Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN NEO - SUFISME

Materialistik hedonistik trend kehidupan yang di sisikan oleh ekspansi gurita kapitalisme. Sosok kehidupan yang penuh kebengisan, kesadisan, moralitas semakin tak berdaya seakan tak ada lagi harapan dan cinta. Dan pertanyaan pun mencuat, model peradapan yang bagaimana lagi yang bakal muncul di hari esok? Masih adakah tersisa harapan dan cinta di masa yang akan datang ? Bagi setiap muslim yang sadar, pasti merasakan masih adanya tersisa benih harapan dan cinta, masih ada gairah dan optimisme dalam menapaki waktu. Demikianlah suasana kehidupan yang menyesakkan kemerdekaan nurani itu, masih banyak tokoh dan pemikir yang menyuarakan harapan, bahwa pesan pesan sufisme lebih urgen di dunia yang semakin materialistik konsumeristik ini, demikian keyakinan Syeikh Fadhlallah Haeri, salah seorang pendukung Neo sufisme. Manusia adalah spesies yang paling unggul untuk survive dan beradaptasi dengan segala macam situasi, tak ada jalan buntu. Disaat saat keberuntungan menghadang, di saat itu pula jalan bebas hambatan di bangun. Manusia adalah mahluk yang mampu mengadakan trasendensi ke alam kudus. Trasendesi adalah miraj spiritual para sufi, dalam suasana transendensi, seorang sufi merasa memasuki kawasan realita baru, realita yang terbebas dari hidup yang penuh kebengisan, kezaliman dan keserakahan. Dengan memasuki dunia spiritual, seseorang merasakan hidup di alam cinta, di alam kemenangan. Bagi kelompok ini, realitas ini benar benar suatu realitas yang dapat di nikmati sebagai suatu pengalaman keagamaan. Para modernis juga mengkambing hitamkan sufisme sebagai penyebab keterbelakangan? Kajian historis sosiologis kehidupan spiritual masa lalu, barangkali di butuhk walau selintas untuk mencari jawabannya dan sekaligus memberikan penilaian atas bangkitnya spiritualis neo sufismedi abad post modernisme ini.

BAB II PEMBAHASAN 2. SUFISME AWAL


Sejak dekade awal akhir abad II Hijriyah, sufisme sudah populer di kalangan masyarakat di kawasan dunia islam perkembangan lanjut dari gaya keberagamaan para Zahid dan abid --- kesalehan asketisme yang mengelompok di serambi Madinah. Fase awal ini juga di sebut sebagai fase asketisme yang merupakan bibit awal tumbuhnya sufisme dalam peradaban Islam. Pengamat sufisme berpendapat, bahwa sufi dan sufisme di identikan dengan sekelompok Muhajirin yang tinggal di serambi masjid Nabi di Madinah, di pimpin oleh Abu Zaar al Ghif fari. Mereka menempuh pola hidup sederhana, zuhud terhadap dunia dan meng habiskan waktu beribadah kepada Allah, pola kehidupan mereka di contoh sebagian umat islam dan dalam perkembangannya di sebut tasawuf atau sufisme di tandai oleh munculnya individu individu yang lebih mengejar kehidupan akhirat, sehingga perhatiannya terpusat untuk beribadah dan mengabaikan keasyikan duniawi. Fase asketisme ini berlangsung sampai akhir abad II hijriah, dan memasuki abad ke III sudah adanya peralihan dari asketisme ke sufisme. Fase ini di sebut sebagai fase kedua, yang di tandai pergantian zahid menjadi sufi. Tindak lanjut disisi lain, pada kurun waktu ini percakapan zahid meningkat pada persoalan bagaimana jiwa yang bersih itu, apa itu moralitas dan bagaimana pembinaannya, serta perbincangan masalah kerohanian lainnya. Tindak lanjut dari diskusi ini bermunculah berbagai konsepsi tentang jenjang perjlanan yang harus ditempuh seorang sufi (al-maqomat) serta ciri-ciri yang dimiliki seorang salik (calon sufi) pada tingkatan tertentu (al-hal). Pada periode ini sudah mulai berkembang perbincangan tentang al-Marifat berserta pernagkat metodenya hingga pada derajat fana dan ittihad. Tampilah para penulis terkemuka, seperti alMuhasibi (W. 243H), al-Harraj (W. 277H) dan al-Junaid al-Bagdadi (W. 297H) dan penulis lainnya. Secara konseptual tekstual lahirnya sufime barulah pada periode ini, sedangkan sebelumnya hanya berupa pengetahuan peroranggan atau semacam laggam keberagamaan. Sehingga sufisme berkembang terus kearah penyempurnaan dan spesifikasi terminologi, seperti konsep intuisi, dzaug dan al-kasyif. Sufismem nampaknya mendapat dorongan setidaknya dari tiga faktor penting untuk perkembangannya, yakni: Karena gaya kehidupan yang glamour-profanistik dan corak kehidupan

