Anda di halaman 1dari 45

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan dikemukakan teori-teori dan konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah penelitian. Konsep dan teori yang akan diuraikan tentang: (1) konsep donor darah, (2) konsep kecemasan, (3) konsep penyuluhan kesehatan, (3) konsep perilaku, (4) kerangka teori.

2.1 Konsep Dasar Donor Darah 2.1.1 Pengertian Donor Darah dan Transfusi Darah Donor darah berarti memberikan sebagian darah yang kita miliki untuk disumbangkan kepada orang lain melalui tindakan penyadapan darah (Bambang, 2007).

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1980 tentang Tranfusi Darah. Dalam pasal 1 terdapat pengertian tentang tranfusi darah adalah bagian dari tugas pemerintah dibidang pelayanan kesehatan rakyat dan merupakan suatu bentuk pertolongan yang sangat berharga kepada umat manusia yang berdasarkan ilmu pengetahuan kedokteran tentang sumber darah satu satunya yang paling aman untuk keperluan transfusi darah adalah darah manusia. Adapun pengertian lain dari transfusi darah adalah tindakan memasukkan darah atau komponennya ke dalam sistim pembuluh darah seseorang. Komponen darah yang biasa ditransfusikan ke dalam tubuh seseorang adalah sel darah merah, trombosit, plasma (Reksodiputro,1991).

6 Alasan transfusi darah dan penggunaan produk-produk darah adalah : 1. Untuk memperbaiki anemia (kadar hemoglobin yang rendah) 2. Untuk mengganti kehilangan darah karena terjadi perdarahan pada operasi atau kecelakaan. 3. Untuk mengganti kandungan tertentu dari darah, misalnya faktor-faktor pembekuan. 4. Meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen. 5. Memperbaiki volume darah tubuh. 6. Memperbaiki kekebalan (WHO, 2003).

2.1.2 Jenis donor darah 2.1.2.1 Donor darah keluarga atau donor pengganti Ada 2 macam : 1. Sumbangan darah yang ditujukan kepada UTD sebagai pengganti stok darah di UTD (donor tidak mengetahui identitas pasien). 2. Sumbangan darah dari donor keluarga yang ditujukan untuk pasien tertentu sesuai permintaan keluarga. Keuntungan : Menambah persediaan darah, kemungkinan bersedia menjadi donor sukarela teratur Kerugian : Merepotkan keluarga pasien, ada tekanan pada keluarga, kemungkinan tidak memenuhi kebutuhan, memungkinkan donor darah dengan imbalan, potensial beresiko terhadap keamanan darah.

7 2.1.2.2 Donor darah komersial Adalah donor darah dengan menerima uang atau hadiah untuk darah yang disumbangkan. Motivasi menyumbang darah untuk imbalan bukan untuk menolong orang lain. Kerugian : Merusak sistem sumbangan darah sukarela, sering beresiko bagi keamanan darah karena kemungkinan donor tidak sehat atau menyumbangkan darah lebih sering.

2.1.2.3 Donor darah sukarela Adalah donor yang menyumbangkan darah, plasma, komponen darah atas kerelaan dan tidak menerima uang atau sesuatu keuntungan serta termotivasi menyumbangkan darahnya untuk menolong pasien yang tidak mereka kenal. Adapun donasi darah sukarela yang teratur adalah donor sukarela yang menyumbangkan darahnya secara teratur 1-3 kali setiap tahun. Keuntungan : Termasuk donor resiko rendah, tanpa tekanan, menyumbang teratur untuk menjaga stok darah, cenderung aman dari infeksi, lebih tanggap bila dihimbau untuk menyumbang darah.

2.1.2.4 Donor Pemula Adalah kelompok donor yang baru pertama kali mendonorkan darahnya baik dengan suka rela ataupun untuk donor keluarga atau pengganti. Kelompok donor yang tidak cocok menjadi donor adalah : 1. Status kesehatan calon donor buruk

8 2. Penyumbangan darah tidak sukarela: institusi, tentara, polisi, lembaga permasyarakatan diragukan kesukarelaannya dan keteraturan penyumbangan darah 3. Perilaku calon donor yang memungkinkan dapat terpapar infeksi antara lain: mempunyai partner hubungan seks lebih dari satu, pelacuran,

homoseksualitas, biseksualitas, penggunaan obat suntik (NAPZA), perlukaan kulit, tatoo, menjadi partner perilaku beresiko. Kelompok donor yang aman adalah : Donor teratur, donor sukarela, tanpa imbalan dan dari kelompok donor beresiko rendah (UTD PMI Daerah Surabaya, 2004).

2.1.3 Prosedur Donor darah Prosedur donor darah meliputi seleksi donor, pengambilan darah, pemeriksaan serologi, pengolahan komponen darah, penyimpanan darah dan

pengiriman/pendistribisian darah. 2.1.3.1 Seleksi Donor Pada dasarnya seleksi donor darah bertujuan untuk menjamin kesehatan dan keselamatan donor, resipien dan petugas. 1. Petugas Petugas seleksi awal donor adalah teknisi yang mempunyai kompetensi dan terlatih dalam hal seleksi donor. Untuk pemeriksaan kesehatan donor harus dilakukan oleh seorang dokter (minimal dokter umum). 2. Metoda Setiap donor harus terlebih dahulu mendapatkan :

9 1) Pemberian informasi tentang donor darah. Penyumbang darah (donor) disaring keadaan kesehatannya dilakukan pemeriksaan denyut nadi, tekanan darah, suhu tubuh dan contoh darah untuk mengetahui adanya anemia (medicastore.com, 2007). 2) Menggali informasi tentang keadaan donor dengan menanyakan apakah

pernah atau sedang menderita keadaan tertentu yang menyebabkan darah mereka tidak memenuhi syarat untuk disumbangkan. Keadaan tersebut adalah hepatitis, penyakit jantung, kanker (kecuali bentuk tertentu misalnya kanker kulit yang terlokalisasi), asma yang berat, malaria, kelainan perdarahan, HIV dan kemungkinan tercemar oleh virus HIV, kehamilan, laktasi, pembedahan mayor yang baru saja dijalani, tekanan darah tinggi yang tidak terkendali, tekanan darah rendah, anemia atau pemakaian obat tertentu, untuk sementara waktu bisa menyebabkan tidak terpenuhinya syarat untuk menyumbangkan darah (medicastore.com, 2007). 3) Pengisian daftar isian donor. 4) Penandatanganan persetujuan tindakan medis (inform consent). 5) Pemeriksaan pendahuluan terdiri dari penimbangan berat badan, HB, golongan darah dan pemeriksaan fisik oleh dokter.

3. Persyaratan donor : 1) Keadaan Umum Calon donor tidak nampak sakit, tidak dalam pengaruh obat-obatan (narkotika) dan alkohol serta tidak menderita penyakit-penyakit kronis dan menular.

