Hubungan Otorhinolaringologi Dan Ti

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 12

Hubungan otorhinolaringologi dan orthodonti : korelasi antara saluran nasofaringeal dan kompleks kraniofasial

Abstrak Menurut patofisiologi, jalan nafas yang menyempit secara anatomi merupakan faktor predisposisi terjadinya obstruksi saluran nafas atas. Disini dibahas mengenai hubungan antara rongga nasofaring dan struktur kraniofasial. Demikian juga mengenai hubungan antara faring dan posisi mandibula, dimana potongan transversal nasofaring secara signifikan lebih lebar pada pasien dengan prognatisma dibanding pasien dengan retrognatisma. Pengaruh obstruksi kronik saluran nafas terhadap perkembangan kraniofasial juga dibahas disini. Hubungan bentuk-fungsi yang dapat menjelaskan penyebab adanya hubungan antara obstruksi nasal dan pertumbuhan kraniofasial dipandang sebagai sesuatu yang bersifat multifaktor, bukan 1 dimensi, yang sifatnya sejajar. Dan bagaimanapun, dengan memperluas maxila kita tidak hanya meningkatkan volume dan aliran udara pada hidung, namun juga mempengaruhi perasaan subjektif pasien, meskipun kita tidak dapat menentukan prognosis berdasarkan hal ini, karena adanya perbedaan subjektivitas masing-masing individu. Alat-alat orthodonti untuk memajukan atau menarik mandibula kedepan sangat berguna dalam terapi sindrom mild obstructive sleep apnea. Metode terapi ini sangat disarankan terutama untuk pasienpasien yang tidak mau memakai CPAP (continuous positive airway pressure). Kata kunci : perkembangan kraniofasial, saluran nasofaring, adenoid, RME (Rapid Maxillary Expansion), sindrom sleep apnea tipe obstruktif (OSAS/ Obstructive Sleep Apnea Syndrome), alat untuk memajukan atau menarik mandibula kedepan. 1. Pendahuluan

Sama halnya dengan hipertropi tonsil dan adenoid, rhinitis alergi dan rhinitis kronik, iritasi akibat iritan lingkungan, infeksi, deformitas nasal kongenital, trauma nasal, polip dan tumor, faktor predisposisi lain yang bisa menyebabkan obstruksi saluran nafas atas sering mengakibatkan penyempitan jalan nafas. Dalam tulisan ini, referensi diambil dari literaturliteratur mengenai peran penting malposisi dan anomali rahang dalam mengubah morfologi jalan nafas dan dalam menimbulkan masalah pernafasan. Sebaliknya, pengaruh obstruksi jalan nafas terhadap perkembangan sistem stomatognati telah terbukti dan teori yang paling dianut yaitu teori matriks fungsional, yang menggambarkan pengaruh struktur disekitarnya terhadap perkembangan dentofasial. 2. Hubungan antara cavum fariengeal dan struktur makrofasial Karena hubungan erat antara faring dan struktur Dentofacial, hubungan timbal balik yang telah lama dilakukan penelitian pada subjek [4], [5]. Namun, hasil penelitian ini berdasarkan pengukuran jalan napas secara dua dimensi. Pada penelitian Alves dkk. [6] yang dipublikasikan pada tahun 2008, saluran napas bagian atas pada pasien dengan retrognathism (contohnya. distoclusion, retraksi mandibula) atau prognatisme (contohnya. mesioclusion, tonjolan mandibula) dengan pernapasan fisiologis diukur secara tiga dimensi untuk pertama kalinya dengan Computed Tomograms. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ukuran-ukuran jalan napas tidak dipengaruhi oleh jenis maloklusi. Namun, ada perbedaan yang signifikan antara pasien dengan retrognathism dan prognatisme sehubungan dengan dimensi transversal nasofaring. Hal ini secara signifikan menurun pada angka kejadian pasien dengan distoclusion. Kemudian, terdapat perbedaan jenis kelamin tertentu. Misalnya, lebar retroglossal dan tinggi dari cavum nasal posterior lebih besar pada laki-laki dengan distoclusion dari pada perempuan, sedangkan volume retropalatal dan retroglossal lebih luas pada pasien laik-laki dengan mesiooklusi. Hasil penelitian ini, bagaimanapun, tidak menyingkirkan hubungan suatu obstruksi jalan napas antara dengan pertumbuhan tulang