matrealis-konsumeris yang diperagakan oleh sebagian pengusaha negri yang segara menular dikalangan masyarakat luas. Dari aspek ini, dorongan yang paling kuat adalah sebagai reaksi terhadap gaya kehiduoan sekular yang berawal dari kelompok elit dinasti penguasa. Protes tersamar itu mereka lakukan dengan gaya murni ethis, melalui pendalaman kehidupan rohaniah-spiritual. Tokoh populer yang mewakili kelompok ini dapat ditunjuk Hasan al-Bhasri (W. 10H) mempunyai oengaruh kuat kesejarahan spiritual islam, melalui doktrin al-Zuhud, al-khauf, dan al-raja. Tokoh lainnya Rabiah alAdawiyah (W.185H) ajaran populer al-mahabbah serta Ma ruf alKharki (W. 200H) dengan konsepsi al-syauq sebagai ajarannya, juga adalah pelopor angkatan ini. Awal kemuncula gerakan ini semacam sektarian yang introversinis pemisahan diri dari tren kehidupan, eksklusif dan tegas dalam upaya penyucian diri memperdulikan alam sekitar. Timbulnya sikap apatis sebagai reaksi maksimal terhadap radikalisme kaum khawarij dari polarisasi politik yang ditimbulkannya. Kekerasan perbulatan kekuasaan pada masa itu menyebabkan orang-orang ingin mempertahankan kesalehan dalam suasana kedamaian rohani dan keakraban cinta sesama, terpaksa memilih sikap menjauhi kehidupan masayarakat ramai untuk menyepi dan sekaligus menghindarkan diri dari keterlibatan langsung dalam pertentangan politik. Sikap ini melhirkan ajaran uzlah yang diketahui Surri asSaqathi (W. 253H) sebagai konseptornya. Dilihat dari aspek sosiologi kelompok ini biasa dikategorikan sebagai gerakan sempalan, satu kelompok umat yang mengambil sikap uzlah kolektif yang cenderung eksklusif dan kritis terhadap penguasa. Dilihat sisi motifasi ini, memilih kehidupan kerohanian mistis, sepertinya merupakan pelarian, atau mencari kompensasi untuk memenangkan pertempuran ukhrawi di medan duniawi. Realitas baru yang terbebas dari keserakahan dan kekejaman, yakni dunia yang spiritual yang penuh dengna salju cinta. Nampaknya adalah karna faktor kodifikasi hukum islam (fiqih) dan perumusan ilmu kalam (teologi) yang dialektis rasional, sehingga kurang bermotifasi ethikal yang menyebabkan kehilangan nilai spritualnnya, menjadi semacam wahana tiada isi, semacam bentuk tanpa jiwa. Formalitas faham keagamaan dirasa mengeringkan dan menyesakkan ruhuddin yang berakibat putusnya komunikasi langsung dan suasana keakraban personal antara hamba dan Khaliqnya. Para zuhhad untuk mencurahkan perhatian terhadap moralitas sehingga memacu pergeseran asketisme kesalehan kepada sufisme. Doktrin al-Zuhud sebagai dorongan untuk meningkatkan ibadah semata-mata karna takut pada siksaan mereka, bergeser kepada demi kecintaan dan semata-mata hanya karena Allah agar dapat berkomunikasi kepadaNya. Konsep tawakal berkonotasi kesalehan yang etis, secara diametral dihadapkan pada