10 2) Umur Donor Berumur antara 17-60 tahun, kecuali atas pertimbangan dokter. Donor yang berumur 60 tahun dapat menyumbangkan darahnya sampai dengan umur 65 tahun. Donor pertama kali tidak diperbolehkan pada umur 60 tahun. 3) Berat Badan (BB) Donor dengan BB minimal 45 kg dapat menyumbangkan darahnya sebanyak 350 ml, ditambah sejumlah darah untuk pemeriksaan yang jumlahnya tidak lebih dari 30 ml. Donor dengan BB 50 kg atau lebih dapt menyumbangkan darahnya maksimal sebanyak 450 ml tetapi tidak melebihi 15 % dari perkiraan volume darah calon donor ditambah sejumlah darah untuk pemeriksaan yang jumlahnya tidak lebih dari 30 ml. 4) Suhu Tubuh Suhu tubuh calon donor tidak lebih dari 37 C. 5) Nadi Denyut nadi teratur berkisar antara 60-100 / menit. 6) Tekanan darah Tekanan darah sistolik antara 100-160 mmHg dan diastolik antara 60-100 mmHg. 7) Hemoglobin Kadar hemoglobin calon donor 12,5 g/dl. Penetapan kadar hemoglobin dilakukan minimal dengan metode CuSO4 (BJ 1.053). 8) Haid, kehamilan dan menyusui Setelah selesai haid, 6 bulan setelah melahirkan dan 3 bulan setelah berhenti menyusui diperkenankan menyumbangkan darahnya.

11 9) Jarak menyumbangkan darah Jarak penyumbangan darah lengkap tidak kurang dari 8 minggu, maksimal 5 kali setahun. Penyumbangan darah lengkap dapat dilakukan minimal 48 jam setelah menjalani plasma tromboferesis. Jarak penyumbangan komponen darah trombosit minimal 1 bulan (jumlah trombosit 150.000/ul), maksimal 6 kali setahun untuk laki-laki dan 4 kali untuk perempuan. 10) Untuk menjaga kesehatan dan keselamatan resipien, calon donor juga harus memenuhi persyaratan berikut ini : (1) Kulit Donor : Kulit lengan didaerah tempat penyadapan harus sehat tanpa kelaianan, tidak ada bekas tusukan jarum. (2) Riwayat tranfusi darah : Calon donor tidak boleh menyumbangkan darahnya dalam waktu 12 bulan setelah mendapatkan tranfusi darah. (3) Penyakit infeksi: Calon donor dengan pemeriksaan laboratorium terhadap sifilis, hepatitis B, hepatitis C, HIV yang menunjukkan hasil positif tidak boleh menyumbangkan darahnya : 3 tahun setelah bebas dari gejala malaria, 3 tahun setelah keluar dari daerah endemis malaria (jika yang bersangkutan tinggal didaerah endemis tersebut 5 tahun berturut-turut), 12 tahun setelah berkunjung ke daerah endemis malaria, 6 bulan setelah sembuh dari penyakit typhoid/typhus. (4) Riwayat imunisasi dan vaksinasi : Calon donor dapat menyumbangkan darahnya 8 minggu setelah imunisasi dan vaksinasi. (5) Riwayat operasi : calon donor dapat menyumbangkan darahnya 5 hari setelah pencabutan, 6 bulan setelah menjalani operasi, 12 bulan setelah menjalani operasi besar.

12 (6) Riwayat pengobatan: calon donor dapat menyumbangkan darahnya : 3 hari setelah meminum obat-obatan yang mengandung aspirin dan piroxicam, 12 bulan setelah dinyatakan sembuh terhadap penyakit sifilis dan gonorrhoe. (7) Obat-obatan narkotik dan alkohol: pecandu narkotik dan pecandu alkohol tidak boleh menyumbang selamanya. (8) Tato, tindik dan tusuk jarum : calon donor dapat menyumbangkan darahnya 12 bulan setelah ditato, ditindik dan ditusuk jarum (UTD PMI Pusat, 2007).

2.1.3.2 Pengambilan Darah Pengambilan darah donor dilakukan pada donor yang telah lolos seleksi. Instruktur kerja pengambilan darah donor : 1. Mempersilahkan donor mencuci lengan. 2. Mempersilahkan donor tidur ditempat yang sudah disediakan dengan posisi terlentang. 3. Menempatkan tangan donor lurus disamping dan posisi menghadap keatas. 4. Memasang tensi meter dengan posisi slang/pipa tensi meter diatas. 5. Identifikasi kantong darah dan tabung sample darah sesuai dengan formulir donor darah yaitu: nomor kantong, golongan darah, tanggal pengambilan, tanggal kadaluarsa, nama pengambil darah, jam pengampilan untuk komponen darah. 6. Naikkan tensimeter sampai batas antara systole dan diastole, raba dan tentukan letak vena dimana akan dilakukan penusukan, turunkan tensimeter. Ambil kapas betadine menggunakan pinset, kemudian pakai yang akan ditusuk dari satu titik ditengah, dengan gerakan melingkar dari arah dalam keluar 1 kali.

13 Hindarkan arah berlawanan karena dapat membawa kotoran ke lokasi penusukan vena. Ambil kapas alkohol 70%, lakukan desinfeksi vena dengan cara yang sama 3-4 kali. 7. Buatlah simpul longgar pada slang kantong darah 15 cm dari arah jarum. 8. Tempatkan kantong darah diatas timbangan darah. 9. Naikkan tensimeter kembali sampai batas sistole dan diastole. 10. Lakukan penusukan vena dengan cara : 1) Buka tutup jarum, posisi lobang jarum disebelah atas. 2) Tekan secara pelan lengan donor dibawah lokasi penusukan dengan tangan kiri. 3) Tusukan jarum 1 atau 2 cm dari vena, dorong sampai berada ditengah vena. Jangan sampai menembus sisi vena yang lain. Bisa terjadi hematome pada lengan donor. 4) Aturlah posisi jarum searah dengan vena setelah darah keluar. 5) Turunkan tensimeter antara 40 mmHg 50 mmHg 11. Lakukan fiksasi slang dilengan donor dengan menggunakan meditape di 2 tempat agar kedudukan jarum tidak berubah. 12. Kocoklah darah secara perlahan dn sesering mungkin agar darah tercampur sempurna dengan antikoagulan. 13. Apabila volume darah sudah penuh, jepitlah slang dengan klem A 5 cm dari arah jarum. 14. Serut selang kantong darah dari klem A kearah kantong darah dengan menggunakan hand sealer sepanjang 5 cm, kemudian jepit slang kantong darah dengan klem B 2 cm dari klem A.