wajah dan sebaliknya. Sementara Freitas dkk. [7] dalam penelitian 2D mereka tidak menemukan korelasi antara obstruksi saluran udara atas dan frekuensi maloklusi, Jospeh dkk. [8] mengasumsikan bahwa faktor rangka, seperti rahang/ maxilla retrognathic, dapat menyebabkan penyempitan dimensi anteroposterior jalan napas. Selanjutnya penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan hyperdivergent (syn. vertikal, dolichofacial) dari cranio facial atau pertumbuhan vertikal yang berlebihan dari maxilla dapat mengakibatkan

penyempitan dimensi anteroposterior jalan napas. Pengukuran ini tidak dipertimbangkan dalam penelitian 3D yang disebutkan di atas. Peran penting dalam menjaga jalan napas faring juga dikaitkan dengan hyoid dan musculus nya. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa perubahan posisi hyoid dapat mengakibatkan perubahan posisi mandibula. Misalnya Battagel dkk. [9] melaporkan bahwa pada pasien dengan retrognathism mandibula, terdapat suatu hyoid pada posisi posterior yang berhubungan dengan penyempitan saluran napa atas. Allhaija dan Al-Khateeb [10] juga menemukan hubungan yang signifikan antara sendi rahang, posisi hyoid dan lebar rongga faring. Penelitian mengenai pengaruh kemajuan ilmu bedah atau mundurnya mandibula pada posisi hyoid dan saluran napas faring menunjukkan bahwa majunya mandibula mengakibatkan lebih maju dari hyoid dengan pelebaran jalan napas faring minimal [11], namun sebaliknya benar dalam kasus ini dari kemunduran mandibula bedah [12].

3.Korelasi antara pernapasan dan struktur kraniofasial Ini adalah asumsi umum bahwa fungsi nasorespiratory memiliki efek pada perkembangan Dentofacial. Secara khusus, telah diasumsikan bahwa obstruksi kronis pada saluran napas hidung menyebabkan pernapasan mulut, yang mempengaruhi posisi lidah dan posisi rahang bawah. Jika hal ini terjadi selama pertumbuhan bisa mengakibatkan adenoid facies.

Istilah adenoid facies menggambarkan gejala sisa hypertrophic adenoids untuk wajah. Kompleks ini meliputi karakteristik gejala berikut: mulut terbuka, pernapasan mulut, hipotonia, jalan napas faring sempit, sempit di daerah dasar alae nasal, lantai hidung pendek, peningkatan anterior dan terutama meningkatkan tinggi wajah bawah, sudut mandibula tajam, maxilla sempit, langit-langit tinggi, posisi lidah anterior, sering terjadi mandibular retrognathism dan retroclined mandibular incisors. Perkembangan ini dijelaskan oleh perubahan dalam keseimbangan otot. Bernapas dengan mulut menghasilkan posisi lidah rendah dan ketidakseimbangan antara kekuatan dari pipi dan lidah dibandingkan dengan anak sehat. Hal ini selanjutnya menyebabkan posisi mandibula rendah dan postur kepala diperpanjang dengan gejala sisa pada gigi dan tulang seperti yang disebutkan di atas. Konsekuensi kraniofasial serupa juga ditemukan dalam kasus hipertrofi tonsil dan pada pasien dengan long face syndrome. Istilah ini menggambarkan pembesaran dimensi vertikal berlebihan dari wajah, yang disebabkan oleh pembesaran sudut mandibula atau dentoalveolar maksila posterior. Selama tinjauan kritis oleh O'Ryan dkk, tidak ada korelasi yang pasti bisa ditunjukkan antara obstruksi fungsi nasorespiratory dan perkembangan fasies adenoid atau sindrom wajah panjang. Dalam studi oleh Fields dkk, aliran udara hidung pada pasien dengan sindrom wajah panjang secara signifikan berkurang daripada kelompok kontrol normal, tapi volume pernapasan mereka dan luas penampang hidung terkecil adalah serupa. Interaksi fungsi dan bentuk ini, yang harus menjelaskan hubungan kausal antara obstruksi hidung dan pertumbuhan kraniofasial, tampaknya yang bersifat multifaktorial. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Oulis dkk, kejadian lateral crossbite dan oral habits yang diteliti pada 120 anak dengan hipertrofik adenoid dengan atau tanpa pembesaran tonsil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 47% anak memiliki crossbite lateral. Crossbite ini terutama pada anak dengan obstruksi jalan napas berat, terutama anak-anak dengan hipertrofi

