Anda di halaman 1dari 5

PEMERIKSAAN GARPU TALA

A. Tes Rinne1,2 Tujuan : Membandingkan pendengaran melalui tulang dan melalui udara pada probandus. Dasar Teori : Bila garputala digetarkan, maka getaran melalui udara dapat didengar dua kali lebih lama dibandingkan melalui tulang. Normal getaran melalui tulang dapat didengar selama 70 detik, maka getaran melalui udara dapat didengar selama 40 detik. Cara Kerja : 1. Penguji pada prosesus mastoideus probandus. Mula-mula probandus akan mendengar garputala itu makin lemah dan akhirnya tidak mendengar lagi. 2. Pada saat probandus tidak mendengar suara garputala, penguji dengan segera memindahkan garputala itu, ke dekat telinga kanan. Dengan pemindahan garputala itu, maka ada dua kemungkinan yang bisa diperoleh: Probandus akan mendengar garputala lagi, disebut Tes Rinne Positif. Probandus tidak mendengar suara garputala lagi, disebut Tes Rinne Negatif.

3. Lakukan percobaan ini untuk telinga kiri, dan ulangi percobaaan sebanyak tiga kali, catatlah hasilnya dilembar kerja dan bandingkan hasilnya yang anda peroleh antara telinga kanan dan telinga kiri.

Gbr. Test Rinne Interpretasi : Normal : Tes Rinne Positif Tuli Konduksi : Tes Rinne Negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama).

B. Tes Swabach1,2 Tujuan : Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal) dengan probandus. Dasar : Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh : Getaran yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo temporale

Cara Kerja : 1. Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala probandus. 2. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi.

3. Pada saat garputala tidak mendengar suara garputala, maka penguji akan segera memindahkan garputala itu, ke puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar suara, atau tidak mendengar suara.

C. Percobaan Weber1,2
Gagang penala yang bergetar ditempelkan di tengah dahi dan pasien diminta melaporkan apakah suara terdengar di telinga kiri, kanan atau keduanya. Umumnya pasien mendengar bunyi penala pada telinga dengan konduksi tulang yang lebih baik atau dengan komponen konduktif yang lebih besar, jika nada terdengar pada telinga yang dilaporkan lebih buruk, maka tuli konduktif perlu dicurigai pada telinga tersebut. Jika terdengar pada telinga yang lebih baik, maka dicurigai tuli sensorineural pada telinga yang terganggu. Fakta bahwa pasien mengalami lateralisasi pendengaran pada telinga dengan gangguan konduksi dan bukannya pada telinga yang lebih baik mungkin terlihat aneh bagi pasien dan kadangkadang juga pemeriksa. Uji weber sangat bermanfaat pada kasus-kasus gangguan unilateral, namun dapat meragukan bila terdapat gangguan kondukktif maupun sensorineural (campuran), atau bila haya menggunakan penala frekuensi tunggal1 Cara kerja :

1. Peneliti meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala probandus. 2. Probandus memperhatikan intensitas dikedua telinga . 3. Apabila probandus mendengar lebih keras pada sisi sebelah kanan, disebut lateralisasi kekanan. Disebut normal apabila antara sisi kanan dan kiri intensitasnya sama.

Gbr. Test Weber

PEMERIKSAAN FUNGSI KESEIMBANGAN


1. Uji Romberg : pasien berdiri tanpa alas kaki, tangan dilipat di dada, mata ditutup, dapat dipertajam (Sharp Romberg) dengan memposisikan kaki tandem depan belakang, lengan dilipat di dada, mata tertutup. Pada orang normal dapat berdiri lebih dari 30 detik. 3 2. Uji berjalan (stepping test / fukuda test) : berjalan di tempat 50 langkah, bila tempat berubah melebihi jarak 1 meter dan badan berputar lebih dari 30 berarti sudah terdapat gangguan kesimbangan. 1

PEMERIKSAAN FUNGSI SEREBELUM :


1. Past pointing test : (finger to finger), dilakukan dengan merentangkan tangan diangkat tinggi, kemudian telunjuk menyentuh telunjuk yang lain dengan mata tertutup. 3 2. Tes jari hidung (finger to nose), dilakukan dalam posisi duduk, Tahan jari anda sepanjang kira-kira satu lengan dari pasien. Instruksikan pasien anda untuk menyentuh jari anda dengan menggunakan jari telunjuk kemudian menyentuh hidungnya kembali. Gerakan ini diulangi beberapa kali. Pasien mungkin saja tidak dapat menyentuh jari anda atau terjadi tremor intensi. 3

DAFTAR PUSTAKA
1. Adam, George L, Lawrence R.Boies, dan Peter A.Higler. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga dan Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. Harjanto Effendi dan R.A.Kuswidayati Santoso. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. . Jakarta : EGC.1997. 28-35, 95-113.20.

2. Djaafar, Zainul A., Helmi, Ratna D.Restuti. Kelainan Telinga Tengah. Efiaty ArsyadSoepardi, Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin, dan Ratna Dwi Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher edisi keenam.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2007.64 -76.

3. Ganong, William F. Pendengaran dan Keseimbangan. H. M. Djauhari Widjjajakusumah. Buku ajar Fisiologi Kedokteran edisi 20. Jakarta: EGC.2002.165-178.

Anda mungkin juga menyukai