14 15. Potong slang diantara klem A dengan klem B, kemudian kencangkan simpul pada slang. 16. Tempatkan tabung diujung potongan slang, buka klem A dan isilah tabung tersebut dengan darah vena donor langsung dari slang yang masih ada ditangan donor tersebut. 17. Tutup klem A. 18. Turunkan tensimeter sampai batas nol. 19. Letakkan kapas alkohol 70% diatas lokasi tusukan dengan sedikit ditekan, kemudian cabutlah jarum dari tubuh donor secara perlahan. 20. Minta donor menekan bekas tusukan pada vena dengan kapas alkohol 70% tadi dan mengangkat tangan keatas. 21. Serut slang dengan hand sealer hingga darah masuk kekantong darah, kocok perlahan agar tercampur sempurna, lepaskan hand sealer hingga slang darah dapat terisi kembali dengan darah yang telah tercampur antikoagulan.Ulangi 2-3 kali, rapikan slang. 22. Cocokkan nomor sample dengan nomor kantong dan nomor pada formulir. Simpan darah dalam blood bank pada suhu 4C 2C atau biarkan disuhu kamar bila darah tersebut diperuntukkan untuk komponen trombosit. 23. Periksa luka tusukan pada vena donor, bila tidak ada perdarahan, tutup dengan tensoplast. Amati 1 menit. 24. Persilahkan donor keruang istirahat bila tidak ada keluhan dari donor (UTD PMI Pusat, 2007).

15 2.1.3.3 Pemeriksaan Serologi Untuk pengamanan darah, pemeriksaan serologi harus dilakukan terhadap semua darah sebelum ditransfusikan. Pemeriksaan serologi terhadap spesimen dibagi menjadi : 1. Uji saring darah donor terhadap infeksi menular lewat transfusi darah. Berdasarkan peraturan yang ditetapkan pemerintah, maka terhadap darah donor harus dilakukan pemeriksaan uji saring untuk infeksi menular lewat transfusi darah antara lain Sifilis, Hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV. Adapun spesimen yang digunakan berupa serum dan plasma,volume spesimen adalah 5 ml. Pemeriksaan menggunakan metode ELISA, Aglutinasi, Rapid Test,

Chemiluminescens, Nucleic Acid Test (NAT). 2. Uji konfirmasi golongan darah Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan golongan darah donor, yang sebelumnya sudah diperiksa pada pemeriksaan pendahuluan sebelum pengambilan darah. Specimen yang digunakan berupa darah lengkap dengan anti koagulan atau darah tanpa anti koagulan.Volume specimen adalah 5 ml. Pemeriksaan menggunakan Bioplate dan Metode Gel. 3. Uji saring antibodi Pemeriksaan ditujukan untuk mendeteksi alloantibodi pada darah donor dan darah resipien. Specimen yang digunakan berupa darah lengkap dengan antikoagulan atau darah tanpa antikoagulan.Volume specimen adalah 8-10 ml. Pemeriksaan menggunakan Konvensional (Indirect Coombs Test) dan Metode Gel (Issitt PD, Anstee DJ, 1999).

16 2.1.3.4 Pengolahan Komponen Darah Pengolahan komponen darah adalah tindakan memisahkan komponen darah donor dengan prosedur tertentu menjadi komponen darah yang siap pakai. Darah donor yang dipisahkan menjadi Sel Darah Merah Pekat (SDMP/PRC), Plasma (plasma cair, plasma segar beku/FFP, Kriopresipitat), Trombosit Pekat (TC), Granulasit Pekat (Buffy Coat) (Council of Europe, 2002).

2.1.3.5 Penyimpanan Darah 1. Untuk penyimpanan darah dipakai blood refrigator yang bersuhu 1-6 C. 2. Untuk menyimpan FFP dan plasma beku dipakai Blood Freezer suhu -18 C sampai -30 C selama 1 tahun dan pada suhu -65 C sampai dengan 7 tahun. 3. Untuk sel darah merah beku disimpan pada suhu (-65 C) (-80 C) sampai dengan 10 tahun (Ziebell LCW, Kavemeier K, 1999).

2.1.3.6 Pendistribusian Darah Pendistribusian darah adalah penyampaian darah dari UTD ke rumah sakit melalui bank darah rumah sakit (BDRS) atau institusi kesehatan yang berwenang. Alur distribusi melalui : 1. Distibusi darah rutin dari UTD ke Bank Darah. 2. Distribusi darah keadaan khusus dari UTD ke Bank Darah. 3. Distribusi darah antar UTD. 4. Distribusi darah dari UTD ke rumah sakit yang belum memiliki Bank Darah. 5. Dokumentasi (UTD PMI Pusat, 2007).

17 2.1.4 Manfaat Donor Darah 2.1.4.1 Bagi Pendonor Bagi pendonor sendiri banyak manfaat yang dapat dipetik dari mendonorkan darah. Beberapa diantaranya adalah : 1. Mengetahui golongan darah. Hal ini terutama bagi yang baru pertama kali mendonorkan darahnya. 2. Mengetahui beberapa penyakit tertentu yang sedang di derita. Setidaknya setiap darah yang didonorkan akan melalui 13 pemeriksaan (11 diantaranya untuk penyakit infeksi). Pemeriksaan tersebut antara lain HIV/AIDS, hepatitis C, sifilis, malaria, dsb. 3. Mendapat pemeriksaan fisik sederhana, seperti pengukuran tekanan darah, denyut nadi, dan pernapasan (Warta Medika, 2008). 4. Mencegah timbulnya penyakit jantung. Masyarakat awam belum menyadari bahwa donor darah dapat membantu menurunkan resiko terkena serangan jantung. Sebuah penelitian membuktikan donor darah mampu mengurangi kelebihan zat besi di dalam darah, yang diduga berperan menimbulkan kelainan jantung. Perempuan yang mengalami menopause disarankan untuk mendonorkan darahnya secara rutin. Kelebihan zat besi pada kelompok perempuan menopause tidak dapat dikeluarkan pada saat menstruasi. Ini sebabnya kadar zat besi dalam darah perempuan menopause lebih tinggi disbanding perempuan yang masih mengalami menstruasi. Dengan demikian dapat dimengerti manfaat donor darah untuk mencegah kelainan jantung bagi perempuan menopause (Tempo, 2007).

18 5. Donor darah membuat awet muda. Usia darah didalam tubuh antara 90 sampai 120 hari, lalu akan rusak atau berganti melalui penguraian didalam tubuh (prosedur normalnya) dengan donor darah yang rutin (3 bulan sekali) maka umur darah itu akan menjadi 30 sampai 60 hari masa pergantiannya, maka akan terbentuk lagi sel-sel yang baru, selain itu mempermudah kerja jantung, pengangkutan O2 dan sari-sari makanan keseluruh tubuh, mekanisme ini bila berlangsung rutin akan menghasilkan sirkulasi yang baru sehingga akan terjadi penundaan faktor-faktor penuaan (Johanes, 2008).

2.1.4.2 Bagi Resipien Manfaat yang paling utama dari darah yang didonorkan seringkali dapat menyelamatkan nyawa seseorang. Darah adalah komponen tubuh yang berperan membawa nutrisi dan oksigen ke semua organ tubuh, termasuk organ-organ vital seperti otak, jantung, paru-paru, ginjal, dan hati. Jika darah yang beredar di dalam tubuh sangat sedikit oleh karena berbagai hal, maka organ-organ tersebut akan kekurangan nutrisi dan oksigen. Akibatnya, dalam waktu singkat terjadi kerusakan jaringan dan kegagalan fungsi organ, yang berujung pada kematian. Untuk mencegah hal itu, dibutuhkan pasokan darah dari luar tubuh. Jika darah dalam tubuh jumlahnya sudah memadai, maka kematian dapat dihindari (Warta Medika, 2008).