simultan dari adenoid dan tonsil. Sebagian besar anak-anak dengan crossbite tidak memiliki riwayat mengisap ibu jari atau jari, obstruksi saluran udara bagian atas dianggap bertanggung jawab untuk kejadian rahang atas sempit. Dalam studi terbaru yang diterbitkan oleh Souki dkk, prevalensi malposisi gigi dan rahang diteliti pada 401 anak dengan pernapasan mulut. Anak-anak usia 2-12 tahun. Sebuah obstruksi adenoid atau tonsil ditemukan pada 71,8% anak, rinitis alergi pada 18%. Pernapasan mulut non-obstruktif 9,5%. Sebuah crossbite

posterior didiagnosis pada hampir 30% dari anak-anak pertumbuhan gigi campuran dan desidua dan 48% pada gigi permanen. Jadi prevalensi meningkat dibandingkan dengan populasi secara keseluruhan.

Pernapasan mulut kronis juga mempengaruhi posisi dan arah pertumbuhan rahang bawah pada anak dengan hipertrofi adenoid atau tonsil hipertrofi adenoidal yang diselidiki oleh Sousa dkk. [24]. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada korelasi yang signifikan, sehingga pengaruh pernapasan mulut pada pertumbuhan rahang bawah tidak bisa dikonfirmasi. 3.1 Pengaruh adenoidectomy pada pola pertumbuhan kraniofasial Setelah adenoidectomy, pertumbuhan mandibula diamati, dengan penurunan sudut mandibula. Peningkatan pertumbuhan ramus dari mandibula dan proses condyloid diasumsikan penyebabnya. Hal ini dijelaskan oleh perubahan posisi lidah dan karenanya auto-rotasi mandibula. Secara keseluruhan, bagaimanapun, ada variabilitas yang besar dalam pola reaksi. Meskipun melemahnya pola pertumbuhan vertikal, ketinggian wajah anterior tetap lebih panjang dari pada kelompok kontrol sehat. Sebaliknya, kemiringan rahang atas tidak berubah setelah adenoidectomy

4. Defisiensi maksila transversal Penyempitan maksila adalah salah satu deformitas maksila yang paling umum. Pasien dengan defisiensi maksila transversal biasanya menunjukkan adanya crossbite posterior unilateral ataupun bilateral saat oklusi. Jarak antara dinding lateral rongga hidung dan septum nasal pada pasien sering berkurang, jadi terjadi peningkatan resistensi aliran udara pada hidung. Pada prinsipnya, ada 4 teknik untuk memperluas maksila yang sempit tersebut, yaitu: (a) ekspansi ortodontik dengan plat atau menggunakan alat quad helix, (b) rapid maxillary expansion (RME) menggunakan sekrup hyrax atau distraktor palatal, (c) dengan pembedahan dibantu ekspansi ortodontik maksila, (d) osteotomi segmen transversal. Ekspansi ortodontik dan rapid maxillary expansion adalah metode yang efektif untuk anak;anak dan remaja. Ketika pertumbuhan longitudinal selesai dan maturitas tulang telah komplit, sutura intermaksila sebagian besar sudah tertutup yang berarti resistensi terhadap ekspansi ortodontik meningkat dan kombinasi antara ortodontik dan bedah diperlukan untuk menghindari komplikasi seperti fraktur prosesus alveolar. Untuk tujuan ini, osteotomi maksila disepanjang zona resistensi tulang dilakukan. Sebaliknya, osteotomi segmental secara murni dengan pembedahan untuk mengoreksi maksila yang sempit jarang dan biasanya hanya dilakukan bersama dengan koreksi bedah pada maksila. Efek yang terjadi pada rapid maxillary expansion pada rahang atas tergantung pada usia. Jika itu dilakukan dengan bantuan sekrup hydrax dalam pertumbuhan gigi permanen saat sutura palatine masih terbuka, efek ortopedi versus efek dental setara dengan sepertiga aktivasi sekrup, dimana efeknya lebih dari 50% pada gigi desidua dan gigi campuran. 4.1 Pengaruh ekspansi maksila pada rongga hidung dan pernapasan

