Anda di halaman 1dari 10

UNDANGAN MUSYAWARAH ADAT | Aplikasi Manajemen Suku dan Pemberdayaan Hukum Adat Dalam Hukum Nasional | Solok 24-25

Maret 2012
by Aslim Nurhasan on Thursday, March 15, 2012 at 11:30am ( http://www.facebook.com/events/333255550020057/ )

UNDANGAN

Bismillaahirrahmaanirraahiem, Assalamualaikum Warahmatullaahi Wabarakatuhu,

Solok Saiyo Sakato [S3] Jakarta dan Sekitarnya, Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Provinsi Sumatera Barat, Pemerintah Kabupaten Solok, Pemerintah Kota Solok, Kabupaten Solok Selatan, insya ALLAH akan mengadakan

MUSYAWARAH ADAT Aplikasi Manajemen Suku dan Pemberdayaan Hukum Adat dalam Hukum Nasional, pada: Hari/Tanggal : Sabtu-Minggu, 24-25 Maret 2012 Tempat : H01-Gedung Kubuang Tigo Baleh, Kota Solok H02-Gedung Solok Nan Indah, Koto Baru, Kab. Solok Jam : 0800WIB-selesai Sehubungan dengan itu, besar harapan kami kiranya Bapak/Ibu dapat meluangkan waktu, mengayunkan tangan, melangkahkan kaki guna menghadiri musyawarah yang bersejarah ini. Atas kehadiran Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum Warahmatullaahi Wabarakatuhu,

Solok, 13 Maret 2012 TERTANDA Ir H Irwansyah | Ketua Panitia Pelaksana Irjen Pol (Purn) Drs H Marwan Paris MBA DT Maruhun Saripado | Ketua S3 Jakarta & Sekitarnya Drs M Sayuti MPd DT Rajo Panghulu | Ketua LKAAM SUMBAR Drs H Syamsu Rahim | Bupati Solok H Irzal Ilyas DT Lawik Basa | Walikota Solok H Muzni Zakaria MEng Inyiak DT Rangkayo Basa | Bupati Solok Selatan ----------Catatan

Mohon berkenan memakai Pakaian Adaik sesuai Peran dan Fungsi di Nagari masing-masing. Mohon berkenan konfirmasi kehadiran melalui SMS kepada Ibu Yevni Delfitri +6281384877264 Bapak Letjen TNI (Pur) Ir H Azwar Anas DT Rajo Sulaiman, Bapak Jenderal Polisi (Purn) Prof. Dr. Drs Awaludin Djamin MPA, Bapak Drs H Fahmi Idris, Bapak DR Oesman Sapta DT Rajo Sutan Nan Kayo, H Irman Gusman SE MBA DT Rajo Nan Labiah, Bapak H Gamawan Fauzi SH MM DT Rajo Nan Sati, Bapak Prof dr Fasli Jalal Phd, serta Pituo dan Tokoh-tokoh Perantau lainnya, insyaALLAH akan hadir dalam MUSYAWARAH ADAT. Agenda:

H01 Sabtu, 24 Maret 2012 S01 (0800) PENYAMBUTAN TAMU


Silek Galombang & Musik Minangkabau, Registrasi, T-Tangan Spanduk Kesepakatan Bersama

S02 (0900) PEMBUKAAN


Pembacaan Ayat Suci DAN Sari Tilawah, Lagu Minangkabau, Pidato Adaik Pasambahan Siriah, Laporan Ketua Panitia

S03 (0930) SAMBUTAN-SAMBUTAN S04 (1110) DIALOG TOKOH S05 (1230) SHALAT DZUHUR dan Makan Siang S06 (1330) PANEL DISKUSI

Komisi 1: Restorative Justice Komisi 2: Otonomi Nagari Komisi 3: Aplikasi Manajemen Suku

S07 (1530) SHALAT ASHAR dan Rehat S08 (1600) DISKUSI PANEL lanjutan S09 (1830) SHALAT MAGHRIB, ISYA dan Makan Malam (2000) PEMBAGIAN KOMISI

H02 Minggu, 25 Maret 2012 S01 (0900) SIDANG KOMISI


Komisi 1: Aplikasi Manajemen Suku dan SIMULASI Komisi 2: Restorative Justice dan SIMULASI Komisi 3: Otonomi Nagari dan SIMULASI

S02 (1230) SHALAT DZUHUR dan Makan Siang S03 (1330) Lanjutan KOMISI / SIMULASI S04 (1600) SHALAT ASHAR dan Rehat S05 (1630) Pembacaan Kesepakatan Penanda-tanganan Kesepakatan S06 (1800) SHALAT MAGHRIB S07 (1900) PENUTUPAN

Seni Budaya Minangkabau, Pembacaan Rumusan Kesepakatan, Penyerahan Sertifikat Peserta, Pidato Adaik Maurak Selo

