 1-56

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028
Volume Cadangan

Kabupaten/ Kota

Potensi Tambang Lempung

Distrik penyebarannya Tersebar merata di Distrik Manokwari

Pasir Batu Granit

Pasir Kuarsa

Distrik Manokwari an Distrik Warmare Distrik Ransiki, Distrik Anggi, Distrik Ambarbaken, dan Distrik Kebar Tersebar di Distrik Kebar Kampung Atay Selatan

Kandungan lempung terdiri dari Sio rata-rata 55%, A12O3-12,3%, MgO rata-rata 1,27 dan Fe203 rata-rata 10,4% Volume cadangan sebesar 1.855 juta ton m3 dan 12,13 m3 Volume cadangan sebesar 96,83 miliyar metric ton Volume cadangan 137,5 mt berdasarkan penelitian SiO2 rata-rata 77,6% ; A12O3 Ratarata13,65% Fe2O3 rata-rata 0,84 % pausri gelas kaca Volume cadangan 26,95 miliyar metric ton Volume cadadangan terbesar adalah gas alam sebesar 14,3 TCF Cadangan mika sebesar 150,1 juta metric ton tersiri dari Genis Maskovit sebesar 19,39 metric ton, Genis Kuarsa sebesar 91,28 Juta metric ton, dan Genis Pragmatic sebesar 31,5 metric ton Volume cadangan hipotetik batu bara 0,29-1,27 % kadar abu 2,15,4%

Diorit Granit

Teluk Bintuni

Minyak dan Gas Bumi Batu Bara

Mika

Raja Ampat

Cobalt Tembaga

Nikel

Mangan Batu bara Fosfat dan Opal Mika Batu Gamping Biji Besi

Distrik Warmare di sekitar Kampung Wagesi, Gunung Nuasa, Sungai Maryam Mogoi, Waisian, Muturi, dan Berau. Selain gas dan minyak bumi, bahan galian adalah batu bara, Batu Lumpur, Batu Pasir, dan batu Gamping Kandungan mika 150, 1 metric ton, terdiri dari Genis Maskovit sebesar 15,38 metric ton, jenis kuarsa sebesar 91,28 juta metric ton, nisprematik sebesar 31,50 juta metric ton. Distrik Wageo Selatan Pulau Wageo dan Gag Distrik Wageo Selatan, Pulau Wageo dan Gag, Distrik Wageo Utara dan Distrik Samate Distrik Wageo Selatan (Pulau Wageo dan Gag), Distrik Wageo Utara dan Distrik Samate Distrik Wageo Utara dan Distrik Samate Distrik Wageo Utara dan Distrik Samate Distrik Misol Distrik Wasior Tersebar di Distrik Wasior dan Wendesi Distrik Wasior

Teluk Wondama

Cadangan deposit sebesar 90,11 juta metric ton, yang terdiri dari jenis Moskovit sebesar 17,31 juta metric ton, jenis kuarsa sebesar 61,21 juta metric ton dan jenis peckmatik sebesar 11,50 juta metric ton

LAPORAN AKHIR 1-57

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028
Volume Cadangan

Kabupaten/ Kota Sorong Selatan

Potensi Tambang Minyak Bumi dan gas Batu Gamping Emas Fosfat Zink Marmer dan Bahan Baku Semen Tembaga Emas Tanah Hitam Batu Bara Koramit Biji Besi Pasir Kuarsa

Distrik Distrik Kais, Aifat Timur, Inanwatan Distrik Kais, Sawiat, Ayamaru Utara Distrik Aifat Timur Distrik Ayamaru, Ayamaru Utara, dan Mare Distrik Aifat dab Aifat Timur Distrik Sawiat, Ayamaru, Ayamaru Utara, dan Mare Distrik Sausapor Distrik Sausapor dan Sawiat Distrik Sausapor Distrik Salawati, Ayata, dan Klamono Distrik Salawati Distrik Sausapor Bomberai, Distrik Kokas

Kabupaten Sorong

Fak Fak

Batu Gamping Batu Bara

Emas

Distrik Kokas pada Pegunungan Onin Distrik Teluk Etna, Teluk Arguni, buruway, Kokas, dan Fak Fak Timur Distrik Teluk Etna, Ubadari, dan Kokas Menyebar di distrik Kokas, teluk Berau Buruway, Fakfak Timur, dan Fakfak Barat Menyebar di distrik Kokas, kampung Tawar dengan luas 4.500 Ha Menyebar di Distrik (Bandara Torea) Menyebar di Distrik (Bandara Torea) Menyebar di Distrik (Bandara Torea) Menyebar di Distrik (Bandara Torea) Fakfak Fakfak Fakfak Fakfak

Volume cadangan sebesar 1.500 ha dengan ketebalan rata-rata 6 meter sehingga perkiraan cadangan adalah 90 juta m3 Luas 142.500 Ha dan jumlah cadangan +2.850 juta m3 Sebaran Volume 457.000 m2

Minyak Gas Lempung

dan

Sebaran 1.282.000 m2 dengan kadar 0,050 gr/ton hasil analisis laboratorium P3G Bandung Dengan kadar + 26.680.500 m2

Perak Tembaga Timbal Senk

Jumlah cadangan kurang lebih 450 juta m3 dan Distrik Bomberai dengan luasan 12 Ha, jumlah cadangan + 864 juta m3 Dengan kadar 3,1 gr/ton Dengan kadar 16,8 gr/ton Dengan kadar 15,2 gr/ton Dengan kadar 47,2 gr/ton

Sumber: Peluang Bisnis dan Investasi Provinsi Papua

Selain itu juga ditemukan beberapa macam endapan logam dan bukan logam, baik yang ekonomis maupun tidak. Berikut di bawah ini contoh endapan mineral yang ada di Provinsi Papua Barat.

Di Kabupaten Manokwari; Bahan Galian Strategis; Timah terdapat di Distrik


Amberbaken sepanjang Sungai Wapai, Sungai Waturi dan Sungai Warsayomi dan LAPORAN AKHIR 1-58

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Distrik Anggi di Kampung Sutera, Bomas, dan Danau Anggi Giji. Kandungan Timah berkisar 345-685 ton; Bahan galian Vital; Seng dan Tembaga, Emas terdapat di Distrik Amberbaken; Bahan Galian C; Batugamping. Cadangan batu gamping di Kabupaten Manokwari sangat melimpah. Penyebarannya hampir merata di tiap distrik. Distrik Manokwari dengan volume cadangan 13.92 milyar ton; Distrik Ransiki dengan volume cadangan 18,05 juta ton; Distrik Warmare dengan volume cadangan 2,5 milyar ton; dan Distrik Oransbari dengan volume cadangan 2,83 milyar ton. Cadangan Granit tersebar di Distrik Ransiki dengan volume cadangan sebesar 96,83 milyar metrik ton; Distrik Anggi, dengan volume cadangan sebesar 136,35 milyar ton. Distrik Anggi merupakan lanjutan dari Distrik Ransiki dan Amberbaken merupakan lanjutan dari Distrik Kebar. Volume cadangan kedua distrik ini belum diteliti. Pasir Kuarsa; Tersebar di Distrik Kebar, di sekitar Kampung Atay Selatan dengan volume cadangan sebesar 137,5 juta metrik ton. Kandungan Pasir Kuarsa tersebut berdasarkan hasil penelitian, terdiri dari Si02 - rata-rata 77,6 %; A1203 - rata-rata 13,65 %; Ca03 - rata-rata 0,76 %; Fe203 - rata-rata 0,84 %. Paustri gelas, kaca, dll. Diorit; Tersebar di Distrik Warmare, di sekitar Kampung Wasegi, Gunung Nuasa, Sungai Maryam. Volume cadangan bahan galian ini sebesar 26,95 milyar metric ton. Batuan ini dapat digunakan sebagai bahan bangunan.

Kabupaten Teluk Bintuni; Bahan Galian Strategis meliputi; minyak dan gas alam cair,
batubara, dan timah. Kawasan Teluk Bintuni kaya akan minyak bumi dan gas alam. Minyak bumi pemah dieksploitasi pada masa pemerintahan Belanda. Setelah penyerahan Papua ke Indonesia, lapangan minyak yang ada terbengkalai untuk beberapa waktu lamanya, namun saat ini lapangan minyak tersebut telah dieksploitasi kembali. Potensi minyak bumi di Kawasan Teluk Bintuni tersebar di Distrik Bintuni, Merdey, Aranday dan Babo. Perusahaan yang sudah menanamkan modal, baik penanaman modal asing maupun nasional, antara lain; British Gas, Conoco Arco, Patrindo, dll. Selain minyak, kawasan ini juga memiliki kandungan gas bumi sebesar 13 trilyun kaki kubik dengan volume cadangan sebesar 23,7 trilyun kaki kubik. Saat ini, lapangan gas di Kawasan Teluk Bintuni telah dieksploitasi oleh perusahaan multinasional BP. Indonesia dengan Proyek "LNG Tangguh". Pabrik pengolahan LNG akan beroperasi di daerah Saengga, Tanah Merah, Distrik Babo. Sedangkan minyak bumi dengan volume cadangan sebesar 45 juta ton metric terletak di Kampung Homa.

Kabupaten Teluk Bintuni memiliki ladang minyak terbesar di Papua, jika dibandingkan
dengan daerah-daerah lainya di Papua. Ada 5 (Lima) daerah di Kabupaten Teluk Bintuni yang terdapat banyak ladang gas alam yang menghasilkan minyak, yaitu; Daerah Mogoi, Wasian, Weriagar, Muturi dan Berau. Daerah Mogoi dan Wasian telah diketahui kandungan minyaknya sejak Tahun 1952-1960 oleh NNGP Belanda, dengan hasilnya sekitar 7 juta barrel minyak mentah. Sedangkan untuk ladang Wer (Tahun

LAPORAN AKHIR 1-59

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

1990), terdapat kandungan minyak mentah sebesar 5.000 BOPD atau sf 795.000 liter per hari. Tahun 1990-1995, perusahaan ARCO, salah satu perusahaan swasta asal Inggris, menemukan ladang gas alam terbesar di Weriagar, kesemuanya bersumber dari cekungan berproduksi Bintuni. Bahan galian lain yang ditemukan di Kabupaten Teluk Bintuni dan sekitarnya adalah batubara, batulumpur, batupasir, batugamping dan endapan sirtu. Cadangan hipotetik batubara di Sungai Thikoku, dekat Kampung Beimes sekitar 20.202.000 ton, di Sungai Thistoku dekat Kampung Horna, sekitar 4.500.000 Berdasarkan hasil analisis proksimat dari 10 contoh batubara oleh Direktorat Sumberdaya Mineral Bandung diperoleh kualitas dengan kisaran angka 5.820 7.935 kalori/kg, Kadar Belerang 0,29 - 1,27 %, Kadar Abu 2,1 - 5, 4 %, karbon tertambat 44,3 - 51,8 %, zat terbang 40,3 - 49,3 %, kelembaban tertambat 1,1 - 11,8 kelembaban 3 -16 % dan HGI 40 - 50. Luas penyebaran batupasir kurang lebih 307,9 km2, batulempung dan batulumpur seluas 768,6 km2, batugamping dan endapan sirtu 84.000.000 m3.

Kabupaten Raja Ampat; Di Kabupaten ini ditemukan potensi logam kobal di Distrik
Waigeo Selatan, Tembaga di Waigeo Selatan Nikel di Distrik Waigeo Utara dan Samate; Mangan, Batubara, Fosfat dan Opal di Distrik Misool; Marmer dan Bahan Baku Semen di Distrik Sawiat, Ayamaru dan Mare.

Kabupaten Sorong Selatan; Potensi daerah ini meliputi; minyak bumi dan gas tersebar
di Distrik Kais, Aifat Timur, Inanwatan; Batugamping di Distrik Kais, Sawiat, Ayamaru; Emas di Distrik Aifat Timur.

Kabupaten Fak Fak; Potensi Pasir Kuarsa (Quartzsand); Uji laboratorium yang dilakukan di PPP Tekmira Bandung terhadap 3 contoh pasir kuarsa dari daerah Bomberay. Data menunjukan bahwa kadar , silika yang cukup tinggi, yaitu; 97,40%; 97,10%; 97,20%, dengan kadar besi; 0,48%; 0,645%; 0,32%. Di daerah Bomberay, Distrik Kokas, pasir kuarsa mencapai luas 1.500 ha, dengan ketebalan rata-rata 6 meter, sehingga perkiraan cadangannya adalah 90 juta m3. Batugamping; Menyebar di Distrik Kokas pada Daerah Pegunungan Onin, Goras dan I pulau di sekitar Kokas dengan luasan 142.500 ha clan jumlah cadangan 2.850 juta m3 (Hasil Survei LPMITB). Batugamping adalah jenis k sedimen klastik atau non klastik yang disusun oleh 90% karbonat, dan disebut juga batuan karbonat.

LAPORAN AKHIR 1-60

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.22 Peta Sebaran Kawasan Pertambangan

LAPORAN AKHIR 1-61

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

1.2.4

Kawasan Konservasi

Kawasan hutan yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi seluas 3.350.001,73 Ha. Kawasan konservasi tersebut tersebar di 26 lokasi dengan katagori kawasan dan luasan yang berbeda. Kawasan konservasi yang telah ditetapkan di Provinsi Papua Barat terbagi ke dalam empat kawasan yaitu kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata, dan taman nasional. Lokasi dan luas kawasan konservasi di Provinsi Papua Barat ditampilkan dalam Tabel 1.27 berikut. Tabel 1.27 Kawasan Konservasi yang Telah Ditetapkan di Provinsi Papua Barat Dirinci Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2008
No. Nama Kawasan 1. Cagar Alam Pulau Salawati Utara 2. Cagar Alam Pulau Batanta Barat 3. Cagar Alam Pulau Misool Selatan 4. Cagar Alam Pulau Waigeo Barat 5. Cagar Alam Pulau Waigeo Timur 6. Suaka Margasatwa Laut Kepulauan Raja Ampat 7. Cagar Alam Pulau Pegunungan Wondiboy 8. Cagar Alam Pegunungan Kumawa 9. Cagar Alam Pegunungan Fak-Fak 10. Suaka Margasatwa Sabuda Tuturuga 11. Cagar Alam Teluk Bintuni 12. Cagar Alam Pegunungan Arfak 13. Cagar Alam Wagura Kote 14. Cagar Alam Sidei Wibain 15. Cagar Alam Pantai WekweKwoor 16. Taman Wisata Alam Gunung Meja 17. Taman Wisata Sungai Sausiran 18. Suaka Margasatwa Mubrani-Kaironi 19. Taman Nasional Laut Tl Cendrawasih 20. Taman Wisata Alam Bariat 21. Taman Wisata Alam Klamono 22. Taman Wisata Alam Moraid 23. Cagar Alam Tambrauw Utara 24. Cagar Alam Tambrauw Selatan 25. Cagar Alam Pantai Sausapor 26. Taman Wisata Alam Sorong Sumber: Provinsi Papua Barat dalam Angka Tahun 2009 Luas (Ha) 58.411,27 16.749,00 111.478,00 153.000,00 119.500,00 60.000,00 73.022,00 188.150,00 191.000,00 5.000,00 300.000,00 68.325,00 15.000,00 90,00 100,00 500,00 1.000,00 170,53 1.453.500,00 9.193,00 1.909,37 9.300,00 265.720,00 247.875,00 62,660 945,90 Lokasi Kab. Raja Ampat Kab. Raja Ampat Kab. Raja Ampat Kab. Raja Ampat Kab. Raja Ampat Kab. Raja Ampat Kab. Tl Wondama Kab. Kaimana Kab. Fak-Fak Kab. Fak-Fak Kab. Bintuni Kab. Manokwari Kab. Manokwari Kab. Manokwari Kab. Manokwari Kab. Manokwari Kab. Manokwari Kab. Manokwari Kab. Manokwari Kab. Sorong Selatan Kab. Sorong Kab. Sorong Kab. Tambrauw Kab. Tambrauw Kab. Tambrauw Kota Sorong

LAPORAN AKHIR 1-62

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.23 Peta Sebaran Cagar Alam

LAPORAN AKHIR 1-63

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

1.2.5

Areal Terbangun dan Pusat-pusat Permukiman

Fungsi guna lahan sebagai daerah kampung/perumahan sebesar 117.015 hektar atau sekitar 10,47 persen. Kabupaten Sorong, Manokwari dan Kota Sorong merupakan wilayahwilayah yang memiliki fungsi guna lahan kampung/perumahan yang tertinggi. Wilayahwilayah tersebut selama ini memang telah tumbuh menjadi sentra-sentra kegiatan perkotaan di Provinsi Papua Barat terutama untuk Kota Sorong. Penggunaan lahan untuk fungsi kampung/perumahan di Kota Sorong mencapai lebih dari 50 persen dibandingkan dengan luasan totalnya. Kota Sorong memang merupakan kota yang paling menonjol di Provinsi Papua Barat dalam hal aktivitas perkotaan. Kota ini merupakan gerbang bagi Provinsi Papua Barat menjadikan kegiatan jasa dan perdagangan dan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat kekotaan terkonsentrasi di wilayah ini. Sementara itu, Manokwari adalah kabupaten yang menjadi ibukota dari Provinsi Papua Barat. Tabel 1.28 Luas Lahan Permukiman di Provinsi Papua Barat Dirinci Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2003 (Ha)
Wilayah Pengembangan WP MANOKWARI Kabupaten/Kota Kabupaten Manokwari Kabupaten Teluk Bintuni Kabupaten Teluk Wondama Kota Sorong Kabupaten Sorong Kabupaten Sorong Selatan Kabupaten Raja Ampat Kabupaten Fakfak Kabupaten Kaimana 2003 2002 Kampung Perumahan 41.307

WP SORONG

59.211,64

WP FAKFAK PROVINSI PAPUA BARAT PROVINSI PAPUA BARAT

20.884 121.403 499 956,64 581 747,42

Sumber: Provinsi Papua Barat dalam AngkaTahun 2006

Sampai dengan tahun 2005, lahan di wilayah Provinsi Papua Barat yang dipergunakan sebagai pemukiman sebagian besar terletak pada lahan-lahan di Wilayah Pengembangan Sorong. Luas lahan pemukiman yang berupa kampung atau perumahan di Wilayah Pengembangan Sorong merupakan 49% dari seluruh luas lahan pemukiman di Provinsi Papua Barat. Wilayah Pengembangan Fakfak memiliki luas pemukiman yang paling sedikit di antara wilayah pengembangan yang lain. Jika dibandingkan dengan luas pemukiman di seluruh Papua, maka luas pemukiman di Provinsi Papua Barat mengambil sekitar 24% dari keseluruhan lahan pemukiman.

LAPORAN AKHIR 1-64

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.24 Peta Sebaran Kawasan Lindung dan Budidaya

LAPORAN AKHIR 1-65

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.25 Peta Sebaran Kawasan Lindung

LAPORAN AKHIR 1-66

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.26 Peta Pengembangan Kawasan Kehutanan

LAPORAN AKHIR 1-67

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

1.3 STRUKTUR TATA RUANG EKSISTING Struktur tata ruang eksisting di Propinsi Papua Barat meliputi sistem perkotaan dalam lingkup kabupaten dan sistem jaringan prasarana yang dalam hal ini adalah jaringan jalan. Dalam lingkup sistem perkotaan, fungsi wilayah merupakan indikator tingkat pelayanan wilayah yang menunjukkan seberapa besar peran suatu wilayah dalam mengikat wilayah sekitarnya. Fungsi wilayah yang dimaksud adalah merupakan pusat kegiatan suatu wilayah yang menjadi barometer perkembangan sebuah wilayah. Sebagai sebuah propinsi yang baru terbentuk, fungsi wilayah eksisting tentu masih berkaitan dengan fungsi wilayah sebelum Propinsi Papua Barat terbentuk. Dalam hal ini, Kota Sorong merupakan simpul kegiatan khususnya yang ada di Papua Barat. Hal ini juga terlihat dari transportasi eksisting dimana Kota Sorong memiliki simpul transportasi yang sangat strategis. Selain sebagai gerbang tranportasi Papua Barat, Kota Sorong juga merupakan pusat kegiatan jasa dan perdagangan. Kondisi ini telah ada sejak jaman pendudukan Belanda. Di sekitar Kota Sorong banyak terdapat kegiatan pertambangan di mana pengolahan dan perdagangannya terkonsentrasi di Kota Sorong. Wilayah yang juga tergolong wilayah dengan tingkat layanan tinggi di Papua Barat adalah Manokwari. Manokwari merupakan ibukota dari Papua Barat. Sehingga dalam menjalankan fungsinya sebagai ibukota, tentunya memiliki berbagai jenis layanan yang memadai. Wilayah yang termasuk ke dalam kategori rendah adalah kabupaten-kabupaten baru hasil dari pemekaran wilayah. Sebagai wilayah otonomi baru, fungsi-fungsi layanan yang semestinya ada kemungkinan besar belum berdiri. 1.4 ASPEK SOSIAL KEPENDUDUKAN 1.4.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk

Provinsi Papua Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia Timur dengan luas wilayah 115.363,50 km2 dan total penduduk sebanyak 729,962 jiwa pada tahun 2006 yang tersebar secara tidak merata di kesembilan kabupaten/kota. Jumlah penduduk terbesar terdapat di Kabupaten Manokwari yaitu sebanyak 172,885 jiwa atau 23,68 % dari jumlah total penduduk di Provinsi Papua Barat. Sedangkan penduduk di Provinsi Papua Barat. Kepadatan dapat dilihat dari beberapa pendekatan yaitu kepadatan bruto, netto dan kepadatan agraris. Karena tidak adanya data lahan terbangun, maka kepadatan penduduk yang diuraikan ini adalah kepadatan bruto. Kepadatan bruto penduduk di Provinsi Papua jumlah penduduk paling rendah terdapat di Kabupaten Teluk Wondama, yaitu 23.140 jiwa atau hanya 3,17% dari jumlah

LAPORAN AKHIR 1-68

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Barat tidak terdistribusi secara merata. Karakter pola pemukiman loncat katak, dari kota/kabupaten satu ke kota/kabupaten lainnya. Secara umum, kepadatan penduduk di Provinsi Papua Barat relatif sangat rendah dengan kepadatan berkisar antara 4 12 jiwa/km2. Kota Sorong merupakan kota yang memiliki kepadatan penduduk paling tinggi, yaitu 153 jiwa/ km2. Kota ini hanya memiliki luasan tak lebih dari 1.105 km2 dan di kota ini terdapat banyak fasilitas sosial perekonomian sehingga di wilayah ini terjadi pemusatan penduduk. Sedangkan kepadatan penduduk terendah terdapat di Kabupaten Kaimana, dan Kabupaten teluk Wondama yaitu 2 jiwa/km2. Tabel 1.29 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Provinsi Papua Barat Tahun 2008 Dirinci per Kabupaten/Kota
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kabupaten/Kota Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong Papua Barat 2007 2006 2005 2004 Luas Wilayah 14 320,00 18 500,00 12 146,62 18 637,00 14 448,50 29 810,00 25 324,00 6 084,50 1 105,00 140 375,62 143 185,11 126 093,00 115 363,50 104 919,00 Jumlah Penduduk 66 864 41 973 23 140 54 528 172 855 61 463 98 691 41 170 169 278 729 962 715 999 702 202 651 958 642 472 RT 15 733 9 876 5 445 12 830 40 672 14 462 23 221 9 687 39 830 171 756 168 075 167 609 162 990 156 052 Kepadatan Penduduk Per km2 5 2 2 3 12 2 3 7 153 5 5 6 6 5 Per RT 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Sumber : Provinsi Papua Barat dalam Angka 2009

Tidak meratanya distribusi penduduk di sebuah wilayah antara lain karena kondisi geografis yang berbeda. Kondisi geografis beberapa wilayah kabupaten didominasi oleh karakter kelerengan 8% sehingga mempengaruhi terbentuknya pola permukiman penduduk. Pada umumnya, konsentrasi penduduk akan lebih tinggi di dataran rendah daripada di dataran tinggi. Selain itu, faktor ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi juga mempengaruhi sebaran penduduk di suatu wilayah. Wilayah yang sedang mengalami perkembangan tentunya akan memiliki konsentrasi penduduk yang lebih tinggi.

1.4.2

Komposisi Penduduk

Komposisi Penduduk menurut Jenis Kelamin

LAPORAN AKHIR 1-69

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Klasifikasi penduduk menurut jenis kelamin dalam suatu wilayah digunakan untuk mengetahui sex ratio yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Bila diperinci menurut jenis kelamin, maka dapat dibedakan bahwa penduduk dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 383.048 jiwa dan perempuan sebanyak 346.878 jiwa dengan sex ratio sebesar 110,44. Sex ratio diatas 100 menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih dominan daripada jenis kelamin perempuan. Walaupun penduduk berjenis kelamin laki-laki lebih banyak, namun angka tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Jika diperinci lebih dalam, maka terdapat perbedaan antara masing-masing kecamatan, namun untuk setiap kecamatan jumlah penduduk laki-laki masih lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan. Untuk lebih jelas, jumlah penduduk Provinsi Papua Barat berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 1.30 berikut ini. Tabel 1.30 Rasio Jenis Kelamin Provinsi Papua Barat Tahun 2008 dirinci per Kabupaten/Kota
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kabupaten/Kota Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong 2007 2006 2005 2004 Jumlah Penduduk Laki-laki 33 507 21 011 11 784 30 682 93 163 31 782 52 570 21 739 86 846 383 084 383 084 379 277 362 672 343 920 Perempuan 33 357 20 962 11 356 23 846 79 692 29 681 46 121 19 431 82 432 346 878 346 878 343 704 339 530 308 038 66 864 41 973 23 140 54 528 172 855 61 463 98 691 41 170 169 278 729 962 729 962 722 981 702 202 651 958 Jumlah Sex Ratio 100,45 100,23 103,77 128,67 116,90 107,08 113,98 111,88 105,35 110,44 110,44 110,35 106,82 111,65

Irian jaya Barat

Sumber : Provinsi Papua Barat dalam Angka Tahun 2009

Komposisi Penduduk menurut Umur (Struktur Usia Penduduk) Penggambaran penduduk menurut struktur usia berguna untuk mengetahui jumlah penduduk produktif dan penduduk non produktif. Hal ini akan berpengaruh pada angkatan kerja di suatu wilayah serta tingkat ketergantungan penduduk non produktif pada penduduk produktif. Selain itu, penggambaran penduduk menurut struktur usia juga diperlukan untuk perhitungan penyediaan fasilitas sosial dan ekonomi.