pengingkaran kehidupan duniawi profanistik disatu pihak dan konsep sentral hubungan manusia dengan Tuhan, kemudian populer dengna doktrin al-Hubb. Doktrin ini adalah semacam pra-marifat, yakni mengenal Allah secara langsung melalui pandangan batin. Sebagian para sufi (tasawuf sunni) marifatullah adalah tujuan akhir dan merupakan tingkat kebahagian yang paripurna yang bisa dicapai manusia di dunia ini. Untuk mencapai ilmu itu harus melalui proses inisiasi orang tertentu saja. Tampil dzu al-Nun al-Mishri (W. 245H). Dengan konsepsi metodologi spiritual menuju Allah, yakni almakomat yang secara pararel berjalan bersama al-hal yang bersifat psiko-genostik. Pada tingkat konsepsi al-makomat dan alhal, perkembangna tasawuf telah sampai pada tingkat kejelasan perbedaannya kesalehan asketis, baik dalam tujuan maupun dalam ajarannya. Keelihatannya menjadi seorang sufi semakin berat dan sulit, sama halnya dengan kelahiran kembali seorang manusia, bahkan jauh lebih berat pada kelahiran pertama. Kelahiran pertama menyonsong kehidupan dunia yang mengasikkan dan kelahiran kedua, justru melepas kehidupan maerial yang menyenangkan untuk kembali kealam rohaniah, pengabdian, kecintaan, serta kesatuan dengan alam malakut. Abad ketiga al-Abu Yazid al-Bisthomi (W. 260H) melangkah maju dengna doktrin al-ittihad melalui al-fana, yakni beralih dan melebur sifat kemanusiaan (nasud) seseorang kedalam sifat ilahiat sehingga terjadi penyatuan manusia dengan Tuhan dalam al-fana. 3. Sejak munculnya doktrin al-fana dan al-itrihad terjadi pergeseran akhir dari sufisme mulanya sufisme bertujuan murni ethis, agar selalu dekat dengan Allah dapat berkomunikasi dengan-Nya, maka tujuan itu menaik lagi pada tingkat penyatuan diri dengan Tuahan. Konsep ini berangkat dari paradikma, bahwa manusia secara biologis adalah jenis makhluk yang mampu melakukan transformasi dan transendensi melalui peluncuran (miraj) spritual kealam ketuhanan. Timbul pula sikap prokontra terhadap sikap konsepsi al- ittihad dan menjadi salah satu sumber terjadinya konflik dalam dunia pemikiran islam baik intern sufisme maupun dengan fuqaha (ahli hukum) dan para teolog. Dua kelompok ini secara bersama menuduh penganut sufisme al ittihad sebagai gerakan sempalan yang telah merusak prinsip-prinsip islam. Apabila di lihat dari sisi tasawuf sebagai ilmu, maka fase ini merupakan fase ketiga yang di tandai dengan mulainya unsur-unsur luar Islam berakulturasi dan bahkan sikretis dengan sufisme, pada kurun waktu ini juga timbul ketegangan antara kaum orthodoks di pihak Islam dan penganut sufisme awal ( kesalahan asketis) di satu pihak dengan sufisme berpaham ittihad lain.

3.SUFISME --- ORTHODOKS


Bila di lihat ketegangan di atas terjadi bukan karena masalah sufisme atau karena perbedaan pemahaman agama, tetapi juga karena telah di tunggangi kepentingan politik, yakni kaum sunni versus kaum Syii. Sejak abad ketiga hijriyah sufisme orthodoks mulai populer yng di rintis oleh Harits al Muhasibi sebagai tandingan bagi sufisme yang populer yang di

dukung sepenuhnya oleh kaum Syiah. Tujuan sufisme orthodoks adalah ihya atsar as salaf reaktualisasi paham salafiyah yng ingin menegakkan kembali warisan kesalehan sufi terdahulu , yakni para sahabat dan generasi sesudahnya p tetap memperaktekkan kehidupan agama yang lahiriyah, dengan demikian gagasan al- Muhasibi itu adalah merentangkan jembatan di atas jurang yang memisahkan Islam orthodoks dan mengawat kesucian sufisme agar tetap berada dalam wilayah islam yang murni. Usaha al- Muhasibi berhasil merumuskan prisip-prinsip sufisme orthodoks, sejak ( abad 3 )tertengarailah sebutan sufisme orthodoks dan menjadi gerakan pertama dalam pembaharuan sufisme. Penyimpangan berat yang di lakukan oleh sufisme Syii adalah dalam aspek tauhid atau teologi. Tema sentral dari pembaharuan sufisme adalah rekonsiliasi antara teologi sufisme dengan teologi orthodoks, yakni teologi Ahlussunnah Waljamaah. Rumusan teologinya ialah Islam adalah pengetahuan yang bersifat apriori dan simplisiter iman adalah pengetahuan tentang tuhan,tentang ketuhananya yang bertempat di qalbu ( hati ), marifat adalah pengetahuan sejati tentang tuhan yang berpusat di fuad ( pusat hati ), sifatnya pengetahuan tentang kesatuannya ( unitasnya )yang mutlak dan tempatnya adalah sirr ( inti qalbu ). Usaha rekonsiliasi yang di rintis oleh al- Muhasibi di lanjutkan oleh al- kharraj dan al-junaidi (lihat h. 249 )konsep-konsep tasawuf yang kompromistis antara sufisme dengan kelompok orthodoks ( kaum salafiyah ). Tujuan gerakan ini untuk menjembatani dan bila dapat untuk mengintegrasikan antara kesadaran mistik dengan syariat Islam. Jasa mereka yang paling berharga adalah lahirnya doktrin albaqa (subsitensi ) sebagai imbangan dan legialitas al fana. Upaya Tajdid (pembaharuan) mendapat sambutan luas, dengan tampilnya penulis- penulis tasawuf tripologi ini, al- Sarraj dengan karya tulisnya al- Luma, al Kalabazi dengan karyanya al- Taarruf li Mazhab Ahl al- Tasawuf, dan al- Qusyairi dengan bukunya al- Risalah. Keseluruhan karya tulis ini berisi upaya menggalakan sufisme moderat dengan struktur ide-ide yang konsisten dan menunjang orthodoksi. Al Risalah menawarkan manifesto sintesa antara sufisme dan teologi. Sesudah masanya ketiga konseptor sufisme ini, adanya ajaran sufisme yang sedikit lain, yaitu : Sufisne yang di poles dengan filsafat oleh Ibn Masarrah ( w. 381 H) dengan konsepnya Marifat sejati, gabungan sufisme dengan teori emanasi Neoplatonisme. Di kembangkan lagi oleh Suhrawardi al Maqtul (w. 578 H ) dengan doktrin alisyraqiyah illuminasi di sebut thosofi sufisme. Puncaknya sufisme orthkodoks, abad lima hijriyah melalui tokoh menumental al- Ghazali (W. 503 H ) tujuan utama membendung invasi perkembangan teologi sufisme yang pandangan kaum orthodoks dapat merusak sendisendi ketauhidan, al Ghazali menampilkan doktrin al Marifat pengetahuan yang di peroleh melalui penjelajahan batin atau eksperimen batin,yang tegas di tentang dengan pengetahuan intelektual seperti teologi dialektis. Konsepsi ini bukan menentang teologi, tapi ia menentang

