Anda di halaman 1dari 13

ASKEP GASTROENTERITIS

I. KONSEP MEDIS A. DEFINISI Gastroenteritis (GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996). Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965). Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley &Wongs,1995). Gastroenteritis adalah kondisis dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan ( Marlenan Mayers,1995 ).

B. ETIOLOGI 1. Faktor infeksi a. Infeksi enteral Infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans). b. Infeksi parenteral Merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti: otitis media akut, tonsilitis,

bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya.

c. Faktor Malabsorbsi Karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein. d. Faktor Makanan Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu. e. Faktor Psikologis Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas). C. PATOFISIOLOGI Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah: 1. Gangguan osmotik Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. 2. Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul diare kerena peningkatan isi lumen usus. 3. Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula. D. MANIFESTASI KLINIS Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal

dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik. Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul) Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut. E. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan laboratorium. b. Pemeriksaan tinja. c. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup,bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup,bila memungkinkan. d. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal. e. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas : 1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi. 2. Tat a kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi. 3. Memberikan terapi simtomatik 4. Memberikan terapi definitif. 5. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi. Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu: 1. Jenis cairan yang hendak digunakan. Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup banyak di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium tinja. Bila RL tidak tersedia dapat diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl isotonik. Pada keadaan diare akut awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit untuk mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya. 2. Jumlah cairan yang hendak diberikan. Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Jumlah kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan cara/rumus: a. Mengukur BJ Plasma Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus: BJ Plasma 1,025 - x BB x 4 ml 0,001 b. Metode Pierce Berdasarkan keadaan klinis, yakni: Diare ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg BB Diare sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg BB Diare berat, kebutuhan cairan = 10% x kg BB

c. Metode Daldiyono Berdasarkan skoring keadaan klinis sebagai berikut: Rasa haus/muntah = 1 BP sistolik 60-90 mmHg = 1 BP sistolik <60 mmHg = 2 * Frekuensi nadi >120 x/mnt = 1 Kesadaran apatis = 1 Kesadaran somnolen, sopor atau koma = 2 Frekuensi napas >30 x/mnt = 1 Facies cholerica = 2 Vox cholerica = 2 Turgor kulit menurun = 1 Washer womens hand = 1 Ekstremitas dingin = 1 Sianosis = 2 Usia 50-60 tahun = 1 Usia >60 tahun = 2 Kebutuhan cairan =

Skor x 10% x kgBB x 1 ltr 15 3. Jalan masuk atau cara pemberian cairan Rute pemberian cairan pada orang dewasa meliputi oral dan intravena. Larutan orali dengan komposisi berkisar 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g NaBik dan 1,5 g KCl stiap liternya diberikan per oral pada diare ringan sebagai upaya pertama dan juga setelah rehidrasi inisial untuk

mempertahankan hidrasi. 4. Jadual pemberian cairan Jadual rehidrasi inisial yang dihitung berdasarkan BJ plasma atau sistem skor diberikan dalam waktu 2 jam dengan tujuan untuk mencapai rehidrasi optimal secepat mungkin. Jadual pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3 didasarkan pada kehilangan cairan selama 2 jam fase inisial

sebelumnya. Dengan demikian, rehidrasi diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3. Tata kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi. Untuk mengetahui penyebab infeksi biasanya dihubungkan dengan keadaan klinis diare tetapi penyebab pasti dapat diketahui melalui pemeriksaan biakan tinja disertai dengan pemeriksaan urine lengkap dan tinja lengkap. Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diperjelas melalui pemeriksaan darah lengkap, analisa gas darah, elektrolit, ureum, kreatinin dan BJ plasma. Bila ada demam tinggi dan dicurigai adanya infeksi sistemik pemeriksaan biakan empedu, Widal, preparat malaria serta serologi Helicobacter jejuni sangat dianjurkan. Pemeriksaan khusus seperti serologi amuba, jamur dan Rotavirus biasanya menyusul setelah melihat hasil pemeriksaan penyaring. Secara klinis diare karena infeksi akut digolongkan sebagai berikut: 1. Koleriform, diare dengan tinja terutama terdiri atas cairan saja. 2. Disentriform, diare dengan tinja bercampur lendir kental dan kadang-kadang darah. Pemeriksaan penunjang yang telah disinggung di atas dapat diarahkan sesuai manifestasi klnis diare. 1. Memberikan terapi simtomatik Terapi simtomatik harus benar-benar dipertimbangkan kerugian dan keuntungannya. Antimotilitas usus seperti Loperamid akan memperburuk diare yang diakibatkan oleh bakteri entero-invasif karena memperpanjang waktu kontak bakteri dengan epitel usus yang seyogyanya cepat dieliminasi. 2. Memberikan terapi definitif. Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi: a. Kolera-eltor: Tetrasiklin atau Kotrimoksasol atau Kloramfenikol. b. V. parahaemolyticus, c. E. coli, tidak memerluka terapi spesifik d. C. perfringens, spesifik