----------------------------MUSYAWARAH ADAT Aplikasi Manajemen Suku dan Pemberdayaan Hukum Adat Dalam Hukum Nasional Solok 24-25 Maret 2012 A. LATAR BELAKANG

Nagari adalah Negara kecil, atau Dorps republic dalam definisi Ter Haar karena sebagai masyarakat adat, nagari memiliki atribut-atribut Negara : teritori, warga, aturan / hukum (laws) dan pemerintahan. Dalam ungkapan lain, nagari mempunyai alat seperti parik paga nagari dan pengadilan nagari dengan mekanisme menjalankan hak atau kewenangan menggunakan kekerasan (coercion) dalam wilayah hukumnya (Zetra, 2005). Nagari adalah system yang sifatnya mandiri (otonom) seperti cirri-ciri khas yang terdapat pada masyarakat bersuku (tribal society) demi kepentingan survival dan pelestarian nilai-nilai dari masing-masing nagari. Ikatan luhak dan Alam terutama adalah ikatan totemis dan kosmologis yang mempertemukan antara nagari-nagari itu dan mengikatnya menjadi kesatuan emosional-spiritual. Oleh sebab itu orang minang dahulunya secara sadar membedakan antara kesatuan territorial-konsanguinal dalam bentuk nagari-nagari ini dengan kesatuan totemis-kosmologis itu (Naim, 1990 dalam zetra, 2005). Dalam konsep nagari yang penting adalah hubungan kedalam yaitu adanya suku, adat dan asal usul, sedangkan kedua, adalah hubungan keluar berupa bangsa dan budaya (Zetra, 2005). Hubungan Nagari-Negara System Negara modern telah mereduksi kedaulatan (otonomi) masyarakat adat terutama terhadap wilayahnya (sumber daya alam). Hal tersebut sebagai konsekuensi dari komitmen kebangsaan Negara bangsa, termasuk Negara kesatuan Republik Indonesia. Secara factual kondisi membuat setiap kesatuan masyarakat adat menjadi tidah sepenuhnya otonom seperti sebelumnya (Kurniawarman, 2007). Menurut Moore (1983) dalam kurniawarman (2007) dalam perspektif hukum dan perubahan social; ketidakmutlakan otonomi suatu kelompok itu disebut dengan istilah semi-autonomous social field. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tentunya kita tidak mempersoalkan kondisi tersebut. Namun, yang menjadi masalah adalah bagaimana nasib masyarakat adat dalam kehidupan bernegara. Acapkali keberadaan Negara menjadi ancaman terhadap masyarakat adat sehingga persaingan terjadi. Persaingan paling banyak terjadi pada isu agraria (sumber daya alam) dan penerapan penyelesaian sengketa. Soal tanah dan sumber daya alam bahkan seperti momok yang menakutkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara hari ini. Sumber persaingan ini tidak terlepas dari pernyataan dalam berbagai hukum Negara : bahwa hak-hak tradisional masyarakat hukum adat itu tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, berdasarkan persatuan bangsa. Pernyataan ini merupakan suatu a priori yang mengandung kecurigaan Negara atas hukum adat. Pernyataan ini seolah-olah masyarakat adat bukan bagian dari kepentingan nasional (Bahar, 2005). Cara pandang tersebut berakibat pada pembatasanyang kadangkala tidak rasionalhak masyarakat adat dan hukum adatnya oleh hukum nasional. Hukum tentang sumber daya alam

