Anda di halaman 1dari 8

10 Kesalahan Mendidik Anak

Advertisement

CARA MENDIDIK ANAK | TIPS ORANG TUA MENDIDIK ANAK


Bila Anda berpikir apakah Anda adalah orang tua yang teladan ? Maka jawaban Anda, pasti tentu saja saya orang tua teladan bagi anak saya. Mana ada sih Harimau yang memakan anaknya sendiri, atau mungkin mana mungkin sih kita mencelakakan anak kita sendiri. Orang tua selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi putra-putrinya. Kenyataannya banyak orang tua yang melakukan kesalahan dalam mendidik putra-putrinya. Berikut ini adalah beberapa kesalahan yang mungkin Anda tidak sadari terjadi dalam mendidik anak Anda : 1. Kurang Pengawasan Menurut Professor Robert Billingham, Human Development and Family Studies Universitas Indiana, Anak terlalu banyak bergaul dengan lingkungan semu diluar keluarga, dan itu adalah tragedi yang seharusnya diperhatikan oleh orang tua. Nah sekarang tahu kan, bagaimana menyiasatinya, misalnya bila anak Anda berada di penitipan atau sekolah, usahakan mengunjunginya secara berkala dan tidak terencana. Bila pengawasan Anda jadi berkurang, solusinya carilah tempat penitipan lainnya. Jangan biarkan anak Anda berkelana sendirian. Anak Anda butuh perhatian.

2. Gagal Mendengarkan Menurut psikolog Charles Fay, Ph.D. Banyak orang tua terlalu lelah memberikan perhatian cenderung mengabaikan apa yang anak mereka ungkapkan, contohnya Aisyah pulang dengan mata yang lembam, umumnya orang tua lantas langsung menanggapi hal tersebut secara berlebihan, menduga-duga si anak terkena bola, atau berkelahi dengan temannya. Faktanya, orang tua tidak tahu apa yang terjadi hingga anak sendirilah yang menceritakannya. 3. Jarang Bertemu Muka Menurut Billingham, orang tua seharusnya membiarkan anak melakukan kesalahan, biarkan anak belajar dari kesalahan agar tidak terulang kesalahan yang sama. Bantulah anak untuk mengatasi masalahnya sendiri, tetapi jangan mengambil keuntungan demi kepentingan Anda. 4. Terlalu Berlebihan Menurut Judy Haire, banyak orang tua menghabiskan 100 km per jam mengeringkan rambut, dari pada meluangkan 1 jam bersama anak mereka. Anak perlu waktu sendiri untuk merasakan kebosanan, sebab hal itu akan memacu anak memunculkan kreatifitas tumbuh. 5. Bertengkar Dihadapan Anak Menurut psikiater Sara B. Miller, Ph.D., perilaku yang paling berpengaruh merusak adalah bertengkar dihadapan anak. Saat orang tua bertengkar didepan anak mereka, khususnya anak lelaki, maka hasilnya adalah seorang calon pria dewasa yang tidak sensitif yang tidak dapat berhubungan dengan wanita secara sehat. Orang tua seharusnya menghangatkan diskusi diantara mereka, tanpa anak-anak disekitar mereka. Wajar saja bila orang tua berbeda pendapat tetapi usahakan tanpa amarah. Jangan ciptakan perasaan tidak aman dan ketakutan pada anak. 6. Tidak Konsisten Anak perlu merasa bahwa orang tua mereka berperan. Jangan biarkan mereka memohon dan merengek menjadi senjata yang ampuh untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Orang tua harus tegas dan berwibawa dihadapan anak. 7. Mengabaikan Kata Hati Menurut Lisa Balch, ibu dua orang anak, lakukan saja sesuai dengan kata hatimu dan biarkan mengalir tanpa mengabaikan juga suara-suara disekitarnya yang melemahkan. Saya banyak belajar bahwa orang tua seharusnya mempunyai kepekaan yang tajam tentang sesuatu. 8. Terlalu Banyak Nonton TV Menurut Neilsen Media Research, anak-anak Amerika yang berusia 2-11 tahun menonton 3 jam dan 22 menit siaran TV sehari. Menonton televisi akan membuat anak malas belajar. Orang tua