LAPORAN AKHIR 1-70

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Berdasarkan data yang diperoleh tahun 2008, struktur penduduk Provinsi Papua Barat didominasi oleh penduduk usia balita (0-4 tahun) 77.799. Berdasarkan kelompok umur, diketahui bahwa jumlah penduduk dengan usia non produktif adalah sebesar 34,55% dan usia produktif sebesar 65,45%. Jika diperinci lebih dalam, untuk usia produktif kelompok umur antara 0 14 tahun lebih banyak dibandingkan kelompok umur 60 75+ tahun. Sementara pada kelompok usia muda dan produktif, kelompok umur 15 19 tahun cenderung lebih tinggi dibandingkan kelompok umur lainnya. Tabel 1. 31 Komposisi Penduduk menurut Golongan Umur Provinsi Papua Barat Tahun 2008
Golongan Umur 0-4 5-9. 10-14. 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75+ Total 2007 Laki-Laki 42 599 37 389 37 581 41 105 36 087 32 677 30 915 30 685 28 501 23 215 16 894 11 607 7 317 3 218 1 992 1 302 383 084 379 277 Perempuan 40 617 36 410 35 634 37 001 32 164 29 735 31 059 30 924 25 662 19 196 12 815 7 518 4 143 2 111 1 074 815 346 878 343 704 Jumlah 83 216 73 799 73 215 78 106 68 251 62 412 61 974 61 609 54 163 42 411 29 709 19 125 11 460 5 329 3 066 2 117 729 962 722 981

yaitu sebesar 83.216 diikuti oleh

penduduk usia muda (15-19 tahun) sebesar 78.106 dan penduduk usia (5-9 tahun) sebesar

Sumber : Provinsi Papua Barat dalam Angka 2009

LAPORAN AKHIR 1-71

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.27 Piramida Penduduk Provinsi papua Barat Tahun 2009 Dalam setiap golongan umur, sex ratio menunjukkan proporsi laki-laki selalu lebih tinggi dari pada perempuan namun ada satu di mana golongan umur 30-39 proporsi perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Umur ini merupakan umur produktif di mana manusia menggunakan segala daya dan upaya untuk mengembangkan potensi dirinya. Masalah yang terjadi adalah kondisi ketenagakerjaan berupa tingkat partisipasi kerja wanita jauh lebih kecil dari pada pria. Ini satu masalah yang harus dipikirkan untuk mengantisipasi ternjadinya pengangguran perempuan yang demikian banyak. Komposisi Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan indikator kualitas sumber daya manusia di suatu wilayah. Kondisi tingkat pendidikan di Provinsi Papua Barat dapat digambarkan dari Tabel 1.32. Dapat dilihat bahwa sampai dengan tahun 2006, jumlah penduduk yang tidak pernah atau belum pernah sekolah mencapai 6,05% atau sebesar 45.643 jiwa. Sedangkan lulusan paling banyak penduduk lulusan SD, yaitu berjumlah 212.275 jiwa atau 30,23%. Jumlah penduduk dengan tingkat kelulusan pada bangku Sekolah Dasar menggambarkan bahwa tingkat pendidikan penduduk masih cenderung rendah. Bahkan, untuk mencapai jenjang wajib belajar 9 tahun pun dirasakan sulit. Terbatasnya kondisi ekonomi masyarakat dan

LAPORAN AKHIR 1-72

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

sarana prasarana pembelajaran baik formal maupun non formal sampai ke daerah terpencil adalah salah satu kendala. Jumlah tenaga pengajar yang tercermin dari rasio guru dan murid pun masih sangat kecil. Kesenjangan ini sangat signifikan apabila dibandingkan dengan kondisi sumber daya manusia di sejumlah provinsi di wilayah Indonesia Barat. Salah satu kendala pemerintah dalam upaya pemerintah membangun sektor pendidikan di Papua Barat adalah sulitnya jangkauan di daerah pedalaman yang mengakibatkan sebagian besar penduduknya berpendidikan rendah. Karena luasnya medan atau area lahan Papua Barat dan sulitnya jangkauan letak sekolah dengan tempat penjualan bahanbahan makanan serta barang-barang lain kebutuhan sehari-hari, sering kali tidak dapat memperoleh tenaga guru untuk sekolah yang bersangkutan. Sebagai contoh, di Kabupaten Sorong untuk tingkat SLTP tercatat belum ada sekolah kejuruan (dari data BPS tahun 2005). Pemerintah telah mengusahakan sejumlah upaya untuk memberikan peluang kepada masyarakat untuk belajar ke wilayah Jawa, mengenyam pendidikan tinggi di luar wilayah namun lulusan perguruan masih tergolong sedikit yaitu sekitar 2,47% dari jumlah total penduduk yang tercatat. Sumber daya manusia di Kabupaten Teluk Bintuni dan Teluk Wondama juga masih sangat terbatas. Prosentase tidak pernah mengenyam pendidikan masih sangat tinggi, dan presentase menikmati dunia pendidikan tingkat atas masih sangat sedikit. Bahkan, beberapa kabupaten seperti Sorong, Raja Ampat, Teluk Bintuni dan Teluk Wondama tidak memiliki sumber daya unggul dalam arti penduduk yang tamat universitas. Hal ini menjadi masalah secara internal karena kelemahan yang datang dari dalam ini bertemu dengan ancaman dari luar karena realitanya kualitas SDM pendatang memang secara empirik jauh lebih baik dan pendatang yang dalam ini memang datang untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam Provinsi Papua Barat, bekerja pada sektor pertambangan dan perindustrian dan sektor kehutanan. Tabel 1. 32 Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas menurut Kabupaten/Kota dan Status Pendidikan Tahun 2008
Kabupaten Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Tidak/Belum Pernah Sekolah 3,52 7,80 7,41 10,82 Masih Sekolah SMU/SMK/ SLTP MA 7,35 7,26 4,16 6,31 4,92 4,03 4,52 3,37 Tidak Bersekolah Lagi 69,09 72,30 65,58 69,00

SD/MI 11,90 11,14 15,77 11,62

PT 0,89 0,57 0,41 0,27

LAPORAN AKHIR 1-73

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028
Masih Sekolah SMU/SMK/ SLTP MA 5,01 5,59 5,28 5,36 2,51 7,46 5,83 7,15 1,14 3,58 6,96 4,99 Tidak Bersekolah Lagi 56,88 68,63 69,18 76,48 74,45 68,72

Kabupaten Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong 2008

Tidak/Belum Pernah Sekolah 18,50 2,91 9,59 1,82 1,62 7,03

SD/MI 11,63 11,84 12,24 15,24 7,89 12,15

PT 2,40 4,18 2,49 0,36 1,63 1,28

Sumber : Provinsi Papua Barat dalam Angka 2009

Gambar 1.28 Tingkat Pendidikan Provinsi Papua Barat Tahun 2006

Sumber : Provinsi Papua Barat dalam Angka 2007

Komposisi Penduduk Menurut Agama Penduduk Provinsi Papua Barat sebagian besar adalah pemeluk agama Kristen yang jumlahnya mencapai 50,7% diikuti oleh agama Islam (41,27%), Katolik (7,70%), Budha (0,12%), Konghucu (0,01%), lainnya (0,12%). Representasi dari banyaknya jumlah penduduk beragama diikuti oleh jumlah dan sebaran fasilitas ibadah yang terdistribusi di 9 kabupaten/kota. Terdapat 1.497 gereja Protestan dan 664 masjid di Provinsi Papua Barat.

Tabel 1.33 Komposisi Penduduk Menurut Agama dirinci per Kabupaten/Kota


NO 1 Kabupaten/Kota Fak-Fak Islam 61,63 Kristen 21,47 Katolik 16,77 Hindu 0,09 Budha 0,01 Konghucu 0,03 Lainnya 0,02

LAPORAN AKHIR 1-74

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028
9,54 1,42 0,03 0 0,02 0,15 0,02 0,29 0,01 0,13 0,12 0,03 0 0,07 0,04 0,02 0,02 0,03 0,02 0,08 0,01 0,01 0,02 0,01 0,01 0 0,01 0,01 0,01 0,01 0 0 0,13 0 0,05 0 0,36 0,12

2 3 4 5 6 7 8 9

Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong Papua Barat

39,17 8,22 44,19 36,08 22,04 52,11 34,84 44,90 41,27

51,22 90,35 40,93 59,19 71,94 41,50 51,84 48,48 50,70

14,77 4,40 5,98 6,03 13,27 5,88 7,70

Sumber : Provinsi Papua Barat dalam Angka 2009

1.4.3

Tingkat Kesejahteraan Penduduk

Tingkat kesejahteraan keluarga berdasarkan kategori dari BPS di Provinsi Papua Barat masih cukup rendah. Keluarga yang masih ada pada tahap Pra Sejahtera hampir mencapai separuh keluarga yang ada di Provinsi Papua Barat yaitu 39,19% atau sebanyak 46.380 KK. Sedangkan untuk Keluarga Sejahtera III dan III plus hanya 7,66%. Angka yang sungguh sangat memprihatinkan. Tabel 1. 34 Tingkat Kesejahteraan Keluarga di Provinsi Papua Barat Tahun 2008 Dirinci per Kabupaten/Kota
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kabupaten/Kota Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong Papua Barat 4.729 19.756 4.029 3.060 15.607 4.012 11.075 426 9.891 72.585 Tahapan Keluarga Sejahtera Prasejahtera KS I 4.998 11.90 7 3.699 3.476 10.29 3 5.067 1.254 5.190 9.475 KS II 2.767 6.700 498 1.474 7.415 1.255 3.505 2.980 8.513 35.10 7 28.60 0 23.52 1 23.52 1 KS III 1.160 6.065 146 417 2.698 112 1.350 636 4.344 16.92 8 9.325 8.533 8.533 KS III + 178 5.140 18 97 563 86 731 271 2.580 9.664 3.665 5.032 5.032 13.832 49.568 8.390 8.524 36.576 10.532 17.915 9.503 34.803 189.64 3 135.20 2 118.33 6 118.33 6 Jumlah

55.35 9 53.092 40.52 2007 0 46.380 34.87 2006 0 46.380 34.87 2005 0 Sumber : Provinsi Papua Barat dalam Angka 2009

LAPORAN AKHIR 1-75

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.29 Tahapan Kesejahteraan Keluarga

1.4.4

Ketenagakerjaan

Identifikasi aspek ketenagakerjaan di Provinsi Papua Barat dapat menggambarkan sektor potensial dan penyerapan tenaga kerja ditiap sektor. Penduduk usia kerja yang ada di Provinsi Papua Barat sebesar 502.400 jiwa di mana yang sebesar 342.382 jiwa atau 72% masuk dalam kategori angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk yang sedang bekerja ditambah dengan pencari kerja. Dari jumlah angkatan kerja tersebut, 316.193 jiwa atau 88,85 % sudah bekerja. Pengangguran di Provinsi Papua Barat tercatat sebesar 26.189 jiwa dimana 56% dari pencari pekerjaan tersebut adalah perempuan. Fenomena ini sangat erat korelasinya dengan masalah yang ditemukan yaitu tidak tertampungnya perempuan pada tenaga kerja sektor formal. Tabel 1. 35 Kondisi Ketenagakerjaan di Provinsi Papua Barat Tahun 2008
NO 1 2 Jenis Kegiatan Utama Penduduk Usia Kerja Angkatan Kerja Bekerja (Pengangguran Terbuka) Bukan Angkatan Kerja Sekolah Mengurus Rumah Tangga Lainnya 4 TPAK (%) 5 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Sumber : Provinsi Papua Barat dalam Angka 2009 Laki-Laki 266.661 223.084 210.113 12.971 43.577 25.487 3.584 14.506 83,66 5,81 Perempuan 235.739 119.298 106.080 13.218 116.441 22.396 88.094 5.951 50,61 11,08 Jumlah 502.400 342.382 316.193 26.189 160.018 47.883 91.678 20.457 68,15 7,65

Mencari Pekerjaan

LAPORAN AKHIR 1-76

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.30 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Papua Barat Tahun 2007

Sumber : Provinsi Papua Barat dalam Angka 2009

TPAK menurut Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) mengindikasikan besarnya penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) yang aktif secara ekonomi di suatu negara atau wilayah. TPAK diukur sebagai persentase jumlah angkatan kerja (bekerja dan pengangguran) terhadap jumlah penduduk usia kerja. Indikator tersebut menunjukkan besaran relatif dari pasokan tenaga kerja (labour supply) yang tersedia untuk memproduksi barang-barang dan jasa dalam suatu perekonomian. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) diukur sebagai persentase penganggur terhadap jumlah angkatan kerja. TPT memberikan indikasi tentang penduduk usia kerja yang termasuk dalam kelompok pengangguran. TPT merupakan rasio jumlah penganggur terbuka terhadap jumlah angkatan kerja. Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Papua Barat adalah 7,65 %. Angka ini di bawah angka penganguran Indonesia sebesar 9,9 %. Terdapat perbedaan tingkat partisipasi antara pria dan wanita yang tercermin dari angka TPT pria sebesar 5,81 % dan wanita 11,08 %. Tabel 1.36 Penduduk Usia Kerja di Provinsi Papua Barat Tahun 2008 Dirinci per Golongan Umur
Golongan Umur 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran 18 996 5 339 39 779 7 764 44 925 5 814 42 298 3 379 47 348 2 546 38 529 857 32 286 313 24 399 123 Jumlah 24 335 47 543 50 739 45 677 49 894 39 386 32 599 24 522 % Bekerja thdp AK 78,06 83,67 88,54 92,60 94,90 97,82 99,04 99,50

LAPORAN AKHIR 1-77

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028
Jumlah 14 833 12 854 342 382 296 146 312 478 292 446 % Bekerja thdp AK 99,91 99,68 92,35 90,54 89,83 88,86

Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran 55-59 14 820 13 60+ 12 813 41 Papua Barat 316 193 26 189 2007 268 117 28 029 2006 280 705 31 770 2005 259 863 32 583 Sumber : Provinsi Papua Barat dalam Angka 2009

Golongan Umur

Tingkat pengangguran di Provinsi Papua Barat relatif sedang,

berdasarkan golongan

umur, banyak dari golongan umur 20-24 yang belum mendapatkan pekerjaan, tertampung pada 9 lapangan usaha. Jumlah penduduk pada golongan umur 25-29 yang bekerja mencapai 44.925 jiwa. Dari tahun 2005-2008 angka jumlah angkatan kerja di Provinsi Papua Barat semakin meningkat dengan jumlah penduduk bekerja yang juga meningkat dan jumlah pengangguran yang menurun. Tabel 1.37 Penduduk Usia Kerja di Provinsi Papua Barat Tahun 2008 Dirinci per Kabupaten/Kota
Golongan Umur Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong Papua Barat 2007 2005 Angkatan Kerja Bekerja 19.468 16.025 11.344 24.971 93.999 27.744 45.897 17.171 59.574 316.193 268.117 259.863 Pengangguran 3.081 1.330 949 2.118 3.627 908 2.413 525 11.238 26.189 28.029 32.583 22.549 17.355 12.293 27.089 97.626 28.652 48.310 17.696 70.812 342.38 2 296.146 292.446 86,34 92,34 92,28 92,18 96,28 96,83 95,01 97,03 84,13 92,35 90,54 88,86 Jumlah % Bekerja thdp AK

Sumber : Provinsi Papua Barat dalam Angka 2009

Dari Tabel 1.37 diatas terlihat bahwa jumlah pengangguran terbesar di Provinsi Papua Barat terdapat di Kota Sorong yaitu sebesar 11.238 jiwa. Demikian pula jika ditinjau dari persentase penduduk yang bekerja terhadap angkatan kerja maka Kota sorong memiliki persentase yang paling kecil. Jumlah pengangguran terkecil terdapat di Kabupaten Raja Ampat yaitu sebesar 525 jiwa dengan persentase penduduk yang bekerja terhadap angkatan kerja yang paling tinggi yaitu sebesar 97,03 %.

LAPORAN AKHIR 1-78

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Tabel 1.38 di bawah ini menjelaskan mengenai jumlah penduduk yang bekerja menurut lapangan kerja utama yang dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu sektor primer (Agriculture), sektor sekunder (Manufacture) dan sektor tersier (Services). Sektor A(Agriculture) termasuk didalamnya sektor pertanian. Sektor M (Manufacture) meliputi sektor pertambangan, Industri, listrik, gas, dan bangunan/konstruksi. Sedangkan sektor S Services) termasuk didalamnya sektor perdagangan, angkutan, pergudangan, keuangan, perusahaan, dan jasa masyarakat. Tabel 1. 38 Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2007 di Provinsi Papua Barat
Kabupaten Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong Lapangan Pekerjaan Utama A 9186 8146 1184 11609 60769 13895 20703 9521 4292 M 2417 673 154 2684 5823 646 8293 481 9568 S 8834 3788 1279 3789 14768 4933 10425 2610 27647 Total 20437 12607 2617 18082 81360 19474 39421 12612 41507

Papua Barat 139305 30739 78073 248117 Sumber : Statistik Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat 2008

Dari tabel diatas terlihat bahwa sektor pertanian masih menjadi sektor yang dominan yang digeluti oleh penduduk di setiap kabupaten di Provinsi Papua Barat kecuali Kota Sorong. Hal ni disebabkan karena karakteristik perkotaan yang telah mendominasi Kota Sorong sebagai pusat perdagangan di Provinsi Papua Barat. Untuk kabupaten lainnya, terlihat pola yang jelas yaitu didominasi oleh pertanian diikuti oleh sektor services dan terakhir oleh sektor manufacture. Dari Tabel 1.39 di bawah ini dapat ketahui bahwa jumlah tenaga kerja terserap sesuai data dari BPS adalah sebesar 40.400 jiwa yang terdistribusi pada lapangan pekerjaan sektor pertambangan, pertanian, konstruksi, jasa, industri pengolahan. Dari sekian industri yang terdapat di Provinsi Papua Barat, industri yang mampu menyerap tenaga kerja cukup tinggi adalah industri agro dan industri pengolahan. Tabel 1.39 Penyerapan Tenaga Kerja pada Sektor Industri Tahun 2007
Jenis Industri Industri Besar Agro Jenis Pertambangan Jumlah TK 2.847 13.189

LAPORAN AKHIR 1-79

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028
industri pengolahan listrik gas Konstruksi Penggalian Perhotelan 12.218 1.950 3.279 262 399 1.162 1.275 3.819 40.400

Industri Kecil Menengah

Sandang.kulit Logam.besi elektro Kimia.agro.hasil hutan

Total Tenaga Kerja (jiwa) Sumber : Statistik Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat 2008

Jenis industri pertambangan meskipun memberikan sumbangan yang sangat besar pada perekonomian, ternyata penyerapan tenaga kerjanya tidak besar sebab kebutuhan pekerja ini disuplai oleh wilayah lain dan pekerja dari mayarakat Papua sendiri merupakan minoritas. Ketrampilan dan keahlian juga menjadi kriteria penting bagi industri skala besar untuk mendapatkan sumber daya manusia yang lebih produktif, sehingga penduduk yang tidak memiliki keahlian tertentu dengan sendirinya akan tersisihkan dari dunia kerja formal. 1.4.5 Adat dan Budaya Tradisional

Provinsi Papua Barat adalah provinsi yang letaknya paling Timur dari Negara Kepulauan Republik Indonesia. Provinsi ini terletak di Pulau New Guinea yang merupakan pulau terbesar dalam kepulauan Melanesia. Iklimnya tropis lembab karena letaknya di bawah khatulistiwa, yakni antara 00 120 Lintang Selatan. Berdasar perjanjian Den Haag tanggal 16 Mei 1895, pulau ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian Barat menjadi milik Belanda sedangkan bagian Timur menjadi milik Jerman. Pada awalnya, Papua Barat menjadi satu provinsi dengan Irian Barat (1 Mei 1963 1973) dan kemudian berubah nama menjadi Irian Jaya (1973 2000). Irian Jaya secara resmi menjadi bagian Republik Indonesia tahun 1963 setelah ditanda tanganinya New York Agreement antara pemerintah Indonesia dan Belanda tahun 1962 atau 18 tahun setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pernyataan bergabung dengan Indonesia dilakukan melalui PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat) yang diadakan tahun 1969. Pada tahun 2003 pemerintah Indonesia membagi wilayah Provinsi Irian Jaya menjadi 3 (tiga) provinsi, yaitu : Provinsi Papua, Provinsi Irian Jaya dan Provinsi Irian Jaya Barat. Irian Jaya Barat dibentuk pada tanggal 6 Februari 2006 dan berubah namanya menjadi Papua Barat pada tanggal 7 Februari 2007. A. Adat Suku-suku yang mendiami di Provinsi Papua dan Papua Barat tercatat ada 206 suku-suku. Di antara suku-suku itu mendiami wilayah provinsi Papua Barat tercatat ada sekitar 67 LAPORAN AKHIR 1-80

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

suku. Suku-suku itu adalah Suku Matbat, Biga, Seget, Duriankere, Maya, Maden, Biak, Kawe, Wauyai, Legenyem, Waigeo, Moi, As, Moraid, Abun, Karon Dori, Mpur, Meyah, Hatam, Manikion, Wandamen, Arandai, Moskona, Kaburi, Kais, Mai Brat, Tehit, Kalabra, Konda, Yahadian, Suabo, Puragi, Kokoda, Kemberano, Tanahmerah, Erokwanas, Bedoanas, Arguni, Sekar, Onin, Iha, Baham, Karas, Uruangnirin, Mor, Irarutu, Kuri, Mairasi, Buruai, Kamberau, Kowiai, Semimi, Mer, Kamoro, Ekari, Tunggare, Iresim, Yaur, Yeretuar, Tandia, Roon, Dusner, Meoswar, Ansus, Woi, Pom, dan Mapia. Pada suku-suku ini dikelompokkan dalam klan- klan yang merupakan bagian dari masyarakat. Suku Meyah, Moile, Hatam dan Manikion yang sering disebut orang Arfak tinggal di Kabupaten Manokwari dan terdiri dari 35 klan. Perkawinan di antara orang Arfak biasanya banyak diatur orangtua dan para kerabatnya. Kadang-kadang orang sudah dijodohkan sejak kecil. Sekarang pemuda dan pemudi sering mendapatkan jodoh melalui acara-acara adat seperti pesta tari adat yang bernama ares komer. Acara pesta seperti itu adalah makan bersama, menyanyi, menari dan memuji seseorang dengan dengan pantun yang dilagukan. Pengawasan terhadap anak gadis sangat ketat sehingga seorang pemuda tidak mudah mengganggunya. Apabila seorang pemuda menaruh hati pada seorang gadis maka orang tua si pemuda akan melamar gadis itu untuknya. Pada saat melamar ketua klan dan tokoh-tokoh adat serta semua kerabat dari kedua belah pihak akan ikut serta. Perkawinan antar keluarga dari pihak ayah dilarang sampi keturunan yang ke-4 dan ke-5. Sistem perkawinan Suku Maibrat dan Karon di Kabupaten Sorong didasakan pada exogami klan kecil patrilineal (dalam bahasa Karon disebut rae sawam). Dianggap sebagai exogami jika seorang pria Maibrat atau Karon kawin dengan gadis dari klan lain yang tinggal mengelompok di desa lain dan dianggap endogami jika seorang pria kawin dengan garis lain dari klan kecil lain tapi tinggal mengelompok di desa yang sama. Dalam pandangan suku-suku asli Papua pada umumnya, tanah adat adalah satu hal yang sangat penting. Bagi mereka, tanah ibarat seorang ibu yang memberikan kehidupan bagi anaknya. Dengan demikian, fungsi tanah terintegrasi ke dalam keseluruhan aktivitas kehidupan.Tanah adat dalam konsep orang Papua adalah hak milik sekaligus hak atas penguasaannya. Tanah merupakan modal awal kehidupan. Dengan demikian, dalam tanah terkandung dan terkait berbagai nilai di antaranya nilai ekonomi, politis, pertahanan dan religius magis. Kepemilikan tanah bagi suku Papua bersifat komunal. Jadi, jika terjadi perpindahan kepemilikan atas tanah, perpindahan itu menjadi urusan komunal atau urusan semua anggota suku bukan urusan individu semata.