Sejumlah penelitian dengan menggunakan radiografi menginvestigasi perubahan pada rongga hidung setelah ekspansi maksila atas dasar sefalometri posterior-anterior. Secara anatomi, pelebaran rongga hidung khususnya dasar hidung, dekat dengan sutura palatal ditemukan. Tergantung usia pasien dan metode perawatan, terjadi peningkatan yang bervariasi antara 1,06mm sampai 3,47 mm antar studi. Selain itu ditunjukkan bahwa ekspansi posterior pada maksila juga mempunyai pengaruh positif pada fungsi rongga nasofaring. Studi menggunakan rhinomanometry dan rhinometri akustik sebelum dan setelah ekspansi menunjukkan bahwa volume nasal dan minimum cross sectional area (MCA) hidung meningkat sedangkan tahanan hidung menurun. Kuisioner yang diberikan pada pasien untuk menilai pernapasan mereka menunjukkan lebih dari 50% merasa ada perbaikan setelah ekspansi maksila. Akan tetapi, tingkat reduksi pada resistensi udara hidung tidak dapat diprediksi karena ada variasi yang luas pada respon individu terhadap ekpansi maksila. Dalam studi terbaru yang diterbitkan oleh Monini dkk pada efek rapid maxillary expansion pada usia anak-anak dibawah 12 tahun, terdapat pelebaran jalan napas posterior serta peningkatan yang signifikan pada aliran udara hidung. Para penulis menyimpulkan bahwa ekspansi maksila memainkan peranan penting tidak hanya dalam mengoreksi penyempitan maksila tapi juga dalam memperbaiki penyempitan rongga nasofaring. Pada pasien dengan obstructive sleep anea syndrome (OSAS), peningkatan aliran udara melalui hidung setelah ekspansi maksila menyebabkan penurunan tekanan inspirasi subatmosfer dimana akan mengurangi kolaps faring. Situasi ini menjelaskan bahwa posisi lidah yang berubah pada rongga mulut mengurangi obstruksi retroglosal. Namun, juga menjadi perdebatan berapa banyak ekspansi maksila mempengaruhi tipe pernapasan. Sebgai contoh, Warren dkk mengatakan bahwa peningkatan aliran udara hidung tidak cukup mencapai pernapasan hidung karena banyak faktor seperti hiperplasi konka hidung, polip hidung, hipertrofi adenoid dan deviasi septum menyebabkan bernapas melalui

mulut. Akibatnya, penulis tidak menganggap dibenarkan melakukan ekspansi maksila semata-mata untuk meningkatkan kapasitas pernapasan hidung dalam kasus pernapasan dengan mulut. 5 Obstructive sleep apnea syndrome (OSAS) Selama tidur, aktivitas otot menurun dan resistensi saluran napas bagian atas meningkat [44]. Hasilnya adalah bahwa pengurangan otot dapat menyebabkan OSAS pada anak dengan jaringan limfatik hipertrofik atau kelainan lain pada saluran napas bagian atas. Selain hipertrofi adenotonsillar, faktor risiko lain untuk OSAS pada anak-anak kelebihan berat badan, gangguan neuromuskuler dan anomali kraniofasial. Hal ini selanjutnya dilaporkan bahwa gangguan tidur memiliki pengaruh pada sistem endokrin, terutama pada sekresi hormon pertumbuhan [45], [46], [47].Anak-anak dengan OSAS dan hipertrofi dari jaringan limfatik menunjukkan terganggunya pertumbuhan somatik karena abnormalnya sekresi hormon pertumbuhan (GH) pada malam hari [48]. Adenotonsillectomy berikut, sebuah peningkatan yang signifikan dalam tingkat serum mediator GH, seperti insulin-like growth factor I (IGF I) dan protein mengikat, ditemukan [48], [49]. Setelah itu pertumbuhan somatik kembali normal atau bahkan terjebak [48], [49]. Secara keseluruhan, karakteristik kraniofasial serupa ditemukan pada anak dengan OSAS kepada mereka pada anak dengan "fasies adenoid" [50]. Untuk mengetahui sejauh mana OSAS mengubah morfologi dari rahang, model ortodontik dari anak-anak dengan OSAS dibandingkan dengan anak-anak dengan riwayat mendengkur dan sekelompok anak yang sehat [51].Dibandingkan dengan kontrol anak, anak-anak OSAS memiliki overjet membesar secara signifikan (tumpang tindih horizontal unggul atas gigi seri bawah), sebuah overbite vertikal berkurang (tumpang tindih vertikal) dengan insiden yang lebih tinggi dari open bite dan lengkung atas dan lebih pendek sempit gigi yang lebih rendah . Kedua anak-anak OSAS

