A. Latar Belakang Ada dua campuran pereaksi cukup berbeda yang bisa digunakan untuk melangsungkan reaksi ini. Walaupun pada kenyataannya kedua pereaksi sebanding secara kimiawai. Penggunaan larutan iodin hidroksida dan natrium hidroksida. Metode ini adalah metode yang lebih jelas secara kimiawai. Larutan iodin dimasukkan ke dalam sedikit alkohol, diikuti dengan larutan natrium hidroksida secukupnya untuk menghilangkan warna iodin. Jika tidak ada yang terjadi pada kondisi dingin, maka campuran mungkin perlu dipanaskan dengan sangat perlahan. Hasil positif dari reaksi adalah timbulnya endapan triiodometana (sebelumnya disebut iodoform) yang berwarna kuning pucat pasi CHI3. Selain berdasarkan warnanya, iodoform juga bisa dikenali dengan baunya yang sedikit mirip bau obat. Triiodometana digunakan sebagai sebuah antiseptik pada berbagai plaster tempel, misalnya yang dipasang pada luka-luka kecil. Penggunaan larutan kalium iodida dan natrium klorat(I), Natrium klorat(I) juga dikenal sebagai natrium hipoklorit. Larutan kalium iodida ditambahkan ke dalam sedikit alkohol, diikuti dengan penambahan larutan natrium klorat(I). Lagi-lagi, jika tidak ada endapan yang terbentuk pada kondisi dingin, mungkin diperlukan untuk memanaskan campuran dengan sangat perlahan. Hasil positif dari reaksi adalah endapan berwarna kuning pucat sama seperti sebelumnya. Hasil-hasil reaksi triiodometana (iodoform)
Hasil positif endapan kuning pucaat dari triiodometana (iodoform) dapat diperoleh dari reaksi dengan alkohol yang mengandung kelompok gugusgugus CH3CHOH-R R bisa berupa sebuah atom hidrogen atau sebuah gugus hidrokarbon (misalnya, sebuah gugus alkil). B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana cara kerja pembuatan iodoform ? 2. Mengetahui kesesuaian hasil antara hasil teoritis dan hasil praktis ? 3. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kesalahan secara teknis dalam pembuatan iodoform ? 4. Berapa titik lebur yang didapat dari pembuatan iodoform ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui cara pembuatan bahan dasar obat khususnya iodoform, karena iodoform merupakan salah satu bahan untuk pembuatan obat. 2. Agar dapat memahami reaksi-reaksi yang terjadi dalam pembuatan iodoform. 3. Agar lebih dapat mengetahui sumber-sumber kesalahan yang dapat terjadi dalam pembuatan iodoform. 4. Untuk mengetahui fungsi atau kegunaan iodoform dalam kehidupan seharihari. 5. Mendapatkan perbandingan antara hasil praktis dan hasil teoritis.
sherds of filter paper. Etc which should not be mistaken for iodoform0 Do not heat longgrer than necessary and avoid actual boiling if possible. When enough solvent ( about 40 cc ) has beeb added to dissolved all the iodoform at the boilling point of the solution, add about 2 cc. Additional solvent, the filter the hot solution through a fluted filter paper, using a funnel previously warmed over the hotplate or steam-bath. Caucation-donot inhale the vapor from the solution. Cover the filtrste solution an set aside to cool slowly. In 15 minuters add about 25 cc. Of water, meanwhile stirring vigorously to completely precipitate the iodoform, the filter with the buchner funnel. Wash the crytals on the funnel with a few drops of cold alcohol ( cut of suction during the washing ). Remove the crystals from the filter paper and spred them on a fresh, dry piece of filter paper. The best way to remove paper, etc. From the Buchner funnel is to hold it over a clean filter paper and blow gently through the stem. The end of the funnel-stem should first be washed so that no chemical can get on the lips. Any crystals remaining in the funnel are removed with knife or spatula. The crystals are to be placed in the desicator. Place an identification slip in the desiccator. Products in course of preparation should alway be labeled; do not rely on the memory. The bottom desiccator should contain granules of calcium chloride to a depth of about 15 mm. The melting point and weight of the preparation will be determined after it is dry, at the next laboratory period, for directions for melting point determination see. Axpt. 4. Submit the product in a sample bottle, properly labeled (see Expt. 18, p.46).