LAPORAN AKHIR 1-81

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Hak yang melekat sebagai kompetensi khas pada masyarakat hukum adat berupa wewenang/kekuasaan mengurus dan mengatur tanah seisinya dengan daya laku ke dalam dan keluar disebut sebagai hak ulayat. Menurut Maria Sumardjono (2006) beberapa ciri pokok kelompok masyarakat hukum adat adalah mereka merupakan suatu kelompok manusia, mempunyai kekayaan tersendiri terlepas dari kekayaan perseorangan, mempunyai batas wilayah tertentu, mempunyai kewenangan tertentu. Dengan demikian, hak ulayat menunjukkan hubungan hukum antara masyarakat hukum (subyek hak) dan tanah/wilayah tertentu (obyek hak). Hak ulayat tersebut berisi wewenang untuk: 1) Mengatur pemukiman, dan menyelenggarakan tanam, dan penggunaan lain-lain), tanah (untuk mengatur (pembuatan bercocok persediaan

pemukiman/persawahan baru dan lain-lain) dan pemeliharaan tanah. 2) Mengatur dan menentukan hubungan hukum antara orang dengan tanah (memberikan hak tertentu pada subjyek tertentu). 3) Mengatur dan menetapkan hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum yang berkenaan dengan tanah (jual-beli, warisan dan lain-lain). Jadi, hubungan antara masyarakat hukum adat dan tanah/wilayahnya adalah hubungan menguasai bukan memiliki. UUPA (Undang-Undang Peraturan Agraria) tidak menentukan kriteria mengenai eksistensi hak ulayat. Tetapi mengacu pada konsepsi yang bersumber pada hukum adat, dapat dikatakan penentu kriteria-kriteria masih ada atau tidaknya hak ulayat dilihat pada tiga hal, yakni: 1) Subyek hak ulayat, yaitu masyarakat hukum adat itu yang memenuhi karakteristik tertentu ;

2) Obyek hak ulayat, yakni tanah wilayah yang merupakan ruang tempat hidup dan
bekerja (Lebensraum) mereka; 3) Adanya kewenangan tertentu dari masyarakat hukum adat itu untuk mengelola tanah wilayahnya, termasuk menentukan hubungan yang berkenaan dengan persediaan, peruntukan dan pemanfaatan serta pelestarian wilayahnya. Pengakuan eksistensi hak ulayat oleh UUPA (pasal 3) merupakan hal yang wajar, karena hak ulayat beserta masyarakat hukum adat telah ada sebelum terbentuknya negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Penentuan kriteria keberadaan hak ulayat dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) dengan mengikutsertakan masyarakat hukum adat, LSM dan instansi terkait dengan sumber daya alam. Menurut Maria Sumardjono (2006), hak ulayat tidak bersifat ekslusif. Seperti juga hak atas tanah lainnya, dalam pelaksanaanya hak ulayat mengenal adanya fungsi sosial. Hal itu berarti bila tanah ulayat diperlukan untuk kepentingan umum ataupun kepentingan lain

LAPORAN AKHIR 1-82

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat, maka hak ulayat dapat diberikan pada pihak lain. Pemberian bidang tanah ulayat oleh masyarakat hukum adat dapat ditempuh dengan cara dilepaskan selamanya atau diberikan penggunaannya dalam jangka waktu tertentu. Dalam upaya mencapai kesepakatan, kompensasi yang diberikan kapada masyarakat hukum adat hendaknya mempertimbangkan hilangnya atau berkurangnya sumber daya alam yang menjadi penghidupannya dan hilangnya pusat-pusat budaya dan religi masyarakat hukum adat tersebut. Manfaat yang diperoleh pihak luar hendaknya juga dapat bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup dari masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Ketika berhadapan dengan hak ulayat diperlukan kesadaran dari pihak luar yang berarti harus membuka diri untuk memahami kesadaran hukum suatu masyarakat (yang dalam hal ini masyarakat Papua Barat) yang terwujud dalam tindakan nyata sehari-hari berangkat dari sudut pandang dan pola pikir masyarakat yang bersangkutan. Aditjondro J. (2003) mengatakan bahwa dalam pengamatannya selama 10 tahun di Irian Jaya (1977-1987) seringkali protes-protes warga masyarakat terhadap pemerintah atau kelompok lain hanya dilandasi kekhawatiaran mereka bahwa sumberdaya alam mereka tak akan dapat memenuhi kebutuhan mereka maupun anak cucu mereka, atau para pendatang memperlakukan sumber daya alam mereka tidak sesuai dengan tradisi penduduk setempat. Bukan karena mereka mau mendirikan satu negara sendiri yang lepas dari Republik Indonesia. Pembangunan di Indonesia Bagian Timur khususnya Provinsi Papua Barat sebaiknya dikhususkan pada segi-segi yang antropologis, sosiologis dan berwawasan lingkungan. Misalnya, pemanfaatan hutan di Papua, bukan dengan cara big logging company (pembabatan hutan oleh perusahaan besar) ataupun HPH (Hak Penguasaan Hutan), tapi oleh komunitas setempat. Kita bisa belajar dari Missi atau LSM di sana. Mereka telah membangun orang Papua dengan logika dan dinamika orang Papua sendiri. Di Asmat dimisalkan ada 10 kampung, di setiap kampung ada satu kelompok gergaji tarik, semacam prakoperasi yang mensuplai kebutuhan kayu untuk bangunan pemerintah, tempat ibadah ataupun memasok kebutuhan kayu untuk bangunan kaum transmigaran. Jadi pembangunan di Papua Barat berdasarkan karakteristik dan budaya yang terdapat pada masyarakatnya. Dengan kata lain, pengembangannya lebih ditekankan pada pendidikan dan ketrampilan berdasarkan karakteristik lingkungan setempat. Pembangunan di Papua Barat sebaiknya ditata bersama pemerintah setempat. Ahli antropologi, ahli ekonomi maupun ekologi perlu dilibatkan untuk merekayasa unit-unit kegiatan yang fungsional. Untuk pengembangan ekonomi di Papua Barat, pola-pola ekonomi harus ditata dengan

LAPORAN AKHIR 1-83

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

lebih kreatif dan dikembangkan berdasarkan karakteristik ekonomi dan kultur etnis setempat. Norma yang berlaku dalam adat suku-suku ini adalah menjaga keharmonisan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam sekitarnya, termasuk roh-roh yang hidup di alam serta keharmonisan antara manusia dengan arwah leluhurnya. Norma tersebut di atas mengandung pengertian bahwa bila kita mengabaikan keharmonisan hubungan dengan sesama, maka kita akan selalu berada dalam konflik dengan sesama. Walau tidak ada hukum formal dalam adat suku-suku ini, tapi jika ada orang yang melanggar suatu hukum adat akan dihukum oleh melalui pengadilan adat yang terdiri dari para kepala klan, kepala kampung, kepala desa dan beberapa tokoh orang tua lainnya. Ada satu hukuman yang sangat berat yang berlaku dalam adat suku di Papua Barat yaitu dibunuh tanpa boleh membela diri atau mendapat pembelaan dari siapapun, termasuk paman, kemenakan ataupun ipar. Hukuman ini disebut Hanom-tagawim. Hukuman ini ditimpakan kepada seseorang yang telah melakukan tindakan hanom, yakni berzina atau melakukan perzinahan dengan seseorang yang masih ada hubungan kekerabatan yang dekat (incest). Bersetubuh dengan saudara sendiri atau istri orang lain. B. Budaya Tradisional 1. Kampung dan Rumah Menurut adat, seorang pria yang telah menikah menetap di rumah orang tuanya di tengah-tengah para kerabatnya (yaitu adat virilokal). Kelompok kekerabatan terkecil dalam masyarakat Suku Arfak adalah keluarga luas virilokal yang menghuni satu rumah (tumitsen), terdiri dari sepasang suami istri bersama keluarga inti dari 3-5 anak pria mereka. Apabila daya tampungnya terbatas, dengan persetujuan ayah dari anakanak pria tadi, dibangun rumah yang baru. Satu tumitsen biasanya mempunyai 3-5 kamar, sebanyak pasang suami istri yang ada. Rumah dibangun cukup besar dan berbentuk segi empat dan dinding-dindingnya terbuat dari kulit pohon dan tanpa jendela. Tidak adanya jendela menyebabkan asap pekat dari perapian dari dalam rumah orang Arfak sangat mengganggu pernafasan dan berakibat banyaknya penduduk yang terkena penyakit paru-paru. Atap rumah terbuat dari daun pandan , sedang lantainya dari belahan nibung atau bambu. Pohon yang digunakan untuk tiang tengah rumah disebut mesiyi (bahasa Meyah). Dalam satu rumah biasanya terdapat kamar untuk wanita (meraja) dan kamar pria (meiges) serta sebuah ruang duduk (umersa) di tengah. Suatu rumah dengan suatu tempat khusus untuk upacara dan pesta adat disebut modambau , lantai di ruang

LAPORAN AKHIR 1-84

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

tengah tak dialasai dengan batang-batang nibung sehingga menari dilakukan di atas tanah. Kalau dibandingkan dengan rumah suku Amungme yang hidup di lembah-lembah pegunungan bagian tengah di Irian, ada persamaan dalam hal bentuk dan bahan material dari bangunan rumah walau ada sedikit perbedaan dalam hal penggunaan dan pemanfaatan ruangan. Sebelum masa pendudukan (sivilisasi) sebuah kampung suku Amungme yang cukup besar biasanya terdiri 15 20 buah rumah keluarga (Onggoi) dengan 5 8 buah rumah laki-laki (Itorei). 2. Seni Tari, Ukir, dan Anyam-anyaman Ada empat bentuk tarian dalam adat suku ini yaitu:

a. Tup, merupakan gerakan berputar di tempat, atau berjalan atau berlari yang
dilakukan sambil bernyanyi.

b. Weantagawi, merupakan gerakan dua orang yang saling berhadapan muka sambil
menghentakkan kaki di tanah bersama-sama. Gerakan ini diikuti langkahmengikuti irama, maju dua langkah dan mundur dua langkah seirama dengan lagu yang dibawakan.

c. Pipakwean, merupakan gerakan berlari mondar-mondir di suatu tempat terbatas,


seirama dengan lagu yang dibawakan.

d. Tem, gerakan ini diadakan di dalam rumah, di dalam sinar nyala api. Muda-mudi
duduk berhadapan muka, dipisahkan oleh tungku apui, sambil bernyanyi kaum pemuda memberi daun kepada pemudi dan sebaliknya. Ada tiga macam tarian, yaitu:

a. Tarian mudi-mudi
Tarian ini diadakan di lapangan terbuka yang disebut Tup. Dalam tarian ini para penari membentuk lingkaran sambil menyanyikan lagu-lagu asmara. Si pemuda melambai-lambaikan dedaunan kepada gadis yang disukainya dan bila si gadis menghampiri si pemuda sambil mengikuti irama lagu yang dinyanyikan dan menerima dedaunan yang dilambaikan berarti si gadis juga tertarik pada pemuda tersebut (arama emonggop agewin). Ada tarian muda-mudi yang berlangsung di dalam rumah yang disebut Tem. Para muda-mudi duduk berhadapan dipisahkan ole tungku api di antara mereka. Di sini mereka yang saling terpaut hatinya menyatakan kasih sayangnya dengan memberikan suatu benda. Tarian ini dapat berlangsung semalam suntuk. Dalam tarian ini para pemuda dan pemudi menyanyikan lagu dan pantun tentang cinta. b. Tarian Pesta

LAPORAN AKHIR 1-85

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Tarian ini biasanya dilakukan di lapangan terbuka. Orang-orang datang sambil menyanyi lalu masuk ke lapangan pesta. Mereka berdiri membentuk lingkaran dan berputar sambil meneriakkan kata-kata ka. Kemudian mereka mengadakan tarian Tup yang ditarikan sepanjang pesta. Lagu-lagu yang dibawakan adalah lagu-lagu kegembiraan, kesenangan dan pujian. c. Tarian Perang Tarian perang mirip dengan tarian pesta. Yang membedakannya adalah lagu-lagu yang dibawakan dalam tarian perang berisi lagu-lagu perjuangan yang membangkitkan semangat juang. 3. Kerajinan Seni ukir kurang begitu dominan dalam kebudayaan suku di wilayah Papua Barat. Seni ukir terbatas pada mengukir anak panah. Di waktu senggang seorang pria Arfak mengukir serta melukis busur dan anak panahnya. Ukiran-ukiran yang khas itu juga dibuat padap perlatan-peralatan perang lainnya. Para wanita dan pria orang Arfak biasanya mengenakan perhiasan yang berupa

gelang yang terbuat dari anyaman tali rotan dan disebut liya, demaya (kalung), miyepa (hiasan kepala yang dianyam memakai manik-manik), breya (anyaman kulit dan bulu burung atau kasuari untuk hiasan kepala). Hiasan dan busana bagi wanita adalah rumbai-rumbai yang dibuat dari alang-alang dan serat kulit kayu yang diikatkan dipinggang dan kalung manik-manik (gemsya). Serat-serat itu diambil dari batang pohonnya kemudian dipintal menjadi benang yang kemudian dengan ini digunakan untuk membuat berbagai barang kebutuhan hidupnya. Warna-warna yang mendominasi yang digunakan dalam kerajinan adalah putih, hitam, merah dan kuning. Warna putih dibuat dari tanah liat, isi keladi putih yang membusuk atau abu dari tungku api. Warna hitam dibuat dari asap lemak babi dan damar, arang dapur atau dari buah-buahan hutan. Warna merah dibuat dari tanah merah yang digali dari dalam tanah. Sedangkan warna kuning dibuat dari akar tumbuh-tumbuhan dan tali-talian hutan.

C. Kebhinekaan Bahasa di Papua Di Provinsi Papua, Provinsi Irian Jaya dan Provinsi Papua Barat tercatat ada 310 bahasa yang digunakan masyarakatnya. Di provinsi Papua Barat sendiri tercatat ada 67 suku yang mendiaminya. Bahasa-bahasa yang digunakan ada 67 bahasa, yakni : bahasa Matbat, Biga, Seget, Duriankere, Maya, Maden, Biak, Kawe, Wauyai, Legenyem, Waigeo, Moi, As, Moraid, Abun, Karon Dori, Mpur, Meyah, Hatam, Manikion, Wandamen, Arandai,Moskona, LAPORAN AKHIR 1-86

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Kaburi, Kais, Mai Brat, Tehit, Kalabra, Konda, Yahadian, Suabo, Puragi, Kokoda, Kemberano, Tanahmerah, Erokwanas, Bedoanas, Arguni, Sekar, Onin, Iha, Baham, Karas, Uruangnirin, Mor, Irarutu, Kuri, Mairasi, Buruai, Kamberau, Kowiai, Semimi, Mer, Kamoro, Ekari, Tunggare, Iresim, Yaur, Yeretuar, Tandia, Roon, Dusner, Meoswar, Ansus, Woi, Pom, dan Mapia. Dapat dikatakan provinsi ini menyimpan potensi sumberdaya manusia dan budaya. Sumberdaya budaya yang dalam hal ini keragaman bahasa perlu mendapat perhatian untuk dikembangkan terlebih dahulu sebelum pengembangan sumberdaya alam dan sumberdaya penduduk Papua Barat itu sendiri untuk mendukung kegiatan pembangunan di provinsi Papua Barat. Bahasa-bahasa di provinsi Papua dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan besar yang oleh ahli linguistik disebut phylum (fila), yaitu fila bahasa-bahasa Melanesia dan fila bahas-bahasa non-Melanesia. Provinsi Papua berada di deretan Kepulauan Melanesia yang melingkar mulai dari kepulauan di sebelah Timur-laut Papua dilanjutkan ke arah Timur benua Australia hingga kepulauan Fiji di sebalah Utara Selandia Baru. Di seluruh Papua dapat digolongkan ke dalam bahasa-bahasa Melanesia. Sedangkan bahasa-bahasa non-Melanesia yang digunakan di Papua adalah khas Papua yang tidak mempunyai hubungan linguistik dengan bahasa-bahasa di luar Papua dan Papua Niugini, kecuali dengan bebereapa bahasa di pulau Timor, Alor, Pantar dan Halmahera Utara (Koentjaraningrat, 1994). Berdasarkan pembagian fila, bahasa-bahasa di Non-Melanesia di provinsi Papua, provinsi Irian Jaya dan Provinsi Papua Barat terdiri dari 9 fila, yaitu: 1) fila Trans Irian, 2) fila Papua Barat, 3) fila Teluk Cendrawasih, 4) fila Kepala burung bagian Timur tingkat golongan, 5) fila Warnbori tingkat isolat, 6) fila Taurap (Borumeso) tingkat isolat, 7) fila Pauwi tingkat isolat, 8) fila Sko tingkat golongan, fila Kuomtari tingkat golongan (lihat peta B). Persebaran fila bahasa-bahasa Melanesia di ke tiga provinsi ini terlihat di peta B, yaitu daerah bagian belakang leher burung danpulau-pulau yang berhadapan dengan daerah pantai Waropen, Waropen Bawah dan Atas di sekitar Waren, derah Yapen Timur dan Barat serta pulaupulau sekitarnya, daerah kepulauan Biak-Suntori, Pulau Numfor derah sekitar Manokwari, sebagian besar kepulauan Raja Ampat, sebagian derah fak-fak dan Kaimana serta kepulauan kepulauan sekitar Kaimana. Seorang ahli bahasa bernama C. Loukotka telah melakukan upaya untuk

mengklasifikasikan kebhinekaan bahasa di Papua dan dimuat secara singkat oleh A.M. Moeliono dalam bab berjudul Ragam bahasa di Irian Barat dalam buku berjudul Penduduk Irian Barat (1963: hal. 33-35). Menurut klasifikasi Loukotka ada paling sedikit 31 golongan bahasa di Papua. Di dalamnya terdapat 234 bahasa yang masih diklasifikasikan

LAPORAN AKHIR 1-87

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

juga secara geografikal, yang mendekati pembagian administratif dan provinsi ke dalam 10 kabupaten yaitu: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. Bahasa-bahasa di Kabupaten Sorong Bahasa-bahasa di Kabupaten Manokwari Bahasa-bahas di Kabupaten Biak-Numfor Bahasa-bahasa di Kabupaten Paniai Bahasa-bahasa di Kabupaten Fakfak Bahasa-bahasa di Kabupaten Irian Jaya Barat-daya Bahasa-bahasa di Kabupaten Jayapura Bahasa-bahasa di KabupatenJayawijaya Bahasa-bahasa di Kabupaten Merauke Bahasa-bahasa di Kabupaten Irian Jaya Tenggara

Penggolongan bahasa menurut kabupaten itu berbeda dengan klasifikasi berdasarkan asas-asas linguistik. Sebagai contoh misalnya bahasa-bahsa di kabupaten Fakfak. Menurut Index of Irian Jaya Language, ada 22 bahasa dan beberapa diantaranya termasuk fila Austronesia-Melanesia, yaitu Onin, Sekai, Arguna, Bedoanas, Erokavanas, Irasutu, Koiwai, Uruangnirin dan Yaier. Tetapi ada 13 bahasa yang sama sekali berbeda golongannya, yaitu golongan Fila Trans Irian yaitu Suabau, Kokoda, Iha, Baham, Buruwai, Mor, Kamberau, mainasi, Karas, Mairasi, Mer, Semini dan Kamoro. Bahasa Maibrat, bahasa Madik dan bahasa Karon adalah bahasa-bahasa yang berbeda dan oleh para ahli linguistik dimasukkan dalam satu golongan yaitu fila Papua Barat. Bahasa Hatam dan Moile termasuk fila Kepala Burung Bagian Barat sedang bahasa Meyah dan Manikion adalah fila Kepala Burung Bagian Timur. Pengetahuan terhadap keragaman bahasa-bahasa di provinsi Papua Barat memang

mutlak diperlukan

untuk dapat mengkomunikasikan kepada penduduk tentang dan turut berpartisipasi di dalam

perencanaan pembangunan serta manfaatnya khususnya progam-progam yang ada dalam RTRW Papua Barat agar mereka berperan serta Barat pembangunanan. Di samping itu pemahaman terhadap bahasa-bahasa di provinsi Papua akan dapat mengurangi kesalah pahaman serta konflik yang mungkin timbul diantara penduduk asli dengan pihak-pihak luar yang berkaitan dengan perencanaan dan pembangunan di wilayah ini. 1.5 ASPEK EKONOMI WILAYAH 1.5.1 Peranan dan Kontribusi Perekonomian Wilayah Provinsi Papua Barat dalam Konteks Nasional

LAPORAN AKHIR 1-88

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Pada tahun 2005, nilai PDRB Provinsi Papua Barat menempati ranking ke 29 dari 33 Provinsi di Indonesia dan menyumbang sekitar 0,29% PDRB Nasional. Angka ini menunjukkan, orientasi untuk meningkatkan perekonomian dapat dikatakan masih sebatas untuk memenuhi kebutuhan ekonomi wilayah ini. Beberapa sektor unggulan seperti pertambangan dan perikanan memang diekspor ke luar wilayah. Tabel 1.40 Persentase PDRB Papua Barat terhadap PDRB Indonesia Tahun 2005 dirinci per Lapangan Usaha
Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Minum Bangunan Perdagangan Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Jasa-jasa Total PDRB Papua Barat (dalam ribu Rupiah) 2.152.984,76 1.528.370,11 1.580.176,29 39.717,67 565.568,00 769.089,13 508.223,79 137.037,89 622.034,27 7.903.201,91 PDRB Indonesia (dalam juta Rupiah) 363.928,80 308.339,10 771.724,00 26.693,50 195.775,90 430.154,20 180.968,70 230.587,20 276.879,00 2.785.050,40 Kontribusi (%) 0,592 0,496 0,205 0,149 0,289 0,179 0,281 0,059 0,225 0,284

Sumber : BPS, 2006 Dekripsi lebih dalam tentang kontribusi Provinsi Papua Barat dapat ditunjukkan dengan presentase tiap lapangan usaha terhadap PDRB Indonesia. Secara umum, tiap lapangan usaha memiliki kontribusi tidak lebih dari 1%. Kontribusi terbesar kepada Indonesia oleh Provinsi Papua Barat adalah pada sektor primer sebesar 1,088%, yaitu dari perikanan dan pertambangan. Kekayaan alam yang berlimpah terutama di sektor primer Apabila ditinjau dari pendapatan per kapita, Provinsi Papua Barat memiliki pendapatan per kapita pada tahun 2005 sebesar Rp 12.296.072, menempati peringkat ke-5 dari 33 provinsi, meningkat 177% dibandingkan tahun 2000 yaitu Rp. 6.944.000. Meskipun demikian, pendapatan per kapita ini tidak dapat digunakan untuk mengukur pendapatan di lapangan. 1.5.2 Struktur Ekonomi Wilayah Provinsi Papua Barat

PDRB dan Perkembangannya Berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku, PDRB Provinsi Papua Barat mencapai 8,94 triliun rupiah. Nilai PDRB Papua Barat atas dasar harga konstan juga menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Hal ini berarti bahwa peningkatan PDRB di Papua Barat LAPORAN AKHIR 1-89

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

bukan hanya karena dampak inflasi namun menunjukkan kenaikan produksi yang nyata. PDRB Papua Barat atas dasar harga konstan tahun 2000 adalah sebesar 3,9 triliun, terus meningkat setiap tahunnya hingga menjadi sebesar 5,51 triliun pada tahun 2006. PDRB Papua Barat atas dasar harga konstan tersebut berkembang sebesar 1,4 kali lipat antara kurun waktu 2000-2006. Tabel 1.41 PDRB Provinsi Papua Barat Atas dasar Harga Berlaku dan Konstan 20002008
Tahun PDRB atas Dasar Harga Berlaku Jumlah (Juta Rp) 3.957.601,89 4.333.104,91 4.796.403,17 5.555.597,22 6.576.537,38 7.903.201,91 8.945.256,28 10 369 836,11 12 471 605,76 Perkembangan (%) 100,00 109,49 121,19 140,38 166,17 199,70 226,03 262,02 315,13 PDRB atas Dasar Harga Konstan Jumlah (Juta Rp) 3.957.601,89 4.089.846,98 4.297.391,32 4.627.370,53 4.969.204,34 5.304.206,18 5.551.304,23 5 934 315,82 6 369 374,22 Perkembangan (%) 100,00 103,34 108,59 116,92 125,56 134,03 140,27 149,95 160,94

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Sumber: Papua Barat Dalam Angka 2009, hasil perhitungan

Gambar 1.31 Perkembangan PDRB Provinsi Papua Barat Tahun 2000-2006

Besar sumbangan migas untuk PDRB Papua Barat mencapai sekitar 20 persen sehingga sangat mempengaruhi perekonomian di Papua Barat. Selisih antara PDRB Papua Barat dengan migas dan tanpa migas berdasarkan atas harga berlaku mencapai lebih dari 1 triliun. Berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku, perkembangan PDRB Provinsi Papua Barat tanpa migas setara dengan perkembangan PDRB dengan migas. PDRB Provinsi Papua LAPORAN AKHIR 1-90

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Barat tanpa migas pada tahun 2006 menurut harga berlaku mencapai 6,36 triliun rupiah. Sebelumnya, pada tahun 2000 besar PDRB adalah 2,81 triliun rupiah. Setiap tahunnya PDRB Papua Barat tanpa migas menurut harga berlaku selalu meningkat. Nilai PDRB Papua Barat tanpa migas atas dasar harga konstan juga menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. PDRB Papua Barat tanpa migas atas dasar harga konstan tahun 2000 adalah sebesar 2,8 triliun rupiah, terus meningkat setiap tahunnya hingga menjadi sebesar 4,2 triliun rupiah pada tahun 2006. PDRB Papua Barat atas dasar harga konstan tersebut berkembang sebesar 1,49 kali lipat antara kurun waktu 2000-2006, sedikit di atas bawah PDRB dengan migas yang sebesar 1,4 kali lipat. Tabel 1.42 PDRB Provinsi Papua Barat Atas dasar Harga Berlaku dan Konstan Tanpa Migas Tahun 2000-2006
PDRB atas Dasar Perkembangan PDRB atas Dasar Perkembangan Harga Berlaku (%) Harga Konstan (%) Jumlah (Juta Rp) Jumlah (Juta Rp) 2000 2.817.147,45 100,00 2.817.147,45 100,00 2001 3.183.903,18 113,02 2.996.834,12 106,38 2002 3.617.835,06 128,42 3.221.265,90 114,34 2003 4.137.795,15 146,88 3.448.700,43 122,42 2004 4.669.431,00 165,75 3.665.642,96 130,12 2005 5.417.281,15 192,30 3.912.802,69 138,89 2006 6.367.289,23 226,02 4.206.434,11 149,32 Sumber: PDRB Provinsi Papua Barat Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007, hasil perhitungan Tahun

Gambar 1.32 Perkembangan PDRB Provinsi Papua Barat Tanpa Migas Tahun 20002006
250,00 200,00 150,00 100,00 50,00 0,00 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

PDRB ADH Berlaku Tanpa Migas

PDRB ADH Konstan Tanpa Migas

LAPORAN AKHIR 1-91

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Pertumbuhan ekonomi Papua Barat selalu berada dalam kondisi positif dalam kurun waktu tahun 2000 hingga 2006. Rata-rata pertumbuhan dalam kurun waktu tersebut untuk PDRB atas dasar harga berlaku adalah sebesar 14,56% dan angka pertumbuhan setiap tahunnya yang terus meningkat. Tabel 1. 43 Pertumbuhan PDRB Provinsi Papua Barat 2000-2006
Dengan Migas Tanpa Migas Atas Dasar Atas Dasar Atas Dasar Atas Dasar Harga Berlaku Harga Konstan Harga Berlaku Harga Konstan 2001 9,49 3,34 13,02 6,38 2002 10,69 5,07 13,63 7,49 2003 15,83 7,68 14,37 7,06 2004 18,38 7,39 12,85 6,29 2005 20,17 6,74 16,02 6,74 2006 13,03 4,66 13,04 7,50 r 14,56 5,08 11,48 6,91 Sumber: PDRB Provinsi Papua Barat Menurut Lapangan Usaha tahun 2007, hasil perhitungan Tahun

Pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan juga selalu menunjukkan angka yang positif, namun lebih fluktuatif. Angka rata-rata pertumbuhan selama tahun 2000 hingga 2006 adalah sebesar 5.08 persen. Pertumbuhan setiap tahunnya terus meningkat hingga mencapai 7,68 persen pada tahun 2003, namun kemudian pertumbuhannya melambat menjadi 6,74 persen pada tahun 2005. Analisis pertumbuhan PDRB tanpa migas menunjukkan hasil yang berbeda. Angka pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku tanpa migas lebih fluktuatif dibandingkan PDRB dengan migas. Angka rata-ratanya juga menunjukkan angka yang lebih rendah. Sementara itu, angka pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan justru menunjukkan rata-rata pertumbuhan yang lebih tinggi dan angka pertumbuhannya juga lebih fluktuatif dibandingkan dengan PDRB dengan migas atas dasar harga konstan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2000 hingga 2006 sektor migas mengalami inflasi yang cukup tinggi dibandingkan dengan sektor nonmigas. Sementara itu dari segi produksi, sektor nonmigas mengalami kenaikan produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor nonmigas.