dan anak-anak dengan nokturnal mendengkur memiliki distoclusion lebih sering daripada kelompok kontrol. Jumlah anak-anak dengan crowding mandibula dan open bite anterior naik dengan indeks apnea-Hypopnea obstruktif meningkat. Efek dari peningkatan resistensi saluran udara atas pada morfologi rahang dijelaskan oleh dampak jangka panjang dari kepala berubah, postur mandibula dan lidah diadopsi untuk memastikan saluran udara yang memadai selama tidur [51]. 5.1 Manfaat peralatan ortodentic dalam penatalaksanaan obstruktive sleep apnea syndrome Cara intervensi yang paling sering dilakukan untuk pasien dengan OSAS adalah membuang kelenjar adenoid dan tonsil. Namun, cara ini dibatasi oleh faktor resiko operasi pada anakanak dengan penyakit penyulit ataupun pada pasien dengan hipertrofi jaringan limfe. Oleh karena itu, alat oral orthodentic (OA) digunakan untuk memperluas jalan nafas bagian atas dan mencegahnya agar tidak kolaps dengan cara membuat daerah mandibula berada lebih kedepan. Jarak minimum antara pharing dibelakang palatum mole dan lidah adalah 1 mm dan 0,8mm. Meskipun pada pasien wanita yang memiliki wajah yang lebih kecil, menunjukkan reaksi yang berbeda untuk protrusi mandibula. Sudut pergerakan tulang hyoid yang lebih lebar dihubungkan dengan respon jalan nafas yang lebih baik. Dalam sebuah penelitian oleh Hanggi dkk, perubahan pada jalan nafas daerah faring selama pertumbuhan pada anak-anak dan remaja muda diperiksa dan dibandingkan dengan sebuah kelompok dengan gangguan menutup mulut yang telah diterapi dengan Activator headgear therapy ( sebuah alat ortodentic untuk menggantikan rahang bawah, yang dipasangkan ke kepala dengan sebuah tali dan pembungkus yang terbuat dari besi. Hasil dari penelitian itu menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kedua grup sebelum dan sesudah terapi dimana: pada grup yang kedua, malposisi dari mandibula menurun dengan bermakna, adanya

perluasan area faring, memanjang daerah faring dan semakin menyempitnya jarak antara lidah dan dinding faring posterior. Perubahan-perubahan yang terjadi ternyata tetap stabil untuk jangka waktu yang lama. Hasil bagus dari penggunaan ortodentic ternyata belum dapat dijelaskan dalam hal perubahan tulang ataupun jaringan lunak. Posisi lidah yang berubah diakibatkan meningkatnya ketegangan dari otot genioglossus, atau perubahan jaringan lunak lain akibat pergeseran anterior dari mandibula, sehinggan menjadi bagian yang bertanggung jawab untuk perubahan jalan nafas. Dalam sebuah ulasan oleh Carvalho dan kawan dari tahun 2009, kemanjuran dari terapi OA telah diteliti pada anak-anak dengan OSAS. Ulasan ini terdiri dari uji trial secara random dan quasi random yang membandingkan semua jenis alat yang digunakan dengan sebuah plasebo atau tanpa tindakan pada kelompok anak-anak yang berusia dibawah 15 tahun. Hasil dari terapi utama adalah berkurangnya kejadian apnoe sedikitnya satu episode per jam. Selanjutnya data yang menjadikan parameter selanjutnya adalah berupa: hubungan tulang dengan gigi-geligi, peningkatan mutu tidur, fungsi kognitif dan phonoaudiologi, masalah sikap perilaku, dropout dan withdraws, kualitas hidup, efek samping, toleransi dan nilai efektifnya. Satu dan 348 uji trial yang dilakukan mempunyai kriteria inklusi sebanyak 23 pasien. Walaupun penelitian ini tidak menjawab semua pertanyaan yang ada di ulasan, tetapi hasil yang ada menunjukkan adanya kegunaan yang sangat membantu dari OA pada anakanak dengan OSAS. Namun, pada saat sekarang ini masih belum ada bukti yang kuat pada setiap negara yang menyatakan bahwa OA dapat digunakan secara efektif dalam penatalaksanaan OSAS pada anak-anak. Namun, OSAS sering terjadi pada usia pertengahan. Kemungkinan karena kelebihan berat badan, predisposisi dari keluarga atau perubahan fisiologis secara alami. Misalnya ditemukan kedalaman oropharyngeal airway menurun sesuai dengan usia dan palatum lunak menjadi