2.1.5 Efek Samping Donor Darah 1. Efek samping ringan : Kegelisahan, peningkatan frekuensi pernapasan, peningkatan detak jantung, pucat dan berkeringat, pusing/menguap terus menerus, mual/muntah.

19 2. Efek samping sedang: kehilngan kesadaran, pingsan berulang-ulang, detak jantung yang lemah dan sulit dirasakan karena kecil suaranya, Pernapasan yang lemah. 3. Efek samping berat : pingsan dan kejang-kejang (WHO, 2003).

2.2 Konsep Kecemasan 2.2.1 Pengertian Kecemasan Kecemasan adalah respon psikologik terhadap stres yang mengandung komponen physiologik dan psikologik, perasaan takut atau tidak tenang yang sumbernya tidak dikenali. Kecemasan terjadi ketika seseorang merasa terancam baik secara fisik ataupun psikologik seperti harga diri, gambaran diri atau identitas diri (Barbara C. Long, 1996 : 138).

Dalam bukunya, Rowlins dan Heacock (1993) menyebutkan bahwa cemas adalah permulaan dimana individu merasa kesukaran dan ketidaknyamanan dan respon aktifitas sistem syaraf automatik menuju pencapaian yang tidak spesifik. Sedangkan menurut Sundeen, S (1987) cemas adalah suatu emosi dan pengalaman subyektif individu. 2.2.2 Model stres dan adaptasi Model stres digunakan untuk mengidentifikasi stresor bagi individu tertentu dan memprediksi respons individu tersebut terhadap stresor. Setiap model

menekankan aspek stres yang berbeda. Perawat menggunakan model stres untuk membantu klien mengatasi respon yang tidak sehat, non produktif. Dengan

20 modifikasi, model ini dapat membantu perawat berespon dalam merawat dengan cara yang menunjukkan individualisasi bagi klien.

Model berdasar respon berkaitan dengan mengkhususkan respon atau pola respon tertentu yang mungkin menunjukkan stresor. Model stres dari Selye (1976) adalah model berdasarkan respon yang mendefinisikan stres sebagai respon non-spesifik dari tubuh terhadap setiap tuntutan yang ditimpakan kepadanya. Stres ditunjukkan oleh reaksi fisiologis spesifik, GAS. Sehingga respon seseorang terhadap stres benar-benar fisiologis dan tidak pernah dimodifikasi untuk memungkinkan pengaruh dari kognitif (McNett, 1989). Model berdasar respon tidak memungkinkan perbedaan individu dalam pola berespon. Kurangnya keleluasaan ini dapat menimbulkan beberapa kesulitan bagi perawat karena perbedaan individu harus diidentifikasi dalam fase pengkajian. Namun demikian, mungkin akan bermanfaat bila menentukan respon fisiologis.

Model adaptasi menunjukkan bahwa empat faktor menentukan apakah suatu situasi adalah menegangkan (Mechanic, 1962). Kemampuan untuk menghadapi stres, faktor pertama biasanya bergantung pada pengalaman seseorang dengan stresor serupa, sistem dukungan, dan persepsi keseluruhan. Faktor kedua berkenaan dengan praktik dan norma kelompok sebaya individu. Jika kelompok sebaya memandang sebagai normal untuk membicarakan tentang stresor tertentu, klien mungkin berespon degan mengeluhkan tentang stresor tersebut atau mendiskusikannya. Respon ini dapat membantu beradaptasi terhadap stres, atau

21 klien meresponnya dengan cara yang sederhana untuk menyesuaikan diri dengan perilaku kelompok sebaya. Faktor ketiga adalah dampak dari lingkungan sosial dalam membantu seorang individu untuk beradaptasi terhadap stresor. Faktor terakhir mencakup sumber yang dapat digunakan untuk mengatasi stresor.

Model adaptasi didasarkan pada pemahaman bahwa individu mengalami ansietas dan peningkatan stres ketika mereka tidak siap untuk menghadapi situasi yang menegangkan. Dengan menggunakan model ini dan intervensi yang sesuai, perawat dapat membantu klien dan keluarga untuk meningkatkan kesehatan dalam semua dimensi kemanusiaan (Potter & Perry, 2005).

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan menurut Kaplan dan Sadock (1999) antara lain : 1. Umur Jika seseorang masih muda / kanak-kanak maka akan terjadi pemindahan emosi ke arah netral, bila cemas datang dia akan memilih untuk diam tidak mau berbicara atau memilih siapapun, namun jika seseorang bertambah dewasa maka dalam menghalangi kecemasan usaha yang dilakukan adalah dengan memperbaiki penurunan citra diri dengan meningkatkan asset / potensi yang dimiliki dimana semakin matang individu dalam perkembangannya maka semakin baik pula kemampuan untuk mengatasinya.

22 2. Jenis kelamin Jenis kelamin laki laki perasaan emosinya dangkal dan bersifat kasar. Sedangkan pada perempuan emosinya sangat halus dan kuat. Oleh karena itu perempuan mempunyai tingkat kecemasan lebih tinggi dibanding laki laki. 3. Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan yang mana ditunjang oleh pengetahuan yang dimilikinya. 4. Pengalaman berkembang Proses kelahiran adalah pengalaman pertama kecemasan yang tanpa disadari dan pengalaman kecemasan berkelanjutan timbul sebagai persepsi bahwa perkembangan fisik seseorang membutuhkan kemarahan, misalnya : takut terjadi tua atau dewasa. 5. Hubungan dengan orang lain Adanya perselisihan atau kontak yang ditimbulkan kecemasan, kemampuan seseorang dalam menghadapi konflik, yaitu dengan menghadapi masalah dan konflik serta berusaha memecahkannya atau dengan menghindari dan menjauhi konflik tanpa berusaha menyelesaikannya. 6. Konflik Adanya konflik merupakan faktor timbulnya kecemasan, kemampuan seseorang dalam menghadapi konflik, yaitu dengan menghadapi masalah dan konflik serta berusaha memecahkannya atau dengan menghindari dan menjauhi konflik tanpa berusaha menyelesaikannya.

23 7. Situasi Cemas dicetuskan oleh adanya situasi atau obyek yang jelas (dari luar individu) yang sebenarnya pada saat kejadian tidak membahayakan kondisi lain (dari dalam individu) seperti perasaan takut akan penyakit (resofobia) atau ketakutan akan perubahan bentuk badan (dismorfobia). 8. Pengalaman masa lalu Pengalaman masa lalu juga dapat mempengaruhi respons tubuh terhadap stressor yang dimiliki. Semakin banyak stresor dan pengalaman yang dialami dan mampu menghadapinya, maka semakin baik dalam mengatasinya sehingga kemampuan adaptifnya akan semakin baik pula.