adalah contoh pembatasan tersebut sehingga mengaburkan hak ulayat dalam berbagai sector sumber daya alam. Yang paling ekstrim adalah penghilangan hak-hak tradisional masyarakat adat, seperti pencabutan peradilan adat (peradilan swapraja) dan pemberlakuan system pemerintahan desa yang sentralistik di masa orde baru. Oleh sebab itu, dalam era reformasi saat ini, posisi masyarakat adat terutama nagari perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak termasuk pemerintah pusat dan daerah. Era ReformasiEra Kambali Ka Nagari Desentralisasi system pemerintahan di Indonesia membuka keran-keran penyumbat manifestasi kelembagaan lokal dan hak-hak tradionalnya (terutama hak ulayat). Lahirnya UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diganti dengan UU No. 32/2004 menjadi momentum yuridis untuk itu. Provinsi Sumatera Barat adalah daerah yang paling banyak memanfaatkan momentum tersebut, yaitu dimulai sejak pengundangan Perda Provinsi Sumatera Barat No. 9/2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari (Perda 9/2000) sebagaimana diganti dengan Perda Sumatera Barat No. 2/2007 (Perda 2/2007) kemudian disebut Perda Nagari. Perda Nagari adalah upaya penataan ulang sistem nagari setelah hampir 32 tahun terpasung dengan system pemerintahan desa di masa Orde baru lazim disebut semangat kambali ka Nagari.[1] Perda nagari membentuk pemerintahan nasional terendah di Sumatera barat sekaligus bertemu dengan struktur asli masyarakat adat Minangkabau. Dalam hal ini, struktur adat bertemu dengan struktur nasional. Selain itu, Perda Nagari juga mencoba memperkuat hakhak tradisional nagari, salah satunya pengakuan hak ulayat. Secara lebih konkrit, Perda Nagari menempatkan tanah ulayat sebagai kekayaan nagari yang pengaturannya dijabarkan lebih lanjut dalam Perda No. 6/2008 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannyakemudian disebut Perda tanah ulayat. Dua perda tersebut diatas mempunyai peran penting untuk revitalisasi nagari dalam system hukum nasional. Nagari dengan hak-hak tradisionalnya dipertemukan dengan system modern Negara. Perda nagari telah berhasil mendorong pemerintahan kabupaten untuk menerapkan system nagari dengan perda-perda kabupatennya, namun sayang; tidak begitu halnya dengan perda tanah ulayat, walaupun sebenarnya dua perda ini penting untuk membangun kembali nagari sebagai subjek dan tanah ulayatnya sebagai wilayah (objek) dan hak ulayat sebagai hubungan hukumnya. Menyikapi hal diatas, organisasi perantau Solok Saiyo Sakato, Pemerintah Kabupaten Solok, Pemerintah Kota Solok dan Pemerintah Kabupaten Solok Selatan berinisiatif menyelengarakan semiloka aplikasi manajemen suku dan pemberdayaan hukum adat dalam hukum nasional untuk mengkaji tantangan dan peluang pemberdayaan nagari pada khususnya dan revitalisasi nilai-nilai adat dalam kerangka kehidupan berbangsa dan bernegara. 1. B. PERUMUSAN MASALAH

Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah (ABS-SBK) adalah ungkapan filosofi dan tataran adat budaya Minangkabau yang dinilai sebagai komunitas atau suku yang unik dan disegani, baik pada tataran nasional maupun regional. Namun fisolofi dan tataran tersebut makin lama makin mengalami destorsi dan terdegradasi. Selain akibat dinamika dan pengaruh globalisasi, tekanan ekonomi dan sosial juga disebabkan dinamika sosial masyarakat Minangkabau sendiri. Gejala yang paling menonjol adalah menipisnya

pemahaman, penghayatan dan kepedulian generasi muda, termasuk intervensi dan tekanan ekonomi terakait dengan makin menonjolnya kosumerisme masyarakat Indonesia termasuk Minangkabau. Namun demikian diyakini bahwa hampir seluruh tokoh masyarakat, ninik mamak, cadiek pandai dan alim ulama dan sebagian besar masyarakat Minangkabau masih sepakat untuk tetap melanggengkan atau melestarikan bahkan berkeinginan untuk mengangkat kembali nilai-nilai luhur budaya Minangkabau. Salah satu indikasi adalah penyelenggaraan musyarah adat yang membahas manajemen suku di Koto Baru pada 18 dan 19 Januari 2005 yang berhasil menyepakati Deklarasi Koto Baru, Solok 2005. C. TUJUAN 1. Menyusun konsep aplikasi manajemen suku dalam upaya revitalisasi dan pemberdayaan Nagari (masyarakat adat). Tindak lanjut Deklarasi Koto Baru, Solok 2005 dengan action plan. 2. Merancang konsep dan strategi penguatan hukum adat dalam kerangka hukum nasional terutama dalam isu; agraria (sumber daya alam), penyelesaian konflik dan tata pemerintahan nagari. 3. Pemuatan peran dan komitmen pemerintah baik pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum dan keamanan serta pemangku kebijakan yang berkaitan dengan masalah pertanahan. 4. Revitalisasi dan reposisi peran Ninik Mamak dan Pemangku Adat yang lebih berdaya, lebih berwibawa dan proporsional sesuai dengan manajamen suku dan hukum adat dan etika kepemimpinan Ninik Mamak 5. Penguatan silaturahim antara perantau dengan pemerintah daerah serta masyarakat yang berada di ranah D. CAKUPAN

Cakupan Musyawarah Adat ini adalah masyarakat adat Minangkabau baik di ranah maupun di rantau. Kegiatan ini bermanfaat bagi upaya pemberdayaan nagari (melibatkan tiga pilar ninik mamak, alim ulama dan cadiek pandai), birokrat, akademisi praktisi dan masyarakat luas. E. WAKTU DAN TEMPAT : : 24-25 Maret 2012, 0800WIB-selesai H01-Gedung Kubuang Tigo Baleh, Kota Solok

Waktu Tempat

H02-Gedung Solok Nan Indah, Solok

F.