: CHI3 : 1200C
menguap pada temperatur kamar, bila diraba seperti beermintyak, dengan uap air akan menguap. Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air
1 gram larut dalam : -60 ml Alkohol dingin -16 ml Alkohol panas - 10 ml Kloroform - 7,5 ml eter - 80 ml Glycerol - 3 ml Karbon disulfida - 34 ml minyak atsiri Kegunaan : - Antibakteri lokal
- Antiseptik topikal - Anastetik - Injeksi pada Tuberculosa ostro mylitis atau lymphademitis. - Peroral untuk Anestesi omoeliasi dan digunakan sebagai subtitusi Iodida dalam penyakit syphillis sebagai disenfektan ringan. Bahaya : - Sistem Opthalmik Pemakaian dalam jangka waktu yang lama Orang-orang yang hipersensitif terhadap Iodoform Pemakai yang berlebihan dapat mneyebabkan gejala-gejala dermatitis, malaisi, anorexia, sakit kepala, tachycardia, tekanan darah rendah
5
B. MEKANISME REAKSI Iodoform pertama kali disiapkan oleh Georges Serrulas tahun 1822 dan rumus molekul diidentifikasi oleh Jean-Baptiste Dumas pada 1834. Hal ini disintesis dalam reaksi oleh haloform reaksi yodium dan sodium hidroksida dengan salah satu dari empat jenis senyawa organik: (i) metil keton: CH3COR, asetaldehida (CH3CHO), etanol (CH3CH2OH), dan alkohol sekunder tertentu ( CH3CHROH, di mana R adalah alkil atau aril grup).
CH3
CH3 + 3/2 I2
CH3
Cl3 + H2O
Reaksi yodium dan basa metil keton dengan begitu dapat diandalkan, bahwa "iodoform test" (munculnya endapan kuning) digunakan untuk menyelidiki kehadiran metil keton. Ini juga terjadi ketika pengujian untuk alkohol sekunder (metilalkohol). Beberapa reagen (misalnya Hidrogen iodida) iodoform untuk mengkonversi diiodomethane. Juga konversi karbon dioksida adalah mungkin: berair Iodoform bereaksi dengan perak nitrat untuk menghasilkan karbon monoksida, yang teroksidasi oleh campuran asam sulfat dan iodin pentaoxide.
C. BAHAN DAN ALAT BAHAN 1. Iodium ; I2 BM Kelarutan : 253.80 : sangat sukar larut dalam air; mudah larut dalam
karbon disulfida, dalam kloroform, dalam karbon tetraklorida dan dalam eter; larut dalam etanol dan dalam larutan iodida; agak sukar larut dalam glyserin. TD TL Warna : 185.24 0C : 113.60 0C : kristal berwarna violet hitam sampai agak
kecoklatan, berkilau seperti metal. BJ Jumlah Kegunaan : 4.93 (250C) : 5 gram : banyak dipakai sebagai katalisator dalam reaksi
alkalis dan kondensasi. Juga dipakai sebagai antiseptik, reagen analisa radio isotop, pengolahan air minum dan pengobatan. Bahaya : amat beracun. Dosis tertentu dapat mengiritasi
kulit. Pemakaian oral jangka panjang dapat menyebabkan iodism, sakit perut, muntah, diare. Literatur : Farmakope Indonesia Edisi III dan IV
dengan eter dan dengan kloroform. TD TL Warna BJ : 56.48 0C : -94.6 0C : cairan tidak berwarna, berbau sperti mentol. : 0.7972
: 5 gram : pelarut dan pereaksi : amat mudah terbakar, iritan dan namkotis. Uap
aseton menyebabkan mati rasa, kontak kulit berkali-kalu menyebabkan dermatitis, sedangkan onhalasi menyebabkan pusing, mau
muntah/pingsan. Efek kronis dapat merusak ginjal dan hati. Literatur Edisi III 3. Natrium Hidroksida ; HaOH BM Kelarutan : 40.00 : mudah larut dalam air, dalam etanol. A g NaOH : Merck Index Edisi VII dan Farmakope Indonesia
larut dalam 0.9 ml air; 0.3 ml air panas; 7.2 ml absolut alkohol; 4.2 ml methanol. TD TL Warna pelet/flakes. BJ Jumlah Kegunaan : 2.30 : 17 ml : sebagai pemberi suasana basa pada pembuatan : 1390 0C : 3180C ; Padatan putih, tidak berbau, berentuk
iodoform ini dan dapat melembutkan kulit. Bahaya : amat korosif. Bila kontak dengan mata maka
akan terjadi iritasi, dapat mengakibatkan kebutaan; koyak kulit dapat terjadi luka bakar, borok yang dalam. Hirup debunya mengakibatkan radang saluran nafas dan paru-paru.