perumusan teologi yang di lakukan secara rasional- dialektik. Demikianlah marifat sufisme yang megawinkan kebenaran ayariah (lahiriyah) dengan kebenaran sufisme (batiniyah), yang di sebut hakikat dan bahwa sufisme tidak memiliki muatan (obyektif kongnitif) selain Islam dan iman tauhid. Pendekatan yang di lakukan al- Ghazali nampak bagi satu pihak memberikan jaminan untuk mempertahankan prinsip, bahwa Allah dan ciptaanNya adalah dua hal yang berbeda, satu sama lain tidak mungkin bersatu, di pihak lain memberikan kelonggaran bagi sufi untuk memasuki pengalaman kesufian puncak itu tanpa ke khawatiran dituduh kafir atau Zindiq.

4. Sufisme ---- theosofi


Paparan terdahulu sufisme menunjukkan sebagai ilmu teoritis maupun praktis telah sampai tingkat kematangan(fase ke empat ), terpilihnya sufisme kepada dua aliran besar atau aliran induk, yakni sufisme sunni dan sufisme syii yang disebut juga sufisme falsafi dan atau Intisari pengalaman kesufian menurut al Ghazali tidak mungkin di ungkapkan, menerobos juga keluar lewat konsepsi Ibn Arabi (w. 638 H ). Corak marifat di kembangkan tokoh populer dari Murcia tdk sejalan dengan konsep marifat sebelumya. Ia bukan saja mengungkapkan kesatuan manusia dengan Tuhan --- seperti halnya Abu Yazid al Bisthami --- tetapi iya menyodorkan satu bentuk olahan esoteris mirip dengan filsafat . Iya mencerahkan hubungan antara fenomena alam dan pluralristik dengan tuhan sebagai prinsip ke esaan an yang melandasinya . Berangkat dari pendapat sufisme , bahwa yang ada mutlak hanya allah , iya mengatakan bahwa alam ini (Mazhar) dari asma dan sifat Allah , yang sebenarnya adalah dzat Nya , yang mutlak menampakan diridalam citra kebatasan empiris yang populer dengan doktri Wahdad al Wujud . Paham ini menimbulkan ketegangan dan pertentangan lebih tajam dan meliputi segenap dalam pemikiran islam, paham ini di katagorikan sebagai pantheisme (paham serba tuhan)Yang tidak bisa di sesuaikan dengan akhidah islam . Konsepsinya di nilai sementara sufi sangan ekstream menuduhnya sudah