lebih panjang dan lebih tebal. Selain itu, berbaring telentang dan penurunan fisiologis otot suara selama tidur secara signifikan mengurangi dimensi pharyngeal airway Dengan demikian pendengkur dan orang-orang dengan OSAS memiliki jalan napas yang sempit, berkurang luas orofaring dan lidah yang besar. Selain itu analisis sefalometrik pada pasien OSAS ditemukan lebih pendek dan rahang lebih retrognathic. Penelitian telah menunjukkan hasil yang signifikan dari tempat yang paling sempit pada saluran napas atas (retropalatal dan retroglossal) dalam dinamika aliran udara. Daerah ini kemungkinan meneyempit pada setengah usia orang dewasa, pentingnya terapi ditegaskan dalam mengubah dimensi ini. Pada tahun 2009 diterbitkan tinjauan tentang masalah penggunaan MADs untuk pemindahan kedepan mandibula yang obstructive Sleep apnea dibandingkan dengan pengobatan CPAP dan operasi korektif. Sebanyak 17 sampel memenuhi kriteria inklusi. Dibandingkan dengan peralatan kontrol, Mads mengurangi rasa subjektif dari kelelahan dan meningkatkan indeks apnea-Hypopnea. Dibandingkan dengan perawatan CPAP, bagaimanapun, terapi MAD kurang efektif dalam mengurangi indeks apnea Hypopnea. Diasumsikan bahwa tahanan hidung tinggi dan BMI, khususnya, memiliki efek buruk pada efektivitas Mads. Terapi CPAP lebih efektif untuk meningkatkan saturasi oksigen arteri minimal selama tidur. Namun, Mads lebih tinggi dari operasi korektif pada saluran napas atas. Pengobatan CPAP ini terus menjadi terapi pilihan bagi pasien dengan gejala OSAS parah dan gangguan tidur. Menurut pendapat penulis, Mads harus disediakan untuk pasien dengan gejala OSAS ringan dan untuk pasien yang tidak mau menjalani atau tidak dapat mentoleransi pengobatan CPAP.

Menurut penelitian oleh Hoffstein, efek samping dari Mads kecil tetapi sering. Yang paling umum adalah air liur berlebihan, mulut kering, nyeri pada rahang dan ketidak nyamanan gigi. Menurut studi ini, efikasi dan efek samping tergantung terutama pada jenis alat, tingkat tonjolan mandibula dan pembukaan vertikal. Setelah 30 bulan follow up, 56-68% pasien masih memakai peralatan. Sekali lagi dalam laporan ini MAD lebih unggul pada prosedur bedah (UPPP) dalam mengurangi indeks apnea-Hypopnea. Selanjutnya magnetik resonance imaging faring dilakukan untuk mempelajari efektivitas Mads di OSAS. Manuver Mller dengan dan tanpa MAD dilakukan pada 13 pasien. Analisis polysomnographic menunjukkan penurunan indeks apnea-Hypopnea dari 19,8 14,5-7,2 7,4 h-1 melalui MAD. Penurunan > 50% terjadi pada 7 pasien, sedangkan terapi MAD tidak berhasil pada 6 pasien. Lima dari 7 pasien yang respon pengobatan obstruksi faring tidak signifikan selama manuver Mller ketika memakai MAD, sedangkan mereka semua melakukannya tanpa perangkat. Sebaliknya, ada obstruksi velopharyngeal tunggal di 4 dari 6 pasien yang gagal pengobatan dan obstruksi gabungan dari Velo-dan glossopharynx pada 2 pasien selama manuver Mller. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa patensi jalan napas selama manuver Mller ketika memakai MAD dapat menjadi parameter cocok untuk memprediksi keberhasilan alat ini dalam kasus-kasus OSAS.

Anda mungkin juga menyukai