Literatur
4. Etanol ; C2H5OH BM Kelarutan : 46.07 : bercampur dengan air dan praktis bercampur
TD TL Warna terbakar pada lidah. BJ Jumlah Kegunaan dan pelarut organik. Bahaya :
: 78 0C : -114 0C : cairan jernih, berbau khas dan menyebabkan rasa : 0.812 0.816 : 35 ml : antiseptic topical, adstringent, angina pectoralis
Diminum menyebabkan mabuk, halusinasi, pusing, muntahmuntah. Jangka panjang menyebabkan kegemukan dan penyakit jantung. Bersifat karsinogenik, tertogenik, mempengaruhi sistem
reproduksi. Manusia, mengubah indek fertilisasi wanita. Mudah terbakar. : Merck Index Edisi VII dan farmakope Indonesia
Literatur Edisi IV
ALAT 1 .Beaker glass 400 ml 2.Batang Pangaduk 3.Corong Buchner dan labu Hisap 4.Cawan Petri 5.Corong Kaca 6.Labu erlemeyer 200 ml 7.Gelas Ukur 25 ml 8.Gelas Ukur 100 ml :1 :1 :1 :1 :1 :1 :1 :1
:3 :1 :1 :1
1. Timbang aseton sebanyak 5 g pada gelas arloji setangkup dan ukur air 5 ml kemudian dimasukkan kedalam labu erlemeyer 200 ml kemudian tambahkan 5 g Iodium lalu dikocok 2. Larutan NaOH 2 N ditambahkan sedikit demi sedikit dgn terus menerus dikocok sampai larutan yg bewarna cokelat berubah menjadi endapan kuning (bila larutan bewarna cokelat muda sebaiknya penambahan NaOH menggunakan pipet tetes. 3. Setelah terdapat endapan kuning segera tambahkan air 25 ml air ke dalam erlemeyer kemudian endapan kuning disaring dgn corong Buchner 4. endapan dicuci dgn air sampai bebas NaOH. 5. Lakukan Rekristalisasi:Iodoform dimasukkan ked lm erlemeyer yg diberi tutup corong kaca .etanol dituangkan beberapa ml melalui corong dan dihangatkan sambil dikocok diatas hot plate.etanol sbg pelarut jga ikut dihangatkan ,bila campuran telah hangat tambahkan etanol sedikit lagi,ditunggu sampai panas dan jgn sampai mendidih .dilakukan berkali-kali sampaai iodoform larut sempurna. 6. Larutan disaring menggunakan corong panas ,kemudian ditututp dan didinginkan 15 menit kemudian 12,5 ml air ditambahkan dan diaduk untuk mengendapkan iodoforrm dgn sempurna. 7. Larutan disaring dgn corong Buchner
10
8. kristal
dicuci
dgn
beberapa
tetes
alcohol
dingin
diatas
corong
Buchner(hentikan penghisapan selama pencucian) 9. Kristal Iodoform dipindahkan ke kertas saring baru yg kering dan letakkan di cawan petri 10. kristal dikeringkan dgn cara diletakkan di desikator 11. Kristal ditimbang berkali-kali sampai didapakan berat yg konstan lalu ditentukan titikleburnya dengan melakukan melting point.
11
E. SKEMA KERJA
5 g Iodium 5 g aseton 5 ml air
Dikocok ad larut
ditimbang
12
F. HASIL REAKSI
Hasil Perhitungan Teoritis : Reaksi : 3/2 + CH3COCH3 CH3COH2 + CHI3 Gram 5 = 0,0197
Gram
5 = 0,0861
: 3/2 I2 + CH3COCH3 CH3COCH2 + CHI2 : 0,0197 : 0,0197 0,0861 0,0131 0,0131 0,0131
Sisa
:-
0,0730
0,0131
0,0131
Hasil Teoritis = mol x BM = 0.0131 x 393,78 = 5,16 gram Hasil praktis = 0,8112 g
13
elektrothermalmelting aparatus, ditekan tombol start (kecepatan pemanasan 200 C/menit), dibiarkan hingga lampu plateu menyala. 5. Ditekan kembali tombol start (kecepatan pemanasan terjadi 20 C / menit). 6. Diamati dan dicatat jarak leburnya (pada temperatur iodoform mulai meleleh dan temperatur semua iodoform meleleh). 7. Alat dimatikan dengan menekan tombol off. 8. Dilaporkan jarak titik lebur iodoform yang didapatkan. 9. Pipa kapiler yang telah digunakn dibuang.
Jarak lebur iodoform murni yang didapatkan dari literatur adalah 1200 C. Sedangkan jarak lebur iodoform hasil praktis adalah 1190 C 1210 C. Literatur : Stecher, Paul G, dkk. 1960. The Merck Index of Chemicals and Drugs Seventh Edition. USA : Merck & Co., Inc.