cenderung membiarkan anak berlama-lama didepan TV dibanding mengganggu aktifitas orang tua. Orang tua sangat tidak mungkin dapat memfilter masuknya iklan negatif yang tidak mendidik. 9. Segalanya Diukur Dengan Materi Menurut Louis Hodgson, ibu 4 anak dan nenek 6 cucu, anak sekarang mempunyai banyak benda untuk dikoleksi. Tidaklah salah memanjakan anak dengan mainan dan liburan yang mewah. Tetapi yang seharusnya disadari adalah anak Anda membutuhkan quality time bersama orang tua mereka. Mereka cenderung ingin didengarkan dibandingkan diberi sesuatu dan diam. 10. Bersikap Berat Sebelah Beberapa orang tua kadang lebih mendukung anak dan bersikap memihak anak sambil menjelekkan pasangannya didepan anak. Mereka akan hilang persepsi dan cenderung terpola untuk bersikap berat sebelah. Luangkan waktu bersama anak minimal 10 menit disela kesibukan Anda. Dan pastikan anak tahu saat bersama orang tua adalah waktu yang tidak dapat diinterupsi.

Tips Cara Mendidik Dan Mengatasi Anak Nakal


February 14, 2011 Posted in family

Tips Cara mendidik dan mengatasi anak nakal. Jika membahas soal anak memang gampang-gamapng susah, terutama bagi anak yang nakal repotnya minta ampun. Anak yang nakal dan susah diatur mungkin ada kaitannya dengan latar belakang keluarga itu sendiri. Namun para orang tua yang memiliki anak yang nakal tidak usah bingung bagaimana cara mendidik dan mengatasi anak tersebut, disini saya akan memberikan tips cara mendidik dan mengatasi anak nakal mudah-mudahan tips yang saya berikan ini bisa menjadi solusi untuk anda dalam mendidik dan mengatasi anak anda. Berikut ada beberapa cara mendidik dan mengatasi masalah tersebut:

* Didekati si anak ajak komunikasi sebagai * Diberi kesempatan untuk bercerita tentang hal apa saja yang dia * Diajarai sifat dan sikap tanggung jawab

teman temui

Untuk membiasakan anak bertanggung jawab haruslah dimulai sejak dini, tanpa dibiasakan sejak kecil tidak mungkin anak mempunyai rasa tanggung jawab. * Biasakan anak mengambil dan mengembalikan maiananya sendiri sebelum dan sesudah bermain * Biaskan anak untuk melakukan tugas-tugas ringan sejak kecil * Bisakan anak untuk menjaga kebersihan * Bila nakal tegurlah dan diberi pengarahan * Bila melakukan kesalahan dengan orang lain biasakan anak untuk minta maaf agar dia mengeri dan menyadari kesalahannya * Biasakan anak untuk mengucapkan terimakasih bila ditolong atau diberi sesuatu oleh orang lain. Di atas tadi merupakan cara mendidik anak, mendidik dan mengatasi anak adalah tanggung jawab kita para orang tua untuk itu jika anda merasa kesulitan mengatasi anak yang nakal segeralah cari solusi agar anda tidak salah dalam mendidik. NAKAL adalah istilah yang mendua. Nakal bisa berarti anak yang kreatif, banyak akal, suka membantah tetapi.... dirasakan menyusahkan orang tua. Saya ingat semasa saya masih SD sekitar kelas 4, saya terkenal, atau dikenal, dijuluki terutama oleh ayah saya: anak nakal, tukang membantah, bahkan biasanya ditimpali ibu saya, Besok kamu sekolah untuk jadi pokrol saja.... Pokrol adalah julukan sinis pengacara atau advokat. Lantas kakak sulung saya membujuk, Mbok kamu ini jadi anak yang penurut saja, nggak usah membantah... Benarkah saya anak nakal gara-gara suka membantah?