2.2.4 Tingkat Ansietas 1. Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. 2. Ansietas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang

mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. 3. Ansietas berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang

cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan

24 tidak dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk

mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain. 4. Tingkat panik dari ansietas berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. kehilangan melakukan Rincian terpecah dari proporsinya. Karena mengalami panik mengalami mampu

kendali, orang sesuatu

yang

tidak

walaupun

dengan panik,

pengarahan. Panik melibatkan terjadi peningkatan aktivitas

disorganisasi kepribadian. Dengan

motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional.

2.2.5 Respon Ansietas 2.2.5.1 Respon Fisologis 1. Sistem Kardiovaskuler : palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meninggi, rasa mau pingsan, pingsan tekanan darah menurun dan denyut menurun 2. Sistem Pernafasan : nafas cepat, nafas pendek, tekanan pada dada, nafas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik. 3. Sistem Neuromuskuler : terengah-engah, reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor regiditas, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, kaki gajah, gerakan yang janggal. 4. Sistem Gastro Intestinal : kehilangan nafsu makan, menolak makanan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual, rasa terbakar pada jantung diare. nadi

25 5. Sistem Traktus Urinarius : tidak dapat menahan kencing, sering berkemih. 6. Sistem Kulit : wajah kemerahan, berkeringat setempat ( telapak tangan)

gatal, rasa panas dan dingin pada kulit , wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh.

2.2.5.2 Respon Kognitif dan Afektif 1. Perilaku : gelisah, ketengangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mendapat cedera, menarik interpersonal, hiperventilasi. 2. Kognitif : perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa salah dalam memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berfikir, bidang persepsi menurun, kreatifitas menurun, waspada, kesadaran diri produktifitas menurun, meningkat, bingung, sangat menghalangi, melarikan diri dari diri dari hubungan

masalah, menghindari

kehilangan objektivitas, takut takut cedera atau

kehilangan kontrol, kematian.

takut pada

gambaran visual,

3. Afektif : mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, nervus, ketakutan, alarm, teror, gugup. 2.2.6 Rentang Respons Ansietas
Rentang Respon Ansietas Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi

Ringan

Sedang

Berat

Panik

Gambar 2.1. Gambar rentang Respon Ansietas

26 2.2.7 Penilaian Tingkat Kecemasan Dengan HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety) Menurut Maramis W.F (1990) ada tes-tes pertanyaan langsung,

mendengarkan cerita penderita, serta mengobservasikan terutama perilaku non verbalnya ini sangat berguna dalam menentukan adanya kecemasan dan untuk menetapkan tingkatannya. Penting adanya tanda-tanda tremor, tatapan mata yang lebih singkat, kurang senyum dan kecenderungan dalam menegakkan tubuh otot-otot muka mudah dikontrol. Oleh karena itu petugas harus lebih peka terhadap syarat-syarat non verbal tersebut.

Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dan diperinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masingmasing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0-4 (Dadang Hawari, 2006). Adapun gejala-gejala yang tercantum pada HRS-A adalah terdiri dari 14 item dengan pembagian sebagai berikut : 1. Perasaan cemas : firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah

tersinggung perasaan tak nyaman. 2. Ketegangan : merasa tegang, mudah terkejut, tidak dapat istirahat dengan tenang, mudah menangis, gemetar, gelisah. 3. Ketakutan : pada gelap, ditinggal, sendiri, pada orang asing, pada

kemuruman orang banyak.

27 4. Gangguan tidur : susah tidur, terbangun malam hari, tidak pulas mimpi buruk 5. Gangguan kecerdasan : daya ingat buruk, sulit berkonsentrasi, sering

bingung, kreatifitas dan produktifitas menurun. 6. Perasaan depresi : kehilangan minat, sedih, bangun dini hari, perasaan berubah setiap hari. 7. Gangguan somatik : kaku, kedutan otot, gigi gemeretak, suara tak stabil. 8. Gangguan sensorik : telinga berdenging, penglihatan kabur, muka pucat merasa lemah. 9. Sistem kardiovaskuler : berdebar-debar, denyut nadi cepat, denyut nadi

mengeras. 10. Sistem pernafasan: rasa tertekan pada dada, rasa tercekik, nafas terasa sesak, sering menarik nafas panjang. 11. Sistem gastro intestinal : kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada perut, rasa panas pada perut, nause, diare, konstipasi, perut terasa penuh dan kembung. 12. Sistem urogenital : tidak dapat kencing, sering kencing, menstruasi tidak teratur, frigiditas. 13. Gejala otonom : berkeringat banyak pada tangan, bulu roma berdiri, bibir kering, perasaan panas dan dingin pada kulit, pusing atau sakit kepala, berkeringat seluruh tubuh. 14. Perilaku : gelisah, ketegangan fisik, gemetar, gugup, bicara cepat, lambat dalam beraktifitas.

28 Tingkat kecemasan menurut HRS-A dapat dibagi menjadi : 1. Tidak ada kecemasan 2. Cemas ringan 3. Semas sedang 4. Cemas berat Sedangkan sistem penilaian menggunakan : 0 : Tidak ada gejala 1 : Satu gejala yang ada 2 : Separuh dari gejala yang ada 3 : Lebih dari separuh dari gejala yang ada 4 : Semua gejala ada Derajat kecemasan menurut HRS-A adalah : <6 : Tidak ada cemas

6 14 : Cemas ringan 15-27 : Cemas sedang > 27 : Cemas berat (Nursalam, 2003)

2.2.8 Penyebab Kecemasan Donor Penyebab kecemasan donor bisa bermacam macam antara lain dikarenakan oleh perasaan takut pada jarum suntik, takut melihat darah, takut tertular penyakit (Gaya Hidup Sehat, 2006), kurangnya pengetahuan tentang prosedur donor darah, timbulnya persepsi bahwa donor darah dapat merugikan kesehatan pendonor dan dapat menyebabkan kenaikan berat badan setelah donor, sehingga dapat terjadi obesitas pada pendonor (WHO, 2003).

29 2.3 Konsep Penyuluhan Kesehatan 2.3.1 Pengertian Penyuluhan Kesehatan Menurut Azrul Anwar penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun secara kelompok dan meminta pertolongan (Effendy, 1998). Penyuluhan kesehatan tidak dapat diberikan kepada seseorang oleh orang lain, bukan seperangkat prosedur yang harus dilaksanakan atau suatu produk yang harus dicapai, tetapi sesungguhnya merupakan suatu proses perkembangan yang berubah secara dinamis, yang didalamnya seseorang menerima atau menolak informasi, sikap, maupun praktek baru, yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat (Suliha, 2002). Dalam keperawatan, penyuluhan kesehatan merupakan

suatu bentuk intervensi keperawatan yang mandiri untuk membantu klien baik individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan melalui kegiatan pembelajaran, yang didalamnya perawat berperan sebagai perawat pendidik (Suliha, 2002).