keluar dalam islam (kafir). Apabila dilihat dari perkembangan sufisme maka fase ini sudah masuk fase ke empat yang di tandai masuknya unsur unsur filsafat ke dalam sufisme , baik yang bersifat meteologis maupun over postulat postulat filsafat Yunani terutama neo platonisme . Persoalan ini pula lah melatarblakangi terutama gerakan Ibn Taimiyah dan Ibn Qoiyim , abad ke 8 hijriyah untuk melanjutkan usaha yang di lakukan al Ghazali walaupun di sana sini terdapat perbedaan . Ibn Taimiyah juga mengakui faliditas metode eksperimen batin sufisme (marifat) , kualitas ke absahan dapat di akui apabila relevan dengan syariat rumusan tegas menolak doktin monisme (Wahdat al Wujud) Ibn Arabi , sekaligus iya menolak berbagai praktek ritual sufisme . Tokoh Tokoh besar berkaliber moral , spritual dan bahkan berkaliber intelektual yang istimewa , yang karya karya mereka dapat menciptakan ketenangan bati bagi sejumlah manusia yang amat besar . Di turky semasa pemerintaan tuky Usmani dan di Persia atau Iran , dalam aspek politik sufisme berhasil melahirkan politisi dan negarawan terkemuka apabila di wawas dari aspek sosiologi , bagai masyarakat awam cita cita sufisme menawarkan tanda pelarian dari kenyataan hidup yang pahit , kepincangan sosial,kesuliatn ekonomi dan pententangan politik di barengi praktek praktek berlebihan dalam beragama yang gilirannya meruntuhkan moral spritual masyarakat islam . Tujuan akhir dari sufisme terdahulu adalah etika murni atau psikologi murni dan atau keduanya secara bersamaan , tujuan itu ialah : Pertama pelepasaan menyeluruh (revormasi total) segala ke inginan pribadi dan melepaskan diri dari sifat jahat yang berkenan dengan keduaniawian , fanaan maashi dan baqa al taah , Penyerahan diri sepenuhnya kepada kehendak absolut Tuhan memandang sebagai penggerak utama dari segala kejadian di alam semsta . Peniadaan diri kesadaran terhadap diri sendiri serta pemusatan perenungan kepada tuhan semesta . Jadi al fanah di maksud kaum sufi terdahulu adalah pengabdian (aban don met) elepaskan sesuatu untuk di ganti sesuatu yang bersifat eternal . Pengertian hakiki dari fanah diri adalah pengabdia kesadaran diri atau pengabdian beberapa kualitas diri . Tujuan yang bervariasi itu satu aspek mereka sepakat , bahwa mencapai tujuan harus melalu proses gradual di sebut al maqomat dan dalam situasi uzlah atau mengisolir diri dari pergaulan masyarakat ramai .

5. NEO SUFISME

Neosufisme terdahlu adalah bahwa sufisme secara tegas menempatkan pengahayatan keagaman yang paling benar pada pendekatan esoteris , pendekatan batiniyah . Esoteris ini adalah timbulnya kepincangan dalam aktualisasi nilai nilai islam , karena lebih mengutamakan maknya batiniah nya saja atau ketetentuan yang tersirat saja dan sangat kurang memperhatian aspek lahiriyah formalnya , adalah wajar apabila kemudian dalam penampilanya kaum sufi tidak tertarik untuk memikirkan masalah masalah sosial kemasyarakatan bahakan terkesan mengarah ke privatisasi agama . Sejarah pemikaran islam pernah terjadi polemik panjang yang memimbulkan latar bakang antara dua kubu yang berbeda orientasi penghayatan keagamaan . Banyak usaha percobaan rekonsiliasi anatara dua kubu berbeda orientasi itu , apa yang di lakukan al Ghazali seperti di sebut terdahulu di pandang paling berhasil . Landasan pikiran yang di kembangkanya adalah yang di kenal istilah syariat , thariqat dan hakikat yang terpadu secara utuh , artinya bahwa penghayatan keagamaan harus melalui proses gradual dan komulatif antara syariat dan sufisme . Sebelum memasuki dunia tasawuf harus lebih dahulu memahami syariat untuk memahami syariat yang benar dan mendalam harus melalui proses thariqat . Thariqat adalah semacam sistem esoteris yang akan menghasilkan kualitas pemahaman yang tinggi yakni hakikat . Menurut al Ghazali untuk memperoleh pemahaman dan penghayatan keagamaan yang mendalam harus melalui orientasi esoteris terhadap konsep konsep agama sesuai rumusan syariat . Pola pikir al Ghazali dapat di telusuri dalam karya monumental nya ihya ulumddin . Bahwa menurutnya proses pengayatan esoteris harus di tempuh dalam suasana uzlah (semacam bertapa) sebagai mana iya lakuakan dalam sejarah di hidupnya apapun hasilnya , yang pasti al Ghazali adalah tokoh utama yang paling berjasa melakukan diatas revormasi sufisme terdahulu dan merupakan tahjdid (pembaharuan) sufisme ortodoks atau sufisme sunni . Sufisme adalah suatu fenomena yang kompleks mulai dari aspek moralitas aspek emosi dan sampai pada aspek kognitif dan spekulatif . Sufisme yang semula sebagai metode disiplin untuk mengatualkan nilai nilai islam secara utuh kemudian terdesak oleh arus eksotis yang penuh bumbu .