e. A. aureus : Kloramfenikol f. Salmonellosis: Ampisilin atau Kotrimoksasol atau golongan Quinolon seperti Siprofloksasin g. Shigellosis: Ampisilin atau Kloramfenikol h. Helicobacter: Eritromisin i. Amebiasis: Metronidazol atau Trinidazol atau Secnidazol j. Giardiasis: Quinacrine atau Chloroquineitiform atau Metronidazol k. Balantidiasis: Tetrasiklin l. Candidiasis: Mycostatin m. Virus: simtomatik dan suportif G. KOMPLIKASI 1. Dehidrasi 2. Renjatan hipovolemik 3. Kejang 4. Bakterimia 5. Mal nutrisi 6. Hipoglikemia 7. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus. Dari komplikasi Gastroentritis, tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Dehidrasi ringan Kehilangan cairan 2 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok. b. Dehidrasi Sedang Kehilangan cairan 5 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam. c. Dehidrasi Berat

Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.

II. KONSEP KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Identitas klien 2. Riwayat keperawatan a. Awalan serangan Awalnya anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia kemudian timbul diare. b. Keluhan utama Fases semakin cair, muntah, bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, berat badan menurun. Pada bayi ubun - ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer. 3. Riwayat kesehatan masa lalu Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi. 4. Riwayat psikososial keluarga Dirawat akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah. 5. Kebutuhan dasar a. Pola eliminasi : Akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang. b. Pola nutrisi : Diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien.

c. Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman. d. Pola hygiene : Kebiasaan mandi setiap harinya. e. Aktivitas : Akan terganggu karena kondisi tubuh yang lamah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.

6. Pemerikasaan fisik. a. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah,kesadran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan lemah, pernapasan agak cepat. b. Pemeriksaan sistematik : c. Inspeksi : mata cekung,ubun-ubun besar,selaput lendir,mulut dan bibir kering, berat badan menurun,anus kemerahan. d. Perkusi : adanya distensi abdomen. e. Palpasi : Turgor kulit kurang elastis f. Auskultasi : terdengarnya bising usus. g. Pemeriksaan tinglkat tumbuh kembang.

Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan menurun.

Pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan tinja,darah lengkap dan doodenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.

B. Diagnosa Keperawatan 1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.

2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah. 3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi,frekwensi BAB yang berlebihan. 4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen. 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan. 6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan.

C. Intervensi 1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan. Tujuan : Devisit cairan dan elektrolit teratasi Kriteria hasil : Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan cairan`seimbang Intervensi : a. Observasi tanda-tanda vital. b. Observasi tanda-tanda dehidrasi. keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 2500 cc per hari. d. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi cairan,

c. Ukur infut dan output cairan (balanc ccairan). Berikan dan anjurkan

pemeriksaan lab elektrolit. e. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.

2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah. Tujuan : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi Kriteria hasil : Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual,muntah tidak ada.

Intervensi : a. Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. b. Timbang berat badan klien. c. Kaji factor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. d. Lakukan pemerikasaan fisik abdomen (palpasi, perkusi, dan

auskultasi). e. Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering. f. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi,frekwensi BAB yang berlebihan. Tujuan : Gangguan integritas kulit teratasi Kriteria hasil : Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada, tandatanda infeksi tidak ada Intervensi : a. Ganti popok anak jika basah. b. Bersihkan bokong perlahan sabun non alcohol. c. Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit. d. Observasi bokong dan perineum dari infeksi. e. olaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi antipungi sesuai indikasi.

4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen. Tujuan : Nyeri dapat teratasi Kriteria hasil : Nyeri dapat berkurang / hilang, ekspresi wajah tenang Intervensi : a. Observasi tanda-tanda vital. b. Kaji tingkat rasa nyeri. c. Atur posisi yang nyaman bagi klien. d. Beri kompres hangat pada daerah abdomen.

e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi analgetik sesuai indikasi.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan. Tujuan : Pengetahuan keluarga meningkat Kriteria hasil : Keluarga klien mengerti dengan proses penyakit klien, ekspresi wajah tenang, keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit klien. Intervensi : a. Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. b. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien. c. Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui pendidikan kesehatan. d. Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum

dimengertinya. e. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.

6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan. Tujuan : Klien akan memperlihatkan penurunan tingkat kecemasan Intervensi : a. Kaji tingkat kecemasan klien. b. Kaji faktor pencetus cemas. c. Buat jadwal kontak dengan klien. d. Kaji hal yang disukai klien. e. Berikan mainan sesuai kesukaan klien. f. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan. g. Anjurkan pada keluarga untuk selalu mendampingi klien.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarata : EGC http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-gastroenteritis/ Marilynn E. Doenges (1999), Brunner and Suddarth (2001), dan Lynda Juall Carpenito (1997).

Anda mungkin juga menyukai