Saya membela diri, Saya tidak sembarang membantah. Saya kan mempertanyakan sesuatu yang ayah perintahkan, apa alasannya, mengapa, mau ke mana, apa yang hendak dicapai, apa tidak ada cara lain yang lebih gampang... dan seterusnya... Kalau instruksinya nggak jelas nggak masuk akal (menurut jalan pikiran saya) kan memang perlu dipertanyakan...? Tetapi, stigma saya anak nakal, tukang membantah tetap melekat dalam diri saya. Dan, saya tidak mau berubah, saya tetap saja tukang membantah. Bukan asal membantah, tetapi reasoning dan saya berpendapat saya bukan anak nakal. Namun, ada nakal jenis lain, yang sama-sama menyusahkan orang tua, dalam derajat lebih besar; yaitu nakal yang cenderung kriminal, kejahatan dan kekurangajaran, misalnya mengejek atau tidak sopan kepada orang tua, merusak, menjahati orang lain, dan seterusnya. Dalam ilmu psikologi anak, anak nakal disebut juga anak dengan Gangguan Tingkah Laku (GTL), yang adalah keadaan patologis, yaitu penyimpangan perilaku dalam bentuk: merugikan/merusak

diri sendiri dan orang lain. Nakal yang adalah GTL ini bisa dilakukan sendiri maupun berkelompok, spontan maupun terencana. Dalam keadaan berat, wujudnya antara lain: mencuri, merusak, berbohong, melarikan diri, menganiaya binatang atau anak lain yang lebih lemah, kekerasan seksual, suka bermain api, provokasi, melawan aturan, melakukan tindakan-tindakan berbahaya. Ciri khas anak nakal patologis adalah keras kepala, sulit ditaklukkan, tidak patuh, tidak mau diatur, bisa melakukan tindak kekerasan yang direncanakan, tak merasa salah dengan tindakannya, tak pernah menyesal, jika kalah mengambil sikap ngambek, bukannya menurut. Cara Mengelola Anak Nakal Bagaimana mengelola anak nakal macam Gangguan Tingkah Laku (GTL) seperti di atas? Atau lebih cerdik lagi, bagaimana orang tua bisa mencegah anaknya tumbuh menjadi nakal seperti itu? Dengan mengetahui prinsip mencegah anak menjadi nakal, kita bisa menentukan strategi mengelola anak nakal. Simaklah butir-butir berikut! 1. Keteladanan orang tua dan peran nilai (value) Anak tumbuh menjadi anak baik atau nakal sebagian besar karena mereka melihat teladan, baik dari orang tua maupun lingkungan. Maka, jadilah teladan yang baik, bukan cuma jika sedang di depan anak, melainkan memang menjadi nilai (value) dalam keluarga Anda. Antara lain, keluarga Anda selalu menjaga kejujuran, mempunyai empati dan suka menolong mereka yang sedang tertimpa masalah, menghargai sportivitas, dan seterusnya. Ini adalah nilai (value) yang perlu dibudayakan, dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen oleh orang tua sehingga anak akan terbawa dan juga mempunyai value yang bernilai tinggi. Biasakanlah menghargai hal-hal yang memang baik, sering-seringlah berbagi kisah-kisah keseharian yang menguatkan perilaku terpuji, diskusikan secara terbuka dan bebas, kendalikan bersama tekanan hal-hal yang potensial merusak, seperti kemungkinan hadirnya acara-acara TV yang tak bermutu, perilaku sesama anak atau bahkan rekan orang tua yang memberikan teladan buruk (walaupun sedang tren). Yakinkan bahwa anak yang baik adalah yang dalam segala keadaan, termasuk ketika orang tua sedang tidak bersama mereka, mereka tetap baik karena mereka dasarnya baik. 2. Mencegah sumber stres dalam keluarga Ada bentuk-bentuk stres yang perlu dikelola dengan baik. 1. Stres karena ekonomi rumah tangga: kondisi keuangan hendaknya menjadi urusan bersama sekeluarga (commitment dan concern bersama). Sering anak karena tidak pernah diikutkan dalam merasakan susah payahnya mencari nafkah, apalagi jika lingkungan mereka orang-orang berada, yang tampaknya begitu mudah memperoleh uang, kemudian anak berkecenderungan ingin punya uang dengan mudah.