Gerakan reformasi sintetik orthodogs mencapai klimaks nya di tangan al Ghzali bertujuan melokalisir dan membatasi ekstase (fana) sufisme yang berlebihan serta mengurangi sifat keilmuan sufisme . Sepeninggal al Ghazali usaha terlihat mengendor , munculnya gerakan spiritualis massal dalam bentuk tharikat (orde sufi) dan muncul nya sufisme falsafi atau sufisme spekulatif melalui karya Ibn Arabi . Terminologi Neo Sufisme pertama di munculkan oleh pemikiran muslim kontemporer, yakni Fazlur rahman dalam bukunya Islam . Kemunculannya tidak bisa di terima para pemikir muslim, justru memancing polemik dan diskusi yang luas. Sebelum Fazlur, di indonesia Hamka telah menampilkan istilah tasawuf modern dalam bukunya Tasawuf Modern. Dalam buku ini tidak ditemui kata Neo- Sufisme.keseluruhan isi buku ini terlihat adanya kesejajaran prinsipprinsipnya demgan tasawuf al Ghazali kecuali dalam hal Uzlah, oleh sebab itulah Hamka menghendaki agar seseorang mencari kebenaran hakiki tetap aktif dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat. Menurut Fazlur Rahman, perintis apa yang ia sebut sebagai Neo- Sufisme, Ibn Taimiyah ( W. 728 H) yang di teruskan oleh muridnya Ibn Qoyyim yaitu tipe Tasawuf yang terintegrasi Syariah. Kebangkitan kembali sufiseme di dunia islam dengan sebutan Neo- Sufisme, tampaknya tidak dapat di pisahkan dari apa yang di sebut kebangkitan Agama sebagai penolakan terhadap kepercayaan yang berlebihan kepada sains dan teknologi selaku produk era modernisme. Sufisme yang di anut oleh dan di kenbangkan oleh sufi seperti Moinuddin nampak berbeda dari sufisme yang di pahami banyak orang, yaitu sufisme yang hampir lepas dari akarnya ( Islam), Cenderung bersifat memisah atau ekslusif dan extravaganza. Sebagai mana yang di katakan oleh Akbar S Ahmed pasca modernisme mengantarkan kita kepada kesadaran penting nya nilai ke agamaan , kebutuhan terhadap toleransi dan perlunya memahami orang lain , semua terdapat pada neosufisme . Salah satu ciri neo sufisme itu , nampak nya adalah rekonsiliasi dan akmodasi antara syariat dan sufisme terdahulu , sehingga seorang ulama bisa menrangkum sebagai ahli syariah (fuqoah)dan sekaligus ahli haqiqah (sufi)

6 ciri neo sufisme


Menurut Fazlur Rahman sekalaku penggagas neo sufisme adalah revormet sufism) , sufisme yang telah di perbaharui . Era kecermelangan sufisme terdahulu aspek yang paling dominan adalah ekstatik metafisi s atau mistis violsofis , maka dalam sufisme baru ini di gantikan atau di refrom dengan prinsip prinsip islam ortodoks . Neo sufisme mengalihkan pusat pengamatan kepada rekontruksi sosio moral masyarakat muslim , sufisme terdahulu tekesan lebiah bersifat induvidual dan hampir tidak melibatkan diri dalam hal hal kemasyarakatan . Karakter keseluruhan neo sufisme adalah puritamis dan aktivis

kelompok yang berperan dalam revormasi sufisme juga yang bertanggung jawab dalam kristalisasi kebangkitan neosufisme menurut Fazlur Rahman adalah kelompok ahl al hadits . mereka mengakomudir sebanyak mungkin warisan kaum sufi yang dapat di rekosiliasikan dengan islam orthodoks terutama motif moral suifsme dan teknik dzikir atau muroqobah atau mendekatkan diri kepada Allah . keliatannya tujuan neo sufisme adalah penekanan yang lebih inten pada penguatan iman sesuai prinsip prinsip akidah dan penilaiaan duinawi sama pentingnya dengan kehidupan ukhrawi , atau kehidupan teresterial dengan kehidupan yang kosmologis . berlainan dengan neo sufisme yang malahan mendorong dan memotifasi pengikutnya agar aktif keratif dalam kehidupan ini , baik yang bersifat karya karya praktis mau pun dalam kreaktifitas intelektual . Al Qusyasi (w 1071 H) tokoh revormasi sufisme dan guru abdul Rauf Sinkili wakt unya (W 1005 H) menganjurkan dan mengarahkan untuk menjauhkan kemalasan dan kebodohan dengan penggunaan waktu sebai baiknya . fungsi ke Khalifahan manusia harus di optimalkan untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah dan rohaniah. Menurut al Qusyasi sufi sebenarnya bukanya lah yang mengasingkan diri dari masyaratak tetapi sufi yang tetap aktif di tengah di kehidupan masyarakat dan melalukan amar Maruf nahi Munkar (ishlah) demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.sufisme terdahulu c enderung tertutup terhadap perkembangan pemikiran di luaran, shingga pengertian uzlah itu bukan saja dalam arti lahiriah, tetapi pengertian uzlah dari pendapat yang beragam. Lain halnya neo- sufisme , kelihatannya justru sangat mendukung keanekaragman pemahaman keagamaan dan hidup dalam pluralitas masyarakat manusia. Bahwa neo- sufisme berupaya untuk menampung berbagai paham yang berkembang fiqih, aspek teologis maupun aspek sufisme yang kemudian dikristalisasikan. Cara pandang dan gaya hidup yang di tuangkan dalam doktrinnya yang di sebut Ruhaniyah al-Ijtimaiyah atau spiritualisme sosial yang di ambil dari buku karangan Dr. Said Ramadlan beliau penggerak neo- sufisme yang bermarkas di jeneva. Ia mengecam cara yang seperti itu egois dan pengecut , hanya mementingkan kepentingan diri sendiri termasuk dalam kehidupan spritulnya, kehidupan duniawi dan ukhrawi. Buku al-Ruhaniah al-Ijtimaiyah itu memeparkan prinsip-prinsip sebagai berikut: Jika orang dengan tulus menghadapi dirinya sendiri, kemudian memenuhi hak jasmani serta hak ruhaniahnya maka ia telah berbuat adil kepad kemanusiaannya sesuai sunah tullah, dan akan hidup damai didunia dan akhirat nanti. Jika cenderung hanya kepada salah satu dari kedua jurusan itusambil berpaling dari yang lain, maka ia telah berbuat zalim kepada dirinya dan menghadapkan dirinnya itu menentang sunahtullah. Dengan menukil rumusan Nur-cholish Madjid yang mengatakan neo-sufisme adalah sebuah esoterisme atau penghayatan keagamaan batini yang menghendaki hidup aktif dan terlibat dalam masalah-masalah kemasyarakatan. Neo-sufisme membuka peluang bagi penghayatan makna keagamaan dan pengamalannya lebih utuh dan tidak terbatas pada salah satu aspek saja tetapi seimbang (tawazun). Dari keseluruhan pemaparan terdahulu telah terlihat adanya