Menurut Kurt Lewin (1951) yang dikutip oleh Nursalam (2002) mengungkapkan bahwa proses perubahan perilaku melalui tiga tahap yaitu (1) pencairan

30 (unfresing) yaitu adanya motivasi yang kuat untuk beranjak dari keadaan semula dan berubahnya keseimbangan yang ada, (2) bergerak (moving) yaitu bergerak menuju kesadaran baru, dan (3) pembekuan (refreezing) yaitu mencapai tingkat atau tahap yang baru atau mencapai keseimbangan yang baru. Sedangkan Roger (1962) yang dikutip oleh Nursalam (2002) mengembangkan teori Lewin dengan menekankan pada latar belakang individu yang terlibat dalam perubahan lingkungan dimana perubahan tersebut dilaksanakan. Yang terdiri dari empat tahap perubahan yaitu kesadaran, keinginan, evaluasi, dan penerimaan.

Perubahan menurut Tri Rusmi W (1999) adalah perubahan perilaku melalui proses belajar yang merupakan kunci dalam pembentukan tingkah laku manusia, belajar memegang peranan penting dalam aspek hampir disemua kehidupan, perubahan tingkah laku hasil pengalaman dan latihan serta bersifat relative permanent. Agar intervensi atau upaya tersebut efektif, maka sebelum di intervensi perlu dilakukan analisis terhadap masalah perilaku tersebut.

Menurut Lawrence Green (1980), yang dikutip oleh Notoatmojo (2003) perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu: 1. Faktor-faktor predisposisi ( predisposing factors) Faktor ini mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan dan tingkat sosial ekonomi. Faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku sehingga sering disebut faktor permudah.

31 2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan masyarakat termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah tangga dan sebagainya. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan sehingga disebut sebagai faktor pendukung atau pemungkin. 3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) Faktor ini meliputi faktor sikap dan sikap perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan, termasuk juga undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk perilaku sehat masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja melainkan diperlukan contoh dari masyarakat, tokoh agama, petugas kesehatan. Disamping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat. Reilly dan Oberman (2002) mengemukakan pembelajaran merupakan suatu proses perubahan perilaku yang berasal dari pengalaman yang prosesnya dapat digambarkan sebagai berikut : Pengalaman Pembelajaran Perubahan perilaku

Gambar 2.2 Proses perubahan perilaku dari pengalaman

Proses pengalaman dikonsepkan sebagai suatu keterlibatan seseorang secara utuh melalui kegiatan terus menerus dalam kehidupan. Mereka mengajukan sebagai suatu hirarki perilaku yang terdiri dari berbagai tahapan perkembangan yang harus dilalui untuk memenuhi tujuan pembelajaran dari pengalaman yaitu tahap

32 pemaparan, partisipasi, identifikasi, penguatan dan tahap penyebaran.

Pembelajaran merupakan proses individu dan merupakan pengalaman yang aktif, holistik serta melibatkam manusia dan lingkungan seutuhnya. Pembelajaran juga merupakan proses integrasi untuk memasukkan pembelajaran baru ke dalam bidang persepsi, sehingga menyebabkan reorganisasi bidang tersebut, dan ini menyebabkan peralihan pengetahuan atau ketrampilan apabila terdapat relevansi antara makna pengalaman yang lama dengan makna pengalaman yang baru.

Menurut Committee President On penyuluhan kesehatan (1977) yang dikutip oleh Notoatmodjo (1997), penyuluhan kesehatan adalah proses yang menjembatani kesenjangan antara informasi kesehatan dan praktek kesehatan, yang memotivasi seseorang untuk memperoleh informasi dan berbuat sesuatu sehingga dapat menjaga dirinya menjadi lebih sehat dengan menghindari kebiasaan yang buruk dan membentuk kebiasaan yang menguntungkan kesehatan (Suliha, 2002).

2.3.2 Tujuan Penyuluhan Kesehatan Secara umum, tujuan dari penyuluhan kesehatan adalah mengubah perilaku individu/masyarakat dibidang kesehatan (WHO, 1954) yang dikutip oleh Notoatmodjo (1997). Tujuan ini dapat diperinci lebih lanjut menjadi : 1. Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat 2. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok mengadakan kegiatan untuk mampu mencapai tujuan hidup sehat. 3. Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada.

33 Secara operasional tujuan penyuluhan kesehatan diperinci oleh (Wong, 1974) yang dikutip Tafal (1984) sebagai berikut : 1. Agar penderita (masyarakat) memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada kesehatan (dingin) keselamatan lingkungan, dan masyarakatnya. 2. Agar orang melakukan langkah-langkah positif dalam mencegah terjadinya sakit, mencegah berkembangnya sakit menjadi lebih parah dan mencegah keadaan ketergantungan melalui rehabilitasi cacat yang disebabkan oleh penyakit. 3. Agar orang memiliki pengertian yang lebih baik tentang ekstensi dan perubahan-perubahan system dan cara memanfaatkannya dengan efisien dan efektif. 4. Agar orang mempelajari apa yang dapat dia lakukan sendiri dan bagaimana caranya tanpa selalu meminta pertolongan kepada system pelayanan kesehatan yang formal (Suliha, 2001).

2.3.3 Ruang Lingkup Penyuluhan Kesehatan 2.3.3.1 Sasaran penyuluhan kesehatan : 1. Penyuluhan kesehatan individual dengan sasaran kelompok 2. Penyuluhan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok 3. Penyuluhan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat (Suliha, 2001).

2.3.3.2 Tempat pelaksanaan penyuluhan kesehatan 1. Di dalam institusi pelayanan Dapat dilakukan dirumah sakit, puskesmas, rumah bersalin, klinik dan sebagainya, yang dapat diberikan secara langsung kepada individu maupun kelompok mengenai penyakit, perawatan, pencegahan penyakit dan sebagainya.

34 2. Di masyarakat Penyuluhan kesehatan dimasyarakat dapat dilakukan melalui pendekatan edukatif terhadap keluarga dan masyarakat binaan secara menyeluruh dan terorganisasi sesuai dengan masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi oleh masyarakat.

2.3.4 Materi atau Pesan Materi yang disampaikan sebaiknya : 1. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti masyarakat dalam bahasa keseharian. 2. Materi dan yang disampaikan tidak terlalu sulit untuk dimengerti oleh sasaran. 3. Dalam penyampaian materi sebaiknya menggunakan alat peraga untuk mempermudah pemahaman dan untuk menarik perhatian sasaran. 4. Materi ataupun yang disampaikan merupakan kebutuhan sasaran dalam masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi (Effendy, 1998).