2. Stres karena ada gap antar-anggota keluarga: selalu adakan waktu bagi setiap orang dalam rumah untuk mengungkapkan segala sesuatu, tanpa merasa tertekan. Sering anak merasa tertekan jika bercerita atau berkeluh kesah kepada orang tua, karena orang tua cenderung menyalahkan, atau cenderung terlalu melindungi. Orang tua juga sering begitu sibuk sampai tak memerhatikan perkembangan kejiwaan anak. 3. Stres karena krisis wewenang, siapa panutan dalam keluarga. Bagaimanapun wewenang orang tua, sekalipun fleksibel, perlu dihargai setiap anak. Sering anak terbawa arus lingkungan dan cenderung menjadikan salah satu tokoh lingkungan (di luar orang tua) yang belum tentu baik sebagai panutan. 4. Komunikasikan perasaan, empati, bukan sekadar kata-kata dan hubungan karena rutinitas belaka. Sering orang tua memperlakukan anak, atau antara ayah dengan ibu dan sebaliknya tidak dengan kehangatan dan perasaan, karena sudah sangat terbiasa. Segalanya menjadi suatu rutinitas belaka, tak ada lagi sentuhan kehangatan antar-anggota keluarga. 5. Kelangsungan dan beresnya kehidupan rumah tangga, termasuk urusan sesehari rumah tangga adalah tanggung jawab bersama, bukan cuma tanggung jawab ibu. Sering anak karena tak terbiasa mendapat tanggung jawab dalam mengelola rumah tangga lantas menganggap ibu sebagai pembantu rumah tangga yang wajib memberesi urusan rumah, sementara ayah adalah tukang mencari nafkah yang wajib mencukupi kebutuhan diri sang anak belaka. Pembagian tanggung jawab dalam mengurusi rumah tangga akan melatih mereka menghayati bahwa rumah tangga adalah tanggung jawab bersama. 3. Mencegah pengaruh merusak dari lingkungan Sering anak menjadi nakal dan agresif, atau menjadi depresif karena lingkungan, misalnya karena adanya anak-anak lain atau lingkungan yang sering memperolok-olok (bullying). Sering bullying tidak diceritakan kepada orang tua, dan tahu-tahu anak sudah bereaksi destruktif menjadi nakal atau depresif, mengisolasi diri sampai bunuh diri karena trauma psikologis yang mereka terima di sekolah atau dalam pergaulan. Bullying bisa bergradasi dari ringan, sekadar olok-olok, misalnya "si tonggos" atau "anak mami", sampai ke gradasi berat berupa teror mental dan perlakuan fisik termasuk penyiksaan. Bagaimana mengatasinya atau mencegahnya? Bullying bisa terjadi di mana saja; baik di sekolah maupun dalam lingkungan pergaulan. Orang tua sebaiknya menyiapkan anak, memberi tahu mereka bahwa sekali waktu mereka bisa menjadi sasaran bullying. Dan orang tua meyakinkan, agar anak tidak ragu bersikap terbuka karena orang tua siap mendengarkan. Tidak usah sampai merasa menjadi anak mami atau tumbak cucukan jika anak melapor, yakinkan mereka bahwa Anda akan bertindak bijaksana, tidak ngawur apalagi emosional dan kompulsif. Jika suatu saat anak memang melapor tentang suatu perlakuan, percayai dia, walaupun Anda tidak

usah selalu berespons defensif, membelanya secara membabibuta. Tanyakan bagaimana responsnya sejauh ini dan bagaimana hasilnya. Berikan sugesti yang bijaksana, bukan yang bersifat reaktif. Jika itu sudah menjadi masalah serius, jangan ragu membawanya ke forum sekolah atau ke lingkungan pergaulan, bicarakan secara baik, tetapi Anda tunjukkan kesungguhan Anda. Tujuan Anda: anak makin mampu mandiri, makin bijak, makin matang, tapi pada kasus istimewa Anda juga siap melakukan intervensi secara terukur. 4. Mencegah terjadinya krisis kepercayaan Orang tua bisa gelisah dan khawatir ada apa-apa dengan anaknya, lebih-lebih saat mereka memasuki masa remaja, entah terjebak dalam narkoba, atau pergaulan dan seks bebas, atau komplotan dan geng yang merusak. Beberapa orang tua melakukan pengintaian (memata-matai) kalau-kalau.... Tetapi, banyak bukti menunjukkan, memata-matai anak sendiri bisa berbahaya, bisa merusakkan citra saling percaya; menimbulkan krisis kepercayaan. Anak lalu cenderung bahkan semakin menjauh dan semakin sulit dikendalikan. Sering kali, kekhawatiran orang tua justru memperparah masalah anak. Beberapa ahli menyarankan memberikan kepercayaan penuh, kemudian bersepakat jika terjadi sesuatu, segera dibicarakan secara terus terang. Anak diyakinkan bahwa orang tua tetap merupakan tempat bertanya, tempat lari yang aman, dan bahwa orang tua tidak akan marah secara sewenang-wenang. Anak akan lebih matang lewat reasoning dan bukannya dengan dimata-matai. Lagi pula, secermat-cermat orang tua memata-matai anak, masih lebih pintar anak untuk menyembunyikannya dari orang tua, jika mereka merasa orang tua adalah figur yang menakutkan dan bukannya figur yang bersahabat, yang mau mengerti persoalan anak, betapapun rumitnya. Jadi, ketika anak Anda tergolong nakal menurut pendapat Anda, segeralah ambil sikap yang tepat untuk mendidiknya. Jangan buru-buru memvonis bahwa anak Anda tidak bisa diandalkan, bahkan mengkhawatirkan akibat ulahnya. Pandai-pandailah mengelola anak, meskipun ia termasuk nakal sekalipun, agar anak Anda bisa bertumbuh dengan baik dan wajar; serta bisa sukses dalam kehidupannya. Anda bisa kok melakukannya!***** Profil Penulis Yahya Wardoyo, lahir di Temanggung, 12 November 1942 . Ia menyelesaikan studi pada fakultas kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, sebagai dokter, Oktober 1969, kemudian pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Februari 1975, sebagai Sarjana Kesehatan Masyarakat. Sejak Juni 1970 ia diserahi tugas memimpin sebuah unit kesehatan swasta, yaitu Balai Pengobatan dan Balai Bersalin Emanuel, pada Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum (YAKKUM) di Purwareja-Klampok, Banjarnegara.

Pada tahun 1972, dengan dorongan dari sekretaris umum YAKKUM pada saat itu, yaitu Dr. Gunawan Nugroho, ia merintis sebuah program pengembangan masyarakat desa di wilayah Kabupaten Banjarnegara (Community Development). Program ini juga merintis sistem kesehatan yang dikelola masyarakat sendiri, melalui kader-kader kesehatan desa, yang saat itu dikenal dengan nama Promotor Kesehatan Desa. Setelah ditinjau oleh tokoh-tokoh dari Christian Medical Commission, World Council of Churches, Geneva, dan WHO, Geneva, program diterima sebagai salah satu sistem kesehatan untuk wilayah pedesaan, terutama daerah terpencil. Antara tahun 1975-1985, dengan dorongan dari Dr. Lukas Hendrata, Yahya dikirim ke berbagai organisasi internasional untuk memperkenalkan sistem kesehatan pedesaan tersebut, antara lain pada forum International Institute for Rural Reconstruction di Manila, Filipina; Davao Medical School, Davao, Filipina; Asian Regional Forum di Virginia, USA; Free University, Amsterdam, Nederland; Christian Medical Commission, Geneva, Swiss serta beberapa lembaga internasional lain. Saat itu ia juga menjalin kerja sama dengan Dr. Prem Chandran John dari lembaga ACHAN di Madras, India dan Mr. Yoshi Ikezumi dari Asian Health Institute, Nagoya, Japan, keduanya bergerak di bidang pengembangan dan kesehatan wilayah pedesaan. Melalui kedua lembaga itulah Yahya kemudian menjadi International Facilitator untuk Participatory Action Research khususnya untuk bidang Pengembangan Masyarakat (Community Development); sempat melatih di beberapa forum internasional. Salah satu hobinya ialah menulis, tidak hanya tulisan dalam rangka tugasnya sebagai fasilitator di bidang Community Development. tetapi juga menulis bermacam karya tulis, mulai dari karya Pembinaan Kerohanian, Pembinaan Administrasi dan Manajemen, Humaniora, buku-buku tentang Bina Diri, meliputi Pembinaan bagi kaum Lanjut Usia, Pembinaan dan pendidikan bagi anak, keharmonisan keluarga, upaya untuk tetap langsing dan sehat, kesehatan mental dan kebahagiaan dan lain-lain. Beberapa juga sudah diterbitkan.

Anda mungkin juga menyukai