Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
mempunyai tingkatan yang berbeda-beda. Kebanyakan atau hampir semua orang setuju bahwa peranan pemerintah di negara belum maju harus lebih aktif untuk memperlancar pembangunan. Hal ini disebabkan situasi di negara tersebut dewasa ini berbeda dengan situasi ketika negara-negara yang sekarang telah maju mengalami perkembangan. Halangan untuk berkembang di negara yang sedang membangun lebih berat daripada halangan untuk berkembang di negara-negara maju. Hanya saja sekarang pemerintah harus aktif dengan kekuasaan yang berguna menyingkirkan semua halangan melalui kebijakan-kebijakan yang diterapkannya. Dalam membangun suatu negara, pemerintah melaksanakan kebijakankebijakan diantaranya: kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan kebijakan non moneter dan non fiscal. Namun, dalam makalah ini hanya akan di bahas kebijakan moneter Kebijakan moneter juga memegang peranan penting dalam mendorong perkembangan ekonomi dengan mempengaruhi tersedianya kredit guna
menanggulangi inflasi serta mempertahankan keseimbangan neraca pembayaran internasional. Bila perkembangan sudah mulai berjalan, maka perlu diambil kebijakan moneter yang efektif untuk memberikan kredit yang sejajar dengan perkembangan dalam perdagangan dan kegiatan-kegiatan produksi. Supaya pemerintah dapat menjalankan kebijakan moneter maka negara belum maju pertama-tama harus memperbaiki system keuangan dan kredit. Jadi diperlukan adanya lembaga-lembaga keuangan dan perbankan yang dapat memberikan fasilitas kredit dan penyaluran tabungan ke sector-sektor yang produktif.
BAB II PEMBAHASAN Dalam kebijakan moneter dikenal tiga terminologi umum yang biasa digunakan. Pertama adalah target dari kebijakan moneter, target adalah variabelvariabel yang ingin dicapai dari sebuah kebijakan moneter. Target kebijakan moneter sendiri umumnya adalah target dari kebijakan ekonomi. Kedua adalah apa yang dikenal sebagai indikator. Indikator ini penting untuk mengukur sejauh mana target bisa dicapai atau tidak.dalam beberapa publikasi, indikator ini juga biasa disebut sebagai sasaran menengah, sasaran antara atau target antara (intermediate target). Apa pun terminologinya, yang jelas indikator adalah variabel yang menjadi target dari sebuah target akhir kebijakan moneter. Dengan menggunakan piranti moneter, otoritas moneter berusaha mengendalikan sasaran antara agar perkembangannya dapat mendukung pencapaian sasaran akhir yang diinginkan. Terminologi ketiga adalah apa yang dikenal sebagai instrument. Untuk melakukan kontrol terhadap upaya pencapaian sasaran antara, diperlukan variabelvariabel yang disebut instrument. 1. Target kebijakan moneter Target akhir sebuah kebijakan moneter adalah suatu kondisi ekonomi makro yang ingin dicapai. Target akhir tersebut tidaklah sama dari waktu ke waktu. Target kebijakan moneter bersifat dinamis dan selalu disesuaikan dengan kebutuhan perokonomian suatu negara. Akan tetapi, kebanyakan negara menetapkan empat hal yang menjadi ultimate target dari kebijakan moneter yakni: a. Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan b. Kesempatan kerja c. Kestabilan harga d. Keseimbangan neraca pembayaran
Idealnya, semua sasaran perekonomian tersebut dapat dicapai secara serempak dan optimal. Dengan kata lain, melalui kebijakan moneter diharapkan secara serempak dapat dicapai tingkat pertumbuhan yang ekonomi yang tinggi, tingkat pengangguran dan inflasi yang rendah serta perkembangan keseimbangan neraca pembayaran yang mantap. Namun, berhubung usaha-usaha untuk mencapai sasaransasaran tersebut dapat menimbulkan dampak yang kontradiktif, sangat sulit untuk mencapai semua sasaran dengan serempak dan optimal. Contoh yang sederhana adalah apabila bank sentral melakukan ekspansi moneter misalnya dengan menambah uang beredar, yang tujuannya adalah untuk mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja, tindakan tersebut berdampak tidak menguntungkan terhadap kestabilan harga. Dan keseimbangan neraca pembayaran. Karena langkah menambah uang beredar akan menimbulkan inflasi. Sebaliknya kebijakan moneter yang ketat dapat menunjang tercapainya kestabilan harga dan keseimbangan neraca pembayaran, tetapi disisi lain akan mengakibatkan menurunnya laju pertumbuhan ekonomi dan pada gilirannya dapat meningkatkan tingkat pengangguran. Menyadari adanya hal yang bertolak belakang tersebut, otoritas moneter biasanya harus memilih berbagai alternatif yang paling memungkinkan dan menguntungkan. Alternatif pertama adalah memilih salah satu sasaran untuk dicapai secara optimal dan mengabaikan sasaran lainnya. Misalnya memilih tingakat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan mengabaikan tingkat inflasi.
Kemungkinan lain dari alternatif ini adalah memilih tingkat inflasi yang rendah dan keseimbangan neraca pembayaran dengan mengabaikan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja.jika alternatif ini yang akan ditempuh, otoritas moneter harus menetapkan kombinasi mana yang paling menguntungkan. Alternatif kedua adalah mengupayakan untuk mencapai semua target dengan resiko tidak ada satupun yang tercapai secara optimal. Misalkan menginginkan
tingkat pertumbuhan ekonomi yang tidak terlampau tinggi dengan tetap menjaga tingkat inflasi yang wajar dan mengusahakan neraca pembayaran yang cukup mantap. Alternatif ini dipilih dengan alasan bahwa semua indikator yang menjadi target itu sama pentingnya. Pertumbuhan ekonomi diperlukan untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat dan menyerap tenaga kerja. Kestabilan harga perlu dijaga untuk mendukung kegiatan perekonomian dan ketentraman kehidupan masyarakat. Demikian pula neraca pembayaran. Sebagai salah satu indikator perekonomian, neraca pembayaran ibarat rapor dari ekonomi suatu negara. Dulu jika hendak meminjam uang dari luar negeri, misalnya kepada bank dunia, kita selalu menunjukkan neraca pembayaran. Kita perlihatkan berapa cadangan devisa yang dimiliki. Eligible atau tidak? Kita dianggap eligible meminjam uang dari bank dunia dengan suku bunga yang murah, kalau cadangan kita hanya satu bulan impor. Sementara itu, jika cadangan devisa besar, misalnya sampai lima bulan impor tidak eligible. Jadi dengan membaca neraca pembayaran, kita bisa mengetahui performance ekonomi suatu negara. Neraca pembayaran menggambarkan besarnya ekspor, impor, jasa-jasa lalu lintas dan modal dari dan ke suatu negara. Kalau ekspor lebih besar berarti neraca perdagangannya surplus, sedangkan jika impor yang lebih besar berarti neraca perdagangannya negatif. Kalau ditambah jasa-jasa, seperti jasa pembayaran bunga, jasa-jasa penerimaan TKW, pariwisata, totalnya dinamakan current account. Dengan demikian, ada capital account yang masuk dan keluar. Kalau menambah berarti neraca pembayarannya positif. Selisihnya itulah yang masuk kedalam cadangan devisa. Current account dan cadangan devisa merupakan titik dasar yang menentukan arah moneter. Kalau terjadi outflow tercermin juga disana. Misalnya,mengapa uang
keluar? Mungkin saja ada yang jatuh tempo pembayaran bunga, atau mungkin ada PMA (Penanam Modal Asing) yang menarik diri lagi. Sementara itu, jika capital account surplus, berarti banyak uang yang masuk, kalu dirupiahkan berarti ada ekspansi moneter. Dolarnya masuk cadangan devisa, sementara rupiahnya masuk budget. Kalau budgetnya keluar berarti ada ekspansi moneter. Neraca pembayaran juga dipengaruhi oleh nilai tukar. Jika ada distorsi pada nilai tukar, pasti ada distorsi di capital account. Distorsi pada capital account akan mengakibatkan distorsi pada current account. Kalau itu terjadi berarti neraca pembayaran akan berkurang dan cadangan devisa akan berkurang. Biasanya yang selalu negatif adalah transaksi berjalan. Mengapa selalu negatif? Karena transaksi berjalan adalah transaksi transaksi ekspor dan impor ditambah dengan taransaksi jasa- jasa. Jasa jasa itu antara lain adalah turis, bayar gaji di luar negeri atau repatriasi repatriasi serta pembayaran utang luar negeri. Semua target yang sangat penting itu membuat kebijakan moneter yang diambil oleh suatu negara bukanlah suatu langkah yang mudah. Pengambilan keputusannya harus dilakukan dengan mempertimbangkan banyak faktor, dan tentu aamelibatkan masalah dari banyak pihak. Akan tetapi, pengambilan keputasan mengenai kebijakan moneter tidak boleh dicampuri oleh persoalan persoalan lain yang diluar pertimbangan objektif dan relevan. Oleh karena itu, di banyak negara pengambil kebijakan moneter adalah bank sentral. Tak terkecuali di Indonesia saat ini kebijakan moneter ditetapkan oleh bank sentral yakni Bank Indonesia. Namun, sejalan dengan Undang Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan diubahnya dengan Undang Undang No.3 Tahun 2004, tujuan Bank Indonesia telah bersifat tunggal, yaitu menjaga kestabilan harga atau inflasi. Dengan tujuan tunggal tersebut, berarti bank Indonesia dapat lebih fokus mencapai tujuannya tanpa perlu khawatir tentang kemungkian kontradiktif dengan tujuan lainnya.
2. Indikator Kebijakan Moneter Di dalam proses pencapaian sasaran kebijakan moneter, sering dihadapkan dengan gejolak perkembangan perekonomian yang menghambat sasaran yang ditetapkan. Sehubungan dengan itu, diperlukan indikator (sasaran antara) yang dapat memberi petunjuk apakah perkembangan moneter tetap terarah pada usaha pencapaian sasaran akhir yang telah ditetapkan atau tidak. Indikator tersebut umunya dua hal, yakni suku bunga dan atau uang beredar. Dengan demikian, kedua variabel moneter tersebut mempunyai dua fungsi yakni sebagai sasaran menengah dan indikator. Dalam perumusan kebijakan moneter, kedua variabel moneter tersebut diguanakan sebagai sasaran antara karena merupakan variabel yang akan dicapai lebih dahulu agar sasaran kebijakan moneter bisa dicapai. Sedangkan dalam pelaksanaannya kedua variabel tersebut bertindak sebagai indikator karena memberi petunjuk tentang arah perkembangan moneter
a.
Tingkat suku bunga Kebijakan moneter yang menggunakan suku bunga sebagai sasaran antara akan menetapkan tingkat suku bunga yang ideal untuk mendorong kegiatan investasi apabila suku bunga menunjukkan kenaikan melampaui angka yang ditetapkan, bank sentral akan segera melakukan ekspansi moneter agar suku bunga turun sampai pada tingkat yang ditetapkan tersebut. Mekanisme penggunaan tingkat suku bunga sebagai sasaran antara dapat dijelaskan sebagai berikut. Misalnya bank sentral menargetkan tingkat suku bunga sebesar 10% per tahun adalah tingkat suku bunga ideal yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang diinginkan. Apabila ternyata suku bunga meningkat melampaui angka yang ditetapkan, Bank sentral akan melakukan ekspansi moneter untuk menurunkan suku bunga sampai pada tingkat yang diinginkan. Sebaliknya, apabila suku bunga menurun, Bank Sentral akan melakukan kontraksi moneter. Di sini terlihat bahwa di satu pihak suku bunga dapat diupayakan untuk tetap stabil, tetapi di pihak lain monetary aggregate akan bergejolak naik turun untuk
mempertahankan suku bunga yang ditetapkan. Bergejolaknya besaran moneter ini dapat mengakibatkan terganggunya kestabilan harga.
b. Uang Beredar (Monetary Aggregate) Kebijakan moneter yang menggunakan Monetary Aggregate atau uang beredar sebagai sasaran menengah mempunyai dampak positif berupa tingkat harga yang stabil. Apabila terjadi gejolak dalam jumlah besaran moneter, yaitu melebihi atau kurang dari jumlah yang ditetapkan, Bank Sentral akan melakukan kontraksi atau ekspansi moneter sedemikian rupa sehingga besaran moneter akan tetap pada suatu jumlah yang ditetapkan. Namun, perlu dicatat bahwa pemilihan Monetary Aggregat sebagai sasaran menengah memungkinkan terjadinya gejolak suku bunga yang disebabkan oleh gejolak permintaan yang tidak dapat diimbangi oleh penawaran uang. Besaran ini juga lazim disebut dengan jumlah uang beredar. Kebijakan moneter yang menetapkan jumlah uang yang beredar (uang primer), uang beredar dalam arti sempit (M1) dan dalam arti luas (M2) sebagai sasaran antara, mekanismenya dapat dijelaskan sebagai berikut. Misalkan Bank sentral menargetkan penambahan uang beredar adalah 10% per tahun sebagai angka yang ideal untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang diinginkan dengan tingkat inflasi tertentu. Maka, apabila terjadi gejolak dalam jumlah uang beredar yang lebih tinggi atau rendah dari yang ditargetkan, Bank Sentral akan melakukan tindakan kontraksi atau ekspansi moneter sehingga jumlah uang beredar akan tetap pada sutau jumlah yang ditargetkan. Dari uraian di atas terlihat bahwa apabila suku bunga dipilih sebagai sasaran antara, uang beredar akan bergejolak untuk mempertahankan suku bunga yang ditetapkan. Sebaliknya apabila jumlah uang beredar dipilih sebagai sasaran antara, suku bunga dapat bergejolak sesuai dengan kekuatan pasar.
3. Instrument Kebijakan Moneter Di dalam pelaksanaan kebijakan moneter, bank sentral biasanya menggunakan berbagai piranti sebagai instrument dalam mencapai sasaran. Diantara instrument itu adalah cadangan waijb (reserve requirement), operasi pasar terbuka (open market operation), fasilitas diskonto (discount policy), dan imbauan (moral suaison). a. Reserve requirement (RR) Reserve Requirement atau biasanya disingkat RR adalah ketentuan bank sentral yang mewajibkan bank-bank untuk memelihara sejumlah alat alat liquid (reserve) sebesar presentase tertentu dari kewajiban lancarnya. Semakin kecil presentase tersebut, semakin besar kemampuan bank memanfaatkan reserve-nya untuk memberikan pinjaman dalam jumlah yang lebih besar pada masyarakat. Sebaliknya, semakin besar presentesase, semakin berkurang kemampuan bank untuk memberikan pinjaman. Oleh karena itu, pinjaman perbankan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi uang beredar. Di sinilah posisi RR yang dapat menjadi alat untuk menambah atau mengurangi jumlah uang beredar. Disamping itu, penetapan besar kecilnya RR akan berdampak terhadap suku bunga. Makin tinggi RR, akan mengakibatkan suku bunga pinjaman meningkat karena cost of loanable fund menjadi semakin tinggi. Sebaliknya semakin rendah RR semakin rendah pula suku bunga pinjaman (lending rate). Apabila bank sentral memandang perlu untuk mengetatkan kebijakan moneter cadangan wajib tersebut dapat ditingkatkan, dan demikian pua sebaliknya. Bank sentral juga berfungsi sebagai lender of the last resort. Dalam melaksanakan fungsi ini, bank sentral dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada bank yang mengalami kesulitan liquiditas jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya mismatch dalam pengolaan dana. Pinjaman tersebut pada umumnya berjangka waktu maksimal 90 hari, dan bank penerima pinjaman wajib menyediakan agunan yang berkualitas tinggi serta mudah dicairkan dengan nilai sekurang-kurangnya sama dengan jumlah pinjaman.
Saat ini, ketentuan mengenai RR yang juga dikenal dengan cadangan wajib atau Giro Wajib Minimum (GMW) adalah sebesar 5% dari dana pihak ketiga yang diterima bank yang bersangkutan di bank Indonesia.
b. Operasi Pasar Terbuka (OPT) Operasi pasar terbuka adalah kegiatan jual beli surat-surat berharga oleh bank sentral. Dalam kaitan ini penjualan surat-surat berharga oleh bank sentral akan mempunyai dampak kontraksi moneter karena pengurangan alat-alat liquid bank bank akan memperkecil kemampuan bank-bank memberikan pinjaman. Sebaliknya pembelian surat-surat berharga oleh bank sentral akan membawa dampak ekspansi moneter karena akan peningkatan alat-alat liquid bank-bank akan memperbesar kemampuannya memberikan pinjaman. OPT dilaksanakan untuk mempengaruhi liquiditas rupiah di pasar uang, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat suku bunga. OPT dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui penjualan Sertifikat Bank Indonesia dan Intervensi Rupiah melalui Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FASBI). Penjualan SBI dilakukan melalui lelang sehingga tingkat diskonto yang terjadi banar-benar mencermikan kondisi liquiditas pasar uang. Sementara itu, kegiatan intervensi rupiah dilakukan oleh bank sentral umtuk menyesuaikan kondisi pasar uang, baik liquiditas maupun tingkat suku bunga. Di negara-negara sedang berkembang, operasi pasar terbuka tidak begitu banyak berhasil mengendalikan inflasi. Sukses pasar operasi terbuka bergantung pada: Keberadaan pasar efek yang terorganisir dengan baik. Pemeliharaan rasio cadangan kas tetap oleh bank- bank komersial. Ketiadaan fasilitas rediskonto dari bank sentral. Pada negara negara berkembang OPT tidak efektif karena pasar efek amat kecil dan tidak berkembang. Hali ini disebabkan tingkat suku bunga obligasi
pemerintah relative rendah, dan mereka lebih suka menyimpan cadangan liaquid dalam bentuk emas, valuta asing dan uang kontan. Kebijaksanaan moneter ini sangat memegang peranan penting dalam mendorong perkembangan ekonomi terutama untuk menanggulangi inflasi dan mempertahankan keseimbangan neraca pembayaran internasional. Dalam keadaan resesi dan tingkat pengangguran tinggi, pemerintah harus berusaha mempertinggi penawaran uang dalam masyarakat, yaitu dengan mengurangi tingkat cadangan minimum, menaikkan tingkat bunga atau menjual surat berharga kepada masyarakat.
c. Fasilitas Diskonto Fasilitas diskonto adalah kebijakan moneter bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar melalui penetapan diskonto (suku bunga) pinjaman bank sentral kepada bank-bank umum. Dengan menetapkan tingkat diskonto yang tinggi diharapkan bank-bank akan mengurangi permintaan kredit dan bank sentral pada gilirannya akan mengurangi jumlah uang beredar. Sebaliknya penetapan diskonto yang rendah akan mendorong bank-bank meningkatkan permintaan pinjaman bank sentral yang selanjutnya akan menambah jumlah uang beredar Tetapi kebijakan ini mempunyai kelemahan tersendiri, karena ia merangsang pinjaman untuk tujuan spekulatif dan tujuan konsumtif, dan dengan demikian membiayai pembiayaan investor produktif. Untuk mencegah mengalirnya sumber-sumber ke jalur spekuatif, bank sentral harus mengambil suku bunga diskriminatif, yaitu mengenakan suku bunga yang tinggi pada pinjaman yang tidak produktif, dan mengenakan suku bunga yang rendah pada pinjaman produktif.
d. Himbauan Moral (Moral Persuasion) Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam
10
mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
4. Peranan Kebijakan Moneter dalam Pembangunan Kebijakan moneter ini sangat memegang penting dalam mendorong perkembangan ekonomi terutama untuk menanggulangi inflasi dan
mempertahankan neraca pembayaran internasional. Dalam keadaan resesi dan tingkat pengangguran tinggi, pemerintah harus berusaha mempertinggi penawaran uang daam masyarakat, yaitu dengan mengurangi tingkat cadangan minimum, menaikkan tingkat bunga atau menjual surat berharga bagi masyarakat. Kebijakan moneter bagi negara yang sedang berkembang mempunyai kemampuan yang terbatas dalam mempengaruhi perubahan penawaran uang dan pengeluaran masyarakat. Ada beberapa factor yang dapat menimbulkan keadaan ini, yaitu: Bank-bank komersial pada umumnya mempunyai cadangan yang berlebihan, sehingga perubahan pada tingkat cadangan minimum tidak akan banyak mempengaruhi kegiatan mereka untuk meminjamkan uang kepada para pengusaha dan masyarakat. Jumlah cadangan yang berlebihan yang dimiliki bank komersial mengakibatkan mereka jarang meminjam uang ke bank sentral. Dengan demikian perubahan tingkat bunga pinjaman dari bank sentral tidak banyak pengaruhnya terhadap kegiatan-kegiatan bank komersial. Keadaan pasar uang dan pasar modal masih belum sempurna, ini mengakibatkan operasi pasar terbuka tidak dapat dijalankan secara efektif karena masyarakat belum banyak menjual belikan surat-surat berharga. System bank belum berkembang. Hanya sebagian kecil saja masyarakat yang berhubungan dengan bank. Dengan demikian, kebijakan moneter hanya sebagian kecil saja yang mempengaruhi kegiatan perekonomian.