persamaan dan perbedaan antara sufisme terdahulu dengan neo-sufisme yang sekarang.

7. KESIMPULAN

Jadi kesimpulan perbedaannya adalah :

sufisme

dan

neo-sufisme

terdahulu

dan

sekarang

Kelahiran Sufisme klasik dan kebankitan Neo-Sufisme nampaknya dimotifasikan oleh faktor-faktor yang sama yaitu gaya kehidupan glamor, materialistik-konsumeristik, formalisme pemahaman dan pengamalan seagamaan sebagai imbas dari kegarangan rasionlisme, dan faktor kekerasan perebutan hegemoni yang merasuki aspek kehidupan manusia seluruhnya. Kesucian jiwa-rohaniah, bahwa keduannya sama mendambakan, menekankan dan betapa urgentnya kebeningan dan kesucian hati nurani dalam segala aspek kehidupan manusia --- aspek tazkiyah an-nafs. Pendekatan esoteris, keduanya sama berkeyakinan, bahwa untuk memehami dan menghayati makna keagamaan harus pendekatan melalui esoteris, pendekatan pengalaman metafisis atau al-kasyf. Keduanyamemiliki kebenaran adanya perbedaan yang cukup tajam. Kalau sufisme terdahulu meyakini secara mutlak kebenaran diperoleh melalui esoteris-al-kasyf, tetapi neo-sufisme akan meyakini kebenaran itu akan sejajar dengan syariat. Sufisme terdahulu hanya mengakui pendekatan esoteris satusatunya yang dapat digunakan dalam rangka penghayatan keagamaan tapi neo-sufisme tetap mengakui terhadap pluralitas pendapat. DzikruLLah dan murakabah, keduanya sama-sama meyakini pentingnya masalah ini dalam segala situasi demi tercapainya ridho Alla. Sikap uzlah, sufisme terdahulu menempuh cara hidup uzlah total, maka neosufisme menempuh cara itu hanya sewaktu diperlukan saja untuk menyegarkan wawasan melalui muhasabah---intriospeksi. Zuhd askestisme apabila sufisme terdahulu membenci kehidupan duniawi menghalangi pencapain tujuan, tapi sufisme baru meyakini kehidupan duniawi ini bermakna dan amat penting. Jadi kehidupan duniawi

diperjuangkan tapi harus disesuaikan dengan kepentingan ukhrawi. Pandangan ini, kehidupan duniawi tergantung pada keterkaitannya pada nilai ukhrawi yang dihasilkan aktifitas duniawi itu. Karena mereka berkeyakinan bahwa neo-sufisme menjadi satu-satunya alternatif cultur, yang meng-kounter cultur matrealistis-konsumeris dan hedonis. Setiap muslim harus mengakui dan menyadari betapa pentingnya spiritulitas dalam islam, tetapi harus juga diingat bahwa al-Quran menyatakan dunia ini adalah riel bukan fatamorgana, bukan pula maya tanpa makna. Dari sekian banyak ayat al-Quran beriringan antara iamanamal saleh dan hari akhir merupakan isyarat tegas yang menunjukan formulasi kesatuan dimensi spiritual dan dimensi aktivitas nyata dalam kehidupan, satu kepastian dalam islam, bahwa amal saleh yang benarbenar saleh harus mengandung setidaknya tiga nilai dasar, yakni: Harus termotifasi untuk tazkiyat al-nafs- pemurnian jiwa nurani. Harus dalam rangka peningkatan kualitas iman- takwa dan kualitas diri. Harus mampu memberikan dampak positif bagi perbaikan sosial sekitarnya.