14
BAB IV PEMBAHASAN
Iodofrom
merupakan
reaksi
halogenasi
yang
dilakukan
dengan
mereaksikan iodium dan aseton atau juga disebut dengan reaksi haloform yang dilakukan pada suasana basa. Tahap pertama reaksi ini yaitu dengan terbentuknya ion enolat yang akan bereaksi dengan unsur halogen yang akan menghasilkan keton yang terhalogenasi serta ion iodida. Dalam pembuatan iodoform terdapat beberapa tahap yang harus dikerjakan. Tahap awal yaitu dicampurkannya aseton dan air terlebih dahulu ke dalam erlenmeyer 200 ml, kemudian ditambahakan iodium dan dikocok. Setelah dilakukan pengocokkan, ditambahakan larutan NaOH 2 N sedikit demi sedikit sambil terus-menerus dikocok sampai larutan yang berwarna coklat berubah menjadi bentuk endapan kuning. Kemudian setelah dimasukkan 125 ml air ke dalam erlenmeyer lalu endapan kuning disaring dengan corong Buchner. Endapan yang didapat kemudian dicuci dengan air sampai bebas NaOH ( untuk mengetahuinya digunakan kertas lakmus sebagai indikatornya ). Dilakukan rekristalisasi yaitu dengan memasukkan iodoform ke dalam erlenmeyer yang diberi tutup corong kaca, kemudian dituangkan beberapa ml etanol ke dalam iodoform tersebut melalui corong dan sambil dihangatkan serta dikocok di atas hot plate. Ditambahkan etanol sedikit lagi ditunggu sampai panas tetapi jangan sampai mendidih. Hal tersebut dilakukan berkali-kali sampai iodoform larut sempurna. Larutan disaring menggunakan corong panas ke dalam beaker glass kemudian ditutup dan didinginkan selama 15 menit. Ditambahkan 12,5 ml air diaduk sampai iodoform mengendap dengan sempurna. Larutan disaring dengan menggunakan corong Buchner, kemudian endapan berupa kristal yang terdapat di dalam corong Buchner dicuci dengan
15
beberapa tetes alkohol ( penghisapan dihentikan selama proses pencucian ). Kristal iodoform dipindahkan ke kertas saring yang kering dan diletakkan di cawan petri. Jika kristal belum kering maka dikeringkan dengan cara diletakkan di desikator atau oven dengan suhu rendah. Kristal ditimbang berkali-kali sampai didapatkan berat yang konstan, kemudian ditentukan titik leburnya menggunakan melting point. Dari tahap demi tahap yang kami kerjakan, kami mendapatkan hasil sebanyak 0,8112 mg dan titik lebur 1130C 1140C
16
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN Dari sintesis yang kami lakukan didapatkan hasil sebagai berikut : Berat praktis iodoform : 0,8112 Berat teoritis iodoform : 5,16 gram % hasil yang didapat : 15,67 % Jarak lebur : 1130C 1140C
Dari hasil praktikum di atas serta hasil melting point kami dapat menyimpulkan bahwa iodoform yang telah kami peroleh tidak cukup murni karena berdasarkan literatur titik lebur iodoform yaitu 1200C. Ketidaksesuaian antara titik lebur yang kami dapat dengan literatur dikarenakan pada proses pembuatan terbentuk kontaminan yang mempengaruhi titik lebur iodoform tersebut. B. SARAN 1. Penambahan NaOH sebaiknya dilakukan pada proses pelarutan iodium agar iodium cepat larut. 2. Pada saat mencampurkan aseton dan air, sebaiknya aseton ditempatkan di erlenmeyer yang ditutup aluminium foil agar aseton tidak menguap. 3. Untuk pengocokkan sebaiknya digunakan alat pengocok untuk mempercepat kelarutan iodium. 4. Tutup rapat-rapat erlenmeyer ketika melakukan pengocokkan agar tidak ada larutan iodium yang keluar dan hasil yang didapat selisihnya tidak terlalu jauh dengan hasil teoritisnya. 5. Untuk mendapatkan kristal dengan berat yang tidak terlalu berkurang maka keringkan dahulu kristal di kertas saring tersebut dalam desikator lalu timbang hasilnya setelah kering.
17
DAFTAR PUSTAKA
Vogel Al,1968. A Text Book Of Practical Oragic Chemistry. Third edition. London : English Language Book Society and Longmans. Green & Co. Ltd. Hal : 15 Stecher, Paul G, dkk. 1960. The Merck Index of Chemicals and Drugs Seventh Edition. USA : Merck & Co., Inc. Departemen kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV : Depkes RI
18
19