2.3.5 Metode Pembelajaran Dalam Penyuluhan Kesehatan Metode penyuluhan kesehatan pada dasarnya merupakan pendekatan yang digunakan dalam proses pendidikan untuk menyampaikan pesan kepada sasaran penyuluhan kesehatan, yaitu individu, kelompok atau keluarga, dan masyarakat. Metode yang dipakai hendaknya metode yang dapat mengembangkan komunikasi dua arah antara yang memberikan penyuluhan terhadap sasaran, sehingga

35 diharapkan tingkat pemahaman sasaran terhadap pesan yang disampaikan akan lebih jelas dan mudah dipahami. Dari banyak metode yang dapat digunakan dalam penyuluhan kesehatan masyarakat, dapat dikelompokkan dalam dua macam metode, yaitu : 1. Metode Diktatik Pada metode diktatik yang aktif adalah orang yang melakukan penyuluhan kesehatan, sedangkan sasaran bersifat pasif dan tidak diberikan kesempatan untuk ikut serta mengemukakan pendapatnya atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan apapun. Dan proses penyuluhan yang terjadi bersifat satu arah (one method), yang termasuk dalam metode ini adalah : 1) Secara langsung : Ceramah. 2) Secara tidak langsung: Poster, Media cetak (majalah, buletin, surat kabar), Media elektronik (radio, televisi). 2. Media Sokratik Pada metode ini sasaran diberikan kesempatan mengemukakan pendapat, sehingga mereka ikut aktif dalam proses belajar mengajar, dengan demikian terbinalah komunikasi dua arah antara yang menyampaikan pesan disatu pihak dengan yang menerima pesan dilain pihak (two way method) yang termasuk dalam metode ini adalah : 1) Langsung: diskusi, curah pendapat, demonstrasi, simulasi, bermain pesan (role playing), sosio drama, simposium, seminar, studi kasus. 2) Tidak langsung: penyuluhan kesehatan melalui telepon, satelit komunikasi.

36 2.3.6 Media Penyuluhan Kesehatan Menurut Notoatmodjo (2003), media penyuluhan kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu pendidikan (AVA), media ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu : 2.3.6.1 Media cetak 1. Booklet adalah suatu media untuk menyampaikan pesan pesan kesehatan dalam bentuk buku baik tulisan maupun gambar 2. Leaflet adalah bentuk penyampaian informasi atau pesan pesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat 3. Selebaran adalah seperti leaflet tapi tidak dalam bentuk lipatan 4. Flip chart adalah media penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik biasanya dalam bentuk buku dimana tiap lembar berisi gambar peragaan dan dibaliknya berisi kalimat sebagi pesan yang berkaitan dengan pesan tersebut. 5. Rubrik/tulisan-tulisan adalah pada surat kabar/majalah mengenai bahasan suatu masalah kesehatan atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan 6. Poster adalah bentuk media cetak berisi pesan pesan/informasi kesehatan, biasanya ditempel ditembok-tembok, ditempat umum atau kendaraan umum. 7. Foto adalah yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.

2.3.6.2 Media elektronik 1. Televisi adalah penyampaian informasi/pesan melalui media televisi dapat dalam bentuk sandiwara, sinetron, forum diskusi atau tanya jawab, pidato dan sebagainya

37 2. Radio adalah penyampaian informasi/pesan melalui radio dalam bentuk antara lain obrolan (tanya jawab), sandiwara radio, ceramah dan sebagainya. 3. Video film dan Slide projector.

2.3.6.3 Media papan (bill board) Papan yang dipasang ditempat umum dapat dipakai/diisi dengan pesan-pesan atau informasi kesehatan. Media papan ini mencakup juga pesan pesan yang ditulis pada lembaran seng dan ditempel pada kendaraan umum.

2.3.7 Proses Penyuluhan Kesehatan Prinsip utama dalam proses penyuluhan kesehatan adalah proses belajar pada individu, kelompok, keluarga, dan masyarakat. Apabila proses penyuluhan kesehatan dilihat sebagai sistem, proses belajar dalam kegiatannya menyangkut aspek masukan, proses, dan keluaran yang digambarkan dalam Notoadmojo (1997) sebagai berikut :
Masukan (subyek belajar) Proses Keluaran (perilaku baru)

Latar belakang Pendidikan Sosial Budaya Kesiapan fisik Kesiapan psikologis

Kurikulum Sumberdaya Lingkungan belajar Sumber daya manusia Pedoman

Gambar 2.3 Proses belajar 1. Masukan dalam penyuluhan kesehatan: masukan dalam proses penyuluhan kesehatan adalah individu, kelompok, keluarga, dan masyarakat yang akan menjadi sasaran didik.

38 2. Proses dalam penyuluhan kesehatan: proses dalam penyuluhan kesehatan merupakan mekanisme dan interaksi yang memungkinkan terjadinya perubahan perilaku subyek belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyuluhan kesehatan : materi atau bahan pendidikan kesehatan, lingkungan belajar, perangkat pendidikan baik perangkat lunak maupun perangkat keras, dan subyek belajar yaitu individu, kelompok, keluarga, dan masyarakat serta tenaga kesehatan atau perawat. 3. Keluaran dalam penyuluhan kesehatan: keluaran dalam penyuluhan kesehatan adalah kemampuan sebagai hasil perubahan perilaku yaitu perilaku sehat dari sasaran didik (Suliha, 2001).

2.3.8 Faktor yang Mempengaruhi dalam Penyuluhan 2.3.8.1 Faktor penyuluh 1. Kurang persiapan 2. Kurang menguasai materi yang akan dijelaskan 3. Penampilan kurang meyakinkan sasaran 4. Bahasa yang digunakan kurang dapat dimengerti oleh sasaran karena terlalu banyak menggunakan istilah asing 5. Suara terlalu kecil 6. Penampilan materi penyuluhan monoton sehingga membosankan.

2.3.8.2 Faktor sasaran 1. Tingkat pendidikan terlalu rendah

39 2. Tingkat social ekonomi terlalu rendah 3. Kepercayaan dan adat istiadat yang telah tertanam sehingga sulit untuk mengubah. 4. Kondisi tempat tinggal yang tidak mungkin terjadi perubahan perilaku.

2.3.8.3 Faktor Proses dalam Penyuluhan 1. Waktu penyuluhan tidak sesuai dengan waktu yang diinginkan sasaran 2. Tempat penyuluhn dilakukan dekat tempat keramaian sehingga menganggu proses penyuluhan 3. Jumlah sasaran yang terlalu banyak. 4. Alat peraga dalam memberikan penyuluhan kurang. 5. Metode yang diguanakan kurang tepat. 6. Bahasa yang digunakan sulit dimengerti oleh sasaran (Effendy, 1998).

2.3.9 Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penyuluhan 1. Faktor klien: motivasi anggota keluarga, usia, pendidikan, keadaan psikologi, persepsi klien atau anggota keluarga terhadap masalah kesehatan. 2. Faktor komunikasi: kurangnya pemahaman terhadap masalah, rentangnya bangsa dan kebudayaan, rentangnya social dan ekonomi, ketidakmampuan berkomunikasi secara jelas. 3. Faktorfaktor situasional: lingkungan, waktu, modalitas pengajaran (Effendy, 1998).