PENYELENGGARA

Musyawarah Adat dilaksanakan oleh organisasi perantai Solok Saiyo Sakato (S3), LKAAM Sumatera Barat, Pemerintah Kabupaten Solok, Pemerintah Kota Solok dan Pemerintah Kabupaten Solok Selatan.

G.

STRUKTUR PANITIA

Struktur kepanitian terdiri dari; Panitia Pengarah (steering Committee) dan panitia Pelaksana (Organizing Committee). Ketua Panitia pengarah Saripado Ketua panitia pelaksana : Irjen Pol (Purn) Drs. H. Marwan Paris MBA Dt. Maruhun

: Ir. H. Irwansyah

H. No

MATERI DAN NARASUMBER

Materi Narasumber Institusi 1. Praktik ABS-SBK masa kini dan harapan masa datang. Seberapa jauh praktek ABS-SBK yang hidup dalam masyarakat kita (das sein). Apakah kondisi seharusnya (das sollen) bisa dijadikan harapan di masa depan? Refleksi ABS-SBK dalam pemberdayaan nagari.

Buya H. Masoed Abidin Ulama

2. Aplikasi Manajemen Suku. Struktur pemerintahan adat Ampek Jinih dan sistem pengambilan keputusan musyawarah mufakat, berjenjang naik bertangga turun. Bagaimana aplikasinya dengan misi dan sasaran revitalisasi manajemen suku itu sendiri. Pernanan KAN dalam nagari.

Drs M Sayuti MPd Dt Rajo Panghulu LKAAM SUMBAR 3.Peluang penerapan hukum adat dalam penyelesaian perkara pidana Prof Elwi Daniel SH MH Fakultas Hukum Universitas Andalas 4 Peran kepolisian untuk mendorong penerapan hukum adat dalam penyelesaian perkara pidana Brigjen Pol Drs Wahyu Indra Pramugari SH MH POLDA Sumatera Barat 5 Otonomi Nagari dalam kerangka sistem hukum nasional DR Kurniawarman SH MHum Fakultas Hukum Universitas Andalas 6 Nagari dalam sistem Tata Negara Indonesia Charles Simabura SH MH Fakultas Hukum Universitas Andalas 7 Pengelolaan Sumber Daya Alam berbasis Nagari : Peluang dan Tantangannya Nurul Firmansyah SH Perkumpulan Qbar 8 UU Agraria dan Program BPN serta implikasinya terhadap tatanan harta pusaka dan sistem pertanahan di Sumatera barat Anjar Setiawan SH

Badan Pertanahan Nasional (BPN) I. KOMISI-KOMISI: 1. Aplikasi Manajemen Suku. 2. Otonomi Nagari (SDA, tanah ulayat, ekonomi nagari, pemerintahan nagari). 3. Restorative Justice: Peran Pemangku Adat dalam penyelesaian perkara.

J. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

PESERTA Wali Nagari se- Kabupaten Solok, Kota Solok, dan Kabupaten Solok Selatan Ketua KAN se- Kabupaten Solok, Kota Solok, dan Kabupaten Solok Selatan Bundo kanduang se- Kabupaten Solok, Kota Solok, dan Kabupaten Solok Selatan Camat se- Kabupaten Solok, Kota Solok, dan Kabupaten Solok Selatan LKAAM kecamatan se- Kabupaten Solok, Kota Solok, dan Kabupaten Solok Selatan Bupati Solok, Walikota Solok dan Bupati Solok Selatan Ketua DPRD Kabupaten Solok, ketua DPRD Kota Solok dan DPRD kabupaten Solok Selatan 8. LKAAM Kabupaten Solok, Kota Solok dan Kabupaten Solok Selatan. 9. Tokoh masyarakat (Rantau )

10. Tokoh Pemuda, 11. LKAAM Kabupaten dan kota se-Sumatera Barat 12. Bupati, Walikota se-Sumatera Barat 13. Ketua DPRD se-Sumatera Barat. [1] Dalam pembahasan Ranperda Pemerintanah Nagari Tahun 2000, Gubernur Sumatera Barat menyampaikan nota yang menyebutkan bahwa model pemerintahan desa yang seragam dan sentralistik kurang memperhatikan kepentingan-kepentingan bersama masyarakat di daerah. Di samping itu, pemerintahan desa membuat renggangnya ikatan-ikatan sosial yang memudahkan konflik mengenai tanah ulayat, harta pusaka dan batas teritorial. Hal ini karena ada pemisahan antara urusan administrasi oleh pemerintah desa dengan urusan adat Kerapatan Adat Nagari (KAN). Lihat Rikardo, Pengakauan Hukum Terhadap Masyarakat Adat di Indonesia RIPP / UNDP, hal 172.

Anda mungkin juga menyukai