LAPORAN AKHIR 1-92

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.33 Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Papua Barat Tahun 2000-2006
25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Dengan Migas Atas Dasar Harga Berlaku Dengan Migas Atas Dasar Harga Konstan Tanpa Migas Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Migas Atas Dasar Harga Konstan

Rata-rata pertumbuhan PDRB Papua Barat atas dasar harga konstan pada kurun waktu 2000-2006 adalah sebesar 5,48% (lihat Tabel 1.44). Jika dilihat pertumbuhan tiap-tiap sektor maka sektor angkutan dan komunikasi mengalami pertumbuhan yang tertinggi yaitu sebesar 12,73% disusul dengan sektor jas-jas yaitu sebesar 9,29%. Sektor pertambangan dan penggalian memiliki angka pertumbuhan yang paling rendah yaitu sebesar 1,14% diikuti sektor pertanian sebesar 4,14%. Kedua sektor ini menjadi sektor dengan angka pertumbuhan di bawah angka pertumbuhan PDRB Provinsi Papua Barat. Hal ini menjadikan kelompok sektor primer memiliki angka pertumbuhan yang paling rendah dibandingkan dengan kelompok sektor lainnya. Kelompok sektor sekunder yang terdiri dari industri pengolahan listrik, gas, dan air minum serta bangunan memiliki angka pertumbuhan yang sebesar 8,75%. Sementara itu sektor tersier yang terdiri dari sektorsektor sisanya memiliki angka pertumbuhan tertinggi yaitu 9,64%. Tabel 1.44 Pertumbuhan PDRB Papua Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000-2006
Lapangan Usaha 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Pertanian 4,89 5,46 5,07 3,91 2,09 3,43 Pertambangan dan Penggalian -4,94 1,43 4,65 2,54 5,34 -1,77 Industri Pengolahan 6,11 -0,91 17,10 21,77 8,36 0,52 Listrik, Gas, dan Air Minum 7,76 8,00 9,38 8,83 9,65 11,25 Bangunan 6,34 8,79 8,20 6,26 12,33 13,06 Perdagangan 7,77 9,25 8,82 7,03 8,97 10,49 Angkutan dan Komunikasi 11,95 11,93 14,87 10,13 12,75 14,84 Keuangan, Persewaan, dan Jasa -6,17 5,84 5,04 30,34 2,97 2,07 Jasa-jasa 8,48 9,91 7,33 7,61 13,19 9,31 PDRB 3,34 5,07 7,68 7,39 6,74 4,66 Primer 0,55 3,78 4,90 3,35 3,40 1,29 Sekunder 6,23 2,71 13,59 15,95 9,69 4,94 Tersier 7,90 9,85 9,38 9,28 10,91 10,56 Sumber: PDRB Provinsi Papua Barat Menurut Lapangan Usaha tahun 2007, hasil perhitungan r 4,14 1,14 8,52 9,14 9,13 8,72 12,73 6,13 9,29 5,80 2,87 8,75 9,64

LAPORAN AKHIR 1-93

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Pertumbuhan PDRB tanpa migas atas dasar harga konstan menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB dengan migas yaitu sebesar 9,64%. Sementara itu, sektor industri pengolahan dengan mengeliminir subsektor industri pengilangan minyak dan gas bumi memiliki angka yang menjadi lebih rendah yaitu sebesar 6,49%. Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 24% industri pengolahan di Provinsi Papua digerakkan oleh kegiatan di sektor migas. Hal ini menyebabkan pertumbuhan kelompok sektor primer tanpa migas menjadi lebih tinggi dibandingkan denga migas, sedangkan pertumbuhan kelompok sektor sekunder menjadi lebih rendah. Perbedaan-perbedaan ini menunjukkan bahwa kegiatan primer pada sektor migas yang bergantung pada bahan baku mengalami kecenderungan perlambatan. Sebaliknya, aktivitas sekunder pada migas yang berupa kegiatan lanjutan memanfaatkan hasil dari sektor primer cenderung mengalami peningkatan. Tabel 1. 45 Pertumbuhan PDRB Papua Barat Tanpa Migas Atas Dasar Harga Konstan 2000-2006
Lapangan Usaha 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Pertanian 4,89 5,46 5,07 3,91 2,09 3,43 Pertambangan dan Penggalian 8,07 9,06 7,20 10,66 10,21 13,35 Industri Pengolahan 7,77 7,23 6,65 5,60 5,57 6,16 Listrik, Gas, dan Air Minum 7,76 8,00 9,38 8,83 9,65 11,25 Bangunan 6,34 8,79 8,20 6,26 12,33 13,06 Perdagangan 7,77 9,25 8,82 7,03 8,97 10,49 Angkutan dan Komunikasi 11,95 11,93 14,87 10,13 12,75 14,84 Keuangan, Persewaan, dan Jasa -6,17 5,84 5,04 30,34 2,97 2,07 Jasa-jasa 8,48 9,91 7,33 7,61 13,19 9,31 PDRB 6,38 7,49 7,06 6,29 6,74 7,50 Primer 4,95 5,53 5,11 4,05 2,27 3,67 Sekunder 7,13 7,94 7,42 5,98 8,75 9,53 Tersier 7,90 9,85 9,38 9,28 10,91 10,56 Sumber: PDRB Provinsi Papua Barat Menurut Lapangan Usaha tahun 2007, hasil perhitungan r 4.14 9.74 6.49 9.14 9.13 8.72 12.73 6.13 9.29 6.91 4.26 7.78 9.64

PDRB dan Kontribusi Sumbangan setiap sektor dalam PDRB dapat menunjukkan komposisi perekonomian di wilayah tersebut. Sektor pertanian merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar yaitu sebesar 2,429 triliun rupiah atau sebesar 27,16 persen kepada PDRB berlaku Provinsi Papua Barat tahun 2006 diikuti oleh sektor industri pengolahan yang sebesar 1,741 triliun (19,47%) dan sektor pertambangan dan penggalian yang sebesar 1,552 triliun (17,36%). Tabel 1.46 PDRB Provinsi Papua Barat Tahun 2008
Lapangan Usaha PDRB Atas PDRB Atas Dasar

LAPORAN AKHIR 1-94

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Dasar Harga Berlaku Harga Konstan Jumlah % Jumlah % Pertanian 3 107 119,13 24,91 1 817 444,10 28,53 Pertambangan dan Penggalian 1 846 593,70 14,81 1 098 592,02 17,25 Industri Pengolahan 2 835 994,38 22,74 872 426,05 13,70 Listrik, Gas, dan Air Minum 66 030,34 0,53 29 098,48 0,46 Bangunan 1 150 834,65 9,23 572 822,13 8,99 Perdagangan 1 290 421,32 10,35 670 818,70 10,53 Angkutan dan Komunikasi 866 875,56 6,95 473 536,46 7,43 Keuangan, Persewaan, dan Jasa 302 327,09 2,42 150 145,26 2,36 Jasa-jasa 1 005 409,58 8,06 684 491,02 10,75 PDRB 12 471 605,76 100,00 6 369 374,22 100,00 Primer 4.953.712,83 39,72 2.916.036,12 45,78 Sekunder 4.052.859,37 32,50 1.474.346,66 23,15 Tersier 3.465.033,55 27,78 1.978.991,44 31,07 Sumber: Provinsi Papua Barat Dalam Angka Tahun 2009, hasil perhitungan

Terdapat perbedaan kontribusi bila menggunakan PDRB atas dasar harga konstan. Sektor pertanian tetap merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar yaitu sebesar 29,31% kepada PDRB konstan Provinsi Papua Barat kemudian oleh pertambangan dan penggalian (19,48%) dan lapangan usaha industri pengolahan (13,54%). Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa sektor pertanian dan pertambangan penggalian memiliki jumlah yang tinggi jika dilihat dari segi produksi. Sementara itu industri pengolahan memiliki besaran produksi yang lebih rendah namun memiliki nilai yang lebih tinggi. Listrik, gas, dan air minum memberikan kontribusi terkecil, lebih kecil dari 1% baik menurut PDRB atas dasar harga konstan maupun berlaku, menunjukkan tingkat ketersediaan dan tingkat penggunaan dari infrastruktur dasar yang masih rendah di Papua Barat.

LAPORAN AKHIR 1-95

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.34 PDRB Papua Barat per Sektor Tahun 2008 ADH Berlaku

Kontribusi kelompok sektor utama dalam ekonomi berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku menunjukkan sektor primer yang terdiri dari pertanian dan pertambangan dan penggalian sebagai sektor yang memberikan kontribusi terbesar yaitu 3,982 triliun (44,52%). Sektor sekunder ada pada posisi berikutnya dan kemudian diikuti oleh sektor tersier. Terdapat perbedaan jika menggunakan angka PDRB atas dasar harga berlaku. Sektor primer tetap menjadi sektor dengan kontribusi tertinggi namun diikuti oleh sektor tersier baru kemudian sektor sekunder. Besarnya kontribusi sektor primer yang hingga mencapai angka 44,52 persen dapat menunjukkan bahwa sektor ini merupakan sektor vital yang menjadi penopang utama perekonomian di Papua Barat. Gambar 1.35 PDRB Papua Barat per Kelompok Sektor Tahun 2008

Atas Dasar Harga Berlaku

Atas Dasar Harga Konstan 2000

Analisis dengan mengeliminir migas menunujukkan beberapa perbedaan. PDRB tanpa migas atas dasar harga berlaku untuk sektor pertanian menjadi sektor dengan kontribusi tertinggi yang angkanya mencapai 2,152 triliun atau sebesar 39,74%. Sektor perdagangan memiliki kontribusi terbesar kedua yaitu sebesar 508 miliar atau 14,20 persen. Kontribusi

LAPORAN AKHIR 1-96

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

sektor pertambangan dan penggalian turun drastis dari 17,36% turun menjadi 1,06% atau hanya sebesar 67,42 miliar rupiah. Begitu pula dengan sektor industri pengolahan meskipun tidak sejauh pada sektor pertambangan penggalian. Kontribusi sektor industri pengolahan tadinya sebesar 19,47 persen turun menjadi sebesar 10,20 persen atau sebesar 649,458 miliar. Tabel 1.47 PDRB Provinsi Papua Barat Tanpa Migas Tahun 2006
Lapangan Usaha PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Jumlah (juta Rp) % 2.429.166,82 38,15 67.420,59 1,06 649.458,01 10,20 48.038,79 0,75 715.644,59 11,24 925.804,53 14,54 646.121,42 10,15 151.430,26 2,38 734.204,22 11,53 PDRB Atas Dasar Harga Konstan Jumlah (juta RP) % 1627118,91 38,68 42867,62 1,02 445795,96 10,60 24616,87 0,59 440813,49 10,48 561814,7 13,36 397041,93 9,44 94706,46 2,25 571658,17 13,59 100 39,70 21,66 38,64

Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Minum Bangunan Perdagangan Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Jasa-jasa PDRB

6.367.289,23 100 4.206.434,11 Primer 2.496.587,41 39,21 1.669.986,53 Sekunder 1.413.141,39 22,19 911.226,32 Tersier 2.457.560,43 38,60 1.625.221,26 Sumber: PDRB Provinsi Papua Barat Menurut Lapangan Usaha tahun 2007, hasil perhitungan

Gambar 1.36 PDRB Papua Barat per Sektor Tanpa Migas Tahun 2006

Pertanian 11,53% 2,38% 10,15% 38,15% Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Minum Bangunan Perdagangan 14,54% 1,06% 10,20% 0,75% Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persew aan, dan Jasa Jasa-jasa 11,24%

Berdasarkan kelompok sektor utama, sektor primer menjadi sektor dengan kontribusi sebesar 39,21% atau senilai 2,496 triliun rupiah, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan jika memperhitungkan migas. Sektor tersier memiliki kontribusi sebesar 38,60% atau

LAPORAN AKHIR 1-97

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

sebesar 2,457 triliun rupiah. Sektor sekunder memberikan kontribusi terendah yaitu sebesar 22,19% atau sebesar 1,413 triliun rupiah. Jika dilihat dari PDRB tanpa migas atas dasar harga konstan, komposisinya juga memberikan angka komposisi yang cenderung setara dengan PDRB tanpa migas atas dasar harga berlaku. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan produksi dan inflasi sektorsektor di luar migas bergerak secara sebanding. Gambar 1.37 PDRB Papua Barat per Kelompok Sektor Tahun 2006

38,60%

39,21%

22,19% Primer Sekunder Tersier

Pergeseran Struktur PDRB Provinsi Papua Barat PDRB Papua Barat yang ditampilkan secara time series dapat menjadi salah satu alat untuk mengetahui apakah terjadi perubahan atau pergeseran struktur ekonomi di wilayah tersebut. Antara tahun 2000-2006 perubahan menonjol terjadi pada sektor pertambangan penggalian dan industri pengolahan. Kontribusi sektor industri pengolahan terus meningkat, sebaliknya sektor pertambangan dan penggalian terus menurun. Kedua sektor ini memang seolah-olah bertukar posisi. Adanya perubahan ini seiring dengan meningkatnya angka pertumbuhan pada sektor industri pengolahan tiap tahunnya dan pertumbuhan yang lambat dari sektor pertambangan dan penggalian. Tabel 1.48 Persentase Tiap Sektor Ekonomi dalam PDRB Papua Barat Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000-2008
Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan 2000 32,24 25,53 11,63 2001 32,77 21,51 13,75 2002 32,71 19,85 13,77 2003 31,86 18,42 15,94 2004 29,45 18,50 18,90 2005 27,20 19,31 19,97 2006 27,16 17,36 19,47 2007
26,6 4 15,9 8 20,1

2008

24,9 1 14,8 1 22,7

LAPORAN AKHIR 1-98

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028
2003 0,43 6,96 10,01 6,29 1,54 8,54 100,0 50,28 23,34 26,39 2004 0,47 6,67 9,80 6,28 1,91 8,02 100,0 47,96 26,03 26,01 2005 0,50 7,15 9,72 6,42 1,81 7,93 100,0 46,51 27,62 25,87 2006 0,54 8,00 10,35 7,22 1,69 8,21 100,0 44,52 28,01 27,47 2007
0 0,56 8,61 10,5 8 7,44 2,07 8,03

Lapangan Usaha Listrik, Gas, dan Air Minum Bangunan Perdagangan Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Jasa-jasa PDRB Primer Sekunder Tersier

2000 0,37 6,59 8,60 4,89 1,67 8,48 100,0 57,77 18,59 23,64

2001 0,38 6,78 9,13 5,38 1,59 8,71 100,0 54,28 20,92 24,81

2002 0,41 7,02 9,86 5,91 1,60 8,88 100,0 52,56 21,19 26,25

2008

4 0,53 9,23 10,3 5 6,95 2,42 8,06


100,0 39,72 32,50 27,78

100,0

42,6 2 29,2 7 28,1 1

Sumber: Provinsi Papua Barat Dalam Angka Tahun 2009, hasil perhitungan

Gambar 1.38 Pergeseran Sektor Ekonomi Papua Barat Tahun 2000-2006


100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Jasa-jasa Keuangan, Persew aan, dan Jasa Angkutan dan Komunikasi Perdagangan Bangunan Listrik, Gas, dan Air Minum Industri Pengolahan Pertambangan dan Penggalian Pertanian

Jika dilihat dari kelompok sektor, sektor primer tetap merupakan sektor yang dominan dalam kurun waktu 2000 hingga 2006. Meski demikian sektor primer memiliki kontribusi yang terus menurun. Hal ini adalah akibat dari lebih rendahnya pertumbuhan sektor pertanian dan pertambangan penggalian yang termasuk ke dalam kelompok sektor primer dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Kedua sektor tersebut memiliki angka pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB secara total. Kontribusi sektor primer adalahs sebesar 57,77 persen pada tahun 2000 menurun menjadi 44,58 persen pada tahun 2005.

LAPORAN AKHIR 1-99

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.39 Pergeseran Kelompok Sektor Ekonomi Papua Barat Tahun 2000-2006
100%

80%

60%

Tersier Sekunder Primer

40%

20%

0% 2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

Tabel 1.49 Persentase Tiap Sektor Ekonomi dalam PDRB Papua Barat Tanpa Migas Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000-2006
Lapangan Usaha 2000 2001 2002 2003 2004 Pertanian 45,29 44,60 43,37 42,78 41,48 Pertambangan dan Penggalian 0,87 0,89 0,94 0,94 1,01 Industri Pengolahan 10,85 11,01 11,05 10,93 10,83 Listrik, Gas, dan Air Minum 0,52 0,52 0,54 0,58 0,66 Bangunan 9,26 9,23 9,30 9,35 9,40 Perdagangan 12,08 12,42 13,07 13,44 13,80 Angkutan dan Komunikasi 6,87 7,33 7,83 8,45 8,85 Keuangan, Persewaan, dan Jasa 2,35 2,16 2,13 2,07 2,69 Jasa-jasa 11,91 11,85 11,77 11,46 11,29 PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Primer 46,16 45,48 44,31 43,72 42,49 Sekunder 20,63 20,76 20,89 20,86 20,88 Tersier 33,21 33,76 34,80 35,43 36,63 Sumber: PDRB Provinsi Papua Barat Menurut Lapangan Usaha tahun 2007, hasil perhitungan 2005 39,65 1,04 10,43 0,73 10,42 14,17 9,36 2,64 11,55 100,00 40,69 21,59 37,72 2006 38,15 1,06 10,20 0,75 11,24 14,54 10,15 2,38 11,53 100,00 39,21 22,19 38,60

Sektor sekunder menunjukkan terus mengalami peningkatan, dari 18,59 persen pada tahun 2000 menjadi 28,01 persen pada tahun 2006. Sektor industri pengolahan yang terus tumbuh dan meningkat menjadi faktor tingginya kontribusi sektor sekunder. Sementara itu kontribusi sektor tersier bergerak naik turun pada kisaran angka 23% hingga 28% setiapa tahunnya.

Dieliminirnya non migas praktis menjadikan sektor pertanian menjadi sektor paling vital bagi perekonomian Papua Barat, jauh di atas sektor-sektor lainnya namun cenderung

LAPORAN AKHIR 1-100

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

menurun. Peran sektor pertambangan dan penggalaian turun drastis hingga berkisar pada angka 1 persen. Dilihat dari kelompok sektor, sektor primer sebagai sektor yang dominan dalam kurun waktu 2000 hingga 2006 di Provinsi Papua Barat. Meski demikian sektor primer memiliki kontribusi yang terus menurun. Hal ini adalah akibat dari lebih rendahnya pertumbuhan sektor pertanian dibandingkan sektor-sektor lainnya. Dieliminirnya migas praktis menjadikan sektor primer bertumpu hampir sepenuhnya pada sektor pertanian. Kontribusi sektor primer adalah sebesar 46,16 persen pada tahun 2000 menurun menjadi 40,78 persen pada tahun 2005. Kontribusi sektor primer tanpa migas lebih rendah dibandingkan dengan kontribusi sektor primer dengan migas. Gambar 1.40 Pergeseran Sektor Ekonomi Papua Barat Tanpa Migas Tahun 20002006
100% Jasa-jasa Keuangan, Persew aan, dan Jasa Angkutan dan Komunikasi Perdagangan 60% Bangunan Listrik, Gas, dan Air Minum 40% Industri Pengolahan Pertambangan dan Penggalian Pertanian 0% 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

80%

20%

Sektor sekunder bergerak pada angka yang relatif tetap yaitu memberikan kontribusi yang berkisar pada angka 20% pada tahun 2000 hingga 2004 dan sedikit mengalami kenaikan pada tahun 2006 menjadi 22,19%. Sementara itu sektor tersier memiliki kontribusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontribusinya ketika memperhitungkan migas. Besar kontribusinya juga terus meningkat setiap tahunnya. Kontribusinya pada tahun 2000 adalah sebesar 33,21% dan tahun 2006 menjadi sebesar 38,60%.
100%

Gambar 1.41 Pergeseran Sektor Ekonomi Papua Barat Tanpa Migas Tahun 2000-2006 80%
60% Tersier Sekunder 40% Primer

20%

LAPORAN AKHIR 1-101


2001 2002 2003 2004 2005 2006

0% 2000

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

1.5.3

Tinjauan Ekonomi Sektoral

Tinjauan ekonomi sektoral berusaha melihat ekonomi wilayah Papua Barat dilihat dari 3 kelompok sektor utama yaitu sektor primer, sekunder, dan tersier. Pembagian ke dalam ketiga sektor tersebut berdasar pada asal terjadinya proses produksi. Kelompok sektor primer terdiri dari sektor pertanian dan sektor pertambangan penggalian. Sektor sekunder terdiri dari sektor industri pengolahan, listrik dan air minum serta sektor bangunan. Sementara itu sektor-sektor yang termasuk dalam kelompok sektor tersier adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. 1.5.3.1 Sektor Primer Sektor primer merupakan sektor dengan sektor yang selama ini dominan di Provinsi Papua Barat. Meski demikian sektor ini mengalami kecenderungan memiliki kontribusi yang menurun. Pertumbuhan kedua sektor yang termasuk dalam sektor primer yaitu pertanian dan pertambangan penggalian termasuk yang paling lambat jika dibandingkan dengan sektor lainnya. 1) Pertanian Sektor pertanian merupakan sektor paling dominan di Provinsi Papua Barat. Berdasar atas PDRB atas dasar harga konstan, sektor ini memiliki kontribusi sebesar 1,27 triliun rupiah atau 32,24% dari PDRB Papua Barat pada tahun 2000. Pada tahun 2005 meningkat menjadi 1,57 triliun rupiah namun dari segi persentase kontribusi menurun menjadi 29,66%. Subsektor kehutanan dan perikanan merupakan subsektor yang paling berpengaruh pada sektor pertanian di Papua Barat. Perikanan dan kehutanan adalah subsektor yang paling menonjol dari sektor pertanian di Provinsi Papua Barat. Secara fisik, Papua Barat memang kaya akan hutan dan dikelilingi oleh lautan. Sektor pertanian di wilayah lainnya di Indonesia umumnya bergantung pada pertanian tanaman pangan dan perkebunan. LAPORAN AKHIR 1-102

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Sifat dari pertanian pada subsektor kehutanan dan perikanan lebih bersifat ekstraktif, memanfaatkan langsung dari alam. Sementara itu subsektor tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan lebih bersifat kegiatan budidaya. Jika dikembangkan, ketiga susbsektor ini sebenarnya dapat membuka lapangan pekerjaan yang lebih luas. Terlebih karena, kemiskinan merupakan salah satu isu utama di Provinsi Papua Barat. Tabel 1.50 Jumlah Produksi Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan Provinsi Papua Barat Tahun 2006
Lapangan Usaha PERTANIAN, PETERNAKAN, 2000 Jumlah % 2005 Jumlah r %

1275948,34 32,24 1573097,70 29,66 4,28 KEHUTANAN & PERIKANAN 1.1 Tanaman Bahan Makanan 218261,94 5,52 263602,54 4,97 3,85 1.2 Tanaman Perkebunan 113777,86 2,87 148870,28 2,81 5,52 1.3 Peternakan & Hasil-hasilnya 55366,78 1,40 83172,72 1,57 8,48 1.4 Kehutanan 430664,00 10,88 487106,58 9,18 2,49 1.5 Perikanan 457877,76 11,57 590345,58 11,13 5,21 Sumber : PDRB Provinsi Papua Barat Menurut Lapangan Usaha tahun 2007, hasil perhitungan

Pertanian Tanaman Pangan Tanaman pangan pokok di Papua Barat pada umumnya adalah tanaman sagu (Metroxylon rumphii, Metroxylon sago). Namun sejak beberapa dekade terakhir, tanaman sagu tergeser oleh nasi. Hal ini adalah akibat dari kebijakan pemerintah yang menjadikan nasi sebagai salah satu indikator kemakmuran dan menjadikannya sebagai bahan makan pokok secara nasional. Padahal untuk Papua Barat, masyarakatnya sebenarnya tidak terbiasa membudidayakan padi namun kemudian beralih. Tabel 1.51 Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Pertanian Tanaman Pangan di Provinsi Papua Barat Tahun 2008
Jenis Pertanian Luas Panen (Ha) Padi sawah dan padi ladang Jagung Ubi kayu Ubi jalar Kacang tanah Kacang kedelai Kacang hijau 7.823 2.080 2.336 1.991 2.093 2.137 855 2005 Produksi (ton) 24.702 3.317 25.897 19.543 2.131 2.279 871 Rata-Rata Produksi (Kw/Ha) 31,58 15,94 110,85 98,14 10,18 10,67 10 Luas Panen (Ha) 8545 1947 1963 2170 1937 1819 925 2006 Produksi (ton) 27518 3120 21913 21405 1856 1917 944 Rata-Rata Produksi (Kw/Ha) 32,20 16,02 111,63 98,64 9,58 10,54 10,21 Luas Panen (Ha) 11 467 1 070 2 052 1 524 958 1 624 560 2008 Produksi (ton) 39 537 1 711 23 071 15 341 979 1 740 557 Rata-Rata Produksi (Kw/Ha) 34,48 15,99 112,43 100,66 10,21 10,72 9,95

Sumber : Papua Barat dalam Angka Tahun 2009

LAPORAN AKHIR 1-103

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Tanaman padi umumnya dibudidayakan oleh para transmigran dari Jawa, sementara penduduk asli lebih suka memilih tanaman keras seperti sagu dan ketela. Pada tahun 2005, tanaman padi baik padi sawah maupun ladang memiliki luas tanam yang paling luas yaitu sebesar 7.823 hektar dengan jumlah produksi mencapai duapuluh empat ribu ton. Sementara itu ubi kayu memiliki jumlah produksi dalam ton yang tertinggi yaitu mencapai duapuluh lima ribu ton lebih, rata-rata produksi komoditi ini juga yang tertinggi yaitu mencapai 110 kwintal per hektar. Untuk tahun 2006, komoditi pangan yang mengalami peningkatan produksi adalah padi, ubi jalar, dan kacang hijau. Tabel 1.52 Luas panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Pertanian Padi Sawah, Ubi Kayu, dan Ubi Jalar per Kabupaten/Kota di Papua Barat Tahun 2008
Kabupaten Luas Panen (Ha) 95 56 501 7 378 81 3 053 303 Padi sawah Produksi Rata-Rata (ton) Produksi (Kw/Ha) 324 34,11 194 34,64 1 651 32,95 25 309 34,30 216 26,67 10 784 35,32 1 059 34,95 Luas Panen ( Ha) 132 72 165 221 1 137 38 218 34 35 Ubi Kayu Produksi Rata-Rata (ton) Produksi (Kw/Ha) 1 486 112,58 832 115,54 1 833 111,07 2 459 111,25 12 873 113,22 419 110,16 2 416 110,83 381 112,13 374 106,75 Luas Panen (Ha) 135 120 95 195 633 105 153 36 52 Ubi Jalar Produksi Rata-Rata (ton) Produksi (Kw/Ha) 1 362 100,92 1 208 100,64 954 100,46 1 962 100,63 6 371 100,65 1 058 100,80 1 540 100,63 363 100,83 522 100,38

Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong

Sumber : Papua Barat dalam Angka 2009 Tiga komoditi dengan produksi tertinggi adalah ubi kayu, ubi jalar, dan padi. Ubi kayu dan ubi jalar paling banyak diproduksi oleh Kabupaten Manokwari. Komoditi padi sawah juga paling banyak ditemui di Manokwari, pada tahun 2006 menghasilkan produksi mencapai lebih dari limabelas ribu ton, disusul oleh Kabupaten Sorong dengan produksi sesbesar 6623 ton. Padi sawah tidak ditemukan di Kaimana, Sorong Selatan, dan Kota Sorong.

LAPORAN AKHIR 1-104

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Tabel 1. 53 Luas panen dan Produksi Pertanian Padi Sawah, Padi Ladang, Ubi Kayu, dan Ubi Jalar, Kacang Tanah, Kedelai, dan Kacang Hijau per Kabupaten/Kota di Papua Barat tahun 2008
Kabupaten/Kota Padi Sawah Luas Panen (Ha) 85 51 365 6 507 3 053 297 10 358 7 580 7 546 6 415 5 231 Produksi (Ton) 298 180 1 293 22 920 10 784 1 043 36 518 26 101 24 810 20 896 16 445 Padi Ladang Luas Panen (Ha) 10 5 136 871 81 6 1 109 777 999 1 408 1 745 Produksi (Ton) 26 14 358 2 389 216 16 3 019 2 103 2 708 3 806 5 152 Jagung Luas Panen (Ha) 4 25 42 123 562 39 245 21 9 1 070 1 518 1 947 2 080 1 375 Produksi (Ton) 7 39 68 202 890 65 390 35 15 1 711 2 429 3 120 3 317 2 024 Ubi Kayu Luas Panen (Ha) 132 72 165 221 1 137 38 218 34 35 2 052 1 615 1 963 2 336 1 853 Produksi (Ton) 1 486 832 1 833 2 459 12 873 419 2 416 381 374 23 071 17 833 21 913 25 897 20 440 Ubi Jalar Luas Panen (Ha) 135 120 95 195 633 105 153 36 52 1 524 1 874 2 170 1 991 2 044 Produksi (Ton) 1 362 1 208 954 1 962 6 371 1 058 1 540 363 522 15 341 18 702 21 405 19 543 20 476 Kacang Tanah Luas Panen (Ha) 34 20 100 186 392 123 96 7 958 1 725 1 937 2 093 1 350 Produksi (Ton) 35 20 102 192 398 126 98 7 979 1 763 1 956 2 131 1 348 Kedelai Luas Panen (Ha) 2 12 36 152 1 305 23 78 16 1 624 1 282 1 819 2 137 1 326 Produksi (Ton) 2 13 40 162 1 398 26 82 17 1 740 1 360 1 917 2 279 1 523 Kacang Hijau Luas Panen (Ha) 1 14 28 160 179 100 71 7 560 667 925 855 570 Produksi (Ton) 1 13 27 160 176 103 71 7 557 670 944 871 412

Fakfak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Sorong 2008 2007 2006 2005 2004

Sumber : Papua Barat dalam Angka 2009

LAPORAN AKHIR 1-105

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Perkebunan Produksi kelapa (kelapa buah) merupakan salah satu produk perkebunan tertinggi di Papua Barat. Kelapa tumbuh hampir merata di semua wilayah Papua Barat terutama wilayah pulau-pulau kecil dan pesisir, wilayah pantai dan dataran rendah. Buah kelapa belum diolah secara intensif terutama untuk menghasilkan minyak goreng skala perusahaan, namun baru dimanfatkan secara kecil-kecilan dan yang paling banyak adalah pemanfaatan santan kelapa untuk kebutuhan rumah tangga. Tanaman coklat merupakan salah satu komoditi perkebunan yang menonjol. Diharapkan biji kakao dapat dimanfaatkan oleh perusahan yang mengolah biji kakao menjadi coklat bubuk. Selain dikembangkan oleh perkebunan besar, coklat juga dikembangkan oleh perkebunan rakyat dan terdapat di Kabupten Manokwari yaitu di sekitar Oransbari, Ransiki, Wrmare, dan Prafi. Kopi dan cengkeh memiliki luas tanam yang termasuk kecil dibandingkan dengan komoditi perkebunan lainnya. Komoditas ini jika dikembangkan lebih intensif akan memberikan manfaat ekonomi yang besar karena memiliki nilai jual yang tinggi. Tabel 1.54 Luas Area dan Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Di Provinsi Papua Barat 2003 - 2008
2003 2004 Luas Produksi Luas Produksi (ha) (ton) (ha) (ton) 1. Cengkeh 891 48 751 55 2. Pala 5.911 1.436 5.911 1.749 3. Kelapa Sawit 11.340 15.156 16.540 20.811 4. Kopi 391 197 708 214 5. Kelapa 9.691 5.030 10.594 5.897 6. Jambu Mete 305 1 305 1 7. Coklat 7.970 2.749 8.296 2.899 Sumber: Papua Barat dalam Angka Tahun 2009 Jenis Tanaman Luas (ha) 750 5.911 16.540 708 10.942 305 8.463 2005 Produksi (ton) 60 1.749 17.326 218 5.965 2 2.962 2008 Luas Produksi (ha) (ton) 750 60 5.911 1.749 16.540 17.326 708 218 10.942 5.965 305 2 8.463 2.962

Kelapa sawit juga merupakan salah satu komoditi perkebunan dengan luas tanam terluas. Tanaman ini juga memiliki nilai jual yang tinggi, terutama karena meningkatnya kebutuhan CPO sebagai salah satu bahan bakar energi alternatif untuk otomotif. Pengolahan biji sawit masih pada tahap pengolahan produk cruide palm oil (CPO). Data luas tanaman dan produksi dilihat dari jenis perkebunan berupa perkebunan rakyat adalah sebagai berikut: Tabel 1.55 Luas Area Tanaman (ha) dan Produksi (ton) Kelapa Sawit, Kelapa, dan Coklat Di Provinsi Papua Barat 2003 2008 (Ha)
Kabupaten Kelapa Sawit Kelapa Coklat

LAPORAN AKHIR 1-106

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028
Produksi 384 1238 69 75 1433 750 1433 895 6277 Luas 170 854 250 250 3204 978 1807 950 8463 Produksi 36 57 295 105 959 75 286 978 2791

Luas Produksi Luas Fak-Fak 1095 Kaimana 1261 Teluk Wondama 126 Teluk Bintuni 5000 2170 66 Manokwari 11540 15156 2012 Sorong Selatan 290 Sorong 2012 Raja Ampat 3737 Kota Sorong Jumlah 16540 17326 10599 Sumber: Papua Barat dalam Angka Tahun 2009

Perkebunan rakyat kelapa sawit yang telah ada di Papua Barat baru terdapat di Kabupaten Manokwari dan Teluk Bintuni. Meski hanya terdapat di 2 (dua) kabupaten tersebut, komoditi ini sudah menjadi komoditi dengan produksi tertinggi di Papua Barat. Untuk komoditi kelapa, luasan tertinggi ada di Raja Ampat namun produksi tertinggi terdapat di Sorong, Manokwari, dan Kaimana. Coklat memiliki luas tanam paling luas di Manokwari kemudian Sorong, namum produksi tertinngi terdapat di Kabupaten Raja Ampat. Peternakan Komoditi peternakan yang ada di Provinsi Papua Barat adalah sapi, kambing, babi dan jenis unggas. Kecuali ayam ras pedaging dan ayam kampung, populasi jenis ternak lainnya paling banyak terdapat di Manokwari. Sementara itu, populasi ayam pedaging terdapat di Sorong, sementara ayam kampung paling tinggi terdapat di FakFak. Tabel 1.56 Populasi Ternak menurut Jenis Ternak dan Kabupaten/Kota Tahun 2008
Kabupaten/Kota Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong Papua Barat 2007 2006 2005 Sapi 1.216 564 206 323 19.822 846 10.344 597 1.379 35.297 34.429 30.454 31.536 Kambing 580 571 173 288 5.835 580 2.803 554 875 12.259 13.223 11.708 12.923 Babi 921 467 624 1.502 32.330 912 1.508 229 5.185 43.678 33.427 29.890 27.019 Ayam Buras 44.283 66.821 33.992 45.415 204.309 48.036 155.790 45.794 80.667 725.107 493.274 405.992 414.777 Ayam Petelur 40.769 54.961 33.989 129.719 83.012 66.193 45.110 Ayam Pedaging 2.623 1.239 273.130 254.106 360.512 891.610 868.829 342.125 774.755 Itik 252 57 61 527 10.094 55 1.676 68 236 13.026 15.425 11.923 23.425

LAPORAN AKHIR 1-107

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Sumber: Papua Barat dalam Angka Tahun 2009

Produksi daging ternak di Provinsi Papua Barat berupa hewan ternak sapi merupakan yang tertinggi dibanding dengan komoditi lainnya. Kabupaten Manokwari merupakan daerah penghasil daging peternakan tertinggi untuk jenis apapun, termasuk ayam pedaging dan ayam kampung yang jumlah populasinya bukan yang tertinggi di Papua Barat.. Manokwari merupakan ibukota dan wilayah dengan jumlah penduduk tertinggi, memungkinkan wilayah ini memiliki tingkat konsumsi tinggi. Tabel 1. 57 Produksi Daging Ternak menurut Jenis Ternak dan Kabupaten/Kota Tahun 2008 (kg)
Kabupaten/Kota Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong 2008 2007 2006 2005 Sapi 54.895 25.457 9.304 14.580 894.942 38.186 467.027 26.939 62.255 1.593.58 4 732.807 732.463 757.214 Kambing 2.038 1.979 617 1.028 20.858 2.073 10.020 4.331 3.125 46.068 28.278 28.192 31.164 Babi 13.773 6.994 9.339 22.467 483.342 13.637 22.546 3.438 77.522 653.058 235.347 235.246 212.549 Ayam Buras/ Kampung 32.475 49.003 24.928 33.305 149.827 35.227 114.246 33.583 59.156 531.749 437.658 90.005 95.048 Ayam Petelur 15.806 25.866 9.007 50.679 9.748 39.714 27.066 Ayam Pedaging 2.379 1.124 247.715 230.461 326.966 808.646 162.227 298.672 676.358 Itik 187 42 45 391 7.496 40 1.245 50 175 9.671 640 7.504 14.751

Sumber: Papua Barat dalam Angka Tahun 2009 Produksi telur unggas paling tinggi adalah dari jenis ayam ras petelur. Produksi telur ayam kampung dan telur itik paling tinggi terdapat di Manokwari. Sementara itu, telur ayam ras paling banyak diproduksi di Kabupaten Sorong. Tabel 1. 58 Produksi Telur menurut Jenis Ternak dan Kabupaten/Kota Tahun 2008 (kg)
Kabupaten/Kota Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Ayam Kampung 19.242 29.036 14.770 19.734 88.777 20.873 Ayam Ras 199.612 Itik/Entog 1.514 340 366 3.169 60.726 325

LAPORAN AKHIR 1-108

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028
326.657 113.753 640.023 123.099 334.400 286.466 287.165 246.242 10.082 406 1.417 78.346 5.604 93.500 74.327 73.382 69.549

Sorong Raja Ampat Kota Sorong PROVINSI PAPUA BARAT 2007 2006 2005 2004 2003

67.695 19.899 35.052 315.079 259.156 102.300 87.103 81.125 74.701

Sumber: Papua Barat dalam Angka Tahun 2009 Kehutanan Potensi hutan di Provinsi Papua sangat tinggi. Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Papua secara keseluruhan (termasuk Provinsi Papua Barat) berdasarkan (SK. Menhutbun Nomor: 891/Kpts-II/1999) sebesar 42.224.840 Ha yang terdiri dari Kawasan Hutan seluas 40.546.360 Ha dan Kawasan Perairan 1.678.480 Ha. Hasil hutan di Provinsi Papua Barat antara lain adalah beberapa jenis kayu yang bernilai ekonomis seperti merbau, matoa, nyatoh, pulai, mersawa, resak, medang dan bintangur. Selain itu, ada pula produksi hutan non kayu seperti rotan, kulit masohi, kulit lawang, gahau, sagu, kayu kemenyan. Hasil produksi hutan di Provinsi Papua Barat sebagian besar diekspor ke negara lain. Adapun negara tujuan ekspor diantaranya adalah Negara Cina, India, Jepang, Hongkong, dan Korea Selatan. Pengolahan dan distribusi hasil-hasil hutan tersebut melalui jalur Pelabuhan Manokwari dan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Dengan menganalisis potensi dan pola pemasaran hasil hutan di Provinsi Papua Barat, maka dapat diasumsikan bahwa sektor kehutanan termasuk dalam sektor basis di Provinsi Papua Barat. Kegiatan pemanfaatan hutan dilakukan oleh perusahaan-perusahaan. Teluk Bintuni memiliki jumlah lahan terluas untuk penebangan yang dilakukan oleh perusaahan HPH yaitu seluas 6.156,07 hektar. Luasnya lahan penebangan di Teluk Bintuni membuat kabupaten ini memiliki produksi kayu terbesar yaitu 101.733,6 m.\ Tabel 1. 59 Luas Hutan dan Perairan diProvinsi Papua Barat dirinci Per Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota 1. Kab. Manokwari 2. Kab. T. Bintuni 3. Kab. T. Wondama 4. Kab. Sorong 5. Kab. Sorong Selatan 6. Kab. Raja Ampat Luas Wilayah*) 1.283.800,00 1.863.700,00 578.800,00 724.600,00 2.979.700,00 608.450,00 Hutan+Perairan 1.564.151,37 2.199.921,01 610.065,90 1.960.945,84 1.138.665,50 686.721,05

LAPORAN AKHIR 1-109

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028
1.432.000,00 1.850.000,00 31.736,00 11.352.786,00 1.003.377,53 1.994.224,58 41.653,41 11.199.726,17

7. Kab. Fakfak 8. Kab. Kaimana 9. Kota Sorong Grand Total

Sumber: Papua Barat dalam Angka 2006, hasil perhitungan Dalam pengusahaan dan pemanfaatan hutan, diberikan Hak Pengusahaan Hutan dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu kepada perusahaan dibidang terkait. Di Provinsi Papua Barat sendiri telah dikeluarkan 29 unit HPH yang meliputi hutan seluas 4.654.211,97 Ha. Sementara Industri Primer Hasil Hutan (IPHH) yang berkembang di Papua Barat digolongkan menjadi 2 yaitu Industri yang berskala besar dengan nilai produksi lebih dari 6.000 m3 dan industri di bawah sedang yaitu produksi dibawah 6.000 m3. Sedikitnya terdapat 3 perusahaan berskala besar dan 15 perusahaan sedang yang bergerak dalam sektor kehutanan ini. Tabel 1.60 Perkembangan Luas Penebangan Hutan dan Hasilnya oleh Pemegang Hak Perusahaan Hutan Tahun 2006 (ha)
Kabupaten Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong Papua Barat Luas Penebangan 2.406,25 3.966,24 6.165,07 Jumlah Produksi 42.426,58 38.921,2 101.733,6

1.388,57 940 14.866,13

14.823,98 9.135,29 207.040,65

Sumber: Papua Barat dalam Angka 2006, hasil perhitungan Sektor kehutanan di Provinsi Papua Barat memiliki potensi yang sangat baik. Pendapatan dari sektor kehutanan merupakan salah satu penyumbang terbesar bagi Provinsi Papua Barat. Namun tentunya pengekploitasian hutan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak terjadi degradasi lingkungan yang drastis. Selain itu, industri kehutanan adalah industri yang padat modal. Sehingga yang lebih mendapatkan hasil ekonomi dari industri kehutanan adalah para pemodal besar. Untuk itu, perlu ada upaya dari pihak pemerintah daerah untuk melindungi kepentingan masyarakat, sehingga masih dapat menikmati hasil dari kekayaan hutan wilayah ini. Perikanan

LAPORAN AKHIR 1-110

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Berdasarkan Statistik Perikanan Provinsi Papua tahun 1991-2002, produksi perikanan laut dari kabupaten-kabupaten yang ada di wilayah Papua Barat menunjukkan peningkatan produksi tangkapan untuk berbagai jenis ikan. Hal ini berkaitan erat sekali dengan kecenderungan kenaikan rumah tangga perikanan (skala kecil dan menengah) dan penambahan jumlah alat tangkap ikan. Secara agregat kenaikan produksi perikanan laut Provinsi Papua Barat dari kegiatan perikanan tangkap tahun 1991 2002 dapat dikatakan cukup tinggi. Dalam kurun waktu tersebut, peningkatan secara tajam produksi perikanan termasuk atribut perikanan lain (rumah tangga nelayan, alat tangkap, dan armada penangkapan) terjadi dari tahun 1997 yaitu bersamaan dengan mulai anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang berlanjut dengan krisis ekonomi/moneter. Krisis ekonomi yang dialami oleh bangsa Indonesia justru membawa keberuntungan bagi para nelayan karena harga produk perikanan saat itu memiliki nilai tawar yang cukup baik, dan hal ini diduga sebagai penyebab meningkatnya jumlah produksi perikanan. Peningkatan produksi terjadi pula sebagai akibat dari adanya upaya peningkatan pertumbuhan (rumah tangga perikanan) penduduk, jumlah nelayan tradisional dan penambahan jumlah perusahaan penangkapan ikan serta adanya peningkatan jumlah dan jenis alat tangkap, disamping pertumbuhan iklim investasi yang lebih baik lagi.

Hasil Tangkapan Ikan Laut (kg/tahun)


60,000,000.0

50,000,000.0

40,000,000.0

30,000,000.0

20,000,000.0

10,000,000.0

0.0 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002

Fak-Fak

Sorong

Manokwari

LAPORAN AKHIR 1-111

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.42 Gambar Produksi Perikanan (ton/tahun) pada Tiga Kabupaten di Provinsi Papua Barat (Wanggai, et al., 2006). Tabel 1.61 Jumlah Rumah Tangga Perikanan di Papua Barat Menurut Kategori Besarnya Usaha Perikanan dan Kabupaten Kota
Kabupaten Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong Papua Barat Tanpa Perahu 86 178 116 168 286 1 613 54 140 875 3.516 Perahu Tanpa Motor Jukung Perahu Papan 724 1215 171 286 77 84 111 122 181 1299 344 334 179 176 76 166 201 779 2.064 4461 Motor Tempel 402 94 22 32 337 50 129 944 2.010 Kapal Motor 461 107 20 30 315 25 61 467 1.486 Jumlah 3.108 728 319 463 4.924 338 872 6.384 17.136

Sumber: Papua Barat dalam Angka 2009 Gambar 1.43 Persentase Jumlah Rumah Tangga Perikanan di Papua Barat Menurut Kategori Besarnya Usaha Perikanan

Kapal Motor 8,67% Motor Tempel 11,73% Perahu Papan Besar 3,96% Perahu Papan Sedang 8,30%

Tanpa Perahu 21,42%

Jukung 27,17% Perahu Papan Kecil 18,74%

Kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir yang dilakukan oleh pemerintah baik pada tingkat nasional dan daerah (provinsi dan kabupaten) telah mendorong pula peningkatan jumlah alat tangkap, terutama pada skala perikanan menengah ke bawah (subsisten). Bantuan yang diberikan berupa sarana produksi perikanan, misalnya pengadaan alat penangkap (motor tempel, jaring, alat pendingin) dengan sistem kredit bergulir, telah memberikan kontribusi secara nyata terhadap peningkatan hasil tangkapan nelayan.

LAPORAN AKHIR 1-112

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Jenis-jenis ikan yang cukup dominan di Papua Barat adalah teri, cakalang, tenggiri, dan madidhang. Walaupun tidak dilakukan pemisahan berdasarkan kategori jenis dan komposisi hasil tangkapan, dari data peningkatan produksi perikanan tangkap di atas dapat dikatakan bahwa status perikanan tangkap secara khusus di Provinsi Papua Barat masih berada jauh di bawah potensi lestari untuk perairan Papua berdasarkan Uktolseja et al. (1998). Dinyatakan bahwa di wilayah perairan Papua sendiri, potensi lestari untuk ikan pelagis besar secara keseluruhan adalah 612.200 ton/tahun dan perikanan demersal untuk perairan Arafura dan sekitar perairan Papua sendiri sebesar 230.400 ton/tahun. Namun demikian jika mengaju pada hasil penelitian Uktoselja (1998), khususnya pada ikan cakalang yang tertangkap di perairan Indonesia Timur termasuk Papua, peningkatan produksi di atas perlu dicermati secara mendalam dan hati-hati. Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa persentase ukuran ikan cakalang > 2.6 kg yang tertangkap mengalami penurunan; dari 85,3 % pada tahun 1991 menjadi 36,8% pada tahun 1996 (Uktolseja, 1998). Tabel 1. 62 Jumlah Produksi Perikanan Laut Menurut Jenis Ikan dan Kabupaten/Kota Tahun 2008 (Ton)
Kabupaten Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong Papua Barat Teri 318,40 74,20 67,40 89,70 960,30 60,80 111,50 334,10 2 347,90 4 364,30 Cakalang 2 681,90 626,80 366,00 487,00 5 214,70 219,50 402,60 1 206,30 8 477,80 19 682,60 Tenggiri 4 677,30 1 083,50 25,70 34,20 366,10 13,70 25,20 75,40 530,10 6 831,20 Madidhang 2 210,00 516,40 210,00 279,40 2 991,60 127,90 234,60 703,10 4 941,10 12 214,10 Kakap Putih 3 101,20 724,80 20,30 27,10 289,40 19,40 35,60 106,60 748,80 5 073,20

Sumber: Papua Barat dalam Angka 2009

Tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan untuk berbagai jenis ikan masih sangat rendah dibandingkan dengan potensi yang tersedia. Sumber daya laut lainnya di Papua Barat seperti udang dogol, udan putih/jebung, udang windu, kepiting, cumi-cumi, dan rumput laut. Tabel 1. 63 Jumlah Nilai Produksi Perikanan Laut Menurut Jenis Ikan dan Kabupaten/Kota Tahun 2007 (Ribu Rupiah)
Kabupaten Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Teri 2 288 487 534 772 482 726 642 821 Cakalang 20 214 752 4 723 767 2 548 646 3 393 898 Tenggiri 28 893 260 6 751 752 168 240 223 936 Madidhang 6 599 462 1 549 070 3 355 232 4 467 988 Kakap Putih 28 342 644 6 623 086 171 457 228 886

LAPORAN AKHIR 1-113

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028
Tenggiri 2 409 067 95 977 175 894 526 699 3 704 638 42 949 463 Madidhang 48 054 418 373 982 685 385 1 902 763 13 381 443 80 369 743 Kakap Putih 2 606 085 158 433 290 356 905 125 6 115 393 45 441 465

Kabupaten Teri Cakalang Manokwari 6 913 721 36 502 296 Sorong Selatan 595 914 2 152 430 Sorong 1 092 113 3 944 694 Raja Ampat 3 270 231 11 812 015 Kota Sorong 23 001 797 83 082 069 Papua Barat 38 822 582 168 374 567 Sumber: Papua Barat dalam Angka 2008

2)

Pertambangan dan Penggalian Pertambangan dan penggalian merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi terbesar bagi PDRB Papua Barat. Sektor ini hampir seluruhnya bertumpu pada subsektor pertambangan minyak dan gas bumi. Subsektor penggalian hanya memberikan kontribusi kurang dari 1% bagi PDRB Papua Barat. Namun meski sumbangannya besar, pertumbuhan pertambangan minyak dan gas bumi termasuk lambat jika dibandingkan sektor lain. Hal ini menyebabkan kontribusinya semakin menurun setiap tahunnya.

Tabel 1. 64 PDRB Sektor Pertambangan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 dan 2005
Lapangan Usaha PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 2.1 Minyak dan Gas bumi 2000 Jumlah 1.010.245,4 8 985.699,06 % 25,53 24,91 2005 Jumlah 1.101.170,6 7 1.063.350,4 r % 20,76 20,05 1,74 1,53

7 2.2 Pertambangan Tanpa Migas 0 0 0 0 0 2.3 Penggalian 24.546,42 0,62 37.820,20 0,71 9,03 Sumber: PDRB Provinsi Papua Barat Menurut Lapangan Usaha tahun 2007, hasil perhitungan

Kegiatan pertambangan dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dan saat ini usaha ini banyak terdapat di Sorong. Di Kabupaten Teluk Bintuni akan terdapat kegiatan pertambangan besar. LNG Tangguh (Bintuni) saat ini sedang dalam tahap konstruksi dan diperkirakan pada tahun 2009 sudah akan beroperasi. Penggalian selama ini belum memberikan hasil yang cukup signifikan bagi perekonomian Papua Barat, meski demikian memiliki kecenderungan untuk terus meningkat. Terdapat beberapa daerah yang memiliki potensi galian logam namun belum dilakukan eksplorasi lebih lanjut. Batubara sebagai salah satu barang galian juga cukup potensial di Papua Barat. Persebaran bahan galian batubara terutama terdapat di daerah kepala burung yaitu di daerah Homa, Igomo, dan Salawati. Batubara ynag terdapat di ketiga kawasan tersebut tergolong batubara muda karena masih menampakkan struktur kayu. Adanya

LAPORAN AKHIR 1-114

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

bahan tambang batubara ini mendorong peluang dikembangkannya Pembangkit Listrik Tenaga Uap untuk memenuhi kebutuhan listrik Papua Barat. Tabel 1. 65 Banyaknya Usaha Sektor Pertambangan dan Penggalian Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2006
Kabupaten Unit Usaha Fak-Fak 11 Kaimana 9 Teluk Wondama 5 Teluk Bintuni 21 Manokwari 32 Sorong Selatan 54 Sorong 95 Raja Ampat 1 Kota Sorong 1.020 Papua Barat 1.248 Sumber: Papua Barat dalam Angka 2008 Tenaga Kerja 27 13 13 86 103 108 213 20 2.291 2.874

Perkembangan dan Status Pertambangan Umum Perusahaan pertambangan yang beroperasi di wilayah Papua Barat sebelum Otonomi Khusus ada 4 (empat) perusahaan. Ditinjau dari tahapan kegiatan pertambangannya, 1 (satu) perusahaan dalam taraf eksplorasi dan 3 (tiga) dalam taraf penyelidikan umum. Izin kegiatan perusahaan pertambangan seluruhnya dari pemerintah pusat. Peranan Pemerintah Daerah dalam penentuan kebijakan pada saat itu hampir tidak ada. Hal ini sering menimbulkan konflik dan ketidakadilan dalam hal pembagian hasil dari kegiatan pertambangan mineral tersebut. Padahal, bila ditinjau dari segi akibat yang ditimbulkan oleh kegiatan pertambangan mineral tersebut seluruhnya merupakan beban pemerintah daerah dan masyarakat yang berada di sekitar konsesi pertambangan tersebut. Tabel 1. 66 Perusahaan yang pernah beroperasi di wilayah Papua Barat (Sebelum Otsus)
No. 1. 2. 3. 4. Nama Perusahaan Tanggal Mulai Operasi Lokasi Konsesi Luas (Ha) 754.362,5 457.330,0 955.500,0 124.361,0 2.291.553,5 Tahap Kegiatan Eksplorasi Penyelidikan umum Penyelidikan Umum Penyelidikan Umum

PT Irja Eastern Mineral 15 Feb 1997 Fak-Fak PT Siriwo Mining 28 Apr 1997 Fak-Fak PT Mineralindo Mas Salawati 28 Apr 1997 Sorong PT Barrick Mutiara Ransiki 28 Apr 1997 Fak-Fak Jumlah Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Jayapura (2004).

Menurut Laporan Dinas Pertambangan dan Energi Jayapura (2004) bahwa investasi pertambangan umum di Papua terhenti pada tahun 2000. Pada tahun 2002, investasi di bidang pertambangan umum mulai giat kembali. Kebijakannya adalah bahwa di LAPORAN AKHIR 1-115

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Papua Izin Pertambangan dalam bentuk Kontrak Karya (KK) tidak diberlakukan. Perizinan hanya diberikan dalam bentuk Kuasa Pertambangan (KP). Khusus untuk masyarakat, izin pertambangan tradisional diberikan. Bahkan diberikan pula bantuan peralatan teknik penambangan terutama untuk bahan Galian C dan bahan Emas. Tabel 1. 67 Perusahaan Kuasa Pertambangan Umum di Wilaya Papua Barat
No 1. 2. 3. 4. Perusahaan/Kode Wilayah PT. Batan Pelei Mining PT. Kawei Sejahtera Mining PT. Walofi Mining PT. Papua Pacifik Minerals Lokasi Kab. Raja Ampat Kab. Raja Ampat Kab. Raja Ampat Kab. Sorong Selatan Distrik Aifat Kab. Sorong Distrik Seget Bahan Galian Nikel, Chrom, dan Platina Nikel, Chrom, dan Platina Nikel, Chrom, dan Platina Batubara Luas (Ha) 15.250 6.953 30.891 62.950,28 Tahap Kegiatan Eksplorasi Eksplorasi Eksplorasi Penyelidikan Umum Penyelidikan Umum Ket 14 Okt 2004 14 Okt 2004 14 Okt 2004 8 Des 2003

5.

PT. Papua Pacifik Batubara Minerals Total Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Jayapura, 2004.

27.655,99 143.700,27

8 Des 2003

Pemerintah Provinsi Papua mengeluarkan surat Keputusan Nomor : 104 tahun 2002, tanggal 06 Agustus 2002 tentang Tata Cara Pemberian Kuasa Pertambangan Umum. Ketentuan implementasi dari kebijakan ini adalah sementara sambil ada ketentuan lain yang diterbitkan. Sampai dengan awal November 2004, tercatat 11 wilayah KP baru yang diberikan izin oleh Gubernur Papua dengan total areal konsesi 355.000 ha yang sebagian besar untuk penambangan Batubara. Dari 11 izin baru tersebut 5 (lima) perusahaan berada di wilayah Papua Barat. Bila memperhatikan lokasi sumber bahan galian yang telah diberikan izin Kuasa Pertambangan umum, lokasi Raja Ampat sulit untuk direalisasikan karena sebagian wilayah merupakan kawasan konservasi yang secara yuridis formal tidak diperbolehkan untuk lokasi pertambangan. 1.5.3.2 Sektor Sekunder 1. Industri

Sektor industri pengolahan merupakan sektor penyumbang PDRB terbesar untuk kelompok sektor sekunder. Pada tahun 2000 subsektor industri besar/sedang memberikan kontribusi yang terbesar diantara subsektor lainnya dalam sektor industri pengolahan terhadap PDRB Papua Barat yaitu sebesar 273 miliar atau 6,91%.

LAPORAN AKHIR 1-116

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Tabel 1. 68 PDRB Papua Barat Kelompok Sektor Sekunder Tahun 2000 dan 2005 Atas Dasar Harga Konstan 2000
2000 2005 r Jumlah % Jumlah % INDUSTRI PENGOLAHAN 460.371,3 11,63 747.964,38 14,10 10,19 4 3. 1 Industri Besar/Sedang 273.664,7 6,91 374.991,09 7,07 6,50 4 3.2 Industri Kecil Kerajinan Rumah Tangga 31.951,22 0,81 44.920,27 0,85 7,05 3.3 Industri Pengilangan Minyak Bumi 154.755,3 3,91 328.053,02 6,18 16,21 8 LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 14.566,16 0,37 22.126,61 0,42 8,72 4.1 Listrik 9.829,10 0,25 15.066,61 0,28 8,92 4.2 Air Bersih 4.737,06 0,12 7.060,00 0,13 8,31 BANGUNAN 260.966,75 6,59 389.896,13 7,35 8,36 Sektor Sekunder 735.904,2 18,59 1.159.987,1 21,87 9,528306 5 2 Sumber : PDRB Provinsi Papua Barat Menurut Lapangan Usaha tahun 2007, hasil perhitungan Lapangan Usaha

Industri pengilangan minyak bumi yang semula memberikan kontribusi sebesar 3,91% oada PDRB meningkat menjadi 6,18% pada tahun 2005, hampir mengejar subsektor industri besar/sedang. Subsektor ini tumbuh sebesar 16,21% dalam kurun waktu 2000 hingga 2005. Tumbuhnya subsektor ini menunjukkan bahwa ekonomi sektor migas di Papua Barat kini bergeser pada aktivitas pengolahan dibandingkan dengan aktivitas ekstraktif karena kegiatan ekstraktif minyak bumi dan gas cenderung mengalami pertumbuhan yang lambat. Tabel 1. 69 Banyaknya Usaha Sektor Industri Pengolahan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2006
Kabupaten Unit Usaha 414 Tenaga Kerja 8.489 Nilai Investasi (ribu rupiah) 2985.350.505 Nilai Produksi (ribu rupiah) 43.760.128

Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari 515 Sorong Selatan Sorong 449 Raja Ampat Kota Sorong 273 Papua Barat 1651 Sumber: Papua Barat dalam Angka 2007

5520 11815 1410 27234

202.562.404 22.358.080.471 48.456.197 25.594.449.577

154.085.801 757.264.786 98.052.130 1053.162.845

Ket: Data Kabupaten pemekaran masih bergabung dengan kabupaten induk

Berdasarkan kemampuan menyerap tenaga kerja, industri digolongkan menajdi 4 kategori yaitu industri besar, sedang, kecil, dan rumah tangga. Industri-industri tersebut

LAPORAN AKHIR 1-117

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

cenderung terdapat di Kabupaten Sorong, Kota Sorong, dan Kabupaten Manokwari. Industri yang paling banyak penyerap tenaga kerja berada di Kabupaten Sorong meskipun dari segi jumlah unit usaha sedikit lebih rendah dari Kabupaten Manokwari. Nilai investasi dan nilai produk pun lebih besar Kabupaten Sorong daripada Kabupaten Manokwari. Tabel 1. 70 Banyaknya Usaha Sektor Industri Pengolahan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2006
Kabupaten Unit Usaha Fak-Fak 116 Kaimana 22 Teluk Wondama 40 Teluk Bintuni 99 Manokwari 394 Sorong Selatan 109 Sorong 1 098 Raja Ampat 179 Kota Sorong 219 Papua Barat 2 348 Sumber: Papua Barat dalam Angka 2009 Tenaga Kerja 364 73 189 343 2 135 277 6 539 372 1.926 12 218

2.

Listrik dan Air Minum

Sektor listrik, gas, dan air bersih serta sektor bangunan, memiliki kontribusi yang kecil bagi PDRB Papua Barat namun memiliki pertumbuhan yang cukup tinggi, diatas angka pertumbuhan PDRB total, sehingga persentase kontribusinya juga terus meningkat. Sektor ini memiliki grafik yang terus meningkat mengingat Papua Barat adalah provinsi baru dimana mengalami peningkatan kebutuhan akan layanan infrastruktur dasar. Tabel 1. 71 Banyaknya Usaha Sektor Listrik, Gas, dan Air Minum Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2006
Kabupaten Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong Papua Barat Unit Usaha 8 3 2 4 32 16 9 5 5 84 Tenaga Kerja 72 28 4 10 1.564 56 29 9 179 1.951

Sumber: Papua Barat dalam Angka 2009

LAPORAN AKHIR 1-118

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

3.

Bangunan

Papua Barat merupakan provinsi bentukan baru dan untuk itu diperlukan berbagai fasilitas baru serta mengalami peningkatan jumlah penduduk untuk mengisi posisiposisi baru yang dibutuhkan. Hal ini mendorong pada naiknya kebutuhan akan layanan infrastruktur dan tentu saja juga maraknya kegiatan pembangunan fisik. Tabel 1. 72 Banyaknya Usaha Sektor Bangunan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2006
Kabupaten Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong Papua Barat Sumber: Papua Barat dalam Angka 2008 Unit Usaha 82 82 3 36 73 18 7 0 171 472 Tenaga Kerja 503 335 37 138 849 83 24 0 1.610 3.579

1.5.3.3 Sektor Tersier Sektor tersier di selama ini belum menjadi sektor yang menonjol di Papua Barat. Meski demikian, sektor ini terus menujukkan kecenderungan peningkatan setiap tahunnya. Keberadaan Papua Barat sebagai provinsi baru dapat menjadi salah satu faktor meningkatnya kontribusi sektor primer. Hal ini karena Papua Barat akan memerlukan pusat-pusat baru yang akan diisi oleh kegiatan tersier. 1. Pariwisata

Sektor pariwisata di Papua Barat merupakan yang diharapkan di masa depan akan menjadi leading sektor. Beberapa diantaranya seperti Hutan Cagar Alam Pegunungan Arfak (68,325 ha), Cagar Alam Pegununan Tamrau Selatan (435.776 ha), Hutan Suaka Margasatwa Pantai Mubrani-Kaironi (170 ha), Suaka Margasatwa Pantai Sidey-Wabian (157 ha). Terdapat juga objek wisata yang belum dikembangkan seperti objek wisata Danau Anggi, Danau Kabori, Gunung Meja dan Air Panas di Kebar dan masih banyak objek wisata lainnya yang belum digali. Kabupaten Raja Ampat juga memiliki sumber daya laut yang sangat kaya.

LAPORAN AKHIR 1-119

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Bahkan spesies koral di kawasan ini diklaim sebagai salah satu yang terkaya di dunia. Peran sektor pariwisata dalam perekonomian Provinsi Papua Barat, belum menunjukkan kontribusi yang proporsional dengan potensi pariwisata yang dimiliki. Secara makro sektor pariwisata merupakan industri yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang cepat melalui: penyediaan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan dan taraf lokomotif perekonomian. Obyek wisata potensial dikembangkan di Papua Barat mayoritas berupa wisata alam, untuk itu perlu kewaspadaan dalam pengembangannya dengan mempertimbangakan faktor lingkungan. Tabel 1. 73 PDRB Papua Barat Kelompok Sektor Tersier Tahun 2000 dan 2005 Atas Dasar Harga Konstan 2000
Lapangan Usaha PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 5.1 Perdagangan Besar & Eceran 5.2 Hotel 5.3 Restoran PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 7.1. Angkutan Jalan Raya 7.2. Angkutan Laut 7.3. Angkutan Sungai 7.4. Angkutan Udara 7.5. Jasa Penunjang Angkutan 7.6. Komunikasi 2000 Jumlah 340.294,96 311.480,84 5.614,38 23.199,74 193.446,57 71.299,14 49.535,69 6.783,19 8.856,70 11.971,39 45.000,46 % 8,60 7,87 0,14 0,59 4,89 1,80 1,25 0,17 0,22 0,30 1,14 2005 Jumlah 508.471,13 465.498,85 9.395,82 33.576,46 345.740,57 108.890,64 84.865,21 8.336,21 17.159,41 20.627,93 105.861,18 r % 9,59 8,78 0,18 0,63 6,52 2,05 1,60 0,16 0,32 0,39 2,00 8,36 8,37 10,85 7,67 12,32 8,84 11,37 4,21 14,14 11,50 18,66 6,96 7,23 8,14 6,43 7,55 9,28 9,33 7,41 13,03 7,05 9,46

hidup,

serta

secara simultan dapat

mengaktifkan sektor-sektor produksi lain, sehingga pariwisata sering disebut

KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA 66.272,40 1,67 92.786,24 1,75 PERUSAHAAN 8.1. Bank 22.251,01 0,56 31.542,51 0,59 8.2. Lembaga Keuangan tanpa Bank 7.559,20 0,19 11.180,12 0,21 8.3. Sewa Bangunan 32.779,13 0,83 44.762,94 0,84 8.4. Jasa Perusahaan 3.683,06 0,09 5.300,67 0,10 JASA JASA 335.489,89 8,48 522.952,75 9,86 9.1. Pemerintahan Umum 294.582,94 7,44 460.106,59 8,67 9.2. Jasa Sosial Kernasyarakatan 23.399,05 0,59 33.447,36 0,63 9.3. Jasa Hiburan & Rekreasi 10.912,53 0,28 20.128,93 0,38 9.4. Jasa perorangan dan Rumah Tangga 6.595,37 0,17 9.269,87 0,17 Sektor Tersier 935.503,82 23,64 1.469.950,6 27,71 Sumber: PDRB Provinsi Papua Barat Menurut Lapangan Usaha tahun 2005, hasil perhitungan

LAPORAN AKHIR 1-120

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Tabel 1. 74 Potensi Pariwisata Provinsi Papua Barat Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2005
Jenis Wisata Alam dan Budaya Obyek dan Daya Tarik Wisata Cagar Alam Pegunungan Arfak, Tamrau Selatan, Suaka Margasatwa Pantai MubraniKaironi, Suaka Margasatwa Pantai SideyWabian, Danau Angi, Danau Kabori, Permandian Air Panas, Gunung Meja, Makam Missionaris Kristen Pertama di Papua, Rumah 1.000 tiang, kupu-kupu bersayap burung. Taman Laut Nasional Teluk Cenderawasih, Cagar Alam Wondibu, Pantai Pasir Putih, dan Terumbu Karang Lokasi Kabupaten Manokwari (Distrik Kebar, Minyambouw dan Susurey)

Alam dan Bahari

Cagar Alam Pegunungan Arfak Bagian Selatan, Sumur Minayk Peninggalan NNGPM, Peninggalan Sejarah Perang Dunia II Alam Cagar Alam Markoor, Cagar Alam Jamusaba, Cagar Alam Wowo, Pantai Sausapor, aman Wisata bariat, Taman Wiata Klasman, Taman Wisata Klamono, Pulau Buaya, Kayeli Hot Water Spring Alam dan Budaya Pantai Tanjung Kasuari, Munumen Arfak, Monumen Indonesia-Jepang Alam dan Budaya Danau Ayamaru, Air Terjun Sungai Karon, Monumen PEPERA Alam dan Bahari Cagar Alam Missol, Cagar Alam Pulau Waigeo, Cagar Alam Batanta Barat, Pulau Shop, Pulau Matan, Pulau Kafiau, Pantai Peneluran Penyu Alam dan Budaya Gua Jepang, Fosil Telapak Tangan, Masjid tertua di Tanah Papua, Monumen PEPER, Monumen Perang Dunia II, Terumbu Karang, Pantai Pasir Putih Panjang, Pulau Ega dan Karas Alam Bahari dan Cagar Alam Gunung Kumawa, Cagar Alam Budaya Gunung Genefo, Cagar Alam Gunung Karora, Cagar Alam Gunung Fudi TMP Trikora, Pantai Pasir Putih, Pulai Adi, Pulau Penyu, Pulau Kilimata, Danau Yamor, Danau Siwiki, Benteng Fort Du Bois, Fosil Burung Garuda, Terumbu Karang, Panorama Senja Sumber: BPS Provinsi Papua Barat 2006

Alam, Budaya dan Sejarah

Kabupaten Teluk Wondama (Distrik Wasior, Windesi, Wasior Selatan dan Wasior Barat) Kabupaten Teluk Bintuni (Distrik Babo dan Timbuni) Kabupaten Sorong (Distrik Makbon, Berau, Moraid, Sausapor, Salawati, Klamono, Klasaman). Kota Sorong dan sekitarnya Kabupaten Sorong Selatan Kabupaten Raja Ampat

Kabupaten Fakfak (Distrik Fakfak Timur dan Barat)

Kabupaten Kaimana (Kaimana, Teluk Arguni, Buruway dan Teluk Etna)

1.5.4

Pendapatan Per Kapita

Pendapatan Pendapatan per kapita merupakan salah satu indikator tingkat kemakmuran ekonomi suatu wilayah. Pendapatan per kapita diperoleh dari hasil pendapatan dibagi dengan jumlah penduduk.

LAPORAN AKHIR 1-121

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Tabel 1. 75 PDRB/kapita Papua Barat Tahun 2003-2006


Tahun 2003 2004 2005 2006 PDRB/kapita ADH Berlaku 9.008.414,349 10.236.300,93 12.307.354,75 12.994.176,80 PDRB/kapita Tanpa Migas ADH Berlaku ADH Konstan 6.709.444,85 5.592.076,09 7.267.913,62 5.705.529,52 8.441.298,19 6.085.116,13 9.249.336,12 6.110.406,10

ADH Konstan 7.503.292,51 7.734.516,59 8.249.000,30 8.064.009,16

Sumber: PDRB Provinsi Papua Barat Menurut Lapangan Usaha tahun 2007, hasil perhitungan Gambar 1.44 PDRB/kapita Provinsi Papua Barat Tahun 2003 hingga 2006
14000000 12000000 10000000 8000000 6000000 4000000 2000000 0 2003 2004 2005 2006

PDRB/kapita Atas Dasar Harga Berlaku PDRB/kapita Atas Dasar Harga Konstan

LAPORAN AKHIR 1-122

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.45 Peta Potensi Pariwisata Provinsi Papua Barat

LAPORAN AKHIR 1-123

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

PDRB per kapita Papua Barat menunjukkan peningkatan antara tahun 2003-2006 dilihat dari PDRB atas dasar harga berlaku. Jika dilihat atas dasar harga konstan, PDRB per kapita mengalami kenaikan hingga tahun 2005, kemudian mengalami penurunan pada tahun 2006. Sempat turunnya PDRB atas dasar harga konstan dipengaruhi oleh tingginya pertumbuhan penduduk dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB. Dieliminirnya migas menyebabkan angka PDRB per kapita Papua Barat atas dasar harga berlaku menjadi lebih rendah. Perbedaannya mencapai hampir 4 juta rupiah atau menjadi hanya dua per tiga dari PDRB per kapita atas dasar harga berlaku yang memperhitungkan migas. Hal ini memunjukkan betapa krusialnya peran migas dalam perekonomian di Provinsi Papua Barat. Tanpa migas, PDRB per kapita di Papua Barat juga terus meningkat dari semula 6,4 juta pada 2003 meningkat menjadi 8,3 juta rupiah pada 2005. Tanpa memperhitungkan sektor migas, PDRB per kapita di Papua Barat tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan ketika migas diperhitungkan. Tabel 1. 76 Pendapatan Perkapita Riil Masyarakat Provinsi Papua Barat Tahun 19992000

Sumber: Indonesian Human Development Report, 2004, UNDP, Bappenas, BPS

Besar PDRB per kapita Papua Barat yang mencapai 12,12 juta rupiah dapat dikatakan cukup tinggi. Meski demikian angka tersebut tidak serta merta dapat diidentikan dengan tingkat kemakmuran yang tinggi pula bagi warga Papua Barat. Selama ini Papua Barat

LAPORAN AKHIR 1-124

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

sering diidentikkan dengan kemiskinan. Hal ini menunjukkan bahwa kekayaan Papua Barat belum dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakatnya.

Gambar 1.46 PDRB per kapita Tanpa Migas Provinsi Papua Barat Tahun 2003 hingga 2006
10.000.000,00 9.000.000,00 8.000.000,00 7.000.000,00 6.000.000,00 5.000.000,00 4.000.000,00 3.000.000,00 2.000.000,00 1.000.000,00 0,00 2003 2004 2005 2006

PDRB/kapita Atas Dasar Harga Konstan PDRB/kapita Atas Dasar Harga Berlaku

1.6 ASPEK TRANSPORTASI WILAYAH Transportasi merupakan kebutuhan sarana dan prasarana yang sangat menunjang dalam perkembangan interaksi antar daerah dan diharapkan dapat mendorong percepatan perkembangan antar wilayah khususnya dalam mendukung proses pertumbuhan dan pemerataan di bidang ekonomi, perdagangan, pariwisata, sosial budaya jasa pelayanan dan stabilitas keamanan. Sistem jaringan transportasi yang dimaksud adalah sistem jaringan jalan raya, kapal laut dan kapal udara, berfungsi menghubungkan sentra-sentra produksi ke sentra-sentra/node konsumsi. Dari segi fungsinya jalan raya meliputi jalan lokal, jalan kolektor, dan jalan arteri. Sedangkan dari segi manajemennya jalan raya meliputi jalan desa, jalan kabupaten, jalan provinsi dan jalan negara. Dalam menunjang perkembangan suatu wilayah, sistem transportasi sangat memegang peranan yang penting, sehingga penyediaan/pengembangan sarana dan prasarana perhubungan dalam suatu wilayah harus memadai dalam arti dapat menampung dan menunjang kelancaran aktivitas pergerakan yang ada dalam daerah itu sendiri maupun hubungannya dengan daerah lain. Penentuan Struktur Ruang tidak bisa dilepaskan dari kondisi transportasi wilayah. Transportasi wilayah menentukan tingkat aksesibilitas wilayah. Transportasi antar wilayah LAPORAN AKHIR 1-125

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

di Papua Barat

terutama menggunakan transportasi laut dan udara. Daerah dengan

perairan yang dominan seperti Raja Ampat dan Kaimana sepenuhnya bergantung pada transportasi laut. Sementara itu, transportasi udara menjadi penghubung antar wilayah melalui penerbangan perintis. Kondisi transportasi darat untuk menghubungkan antar wilayah masih sangat minim, kondisinya juga masih sangat memprihatinkan. Transportasi laut dan udara tersebut menjadi transportasi utama antar wilayah. Kota Sorong menjadi gerbang transportasi bagi semua wilayah di Papua Barat, bahkan juga di Pulau Papua. Wilayah-wilayah lain hanya bisa dicapai oleh transportasi laut dan atau udara, setelah terlebih dahulu melewati Kota Sorong. Pelabuhan laut dan udara yang ada di kota Sorong merupakan yang terbesar di Provinsi Papua Barat. Untuk Provinsi Papua Barat dalam konteks regional perannya adalah : a. Sebagai penggerak dan pendukung Wilayah Indonesia Timur Sebagai tempat kolektor dan distributor barang; Sebagai pintu gerbang kawasan Papua Sebagai pusat pelayanan jasa. Papua Barat memiliki tantangan yang unik dibandingkan daerah manapun di bidang infrastruktur, yaitu kondisi geografis. 1.6.1 Transportasi Darat darat bukan merupakan sistem yang utama, khususnya untuk

b. c. d.

Transportasi

menghubungkan antara kabupaten kota yang ada di Provinsi Papua Barat.

Sebagian

kabupaten di Papua Barat menggunakan jalan darat sebagai transportasi utama untuk menghubungkan antar distrik/kecamatan, kecuali Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Teluk Bintuni, dan Kabupaten Teluk Wondama. Kabupaten-kabupaten ini masih mengandalkan transportasi air (laut, sungai dan danau) sebagai transportasi utama. Tabel 1. 77 Panjang Jalan menurut Kewenangan (Km)
No. 1. 4. 8. 7. 3. 5. 2. 6. 9. Kabupaten/ Kota Fak Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong Jumlah 2007 Jalan Negara 0 132,500 0 285,310 90,000 110,000 0 18,000 615,810 635,810 Jalan Provinsi 271,475 142,000 0 85,700 56,000 121,000 0 17,000 686,175 693,175 Jalan Kabupaten 271,637 344,915 402,800 927,660 486,000 1 319,000 119,500 200,210 3.882,222 4 Total Jalan 543,112 619,415 402,800 1 298,670 632,000 1.550,000 119,500 235,210 5.184,207 5 400,707

LAPORAN AKHIR 1-126

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028
071,722 3 882,222 1 121,650

2006 2005

615,810 345,310

686,175 488,470

5 184,207 1 956,430

Sumber : Papua Barat Dalam Angka 2009 Beberapa kabupaten/kota yang sebagian besar wilayahnya dapat dijangkau melalui transportasi darat adalah Kabupaten Manokwari, Sorong, Fak Fak dan Kabupaten Sorong Selatan. Kabupaten lain seperti Teluk Wondama, Teluk Bintuni dan Kaimana, wilayahnya sulit dijangkau melalui darat, sehingga transportasi utaman yang dipakai adalah laut atau udara. Kabupaten Raja Ampat, mengingat kondisi topografinya hanya bisa di jangkau melalui transportasi laut. Pada umumnya kabupaten induk mempunyai tingkat asesibilitas yang relatif lebih baik jika dibandingkan dengan kabupaten pemekaran yang baru dibentuk seperti Raja Ampat dan Teluk Wondama. Berikut ini dapat dilihat panjang jalan menurut kewenangan. Panjang jalan berdasarkan tingkat kabupaten yang ada di Provinsi Papua Barat, bahwa Kabupaten Manokwari memiliki jalan paling panjang yakni 1.030,096 Km, dari panjang jalan yang ada di kabupaten lain. Sedangkan panjang jalan berdasarkan status pemerintahan yang berwenang, bahwa jalan kabupaten adalah yang terpanjang yakni 1.121,650 Km (67%) bila dibandingkan dengan jalan provinsi 448,470 (19%) dan jalan negara Km 345,310 (14%). Panjang jalan di Provinsi Papua Barat hingga tahun 2007 tercatat 1.956.650 Km. Perbandingan total panjang jalan dengan jumlah penduduk di masing-masing kabupaten dapat dilihat dalam Tabel 1.78. Berdasarkan panjang jalan dan penyebaran jumlah empat penduduk yang berdomisili pada masing-masing kabupaten relatif jarang. Ada

kabupaten yang dapat ditempuh melalui darat walapun kondisi jalan raya masih dalam bentuk tanah dan dalam tahap pengerasan yakni Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Bintuni, demikian juga Kabupaten Sorong dan Kabupaten Sorong Selatan. Kondisi jalan pada semua kabupaten yang ada di Provinsi Papua Barat masih dalam tahap pembangunan. Sebagai contoh, Kabupaten Teluk Bintuni sedang melakukan pembangunan jalan darat yang dapat menghubungkan Ibukota Kabupaten menuju SP, Kabupaten Sorong Selatan membangun jalan dari Teminabuan menuju Kampung Manelek, Bariat, Konda dan Distrik Seremuk serta beberapa distrik lainnya. Kabupeten Raja Ampat sedang melakukan pembukaan jalan dari Waisai menuju Teluk Mayalibit.

LAPORAN AKHIR 1-127

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Tabel 1. 78 Panjang Jalan menurut Tingkat Permukaan dan Kabupaten/Kota Tahun 2008
No. 1. 4. 8. 7. 3. 5. 2. 6. 9. Kabupaten/ Kota Fak Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong Jumlah 2007 Aspal 269,815 56,000 10,200 487,490 96,000 107,000 3,100 135,280 1 164,885 1 137,310 Jenis Permukaan Kerikil Tanah 164,934 97,613 301,617 261,798 240,000 152,600 473,550 337,630 336,000 196,000 769,000 550,000 67,000 47,400 19,100 45,130 2 371,201 1 688,171 2 226,394 1 803,953 Total Lain-Lain 10,750 0 0 0 4,000 124,000 2,000 0,700 141,45 16,550 543,112 619,415 402,800 1 298,670 632,000 1 550,000 119,500 235,210 5 400,707 5 184,207

Sumber : Papua Barat Dalam Angka 2009 Dari tiga kabupaten yang tersedia datanya, bahwa jenis permukaan jalan yang terpanjang adalah kerikil yakni 2.226,39 Km, Tanah 1.803,95 Km kemudian aspal 1.137,310 Km, , dan lain-lain 16,550 Km. 1.6.2 Transportasi Udara

Transportasi udara menjadi penting di Provinsi Papua Barat karena karakteristik wilayah yang cukup bergunung, curam dan diliputi hutan sehingga akses jalan darat menjadi sulit. Prasarana perhubungan udara utama di Provinsi Papua Barat adalah Lapangan Terbang Rendani di Manokwari, Domine Edward Osok dan Jefman di Sorong, Torea di Fak Fak dan Tarum di Kaimana, kelima lapangan terbang ini selain didarati oleh pesawat penerbangan perintis jenis Twin Otter juga dapat didarati pesawat jenis Fokker dan Boing. Sedangkan di Kabupaten Teluk Bintuni, Teluk Wondama dan Sorong Selatan hanya bisa di darati oleh pesawat jenis tertentu seperti Twin Otter. Transportasi Udara merupakan salah satu moda transportasi andalan di Provinsi Papua Barat mengingat kondisi geografisnya yang masih sulit ditembus oleh kendaraan bermotor. Salah satu jenis angkutan yang ada di Provinsi Papua Barat adalah pesawat terbang, yang saat ini setidaknya terdapat berberapa perusahaan maskapai penerbangan yakni Bali Air dengan jenis pesawat IHS dan Merpati Nusantara Airline (MNA) dengan jenis pesawat DHC-6 dan F-27. Hampir setiap hari ada jadwal penerbangan yang melayani beberapa ibukota kabupaten.

LAPORAN AKHIR 1-128

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.47 Contoh Pesawat yang melayani kebutuhan transportasi udara di Provinsi Papua Barat Masyarakat di Provinsi Papua Barat tidak terlayani oleh transportasi udara setiap hari di setiap kota, pesawat hanya melayani kota tertentu pada hari-hari tertentu. Kabupaten yang telah terlayani oleh penerbangan komersial antara lain adalah Kabupaten Manokwari, Sorong, Fakfak, dan Kaimana. Selain dua maskapai penerbangan tersebut juga terdapat pesawat yang tidak terjadwal yakni milik PT. PAS dengan jenis Bolgow-105. Keberadaan alat transportasi ini sangat membantu kelancaran arus penumpang ke dan dari kota maupun kabupaten lain di Provinsi Papua Barat, sekaligus menunjang perkembangan dan pertumbuhan wilayah. Penerbangan dengan menggunakan pesawat ukuran relatif kecil kerap dipengaruhi oleh kondisi cuaca. Apabila cuaca mendung dan hujan gerimis, maka penerbangan dibatalkan. Walaupun demikian, di Manokwari ada beberapa perusahaan penerbangan carter yang bersedia terbang dengan kondisi apapun, dengan harga carter rata-rata per jam terbang sebesar 4 (empat) juta rupiah, seperti maskapai penerbangan AMA. Jumlah pergerakan dari masyarakat luar-dan dalam dapat ditunjukkan dengan pergerakan barang dan orang, Jumlah penumpang datang pada tahun 2003-2006 meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 mencapai 142.965 dan jumlah penumpang pergi 154.538 orang. Pola datang dan pergi masyarakat berasal dari Kota Sorong dan Manokwari. Sedangkan pola pergerakan barang dan jasa dapat ditunjukkan dengan catatan mengenai arus lalu lintas. Jumlah bongkar muat barang pada tahun 2006 mengalami peningkatan 80,91% dan 84,87% dibanding tahun 2005. Untuk pos paket yang dibongkar mengalami peningkatan sebesar 247% sedangkan yang dimuat mengalami penurunan sebesar 297%. Tabel 1. 79 Jadwal dan Rute Penerbangan di Provinsi Papua Barat
Maskapai Hari Rute Jenis Pesawat

LAPORAN AKHIR 1-129

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028
IHS

Bali Air

Senin Selasa Rabu Kamis

MNA

Senin

Rabu

Sabtu

Kamis Jumat Sabtu

Senin Kamis Mimika Air Kamis

Tual Kaimana Sorong Manokwari Manokwari Kaimana Tual Ambon Tual Tual Ambon Tual Kaimana Manokwari Manokwari Sorong Kaimana Tual Ambon Tual Biak Nabire Kaimana Fak-Fak Kaimana Fak-Fak Sorong Manokwari Teluk Bintuni Sorong Fak-Fak Kaimana Nabire EWI Nabire Manokwari Teluk Bintuni Manokwari Teluk Bintuni Biak Serui Biak Kaimana Fak-Fak Sorong Manokwari Kaimana Fak-Fak Kaimana BXB Manokwari Sorong NTI Sorong Fak-Fak Kaimana Nabire Biak Sorong BXB Sorong Fak-Fak Kaimana Fak-Fak Sorong Jayapura ZRM Nabire Kaimana Nabire Biak Jayapura Biak Kaimana Sorong Kaimana Biak Jayapura Biak Kaimana Tual Timika Tual Kaimana Biak Potowai Kaimana Potowai

Twin Otter

Perintis

1.6.3

Transportasi Laut

Transportasi laut mempunyai peranan sangat penting pada perekonomian Papua Barat. Hal ini terlihat dari sebagian besar mobilitas orang dan barang, baik yang masuk maupun yang keluar dari wilayah Papua Barat masih menggunakan transportasi laut. Selain itu sebagian besar mobilitas orang dan barang di wilayah Papua Barat, baik antar kabupaten maupun antar distrik masih menggunakan moda transportasi laut. Jenis alat angkutan lain yang sangat penting bagi masyarakat di Papua Barat adalah kapal laut. Hal ini disebabkan karena kondisi fisik wilayah yang belum memungkinkan dibukanya jalan darat sehingga kota tersebut lebih mengandalkan transportasi air sebagai sarana perhubungan antar kota/kabupaten. Beberapa jenis kapal penumpang yang singgah di pelabuhan di beberapa kabupaten di Provinsi Papua Barat selain KM Bukit Siguntang dan KM Tatamailau, juga terdapat kapal PT Pelni yang melayari Pantai Selatan Papua. Selain itu terdapat beberapa jenis kapal

LAPORAN AKHIR 1-130

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

barang yang memuat bahan kebutuhan pokok, speedboat dan longboat untuk menjangkau wilayah-wilayah terpencil serta kapal nelayan. Sarana transportasi laut, berdasarkan fungsi pelayanannya dapat diklasifikasikan atas : a. Pelabuhan Utama Primer adalah pelabuhan utama yang berfungsi melayani kegiatan alih muat angkutan laut nasional dan internasional dalam jumlah besar dan jangkauan pelayanan yang sangat luas, serta merupakan simpul dalam sistem jaringan transportasi laut internasional. b. Pelabuhan Utama Sekunder adalah pelabuhan utama yang berfungsi melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut nasional dan internasional dalam jumlah besar dan jangkauan pelayanan yang sangat luas dan berperan sebagai simpul pada sistem jaringan transportasi nasional. c. Pelabuhan Utama Tersier adalah pelabuhan utama yang berfungsi untuk melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut nasional dan internasional dalam jumlah menengah dan jangkauan pelayanan menengah. d. Pelabuhan Pengumpan Regional adalah pelabuhan yang berfungsi untuk melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut dalam jumlah kecil dan jangkauan pelayanan yang relatif dekat, serta merupakan pengumpan pada Pelabuhan Utama. e. Pelabuhan Pengumpan Lokal adalah pelabuhan yang berfungsi untuk melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut dalam jumlah kecil serta merupakan pengumpan pada Pelabuhan Utama dan Pelabuhan Pengumpan Regional. .

Gambar 1.48 Contoh Kapal Laut yang melayani kebutuhan transportasi di Provinsi Papua Barat Secara umum, jalur pelayanan transportasi air (laut) mampu melayani kota-kota/desa-desa di pesisir Provinsi Papua Barat. Rute kapal-kapal motor baik dari PELNI maupun milik swasta, melalui Sorong adalah sebagai berikut:

LAPORAN AKHIR 1-131

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

1. 2.

KM IWERI dengan rute Jayapura Sarmi Nabire Serui Biak Korido KM Lady Marina dengan rute: Merauke Agast Timika Tuai Kaimana

Manokwari Saukorem Sausapor Sorong Bintuni Babo PP. Fakfak Bintuni Sorong PP. Perekonomian wilayah di Papua Barat umumnya digerakkan melalui perhubungan laut dan udara. Di Kecamatan Kaimana terdapat pelabuhan laut yang mampu disinggahi kapal berukuran 5.000 DWT. Selain disinggahi kapal penumpang, pelabuhan ini juga sudah menerima pelayaran kapal milik PT. Pelni yang melayari Pantai Selatan Papua. Sebagai daerah kepulauan, satu-satunya transportasi antar pulau dan penunjang kegiatan masyarakat di Kabupaten Raja Ampat adalah angkutan laut. Demikian juga untuk menjangkau Waisai, ibu kota Kabupaten Raja Ampat, lebih sering menggunaka transpotasi laut dari pada transportasi udara, kareana apabila menggunakan pesawat udara, rute perjalanan menuju Kota Sorong terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan transportasi laut. Pembahasan mengenai transportasi laut tentunya tidak terlepas dari keberadaan pelabuhan laut yang merupakan prasarana yang harus ada baik skala kecil maupun besar. Di Kabupaten Kaimana terdapat satu pelabuhan utama yang terletak di Kaimana Kota dan beberapa pelabuhan kecil yang tersebar di beberapa tempat. Selain itu juga terdapat pelabuhan pendaratan ikan yang saat ini sudah tidak lagi berfungsi. Gambar 1.49 memperlihatkan kondisi maupun suasana pelabuhan utama di Provinsi Papua Barat.

Gambar 1.49 Kondisi Pelabuhan di Provinsi Papua Barat (kiri: Pelabuhan Kaimana, kanan: Pelabuhan Teluk Bintuni) Pelabuhan-pelabuhan kecil yang ada saat ini umumnya merupakan pelabuhan pendaratan kapal nelayan milik nelayan setempat, karena mereka umumnya merasa lebih mudah dan praktis apabila bekerja dekat dengan permukiman. Selain pelabuhan-pelabuhan umum tersebut perlu pula dikembangkan pelabuhan khusus untuk Kawasan Industri dan pelabuhan khusus bagi kepentingan pariwisata. LAPORAN AKHIR 1-132

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Pada tahun 2006, di Provinsi Papua Barat terdapat 4 (empat) pelabuhan utama, yaitu Pelabuhan Sorong, Pelabuhan Manokwari, Pelabuhan Fak Fak dan Pelabuhan Kaimana. Keempat pelabuhan utama ini digunakan sebagai pelabuhan komersil. Selain itu, terdapat pelabuhan kecil yang melayani pelayaran perintis di daerah-daerah kepulauan, pesisir pantai maupun sungai-sungai, yaitu pelabuhan perintis Wasior, Windesi, Oransbari, Saukorem, Sausapor, Saonek, Kalobo, Teminabuan, Inantawan, Bintuni, Babo dan Kokas.

LAPORAN AKHIR 1-133

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Gambar 1.50 Peta Sarana dan Prasarana Transportasi

LAPORAN AKHIR 1-134

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

1.7 ASPEK SARANA DAN PRASARANA WILAYAH PROVINSI PAPUA BARAT 1.7.1 Prasarana Wilayah Provinsi Papua Barat 1.7.1.1 Energi Dalam lingkup wilayah, energi merupakan aspek yang sangat krusial. Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan energi, maka pembangunan sarana dan prasarana energi juga menjadi kebutuhan vital dan mendesak di Provinsi Papua Barat. Penyediaan listrik di Papua Barat teridir dari dua macam yaitu pembangkit listrik tenaga diesel dan pembangkit listrik mikro hidro. Pembangkit listrik tenaga diesel sangat ini merupakan sumber energi yang paling utama. Banyaknya unit pembangkit tenaga listrik di Papua Barat pada tahun 2005 adalah 16 unit. Total kapasitas terpasang 21178 kw sementara beban puncak 27674 kw. Total produksi selama tahun 2005 tercatat 79,087 mwh, meningkat sebanayk 3,79 persen dari tahun sebelumnya. Dari total produksi tersebut, terdapat 71,015 mwh yang dialirak dan 70,960 mwh terjual. Jumlah pelanggan pada tahun 2005 mengalami peningkatan menjadi 63238 pelanggan, meningkat dari jumlah tahun 2004 yang sebesar 61253 pelanggan. Meski jumlah pelanggan terus meningkat, dilihat dari segi distribusi, layanan PLN masih sangat kurang seperti terlihat pada Tabel 1.80 berikut. Tabel 1. 80 Jumlah Rumah Tangga, Jumlah Pelanggan PLN Rumah Tangga dan Tingkat Layanan
Kabupaten Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong Papua Barat 2007 2006 Sosial 287 107 25 24 709 106 205 106 548 2 117 2 117 2 117 Rumah tangga 5 744 1 741 237 737 16 602 1 186 5 739 1 886 20 543 54 415 54 415 54 415 Bisnis 772 439 14 91 1 799 83 153 32 2 052 5 435 5 435 5 435 Industri 2 5 1 5 13 13 13 Publik 247 63 11 13 273 38 45 38 530 1 258 1 258 1 258

Sumber: Papua Barat dalam angka 2007, hasil perhitungan Tabel 1.80 tersebut membandingkan jumlah pelanggan PLN di Papua Barat dari jenis rumah tangga dengan jumlah rumah tangga di Papua Barat. Tingkat layanan listrik rata-

LAPORAN AKHIR 1-135

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

rata bagi rumah tangga di Papua adalah sebesar 32,47 persen. Tingkat layanan yang paling ada di kabupaten-kabupaten baru dengan angka terendah ada pada kabupaten Teluk Wondama sebesar 4,57 persen. Tingkat layanan tertingi ada di kota Sorong yaitu sebesar 57,89 persen. Tingkat layanan tersebut masih sangat jauh dari rata-rata yanng ada. Rasio elektrifikasi di Indonesia rata-rata berkisar pada angka 50 persen. Pemenuhan energi di Papua Barat masih sangat kurang baik dari segi jumlah maupun distribusi, yang terkendala oleh kondisi topografi wilayah Papua Barat. 1.7.1.2 Komunikasi Infrastruktur komunikasi dan komunikasi pada tingkat provinsi lebih menitikberatkan pada persebaran dan tingkat layanan. Kondisi infrastruktur konumikasi dan perhubungan di Papau Barat tergolong masih sangat minim. Untuk layanan pos, jumlah sarana dapat dilihat pada Tabel 1.81 berikut: Tabel 1. 81 Jumlah Kantor Pos dan Kantor Pos Pembantu Tahun 2008
Kabupaten Kantor Pos Kantor Pos Pembantu Kantor Pos dan Giro Tambahan Rumah Pos Kantor Pos Desa Jumlah

Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong

1 6

1 1 -

1 1 1

4 5 9 7

1 3 7 11 19

1 1 2 13 6 8 3 34 41

1 Selatan Sorong 1 Raja Ampat Kota Sorong 1 1 Papua Barat 9 4 2007 3 11 Sumber : Papua Barat dalam Angka Tahun 2009

Kantor pos hanya terdapat di dua wilayah yaitu Kota Sorong dan Manokwari sementara kantor pos pembantu terdapat di semua wilayah kecuali Kabupaten Raja Ampat. Kebutuhan pos di Raja Ampat dipenuhi oleh rumah pos dan kantor pos desa. Wilayah Raja Ampat yang berupa kepulauan mungkin menjadi faktor kenapa kantor pos dalam skala kecil lebih berperan. Layanan telepon dari Telkom saat ini baru terkonsentrasi di kabupaten dan kota terutama seperti Sorong dan Manokwari. Layanan telepon belum terdapat di Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Sorong Selatan, dan Raja Ampat.

LAPORAN AKHIR 1-136

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Kondisi wilayah Papua Barat lebih memungkinkan pengembangan jaringan komunikasi nirkabel seperti telepon seluler dan telepon satelit. Telah ada operator seluler yang menjangkau Papua Barat namun juga masih terkonsntrasi di wilayah seperti Kota Sorong. 1.7.1.3 Air Bersih Perusahaan air bersih pada tahun 2003 terdiri dari 4 perusahaan, 3 perusahaan induk dan 1 perusahaan cabang. Pada tahun 2004 mengalami penurunan yaitu hanya 3 perusahaan induk, sedangkan perusahaan cabang tidak difungsikan lagi. Tetapi kapasitas potensial pada tahun 2004 mengalami kenaikan dari 268 liter/detik menjadi 297 liter/detik. Sedangkan kapasitas efektif sama dengan tahun 2003 yakni 144 liter/detik. Data tetntang air bersih masih memasukkan kabupaten bentukan baru dalam kabupaten induknya. Sumber air bersih yang digunakan berasal dari air sungai dan mata air pegunungan. Total produksi air sebanyak 6.107.345M3, yang bersumber dari sungai sebanyak 3.923.535 M3 dan dari mata air pegunungan sebanyak 2.177.330 M3 dan dari sumber lainnya sebanyak 6.480 M3. Tabel 1. 82 Produksi Air Bersih Menurut Kabupaten/Kota dan Sumber Air yang Digunakan Tahun 2008 (m3)
No. 1. 2. 3 Kabupaten/ Kota Fak Fak Manokwari Kota Sorong Jumlah 2007 2006 2005 2004 Sungai 2.243.344 3.383.329 5.626.673 2.582.496 2.582.496 3.923.535 3.525.554 Sumber Air Mata Air 45 65.318 65.363 3.936.117 3.936.117 2.177.330 2.926.767 Danau 32.512 32.512 Lainnya

6.480

Sumber : Papua Barat Dalam Angka, 2009 Pada berikut nampak bahwa persentase sumber air bersih berasal dari sungai mencapai 54,6%, mata air 45,3% dan sumber lainnya 0,1%. Tabel 1. 83 Banyaknya Pelanggan Air Minum yang Disalurkan Menurut Jenis Pelanggan Per Kabupaten/Kota Tahun 2006 (m3)
No Kabupaten/ Sosial 69.720 39.270 29.490 39.210 177.690 Jenis Pelanggan Non Niaga Niaga Industri 667.353 10.907 617.272 1.074.515 2.370.047 73.464 1.138.497 19.200 196.905 1.428.06 5.544 8.427 5.607 8.427 28.005 Jumlah Khusus 42.864 33.230 16.240 53.365 145.699 858.945 1.230.331 687.809 1.372.422 4.149.507

Kota 1 Fak Fak 2 Sorong 3 Manokwari 9 Kota Sorong Jumlah

6 Sumber : PDAM, Papua (Kompilasi data tahun 2007)

LAPORAN AKHIR 1-137

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Pada tahun 2004 jumlah air minum yang disalurkan sebanyak 4.149.507 M3. Non niaga merupakan pelanggan terbesar yakni 2.370.047 dan niaga sebesar 1.428.066, sedangkan sosial 177.690 dan industri 28.005 dan yang khusus adalah 145.699 Artinya non niaga merupakan pengguna air terbanyak di susul oleh niaga, sedangkan dari kategori sosial, industri dan khusus relatif lebih kecil. Penggunaan air bersih yang terbanyak di Papua Barat adalah Kota Sorong dari semua jenis pelanggan yang di salurkan, disusul Kabupaten Sorong, Kabupaten Fak Fak, dan Kabupaten Manokwari. 1.7.2 Sarana Wilayah Provinsi Papua Barat

1.7.2.1 Pendidikan Sarana dan tenaga pengajar pendidikan merupakan kapasitas yang mendukung proses belajar mengajar dalam kegiatan pendidikan. Jumlah sarana pendidikan di Papua Barat pada tahun 2005 terdapat pada Tabel 1.84 berikut ini. Tabel 1. 84 Sarana Pendidikan di Provinsi Papua Barat Tahun 2008
Kabupaten TK SD SMP SMA Fak-Fak 30 91 16 6 Kaimana 8 68 10 4 Teluk Wondama 1 42 4 1 Teluk Bintuni 6 64 14 4 Manokwari 32 166 28 13 Sorong Selatan 110 16 4 Sorong 47 115 21 5 Raja Ampat 2 80 17 2 Kota Sorong 35 70 24 16 Papua Barat 161 806 150 55 Sumber: Papua Barat dalam Angka 2009 SMK 3 4 1 2 1 1 7 19 MA 1

1 1 1 4

Sarana pendidikan di Provinsi Papua Barat mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak hingga perguruan tinggi telah tersedia, dan telah tersebar pada daerah kabupaten dan kota di wilayah ini. Khusus untuk sarana pendidikan dengan jenjang pendidikan SMK sebagai jenjang kejuruan yang lebih menekankan pada profesionalisme ilmu belum tersebar pada semua kabupaten/kota, dirnana terdapat 3 (tiga) lokasi kabupaten yang belum memiliki jenjang SMK yaitu kabupaten Teluk Bintuni, Teluk Wondama, dan Raja Ampat, sebaliknya untuk kota Sorong memiliki jenjang sekolah SMK yang cukup tinggi dibandingkan kabupaten/kota lainnya yaitu sebanyak 7 sekolah. Perbandingan kapasitas guru tersedia dan siswa pada jenjang pendidikan SD/MI diperoleh nilai sebesar 5.295 : 113.901 atau 1: 22. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa 1(satu) orang guru akau mengajar siswa jenjang pendidikan SD/Ml sebanyak 22 orang. Pada tingkat SMP/MTs diperoleh perbandingan kapasitas guru dan siswa sebesar 3.284:32.253 LAPORAN AKHIR 1-138

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

atau 1:10. Artinya bahwa 1(satu) orang guru pada tingkat SMP/MTs akan mengajar 10 siswa. Apabila dilihat dari perbandingan kapasitas guru dan siswa didik, ternyata memiliki perbandingan yang cukup baik dalam proses belajar mengajar. Tabel 1. 85 Tenaga Pengajar di Provinsi Papua Barat Tahun 2008
Kabupaten Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong Papua Barat TK 98 8 1 28 98 4 64 301 602 SD 846 284 119 251 1035 783 795 233 949 5295 SMP 275 127 38 175 325 49 595 65 1635 3284 SMA 88 30 20 76 387 29 83 32 745 1490 SMK 60 65 15 115 15 85 215 570 MA 5

6 20 25 56

Sumber: Papua Barat dalam Angka 2009 Dilihat dari tingkat rasio antara sekolah dan tenaga pengajar dengan jumlah murid, layanan di Papua Barat telah mencukupi. Meski demikian, tingkat partisipasi masyarakat dalam pendidikan di Papua Barat masih rendah. Kenyataan ini erat kaitannya dengan masalah transportasi. Dari segi jumlah penduduk, layanan pendidikan memang telah memenuhi, namun dari segi distribusi wilayah belum memenuhi. Untuk dapat mencapai suatu sarana pendidikan, masyarakat harus menmepuh jarah yang jauh.

Jenjang pendidikan perguruan tinggi yang tersedia di Provinsi Papua Barat terdiri dari Universitas Negeri Papua/UNIPA, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum/STIH, STIE Maesa, SIT Otouw Gesler, Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian/STPP (Kabupaten Manokwari), Universitas Kristen Indonesia Papua /UKIP, Sekolah Pendidikan Agama Kristen/SPAK, Universitas Muhamadiyah Alamin/UNAMIN (Sorong), Sekolah Tinggi Viktoria, Saint Paul Politeknik, STIE Sorong (Kabupaten Sorong). 1.7.2.2 Kesehatan Layanan kesehatan adalah layanan krusial bagi masyarakat dan berkaitan dengan kualitas masyarakat. Pembangunan di bidang kesehatan dapat menjadi modal bagi peningkatan kualitas masyarakat. Layanan kesehatan yang mencukupi dapat menurunkan tingkat kematian, meningkatkan kesehatan reproduksi, mengurangi jumlah penyakit menyebar, dan membudidayakan perilaku hidup sehat. Jumlah sarana layanan kesehatan di Papua Barat terdapat pada Tabel 1.86 berikut ini.

LAPORAN AKHIR 1-139

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Tabel 1. 86 Jumlah Sarana Kesehatan di Provinsi Papua Barat tahun 2008


Puskesmas Puskesmas Puskesmas Pembantu Keliling Fak-Fak 37 9 5 Kaimana 46 7 9 Teluk Wondama 22 6 10 Teluk Bintuni 28 15 10 Manokwari 84 19 19 Sorong Selatan 42 8 9 Sorong 22 12 2 Raja Ampat 33 13 21 Kota Sorong 25 5 8 Papua Barat 339 94 93 Sumber: Papua Barat dalam Angka tahun 2009 Kabupaten Rumah Sakit 1 BP 6 1 Posyandu 130 79 70 221 255 151 111 69 87 1.173 Polindes 8 31 14 8 74 36 7 7 35

2 1 8 18

11 2 9 12 41

Ketersediaan sarana kesehatan yang cukup tinggi ada pada lokasi Kabupaten Manokwari, Sorong, Kota Sorong, dan Fakfak. Di wilayah-wilayah tersebut telah terdapat layanan rumah sakit. Hal ini dapat dipahami karena lokasi-lokasi tersebut merupakan kabupaten lama (Provinsi Papua) sebelum pemekaran wilayah menjadi Provinsi Papua Barat. Kabupaten-kabupaten baru hingga tahun 2005 belum memiliki rumah sakit. Jumlah sarana tersebut tentu masih sangat kurang, selain itu masyarakat harus menempuh perjalanan jauh untuk dapat memperoleh layanan kesehatan. Sarana kesehatan tentu harus didukung oleh layanan tenaga kesehatan sperti dokter. Jumlah tenaga dokter di Papua Barat adalah sebagai berikut. Tabel 1. 87 Jumlah Tenaga Dokter di Provinsi Papua Barat tahun 2008
Kabupaten Fak-Fak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong Papua Barat Dokter Ahli 4 Dokter Umum 22 6 5 3 16 6 10 2 7 77 Dokter Gigi 2 1

21

9 34

2 7

Sumber: Papua Barat dalam Angka tahun 2009 Tabel 1.87 menunjukkan minimnya tenaga dokter di Papua Barat. Dokter umum memang telah tersedia di seluruh kabupaten walau terkonsentrasi di kabupaten induk. Untuk dokter ahli belum terdapat di semua kabupaten, hanya di Fak-Fak, Manokwari, dan Kota Sorong. Dokter gigi baru terdapat di Fak-fak, Kaimana, Manokwari, dan Kota Sorong. 1.7.2.3 Perekonomian LAPORAN AKHIR 1-140

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

a.

Perdagangan

Perusahaan perdagangan di Papua Barat menurut golongan usaha pada tingkat desa dan perkotaan, bahwa toko/warung/kios menduduki urutan tertinggi, kemudian koperasi Unit Desa (KUD) dan non KUD, Restoran/Rumah Makan, Hotel/Penginapan, dan Supermarket. Dari semua jenis usaha seperti: toko/warung/kios, KUD, dan non KUD sebagian besar berada di pedesaan, sedangkan yang lainnya lebih banyak tersebar di perkotaan, seperti Minimarket dan Supermarket. Tabel 1. 88 Jumlah Perusahaan Perdagangan Menurut Golongan Usaha Pada Tingkat Desa dan Perkotaan
No Kabupaten/ Kota Super Market 1 3 Restoran/ Rumah Makan 4 2 8 2 2 1 1 5 11 9 2 11 30 25 5 Toko/ Warung/ Kios 9 37 69 5 52 59 20 11 22 284 41 243 Hotel/ Penginapan 3 7 1 2 2 3 10 28 21 7 Koperasi Unit Desa 9 9 14 1 7 1 3 44 8 36 Koperasi Non KUD 7 4 7 2 1 16 4 41 8 33

1. Fak Fak 2. Sorong 3. Manokwari 4. Kaimana 5. Sorong Selatan 6. Raja Ampat 7. Teluk Bintuni 8. Teluk Wondama 9. Kota Sorong Jumlah di Kota dan di Desa Jumlah di Kota Jumlah di Desa

Sumber: Papua Barat dalam Angka tahun 2009 b. Perbankan

Sarana perbankan merupakan sarana yang penting dalam perekonomian. Jumlah kantor cabang bank yang beroperasi di Provinsi Papua Barat kurang lebih berjumlah 60 kantor cabang. Dari sejumlah bank yang beroperasi, jumlah terbesarnya adalah kantor Bank Pemerintah, yang terdiri dari Bank Pemerintah Pusat (BNI, BRI) sebesar 56,49 persen dan Bank Pembangunan Daerah (Bank Papua) sebesar 26,72 persen, sisanya sebesar 16,79 persen adalah bank-bank yang dikelola oleh swasta (Bank Mandiri, Bank Danamon). Tabel 1. 89 Jumlah Perbankan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2007
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Kabupaten/ Kota Fak Fak Sorong Manokwari Kaimana Sorong Selatan Raja Ampat Teluk Bintuni Bank Umum 2 2 7 1 1 1 3 BPR

LAPORAN AKHIR 1-141

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

8. Teluk Wondama 1 9. Kota Sorong 6 Jumlah di Kota dan di Desa 24 Jumlah di Kota 19 Jumlah di Desa 5 Sumber: Papua Barat dalam Angka Tahun 2008

1 2 2 -

Tabel 1. 90 Jumlah Bank dan Kantor Bank di Provinsi Papua Barat Tahun 2008
Rincian/ Description Bank Persero dan Bank Pemerintah Daerah Jumlah bank Jumlah kantor bank Bank Swasta Nasional Jumlah bank Jumlah kantor bank Bank Asing dan Bank Campuran Jumlah bank Jumlah kantor bank Jumlah bank Jumlah kantor bank Jumlah Bank Banks Kantor Bank 16 156 17 180 17 192 9 49 11 54 7 9 9 20 18 18 4 6 2004 2005 2006 2007 2008 Bank-bank Umum

129

153

165

45

48

Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Sumber: Papua Barat dalam Angka Tahun 2009

1.8 POTENSI PROVINSI PAPUA BARAT BARAT A. Potensi Pengembangan Struktur Tata Ruang Secara umum kondisi tata ruang di wilayah perencanaan masih sangat sederhana, sehingga dapat mempermudah pengarahan fungsi-fungsi yang telah ditetapkan. Struktur ruang di kawasan ini hanya dibentuk oleh beberapa kegiatan, yaitu: 1. Permukiman. 2. Pertanian. 3. Kehutanan. 4. Jaringan jalan. 5. Kawasan perdagangan dan jasa. Pola struktur ruang pada saat ini masih linier yaitu mengikuti pola jaringan jalan utama. Sedangkan permukiman perdesaan membentuk kelompok secara tersebar. B. Potensi Pengembangan Pola Ruang LAPORAN AKHIR 1-142

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

Pola Ruang di Provinsi Papua Barat masih sangat terbatas. Data mengenai lahan antara satu dan yang lainnya kerap menunjukkan perbedaan. Faktor kondisi fisik Provinsi Papua Barat yang berbukit dengan banyak pulau menyebabkan pencatatan penggunaan lahan relatif lebih sulit dilakukan. Terlebih adanya kabupaten-kabupaten bentukan baru menyebabkan pencatatan data penggunaan lahan harus dilakukan ulang. Pola ruang yang ada berdasarkan data masih didominasi oleh hutan, sehingga untuk pengembangan kawasan budidaya masih sangat terbuka. Pola penggunaan lahan masih berpola pedesaan dengan didominasi oleh kebun campuran, hal ini dapat dijadikan potensi pengembangan dengan mengalih fungsikan perkebunan yang kurang produktif menjadi lahan yang dilihat dari sisi ekonomisnya menjadi lebih tinggi. C. Potensi Pengembangan Kawasan Strategis Provinsi

Kawasan strategis merupakan kawasan-kawasan dengan potensi dan atau permasalahan tertentu yang perlu diprioritaskan penanganannya secara sektoral maupun tata ruang, karena memiliki dampak yang penting pada upaya pencapaian tujuan pengembangan wilayah dalam lingkup provinsi. Di Provinsi Papua Barat terdapat beberapa kawasan strategis ekonomi, kawasan strategis lingkungan dan kawasan strategis sosial. Potensi dari kawasan strategis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: 1. Terdapatnya sumberdaya alam yang belum termanfaatkan sebagai penunjang fungsi kawasan strategis ekonomi. 2. Terdapat beberapa pintu gerbang nasional yang dapat ditingkatkan menjadi pintu gerbang internasional dalam rangka peningkatan kerjasama ekonomi. 3. Terdapat beberapa komoditas unggulan yang bernilai ekspor cukup tinggi. 4. Masih luasnya hutan sehingga dapat menujang program penanganan lingkungan. 5. Perlunya konsep mitigasi bencana pada kawasan-kawasan yang mempunyai kerawanan terhadap bencana.

6. Potensi budaya yang beragam dapat dijadikan entry point bagi kawasan strategis
sosial. D. Potensi Pengembangan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Seperti diketahui Provinsi Papua Barat mempunyai wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil yang tersebar cukup luas. Adapun potensi, masalah, dan prospek kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Papua Barat dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Dukungan keberadaan sumberdaya (hayati dan non hayati) pesisir, laut dan pulaupulau kecil yang masih berpotensi untuk ditingkatkan dan dikembangkan pada masing-masing kawasan pemanfaatan ruang laut dalam rangka pengembangan kerjasama antar kawasan.

LAPORAN AKHIR 1-143

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

2.

Keberadaan kawasan kerjasama regional antar negara (IMT-GT, IMS-GT, BIMPEAGA, dan lain-lain) sebagai pendorong sekaligus wilayah yang dapat menampung hasil-hasil produksi atau memanfaatkan jasa-jasa pada sektor pesisir dan kelautan.

3.

Keberadaan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) sebagai peluang yang dapat dimanfaatkan dalam meningkatkan aksesibilitas ke luar wilayah Indonesia, dan sekaligus potensi dalam pengembangan inlet-outlet pada wilayah pesisir melalui keberadaan pelabuhan laut. Hal ini juga didukung oleh posisi geografis Indonesia yang strategis, yaitu berada di antara dua benua dan dua samudera.

4.

Telah berkembangnya pemasaran produk perikanan dan pesisir lainnya ke luar negeri (ekspor), merupakan potensi yang masih dapat ditingkatkan dari sisi pangsa pasar, kapasitas maupun keragamannya.

5.

Perkembangan teknologi perikanan dan kelautan yang dapat dimanfaatkan dalam meningkatkan pengelolaan sumberdaya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil, serta dalam meningkatkan mutu hasil produksi perikanan dan pesisir lainnya.

1.9 Isu 1.

Strategis

Penataan

Ruang

Provinsi

Papua

Barat

dan

Prospek

Pengembangannya Peran dan Fungsi Sistem, Perkotaan serta Struktur Ruang Selain potensi pengembangan struktur tata ruang, terdapat pula beberapa permasalahan dalam pembentukan struktur ruang tersebut. Permasalahan utama pengembangan Struktur Ruang Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: a) Jaringan jalan yang belum menghubungkan pusat-pusat kegiatan sehingga belum terbentuk hirarki pusat yang baik. b) Masih minimnya sarana dan prasarana perkotaan. c) Pola permukiman pedesaan yang sangat menyebar sehingga mempersulit pelayanan dari sarana dan prasarana. Berdasarkan potensi dan permasalahannya, maka prospek pengembangan struktur tata ruang Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: a) Penetapan fungsi PKN, PKW dan PKL yang disesuaikan dengan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dimiliki pada masing masing pusat tersebut. b) Pembangunan sarana dan prasarana yang menunjang fungsi pelayanan dari pusat-pusat tersebut sesuai dengan hirarkinya. c) Pengembangan jaringan jalan dan transportasi lainnya sebagai penghubung dari pusat-pusat pelayanan. d) Penentuan hirarki jaringan jalan berdasarkan status pusat yang dihubungkannya. e) Peningkatan akses sarana dan prasarana dasar pada permukiman di pedesaan.

LAPORAN AKHIR 1-144

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

2.

Pola Ruang

Masalah yang terjadi di Provinsi Papua Barat adalah masalah konflik penggunaan lahan, bentuk konflik yang dapat muncul adalah adanya persamaan lokasi atas peruntukan lahan yang didasarkan atas kondisi biofisik dengan potensi yang dikandung, misalnya bahan galian. Di dalam tempat yang sama, lahan yang seharusnya sebagai kawasan penyangga, juga ditemukan cadangan bahan galian. Untuk itu, dalam pemanfaatan lahan harus didasarkan atas 3 terapan (perception) dari lahan, yang didasarkan pada:

a) Kawasan merupakan perwujudan sumberdaya dan kimah (asset), atau kekayaan


yang dapat dimanfaatkan. b) Prospek jangka panjang ke masa depan, sehingga yang dikerjakan tidak habis dalam waktu dekat. c) Keberlanjutan manfaat, sehingga manfaat dapat diperoleh secara terus menerus. Gambaran konflik ruang yang terjadi adalah: a) Konflik antara kawasan lindung dengan potensi pertambangan. b) Konflik antara kawasan lindung dengan Hak Pengusahaan Hutan (HPH). c) Konflik antara kawasan lindung dengan kawasan budidaya lainnya. d) Konflik antara kawasan lindung dengan pengembangan transportasi. Selain masalah konfilk penggunaan lahan, faktor fisik wilayah Provinsi Papua Barat yang bergelombang juga merupakan suatu kendala dalam pengembangan pola ruang yang diinginkan. Masalah lain yang timbul adalah masalah hak ulayat yang belum jelas dalam penguasaan lahan sehingga dalam penentuan batas administrasi serta batas kepemilikan lahan belum jelas tergambarkan. Berdasarkan potensi dan permasalahan yang telah diungkapkan pada sub bab sebelumnya, maka prospek pengembangan pola ruang wilayah adalah sebagai berikut: a) Perlunya batas administrasi dan penguasaan hak ulayat dalam rangka menunjang pembangunan menuju pola ruang yang diinginkan. b) Pembangunan menuju pola ruang yang diinginkan tersebut harus memperhatikan daya dukung lingkungan dan fisik dari wilayah-wilayah yang direncanakan, selain itu juga faktor kebencanaan perlu menjadi pertimbangan dalam pengembangan pola ruang di Provinsi Papua Barat. c) Perlu adanya penyelesaian konflik yang terjadi dengan memperhatikan azas manfaat, artinya manfaat yang lebih besar hendaknya dipertahankan keberadaannya, dengan tetap memperhatikan daya dukung dan kemampuan wilayah dalam menampung kegiatan yang dipertahankan tersebut, apabila

LAPORAN AKHIR 1-145

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

kegiatan yang dimaksud sudah berakhir, maka harus dikembalikan kepada fungsi lindung yang diembannya 3. Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Isu terkait dengan pengembangan kawasan pesisir danp-Pulau Kecil di Provinsi Irian Jaya adalah sebagai berikut: a) Kurangnya dukungan prasarana dan sarana (kelautan dan perikanan) serta keberadaan pusat-pusat kegiatan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi pesisir. b) Konflik pemanfaatan dan kewenangan, karena tidak adanya aturan yang jelas tentang penataan ruang pesisir dan lautan dan alokasi sumberdaya yang terdapat di kawasan pesisir. Setiap pihak yang berkepentingan mempunyai tujuan, target dan rencana untuk mengeksploitasi sumberdaya pesisir. Perbedaan tujuan, sasaran dan rencana tersebut mendorong terjadinya konflik pemanfaatan sumberdaya (user conflict) dan konflik kewenangan (jurisdictional conflict) (CincinSain dan Kenneth, 1998). c) Kerusakan dan pencemaran lingkungan pesisir, umumnya disebabkan oleh kegiatan-kegiatan perikanan yang bersifat destruktif, yaitu penggunaan bahan peledak, d) bahan beracun sianida, penambatan jangkar perahu, aktifitas pelayaran/perkapalan, peristiwa tumpahan minyak, dan lain-lain. Kerusakan akibat pemanfaatan berlebih (over exploitation) pada sebagian jenis sumberdaya pesisir (khususnya sumberdaya perikanan tangkap). Beberapa stok sumberdaya ikan telah mengalami kondisi tangkap lebih (over fishing) seperti udang. e) Rendahnya sumberdaya manusia (SDM) masyarakat dan aparat dalam merealisasikan proses (perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian) kerjasama antar kawasan dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir laut dan pulau-pulau kecil. f) Pencurian ikan oleh nelayan asing yang banyak terjadi pada perairan pada wilayah perbatasan. Dengan melihat potensi dan masalah yang terjadi maka prospek pengembangan kawasan pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: a) Pengembangan badan usaha bersama dalam bidang penangkapan ikan baik pengembangan sarana dan sarana penangkapan ikan, maupun pengembangan sumberdaya manusianya. b) Pembentukan keterkaitan dan distribusi produk untuk pengembangan budidaya perikanan. c) Pengembangan sektor kepariwisataan bahari serta membentuk keterkaitan antar wisata yang mempunyai potensi yang sangat besar di Provinsi Papua Barat. LAPORAN AKHIR 1-146

RTRW PROVINSI PAPUA BARAT

2008-2028

d) Pengembangan indusri pelayaran dan pengangkutan sebagai upaya untuk membentuk keterkaitan antar pusat-pusat pengembangan, mengingat kota-kota yang terbentuk di Provinsi Papua Barat sebagian besar berada pada wilayah pesisir.

4.

Kawasan Strategis a) Kurangnya sumberdaya manusia baik dari kualitas maupun kuantitasnya dalam upaya pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang begitu besar. b) Keterbatasan sektor transportasi, terutama transportasi darat sehingga kelancaran perangkutan barang dan orang menjadi terhambat dan mahal. c) Belum termanfaatkannya potensi pasar dan pemasaran yang ada.

Masalah dari kawasan strategis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut:

d) Masih sering terjadi illegal logging sehingga mengganggu fungsi lindung.


e) Pemanfaatan f) hutan produksi yang melebihi daya dukungnya, sehingga mengganggu fungsi lindung yang ditetapkan. Terjadinya konflik sosial antar suku menjadi kendala dalam mengembangkan potensi budaya yang ada. Prospek dari pengembangan kawasan strategis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: a) Perlu adanya peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia dalam pengelolaan sumberdaya alam yang melimpah. Selain itu juga perlu adanya peningkatan daya saing sumber daya lokal sehingga sumberdaya dari luar yang datang juga mempunyai kualitas yang baik. b) Peningkatan status pintu gerbang Sorong dan Manokwari menjadi pintu gerbang nasional dan internasional. c) Peningkatan pembangunan sarana dan prasarana transportasi sebagai penunjang pengembangan kawasan strategis. d) Pengendalian dan pengawasan yang ketat serta pemberian sangsi yang tegas pada kawasan-kawasan strategis lingkungan. e) Menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan sosial-masyarakat Provinsi Papua Barat.

LAPORAN AKHIR 1-147

Anda mungkin juga menyukai