11
Namun dengan adanya kelemahan tersebut, kebijakan moneter tidak berarati tidak dapat dapat digunakan sama sekali di negara sedang berkembang.kebijakan moneter masih dapat digunakan di negara sedang berkembang, khususnya dalam menciptakan kestabilan ekonomi di negara-negara sedang berkembang. Tetapi bentuk kebijakan harus disesuaikan dengan masalah di negara-negara sedang berkembang. Sebagian besar penawaran uang dinegara sedang berkembang merupakan penawaran uang tunai, akibatnya kebijakan moneter bukan saja bertujuan untuk mempengaruhi penawaran uang yang diciptakan oleh system perbankan namun juga mempengaruhi penawaran uang tunai dalam masyarakat. Dengan semakin banyakpenduduk dan maikn tingginya pendapatan masyarakat sebagai akibat adanya pembangunan, maka penawaran uang harus ditambah dari waktu ke waktu.di masa inflasi, penawaran uang harus dikurangi, yaitu dengan menarik uang dari masyarakat sehingga akan menurunkan pengeluarannya. Caranya dengan menaikkan tingkat bunga, kepada penyimpan deposito berjangka. Langkah ini dapat mengurangi pengeluaran rumahtangga dan dapat membantu menyediakan dana untuk digunakan dalam menananm modal. Tugas kebijakan moneter di negara-negara sedang berkembang pada umumnya lebih berat daripada di negara-negara maju, factor penyebabnya antara lain: a) Tugas untuk menciptakan penawaran uang yang cukup, sehingga
pertambahannya harus selaras denagn jalannya pembangunan, memerlukan disiplin yang kuat di kalangan penguasa moneter dan pihak pemerintah. Keadaan ini akan menimbulkan inflasi, karena penawaran uang melebihi penawaran barang. b) Bank sentral di negara-negara sedang berkembang harus lebih teliti dan berhati-hati mengawasi penerimaan faluta asing dan mengawasi kegiatan dalam sector luar negeri( ekspor impor) karena sector ini sangat mudah menimbulkan inflasi.
12
c) Tugas kebijaksanaan moneter yang lain adalah membantu mempercepat proses pembangunannya dengan cara mengembangkan badan-badan keuangan,untuk mempertinggi pembentukan modal. Pada umumnya negara sedang berkembang lebh menitik beratkan pemberian pinjaman pada sektor perdagangan, karena lebih menguntungkan dan resikonya rendah. Sedangkan sector lain yaitu sector pertanian dan industry, kurang mendapat fasilitas pinjaman karena resikonya tinggi. Oleh karena itu untuk menjamin mengalirnya uang tabungan ke sector pertanian dan industry diperlukan perhatian khusus oleh pemerintah melalui bank sentral.
5. Dampak Kebijakan Moneter dalam Pembangunan Jiwa yang terkandung di dalam Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentangBank Indonesia ini adalah bahwa kestabilan moneter merupakan prasyarat mutlak bagi dapat terlaksananya pembangunan ekonomi yang berkesinambungan, bahwa Bank Sentral perlu diberi tugas dan tanggung jawab untuk menjaga kestabilan moneter tersebut, dan bahwa tugas itu akan dapat terlaksana dengan baik hanya apabila Bank Sentral terbebas dari campur tangan pihak-pihak lain,termasuk Pemerintah. Undang-undang No. 23 tahun 1999 memang mengandung dua aspek penting yang sejalan dengan apa yang diuraikan terdahulu. Aspek pertama adalah kebebasan atau independensi yang diberikan kepada Bank Indonesia tanpa boleh
dicampurtangani oleh Pemerintah atau pihak-pihak lainnya. Independensi yang diamanatkan Undang-undang ini merupakan upaya agar Bank Indonesia, sebagai penjaga gawang kestabilan perekonomian, tetap fokus kepada upaya menjaga kestabilan rupiah dalam kondisi politik yang dapat berubah. Aspek kedua, tujuan Bank Indonesia yang lebih terfokus, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Secara bersama-sama, aspek pertama dan aspek ke dua, di satu pihak bagi Bank Indonesia akan merupakan tuntutan yang demikian berat agar kestabilan nilai
13
rupiah dapat dipelihara secara terus menerus dan di lain pihak dapat memberikan harapan yang lebih baik bagi semua pihak, termasuk dunia usaha, bahwa kepastian iklim usaha untuk masa-masa yang akan datang dapat lebih terjamin dengan stabilnya nilai rupiah. Stabilitas ekonomi makro merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dalam rangka pencapaian agenda ketiga RPJMN 2004-2009 yaitu peningkatan kesejahteraan rakyat. Stabilitas tersebut diwujudkan melalui sinergi antara kebijakan fiskal, kebijakan moneter, penguatan sektor keuangan dan sektor riil. Dari sisi kebijakan moneter, kebijakan diupayakan untuk menjaga stabilitas moneter. Tahun 2009 merupakan tahun terakhir pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009. Dalam rangka menjaga kesinambungan pembangunan yang tertuang dalam RPJMN, maka dalam tahun 2009 ini disusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014. Oleh karena tahun 2009 memperoleh landasan penyusunan RPJM 2010-2014 maka perlu diupayakan untuk mempertahankan kestabilan dan kesinambungan tingkat
pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2009 melalui upaya Penguatan Ekonomi Daerah dengan menerapkan kebijakan moneter. Penurunan ekspor dan perlambatan pertumbuhan investasi sebagai sumber pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan terus terjadi pada tahun 2009. Untuk menjaga kemerosotan pertumbuhan ekonomi, konsumsi masyarakat diupayakan untuk tetap dijaga dengan menjaga daya beli masyarakat melalui pengendalian inflasi melalui kebijakan moneter dan berbagai program pengurangan kemiskinan. Di samping itu efektifitas pengeluaran pemerintah juga ditingkatkan dengan program stimulus untuk menjaga daya beli masyarakat dan peningkatan investasi. Dengan memperhatikan pengaruh eksternal dan berbagai kebijakan yang diambil,
melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2008 dan menurunnya hargaharga komoditi dunia mendorong penurunan penerimaan ekspor nasional, pertumbuhan ekonomi tahun 2009 diproyeksikan berkisar antara 4,0 4,5 persen. D
14
Dalam bidang infrastruktur, khususnya sektor transportasi, berkurangnya anggaran pemerintah akibat krisis keuangan global mengakibatkan semakin tidak terpenuhinya kebutuhan pemeliharaan dan rehabilitasi infrastruktur transportasi. Di sisi lain, terjadi kenaikan biaya transportasi akibat terdepresiasinya nilai rupiah dan inflasi. Disini kebijakan moneter memberikan dampak yang positif dalam membangun pemulihan program pembangunan daerah daerah di Indonesia. Jika terjadi inflasi maka instrumen kebijakan moneter akan dikerahkan seperti meningkatkan fasilitas diskonto, mengetatkan pengawasan kredit selektif, melebihkan giro wajib minimum di bank bank umum (RR), serta menjual surat berharga BI.
6. Inflasi dalam Pembangunan Salah satu resiko yang paling besar dengan melalui kebijaksanaan moneter dan fiscal yang agresif adalah inflasi. Jika pemerintah memperluas peluasan kredit atau pembelanjaannya, maka harga akan naik dan akhirnya mempengaruhi stabilitas. Kenaikan tingkat harga umum ini disebut inflasi. Laju inflasi akan semakin cepat apabila masyarakat semakin tidak percaya terhadap nilai tukar uang, sehingga cenderung untuk membelanjakan setiap pendapatan yang diterimnya, dan akhirnya terjadi increasing demand. Dengan adanya increasing demand, maka harga naik, laba yang diperoleh pengusaha akan semakin besar, pasar ramai, produksi terjual, para pengusaha akan memperbesar produksinya,permintaan tenaga kerja naik, dan pembangunan lancer. Akan tetapi apabila tingkat infli terlalu tingggi, dapat megakibatkan modal/dana yang diinvestasikan menjurus pada spekulatif (lapangan kerja tidak bertambah), produksi nasional tidak bertambah. Hendaknya kebijaksanaan investasi diarahkan pada sector produktif, supaya output nasional bertambah, lapangan kerja semakin luas dan tingkat inflasi dapat dipekecil.
15
Jadi, jika inflasi terlalu tinggi akan menghambat pembangunan ekonomi. Tetapi perlu dicatat bahwa setiap pembangunan ekonomi baru akan terlaksana jika diikuti inflasi. Hal ini disebabkan dalam pembangunan ekonomi, modal atau dana yang diinvestasikan kepada bermacan-macam pabrik, dan lain sebagainya begitu besar, sedangkan antara pembangunan pabrik hingga berproduksi mempunyi tenggang waktu. Tegasnya investasi telah dilakukan tetapi produksi belum dihasilkan. Ada tiga jenis dilihat dari penyebabnya, yaitu : 1. Demand full inflation, muncul apabila permintaan meningkat lebih cepat dari pada penwaran output nyata. Harga naik akibat tidak seuainya permintaan dan penawaran. 2. Inflasi dorong ogkos ( cost-push inflation ) terjadi jika hrga terdorong naik (tanpa permintaan), akibat permintaan kenaikan balas jasa dari segolongan masyarakat. 3. Inflasi dalam bentuk structural, jika kesulitan secara fisik dalam produksi tidak dapat memenuhi permintaan. Inflasi dapat menaikan ratio investasi.
Di antara para perencana pembangunan terdapat suatu pertentangan pendapat tentang inflasi. Pertentangan pendapat tersebut dikenal dengan Perbedaan dintara golongan monoteris dan strukturalis( the monotaris-struktural controversy). Golongan monoteris menganggap bahwa inflasi disebabkan oleh ekspansi moneter, yaitu kelebihan penawaran uang dan pemintaan agregat masyarakat. Pandangan ini sesuai dengan teoi konvensionl, yaitu apabila pemintaan terus bertambah sedangkan kapasitas untuk memproduksi barang-barang telah mencapai tingkat maksimum berarti penawaran tidak ditambah lagi maka inflasi akan terjadi. Keinginan untuk mempercepat lajunya pembangunan telah mendorong negara-negara sedang berkembang melaksanakan ekspansi moneter yang berlebih-lebihan. Ekspansi
16
moneter pemerintah.
Golongan monoteris tidak menyetujui kebijaksanaan yang demikian dilaksanakan dan menyarankan agar kebijaksanaan mempercepat pembangunan bukan dengan ekspansi moneter seperti diatas, tetapi dengan pengaliran tabungan yang diciptakan oleh masyarakat dan badan-badan keuangan pemerintah dan para pengusaha. Jadi kebijaksanaan defiit dalam anggaran belanja tidak dibiayai dari mencetak uang, tetapi dengan menaikkan tabungan pemerintah dan mengadakan perubahan pada sistem perpajakan. Sedangkan golongan monoteris berpendapat bahwa inflasi di negara sedang berkembang disebabkan oleh kelemahan dalam struktur ekonominya. Menurut golongan strukturalis, walaupun dalam masyarakat tidak ada ekspansi moneter, inflasi dapat terjadi. Sumber inflasi bukanlah sebagai akibat ekspansi moneter, tetapi karena pada umumnya sistem perekonomian negara-negara sedang berkembang tidak sanggup memenuhi tambahan permintaan yang berlaku sebagai akibat perubahan dalam menghadapi inflasi
golongan strukturalis tidak setuju dengan kebijaksanaan yang diusulkan oleh kaum moneteris, yaitu pemerintah harus mengekang dirinya dari menciptakan ekspansi moneter dari aggaran belanja deficit dan kebijaksanaan moneter yang longgar. Seperti telah dijelaskan, menurut golongan monoteris , kebijaksanaan pembangunan tidak boleh dijalankan dengan ekspansi moneter yang berlebih-lebihan, karena akan memperburuk inflasi dan menghambat pembangunan ekonomi. Golongan stukturalis sebaiknya berpendapat bahwa kebijaksanaan yang diusulkan golongan monoteris tidak dapat menciptakan dana yang diperlukan untuk meningkatkan penanaman modal dan oleh sebab itu akan menghambat lajunya pembangunan dan memperburuk masalah pengangguran.
17
DAFTAR PUSTAKA Pohan, Aulia. 2008. Potret Kebijakan Moneter Indonesia: Seberapa Jauh Kebijakan Moneter Mewarnai Perekonomian Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Irawan, Suparmoko. 1997. Ekonomika Pembangunan edisi 5. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta Suryana. 2000. Ekonomi Pembangunan: Problematika dan Pendekatan. Jakarta: Salemba Empat
18