Kata Pengantar Tasawuf


Segala amal dan usaha dalam hidup kita adalah dorongan dari fikiran dan batin kita. Di dalam batinlah terletak pertimbangan di antara baik dan buruk, cantik dan jelek. Agama adalah sumber dari segala sumber nilai dan norma yang memberikan petunjuk dan mengikat masyarakat yang bermoral, moral itulah yang menjadi solidaritas. Karena pembinaan manusia seutuhnya tidak bisa menyampingkan faktor faktor agama, bagaimana pun Agama bangunan bawah dari moral suatu bangsa. Untuk itulah tasawuf sebagai salah satu aspek ajaran Islam yang memberikan sumbangan yang penting untuk membina manusia yang mempunyai mental yang utuh dan tangguh. Dalam Islam yang paling awal di bina adalah sikap mental dan kehidupan rohani, sebab kedua masalah itulah yang menentukan kehidupan yang lahiriyah. Hidup kerohanian, Hidup kebatinan atau tasawuf, sudah lama umurnya dan telah ada pada setiap bangsa, kadang- kadang tasawuf menjadi tempat pulang dari orang yang telah payah berjalan, tasawuf menjadi tempat lari dari orang yang telah terdesak . Tetapi tasawuf menjadi penguatkan Pribadi bagi orang yng lemah, dan tasawufpun menjadi tempat berpijak yang teguh bagi orang yang telah kehilangan tempat tegak. Di zaman sekarang, melihat keadaan yang ada di tanah air kita sendiri, betapa hebatnya ombak gelombang hidup kebendaan dan tekanan hawa nafsu,

untuk itu, dalam tulisan ini di perlihatkan struktur tasawuf sebagai metode dan ilmu dengan menunjukkan tipologi konsep-konsep tasawuf di lihat dari aliranalirannya, semoga tasawuf dapat menjadi pelajaran kita, sekaligus tempat memilih yang mana dan memulai dari mana sehingga terhindar dari kemungkinan salah jalan, khusus nya untuk saya sendiri, dan sekaligus menjadi bahan dasar saya untuk belajar dan memperluas studi ke Islaman , khususnya dalam aspek tasawuf atau mistisisme dalam Islam, Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat untuk saya khususnya dan dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Bekasi. 30 mei 2011

Handayani

Kata Pengantar Ilmu Kalam

Masalah pembangunan manusia seutuhnya tidak bisa mengenyampingkan faktor-faktor Agama, sebab agama, bagaimanapun agama bangunan bawah dari moral suatu bangsa. Agama adalah sumber dari segala sumber nilai dan norma yang memberikan petunjuk, mengilhami dan mengikatmasyarakat yang bermoral, dan moral itu yang menjadi solidaritas. Dalam islam, yang paling awal di bina adalah sikap mental dan kehidupan rohani, sebab kedua masalah itulah yang menentukan kehidupan Lahiriyah. Memang sebenarnya tasawuf pilihan yang tepat untuk menjadikan seorang berkepribadian Moderat dalam hidup ini. Bantasan ilmu kalam meliputi pengertian ilmu kalam, filsafat dan tasawuf, sedangkan ilmu kalam membahas tentang segisegi mengenai Tuhan dan definisinya, sedangkan Tasawuf sebagai suatu ilmu yang mempelajari cara dan bagaimana seorang muslim berada dekat, sedekat mungkin dengan Allah, dan ilmu filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh- sungguh hakekat kebenaran dengan segala sesuatu. Ilmu kalam,Tasawuf dan Filsafat saling berhubungan, satu sama lainnya.

Untuk itu, dalam makalah ini saya rangkum dengan simple, pengertian dan definisi dari Ilmu kalam, filsafat dan Tasawuf, apa yang saya sajikan dalam makalah ini hanyalah sebagian kecil dari unsur-unsur yang demikian luas, seluas Islam itu sendiri, semoga makalah ini, bisa menambah pengetahuan kita dalam ke Islaman dan sebagai bahan dasar untuk memperluas studi ke Islaman, khususnya dalam aspek tasawuf atau mistisisme dalam islam.

Bekasi, 30 mei 2011

Handayani

Anda mungkin juga menyukai