Anda di halaman 1dari 4

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Isu dan permasalahan perempuan dan anak bersifat kompleks dan lintas sektoral. Dikatakan kompleks karena banyaknya faktor yang saling terkait sebagai penyebab rendahnya kualitas hidup perempuan dan anak. Sementara disebut isu lintas sektoral karena permasalahannya terdapat di hampir semua sektor, dan karenanya, penanganan permasalahan tersebut harus melibatkan seluruh sektor pembangunan. Menyadari hal tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP dan PA) yang merupakan lembaga pemerintah yang diberi amanat dan tugas serta tanggung jawab dalam menangani pembangunan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak, telah menetapkan visi, misi, tujuan dan sasaran sebagai panduan untuk menangani isu dan permasalahan kesenjangan gender, perempuan dan anak. KPP dan PA telah menetapkan tujuh sasaran yang harus dicapai, yaitu: 1) Terwujudnya kebijakan peningkatan kualitas hidup perempuan; 2) Terwujudnya kebijakan pembangunan perlindungan perempuan; 3) Terwujudnya kebijakan pembangunan perlindungan anak; 4) Terwujudnya kebijakan pembangunan yang responsif gender; 5) Terwujudnya kebijakan pemberdayaan lembaga masyarakat dalam pembangunan PP dan PA; 6) Terwujudnya pernjanjian antar lembaga; dan 7) Terwujudnyatata kepemerintahan yang baik. Ukuran keberhasilan kinerja KPP dan PA dilihat dari sejauhmana sasaran-sasaran tersebut tercapai. Untuk melihat sejauhmana sasaran-sasaran tersebut tercapai, perlu dilakukan evaluasi terhadap hasil pencapaian tersebut, yang dituangkan ke dalam suatu laporan yang disebut Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).

LAKIP merupakan tahun terakhir dari periode lima tahunan Rencana Strategis 2005-2009 KPP dan PA. Penyusunan LAKIP ini dimaksudkan sebagai bentuk kewajiban KPP dan PA untuk mempertanggungjawabkan tujuan dan sasaran serta rencana kinerja yang telah ditetapkan dalam Renstra, Rencana Kinerja Tahun 2009 dan Penetapan Kinerja Tahun 2009. LAKIP ini juga dapat dijadikan sebagai feed back yang berharga dalam memperbaiki kinerja KPP dan PA di masa mendatang. B. Kedudukan, Tugas dan Fungsi

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara RI, maka kedudukan, tugas, fungsi, dan struktur organisasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak adalah sebagai berikut: 1. Kedudukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dipimpin oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. 2. Tugas Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan melakukan koordinasi di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. 3. Fungsi Dalam menjalankan tugasnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyelenggarakan fungsi: a. perumusan kebijakan nasional di bidang pemberdayaan perempuan dan peningkatan perlindungan anak; b. koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan perempuan dan peningkatan perlindungan anak;

c. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya; d. pengawasan atas pelaksanaan tugasnya; dan e. penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden. C. Struktur Organisasi

Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, telah ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI Nomor P.01/MenegPP/V/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Menurut peraturan ini, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dibantu oleh 1 (satu) Sekretaris Kementerian dan 5 (lima) Deputi sebagai pejabat Eselon I, yaitu: 1. Deputi I Bidang Pengarusutamaan Gender;

2. Deputi II Bidang Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan; 3. Deputi III Bidang Perlindungan Perempuan; 4. Deputi IV Bidang Perlindungan Anak; dan 5. Deputi V Bidang Pemberdayaan Lembaga Masyarakat. Selain itu, pejabat setingkat Eselon I yang lain adalah Staf Ahli Menteri (SAM) dengan jumlah sebanyak 4 (empat) orang pejabat. Total pejabat Eselon I adalah sebanyak 10 orang. Setiap unit kedeputian merupakan Satuan Kerja (Satker) pelaksana kegiatan dan pengelola anggaran, sedangkan dalam Satker Sekretariat Kementerian terdapat tiga Biro setingkat eselon II, yaitu: (1) Biro Umum; (2) Biro Hukum, Humas dan Tata Usaha; dan (3) Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri. Setiap satker kedeputian terdapat 5 (lima) unit kerja setingkat Eselon II, yaitu Asisten Deputi. Selain itu, juga terdapat unit kerja Inspektorat, yang berfungsi sebagai pengawasan internal KPP dan PA. Dengan demikian, total unit kerja setingkat eselon II adalah 29 (dua puluh sembilan) unit kerja.

D.

Fokus dan Tantangan

Dengan memperhatikan luasnya cakupan dan beratnya substansi yang memerlukan pengelolaan secara intensif dan ekstensif, maka pembangunan di bidang pemberdayaan perempuan dan anak bersifat lintas keilmuan dan lintas bidang pembangunan (cross-cuting issues). Pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak yang ingin dicapai antara lain dapat dilihat dari 2 (dua) sisi, yaitu (a) sisi peningkatan kualitas hidup perempuan dan kesejahteraan anak; (b) sisi perbaikan kedudukan dan peran perempuan dalam pengaturan dan pengambilan keputusan, baik di ranah kehidupan berumah tangga, bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara. Sementara itu, tantangan yang dihadapi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak antara lain adalah: a. Status kementerian negara non-portofolio tidak memiliki kewenangan menjadi pelaksana kegiatan secara operasional di lapangan; b. Banyaknya titik singgung yang membentuk grey area dalam bidang, sasaran, dan ranah (domain) yang menjadi tugas, fungsi, dan wewenang Kementerian Pemberdayaan diberdayakan Perempuan juga menjadi lainnya dan target sesuai Perlindungan sasaran bidang Anak dengan kementerian/lembaga lain, karena perempuan sebagai warga negara yang akan program pembangunan dari kementerian/lembaga masing-masing

kementerian/lembaga; dan c. Kementerian negara non-portofolio kurang memiliki posisi tawar dengan kementerian/lembaga lain dilihat dari daya, dana, sarana, dan kewenangan yang dimilikinya.

Anda mungkin juga menyukai