40 2.4 Konsep Perilaku Kesehatan 2.4.1 Batasan Perilaku Yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan/aktifitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak diamati oleh pihak luar

(Notoatmodjo, 2003). Skinner (1938) seorang ahli psikologi, seperti dikutip Notoatmodjo (2003) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku itu terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon maka teori skinner ini disebut teori S-O-R atau stimulus-OrganismeRespon. Menurut Notoatmojo (2003) dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilku dapat dibedakan menjadi dua : 1. Perilaku tertutup (cover behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (cover). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum diamati secara jelas oleh orang lain.

41 2. Perilaku terbuka (overt behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan yang nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek yang dengan mudah diamati dan dilihat oleh orang lain

2.4.2 Perilaku Kesehatan Yang dimaksud perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini perilaku kesehatan dapat diklasikfikasikan menjadi 3 kelompok :

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan Adalah perilaku atau usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha penyembuhan bilamana sakit. 2. Perilaku pencarian atau penggunaan system atau fasilitas kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior). 3. Perilaku kesehatan lingkungan Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan sebagainya.

2.4.3 Domain Perilaku Kesehatan Menurut Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan seperti dikutip Notoatmodjo membagi perilaku dalam 3 domain (ranah/kawasan)

42 meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan, yaitu mengembangakan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut yang terdiri dari : ranah kognitif (kognitif domain), ranah affektif (affective domain), ranah psikomotor (psicomotor domain). Menurut Notoatmodjo (2003) dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk pengukuran hasil, ketiga domain itu diukur dari :

2.4.3.1 Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderan terhadap suatu obyek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah : 1. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita-cita tertentu (Nursalam,2001). Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal yan menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut MJ.Langevelt yang dikutip dari Notoatmodjo (2003) pendidikan adalah setiap usaha, pengasuh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak kearah kedewasaan.

Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah dalam menerima informasi, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai yang dapat diperkenalkan.

43 2. Lingkungan/budaya Menurut Marines (1986) dikutib dari Nursalam(2001). Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada disekitar manusia. Dan pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan dalam perilku orang/kelompok. 3. Pengalaman Perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan oleh panca indra. Pengalaman adalah guru yang paling baik, pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan. 4. Minat Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap situasi. 5. Sumber informasi Metode pendidikan (pendekatan) massa untuk mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat. Pendekatan ini biasanya digunakan untuk menggugah kesadran msyarakat terhadap suatu inovasi yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku. Biasanya menggunakan dan melalui media massa 6. Penyuluhan/pendidikan keluarga Penyuluhan adalah sebagai usaha atau kegiatan untuk membantu individu, kelompok, masyarakat dalam meningkatkan kemampuan (perilakunya untuk mencapai kesehatan secara optimal (Notoatmojo, 2002). Tujuan dari penyuluhan ini adalah terjadinya perubahan perilaku individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ke arah perilaku sehat.

44 Ada enam tingkatan domain pengetahuan yaitu : (1) Tahu (know) Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya (2) Memahami (comprehension) Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. (3) Aplikasi ( application) Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil. (4) Analisis (analysis) Kemampuan untuk menjabarkn materi atau suatu obyek kedalam komponenkomponen tetapi masih dalam satu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. (5) Sintesis (Synthesis) Menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagianbagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. (6) Evaluasi (Evaluation) Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi.

2.4.3.2 Sikap (attitude) Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus/obyek. Allport menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :1) kepercayaan (keyakinan), ide, konsep tehadap suatu obyek, 2)

45 kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek ,3) kecenderungan untuk bertindak( trend behave). Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu : 1. Menerima ( receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). 2. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap, karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut,. 3. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ketiga. 4. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2.4.3.3 Praktek atau Tindakan Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perubahan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas dan faktor dukungan (support). Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan :

46 1. Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengn tindakan yang akan diambil adalah merupakan indikator praktek tingkat pertama 2. Respon terpimpin (guide response) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai contoh adalah merupakan indicator praktek tingkat kedua. 3. Mekanisme ( mechanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek tingkat ketiga 4. Adopsi (adoption) Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.4.4 Pengukuran Perilaku Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatankegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan/kegiatan responden ( Notoatmdjo, 2003).

2.4.5 Proses Adopsi Perilaku Menurut penelitian Rogers (1974) seperti dikutip Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni :

47 1. Kesadaran (awareness) Kesadaran artinya dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek). 2. Tertarik (interest) Interest berarti orang mulai tertarik pada stimulus dan akan memberikan respon. 3. Evaluasi (evaluation) Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4. Mencoba (trial) Mencoba berarti orang mulai mencoba perilaku baru. 5. Menerima (adoption) Menerima berarti subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi perilaku, yaitu: 1. Faktor internal: karakteristik individu yang bersangkutan. 2. Faktor eksternal: lingkungan fisik, budaya, ekonomi, politik.

2.4.6 Bentuk-bentuk perubahan perilaku Menurut WHO, seperti dikutip Notoatmodjo (2003) perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi tiga yaitu : 1. Perubahan alamiah (Natural Change), bahwa perilaku manusia selalu berubah dimana sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah.

48 2. Perubahan terencana (planned change), bahwa perubahan ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh obyek. 3. Kesediaan untuk berubah (readdines to change), yang berbeda-beda meskipun kondisinya sama.

2.4.7 Strategi Perubahan Perilaku Menurut Notoatmodjo (2003) strategi yang digunakan untuk merubah perilku tersebut juga dikelompokkan menjadi tiga yaitu : 1. Menggunakan kekuatan/kekuasaan atau dorongan. Dalam hal ini perubahan perilaku dipaksakan kepada masyarakat sehingga mau melaksanakan/berperilaku seperti uang diharapkan. Cara ini dapat ditempuh misalnya dengan adanya peraturan peraturan yang harus dipatuhi oleh anggota masyarakat. Cara ini akan menghasilkan perilaku yang cepat, akan tetapi perubahan tersebut belum tentu akan berlangsung lama karena perubahan perilaku yang terjadi tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri. 2. Pemberian Informasi. Dengan memberikan informasi sehingga akan meningkatkan pengetahuan seseorang/masyarakat. Selanjutnya dengan pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran, dan akhirnya akan merubah orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Hasil dari perubahan perilaku dengan cara ini memakan waktu yang lama, tetapi perubahan yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari pada kesadaran mereka sendiri (bukan karena paksaan).

49 3. Diskusi dan Partisipasi. Cara ini sebagai cara peningkatan yang kedua di atas dimana dalam memberikan informasiinformasi tentang kesehatan tidak bersifat searah saja, tetapi dua arah. Hal ini berarti masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga harus aktif berpartisipasi melalui diskusi diskusi tentang informasi.yang diterimanya. Dengan demikian maka pengetahuan kesehatan sebagai dasar perilaku mereka diperoleh secara mantap dan lebih mendalam. Dan akhirnya perilaku yang mereka peroleh akan lebih mantap juga, bahkan merupakan referensi perilaku orang lain. Diskusi partisipasi ini merupakan salah satu cara yang baik dalam rangka memberikan informasi-informasi dan pesan-pesan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai