Anda di halaman 1dari 12

DARI JOGJA, UNTUK INDONESIA Mochammad Fadjar Wibowo

DARAH DAGING UGM? Akan terdengar berlebihan kalau saya mengetik judul di atas tanpa tanda

tanya. Tetapi, memang kehidupan saya tidak pernah lepas dari ke-UGM-an. Pada bagian akhir pembaca dapat menentukan sendiri jawabannya. Pertalian saya dengan UGM sudah dimulai Sophie sebelum Sofro & saya Retno dilahirkan. Wiwiek Kedua orang tua saya, di

Mochammad

Muslich

Soulyanti,

dipertemukan

Fakultas Biologi UGM. Sebagian besar oom dan tante saya juga alumni UGM. Sejak balita, saya dan kakak, juga alumni UGM, selalu menghabiskan liburan sekolah bersama kakek dan keluarga besar di Jogja. Sesekali kami melewati kampus UGM. Saya masih menyimpan foto keluarga kami berpose di depan Gedung Pusat UGM pada tahun 1990. Kelas dua SD di Bogor, saya mengerti bahwa karir seseorang umumnya ditentukan oleh studi S1 mereka. Belajar yang rajin, biar kuliah di UGM seperti Pakde, jadi dosen, jadi dokter... Lalu saya bertanya-tanya bagaimana supaya masuk UGM. T ernyata cara umum untuk masuk UGM adalah dengan sekolah di Jogja SMP 5, 8, 1 lalu SMA di SMA 3, 1 atau 8 Yogyakarta. Kelas 5 saya mengancam mogok sekolah dan tidak ikut Ebtanas jika kami tidak memulai proses pindah ke Jogja. Saya mulai cerita ke teman-teman kalau ingin sekolah ke Jogja karena ingin kuliah di UGM. Suatu statement aneh untuk anak usia 10 tahun, tapi itulah faktanya. Ketika saya berjumpa teman SD di Bina Insani, gila lo Djar, emang dari SD udah UGM-minded saat tahu kalau saya

akhirnya kuliah di UGM. Demi merintis kuliah di UGM, bersama ibu saya mondarmandir naik turun angkot mengurus administrasi mulai dari kelurahan hingga Dinas P&K Provinsi Jabar. Dengan kuasa-Nya saya diterima di SMP Negeri 5 Yogyakarta.

PULANG KE KOTAMU.. ADA SETANGKUP HARU DALAM RINDU Syair Katon Bagaskara ini selalu saya dendangkan saat saya pindah sekolah ke Jogja. Satu tahun tinggal bersama Mbah Kakung dan dua tahun bersama keluarga Pakde, paparan UGM semakin besar saya terima. Oom yang tinggal di rumah kakek sedang Ko-Ass di Sardjito. Kedua putra Pakde kuliah di UGM. Saya semakin UGMminded. Pakde ini adalah figur bagi keluarga besar kami, sosok teladan yang berprestasi namun sangat sederhana. Setiap makan malam kami selalu ditemani kangkung dan tempe karena menurut Pakde dan Bude, menu ini lah yang telah berjasa menemani Pakde hingga menjadi professor dan kini menjadi rektor

universitas swasta di Jakarta.. Di keluarga ini saya belajar memandang rendah kemewahaan dan menghargai makna kesederhanaan. Tata nilai yang menurut banyak orang, UGM banget..

SUASANA DI KOTA SANTRI Di penghujung kelas 3 SMP ketertarikan saya untuk kuliah di UGM terdistorsi, terpengaruh kakak yang berangkat AFS ke Jerman, saya rajin mencari informasi

belajar di luar negeri, mulai dari jenjang SMA hingga S3. Saya bermimpi bisa menembus universitas dulu. di luar mbah negeri. Google, Tapi saya saya harus memilih SMA yang yang

berkualitas

Lewat

menemukan

sebuah

sekolah

mengejutkan saya, Insan Cendekia (IC) di peringkat dua daftar SMA terbaik Depdiknas, Penabur sama sekali tidak pernah dengar. Peringkat satu ditempati BPK

yang memang terkenal dan Taruna Nusantara (TN) berada di peringkat 9

diikuti SMA 8 Jakarta sebagai satu-satunya SMA Negeri di 10 besar. Sementara SMA Jogja terlempar di luar 20 besar. Akhirnya saya menentukan pilihan SMA yang saya tuju, TN dan SMA 8 Jakarta karena prestasi dan kesohorannya, SMA 3 Jogja karena tradisi kuat keluarga, bahkan kakek saya pun alumni SMA 3, dan IC karena peringkat dan pendidikannya agamanya. IC dan TN mengadakan seleksi bersamaan, saya memantapkan hati untuk ikut tes masuk IC. Akhirnya saya diterima di IC walau disambut dengan penuh pertanyaan oleh teman-teman di SMP 5 mulai dari, sekolah apa pesantren djar?? hingga nek aku dadhi kowe, Untuk aku milih TN po SMA Telu, mung disio-sio tradisi 3. kowe mengko. keluarga saya

Melecut! besar

meredakan saya pun

perih

itu

dan tes

menjawab masuk

sebagai

Padmanaba

mengikuti

SMA

Alhamdulillah,

diterima dan beberapa teman pun mengikhlaskan saya ke IC. Masa SMP saya yang serba sendiri dan bebas mengeksplorasi Jogja membuat saya mati-matian beradaptasi dengan sistem di IC. Dengan tujuan mulia, integrasi penguasaan IPTEK dan IMTAQ, Otak Jerman, Hati Kabah, sekolah ini memiliki sistem yang sangat terencana, komprehensif, ketat dan cenderung kaku. Jam pelajaran yang dimulai pukul 7 sampai 4 sore. Setiap hari kami wajib menunaikan shalat 5 waktu di masjid, tidak boleh minum makan sambil berdiri, tidak boleh

menginjak rumput, tidak boleh nampak berduaan dengan lawan jenis dan tidak boleh memotong jalur pedestrian antara putra-putri. Sehari-hari kami makan dengan nampan alumunium, diminta push up kalau telat ke masjid dan sekolah, dan hal-hal ekstrim yang kini sangat saya rindukan. Penjara Suci kami menyebutnya. Selain pelajaran IPA yang ditambah porsinya, kami mendapat

pelajaran agama yang mendalam seperti Quran Hadits, Sejarah Kebudayaan Islam, Aqidah Akhlak, dan mengkaji Kitab Kuning di malam tertentu. Dengan segala perjuangan dan tantangannya, hingga saat ini saya selalu bersyukur pernah bersekolah disana.

BAHUMU YANG DAHULU KEKAR, LEGAM TERBAKAR MATAHARI 23 Oktober 2003 ayahku pergi untuk selamanya karena mendapat serangan jantung kala bertugas di Madiun. Kepergian Bapak membuatku ingin segera mandiri.

Sederhana saja, penghasilan Mama sebagai PNS golongan III D saat itu hanya 1,7 juta rupiah sedangkan biaya sekolah dan asrama saya mencapai 900 ribu rupiah/bulan. Sementara, kakak saya masih kuliah di Jogja. Suatu hari di bulan November 2003, ibu saya membawakan 1 dus susu Ultra untuk bekal saya di asrama. Baru saya minum satu kotak, seorang teman datang, Eh, Jo ada susu ni, bagi donk! Ya, apapun di asrama kami adalah milik bersama. Dalam 1 jam 6 kotak susu pun ludes. Setelah sedikit memutar otak, akhirnya susu yang tersisa berikutnya tidak saya beri lagi tapi saya jual!!! LUAR BIASA, hanya dalam 1 malam semua ludes terjual dan akhirnya peluang bisnis ini saya lanjutkan. Tanpa pesaing, dengan market yang luas, dalam sekejap saya bisa dan melakukan diversifikasi produk lain seperti: Piattos, Lays, Leo, Snack Ikan Dahfa, Gery cokelat, wafer

Superman, Buavita, Espresso, Susu Ultra, dll. Saya dipanggil Jo dari FadJo, Fadjar-Jogja. Setiap pergi ke sekolah saya membawa beberapa belas kotak minuman ringan untuk dijual di kelas. Usaha saya ini selama saya SMA, dengan hasil yang cukup mengesankan bagi saya, laba bersih 400 ribu 1,2 juta/bulan), cukup untuk jajan, transport, fotokopi hingga baju wisuda dan buku tahunan serta masih sisa untuk tabungan. Di awal berjualan, tak luput cibiran saya terima dari kawan sendiri. Emang lo semiskin itu ya Djar?? tanya teman saya yang ayahnya anggota DPR saat itu. Malu, perih, benci saya rasakan saat itu. Saya langsung teringat

perjuangan Bapak sebagai PNS yang rela berjualan madu dan menjadi tukang pijat bagi rekan-rekan, atasan, hingga menteri di kantor untuk mencari

tambahan dan bersosialisasi. Itu membuat saya tetap yakin dengan yang saya lakukan dalam mencari rizki. Ever onward no retreat. Ungkapan yang selalu ia ucapkan dan menjadi motto hidup saya.

AFS IS LOVE.. AFS IS BROTHERHOOD.. Kalau di luar negeri udah ketinggalan kereta!! peringatan Bapak setiap pagi untuk segera berangkat sekolah. Peringatan yang membuatku penasaran, kayak

apa sih luar negeri?? Saat itu kami harus jalan kaki 1 km ke jalan raya untuk nyegat angkot. Di musim hujan kami berjalan dengan sepatu terbungkus plastik di kaki, karena jalanan becek berbatu. Saat saya TK, Bapak sering ke luar negeri, mengiringi rombongan Menteri Kehutanan kala itu, bukan sebagai

pejabat, Pak Menteri senang ada yang dijadikan teman cerita sambil dipijat. Inilah kelebihan Bapak, skillfull dan disukai banyak orang. Ia selalu

mengirimi kami postcard bergambar negara tempat ia berada ke sekolah. Setiap ibu guru memberi tahu ada kartu pos dari Bapak, teman-teman akan mengerubung, liat donk Djar, lagi dimana ayahmu.. ya, itulah yang paling bisa

kubanggakan, kupamerkan tepatnya pada teman-teman. Hehehe, dasar sombong.. kan masih TK..Kelas 1 SMA akhirnya saya dapat peluang ke luar negeri, mengikuti seleksi pertukaran pelajar AFS. Sempat pesimis karena IC tidak mengenal cuti sekolah, sementara untuk AFS harus izin 1 tahun. Setelah melalui proses berliku, kabur dari asrama untuk tes, hampir tercoret dari seleksi karena form penilaian hilang, Alhamdulillah saya terpilih mewakili Indonesia ke Belanda. Mendapat Belanda bagi saya amat menakjubkan, meski hanya pilihan kedua saya setelah Jerman. Mbah Kakung sudah bilang, Belanda aja, bagus buat kamu. Seolah ada law of attraction dari Kakek saya, sejak kecil berulang kali ia bercerita kisah perangnya melawan Belanda yang selalu diawali dengan bekas luka tembak di betisnya. Mbah Kakung juga masih fasih Hollandspreken. Sesaat sebelum

berangkat, meski tergeletak lemah di kasur kami sepakat akan selalu berHollandspreken sepulang saya dari Belanda tahun depan. Minggu ke-4 di

Belanda, saya mengirim postcard untuknya, MbahKung.. Wowok sudah di Belanda, jangan lupa Wowok pulang kita ngobrol pakai bahasa Belanda ya.. Wowok adalah panggilan saya di keluarga, dari Wibowo. Di minggu pertama, Mama mencetak foto pertama saya di Belanda. Setiap perawat atau dokter memeriksanya, sambil menunjuk foto saya di sampingnya dua hal selalu ia katakan. Anak saya

dokter, cucu saya di Belanda. Minggu ke-6 postcard saya tiba di Jogja. Tetapi minggu ke-5 ia berpulang karena kanker pada tubuhnya. Postcard itu belum sempat ia baca. Selama satu tahun di Belanda satu persatu mimpi saya menjadi nyata.

Pengalaman terbaik saya antara lain mengikuti simulasi sidang PBB di Leiden Model United Nation, saya berperan sebagai representasi Amnesty Internasional dan di Haarlem Model United Nation, berperan sebagai representasi dari

Finlandia dalam Economic and Social Council (ECOSOC). Pengalaman menarik lain adalah ketika tidak sengaja saya berjumpa Kak Arief Rachman di Paris saat beliau menghadiri agenda UNESCO. Beliau adalah salah

satu tokoh nasional favorit saya. Meski beliau tidak pernah mengenal saya personal. Ketika saya masih SD saya sempat menjadi pemeran figuran di salah satu episode Hikmah Fajar, beliau presenternya. Ketika mengikuti seleksi siswa berprestasi suatu majalah remaja muslim beliau salah satu jurinya.

Beliau pula yang mendidik kami bersikap sebagai putra Indonesia dan sebagai pribadi yang religius di tengah lingkungan multikultural di orientation camp AFS. Kami berjumpa di toko souvenir, alangkah senangnya. Di akhir perjumpaan kami beliau mengundang saya ke resepsi di KBRI Paris dan berpesan untuk menjaga nama Indonesia dan memberi selembar euro, untuk beli coca cola... Saya juga sempat bersilaturahmi dengan keluarga Wakil Kepala Perwakilan RI di Belanda saat itu yakni keluarga Bapak Djauhari Oratmangun, yang juga alumni UGM. Saya juga terlibat dengan beberapa komunitas Muslim dan Indonesia di Belanda seperti Persatuan Pemuda Muslim Eropa (PPME), PPI Wageningen, dan PPI Amsterdam, melalui berbagai kegiatan antara lain pengajian rutin. Bersama PPME menjadi panitia training ESQ Eropa pertama oleh Bapak Ary Ginanjar.

Sungguh pengalaman spiritual yang berharga di tengah masyarakat non-believer. Bersama PPI Wageningen, saya sempat menari di hadapan civitas akademika

Wageningen Universiteit pada 2006.

malam penggalangan dana korban gempa Yogyakarta

Saya sering mendapat undangan makan malam bersama keluarga teman-teman di sekolah di Belanda, bahkan diminta untuk masak makanan Indonesia. Kemampuan saya memasak, menari, dan bersosialisasi ini membuat banyak keluarga yang nembak keluarga agar saya tinggal yang Toyo, bersama telah dan mereka. Saya juga berkenalan Bapak ayah dengan Martoyo dan ibu

Indonesia Oom

lama Jean

disana, yang

keluarga seperti

Natadiningrat, sendiri.

Tante

udah

Ketika saya di Belanda banyak pemberitaan yang kurang menguntungkan Indonesia seperti tragedi bom Bali 2, gempa Jogja, gempa Pangandaran dsb. Sulitnya, hal ini dikaitkan dengan keyakinan, kehidupan beragama. Sementara kebanyakan

mereka atheis. Berulang kali saya harus menjelaskan tragedi tersebut dengan kepala dingin dan diplomatis. Bahwa hal serupa bisa terjadi di mana saja. Bahkan sebelum pulang Yohanes, hostbrother saya berkata, I dont think you will survive once you come back to Indonesia, Fadjar, there are too many bombs and disasters. No Yoh, I will survive and will come back here seeing you again! jawab saya mantap. Pengalaman di negeri Belanda selama setahun membentuk saya menjadi pribadi yang menikmati adaptasi dengan komunitas multikultur. Saya ingin menikmati seluruh jengkal dunia sembari mempromosikan Indonesia. Juga saya memahami,

bahwa

tidak

ada

yang

kebetulan

di

dunia

ini,

semua

telah

diatur

sangat

sempurna oleh-Nya.

IJAB DENGAN UGM Pada awal tahun 2007, di waktu hampir yang bersamaan saya mendapat pengumuman diterima di Fakultas Kedokteran UGM dan International Relations and Peace Studies di Asia Pacific University, Jepang. Jika mengikuti emosi, saya dengan mantap lebih memilih yang kedua saat itu apalagi tawaran full scholarship yang saya terima. Seolah mimpi untuk terjun ke dunia diplomatik dan kuliah di luar mendekati kenyataan. APU menjadi tawaran yang sangat menarik. Saya bimbang, melepaskan Kedokteran UGM bukan hal yang mudah karena menjadi dokter adalah wasiat almarhum Bapak dan harapan ibu saya. Ya Allah, jika memang ini jalan hamba, luluskanlah. Jika tidak, gagalkanlah. Lebih dari 50% siswa kelas IPA di IC memilih FK. Tahun itu hanya 5 siswa lolos di kedokteran UGM. AJAIB!! Saya salah satunya! Di atas kertas, tidak seharusnya saya lolos. Saya hanya ranking 17 dari 23 siswa di kelas. Bejo, kata orang Jawa. Di tengah keraguan memilih antara APU dan UGM, Allah kembali menunjukkan kuasa-Nya. Tiba-tiba di perpustakaan IC saya temukan sebuah buku berjudul To See The Unseen, Di Balik Damai Di Aceh. Buku tentang kisah di balik

perundingan Helsinki antara pemerintah RI dan GAM . Usai membacanya saya mengetahui bahwa tokoh utama di balik perundingan adalah seorang dokter

spesialis bedah digestive. Beliaulah dr. Farid Husein, Sp.BD. yang meyakinkan mantan presiden Finlandia, Marti Ahtisaari, menjadi mediator perundingan.

Jika saya sekolah diplomat (HI) saya tidak bisa menjadi dokter, tapi jika sekolah dokter saya bisa tetap menjadi diplomat. Inilah Ijab Kabul saya dengan UGM. Ridha Allah ada pada ridha orang tua. Kini, saya bisa lebih dekat dengan Bapak dan impiannya untuk melihat putranya ada yang jadi dokter.

DOCTORPRENEUR Dokter adalah profesi yang mulia karena berlandaskan kemanusiaan, begitu juga dengan bisnis, karena merupakan sembilan dari sepuluh pintu rizki. Banyak dokter yang sukses dalam bisnis. Salah satu dokter pengusaha sukses di Jogja adalah Prof. Dr. dr. Lucas Meliala, Sp.KJ, Sp.S.(K). dengan perusahaan

busnya. Kiprah beliau dalam merintis bisnis dimulai dengan narik becak saat kuliah di FK UGM. Kisah tentang beliau ada di website saya _HYPERLINK seorang

"http://www.fadjarwibowo.com"_www.fadjarwibowo.com_.

Kebetulan

saya

penggila bus sejak kecil, bahkan sempat bercita-cita jadi sopir bus karena saya kira sopir adalah pemilik bus juga. Berawal dari minat terhadap bisnis yang kuat, membuat saya menemukan konsep bahwa apalagi profesi dokter bukanlah profesi untuk mencari dokter penghidupan ingin semata dan

menumpuk

kekayaan.

Ketika

seorang

mandiri

berpenghasilan lebih, ia berhak untuk berwirausaha. Saya menyebutnya dengan doctorpreneur, dokter berjiwa enterpreneur. Beragam bisnis saya jalani selama kuliah: desain dan cetak kartu nama, jual tas cantik, parfum, impor buku kedokteran, dan bisnis pulsa dengan konsep referral program. Bisnis pulsa lah yang paling saya tekuni dan membiayai kuliah dan kebutuhan sehari-hari. Sejak SD saya sudah mulai berjualan, saya menggambar bus & pesawat dengan nama sesuai pemesan. Contoh: Teman saya Hadi saya gambarkan pesawat Hadi Air. Saya jual 200-1000 rupiah. Usaha ini

terhenti karena saya kepergok oleh wali kelas dan disetrap dengan hormat. Dengan hormat, karena disetrap saat sedang mencari nafkah, hehe. Saat ini saya sedang menjalin proyek kerjasama dengan satu produsen handphone sejuta umat yang berbasis di Finlandia. Cerita, di bagian akhir tulisan ini.

ANDAIKAN AKU PUNYA SAYAP .. Kan kuajak ayah bundaku.. Terbang bersamaku.. Melihat indahnya, dunia.. Berlinang air mata kami, 119 siswa AFS dari Indonesia yang akan dikirim ke 9 negara, menyanyikan lagu dari ini di hadapan negara orang tua, sponsor, pejabat kami.

diplomatik

tujuan

Malam itu merupakan farewell party bagi siswa program pertukaran pelajar AFS dan YES. Saya sadar tidak mungkin lagi saya mengajak Bapak untuk terbang bersamanya. Saya juga belum sempat mempersembahkan sesuatu kepadanya. Sejak saat itu, setiap saya mengunjungi tempat-tempat menakjubkan sepanjang tahun AFS saya, saya mengucapkan janji sekaligus doa Ya Allah, aku akan kembali (Eropa) sahabat, bersama Zul Mama. Tanpa saya diduga, awal 2010 lalu bersama dua orang 17th

dan

Greta,

mendapat on

kesempatan Sciences

untuk 2010

mengikuti di

International Belanda.

Sudents

Congress

Medical

Groningen,

Selepas kepergian Bapak, Mama semakin giat berjuang. Bogor-Jakarta ditempuh setiap hari untuk bekerja, sebulan lima kota di luar Jawa bisa dikunjungi untuk perjalanan dinas. Bahkan Banda Aceh dan Manokwari bisa dikunjungi dalam 3 hari yang sama.

Mama memang tangguh sejak dulu, ketika mengandung saya, bersama Bapak di musim kemarau harus pergi ke rumah temannya meminta air yang ditampung di bak

belakang mobil pick up "umprung"beralaskan terpal. Karena tidak bisa dengan selang, air dari terpal di bak harus diangkat ke drum, berkali-kali Mama harus terpeleset. Ketika itu kami masih tinggal di rumah gedhek, di bantaran kali. Perjuangan yang tidak akan pernah bisa saya bayar dengan apapun. Masa lalu ini yang terus membuat saya berjuang untuk meraih semua impian saya. Alhamdulillah, 15 bulan terakhir Allah memberi saya rizki lewat bisnis pulsa yang saya jalani. Ini membuat saya berani secara finansial untuk mendaftar ikut beberapa kegiatan di luar negeri termasuk ingin mengajak Mama ke

Belanda. Rejeki datang dari arah yang tak disangka. Saat itu sedang promo Garuda terbang perdana ke Amsterdam, buy one get one free! Allahu Akbar!! Berdiri bulu romaku. Saya pun mantap membeli tiket perjalanan ke Belanda ini. Keberangkatan kami bertepatan dengan ulang tahun Mama. Inilah kado pertama saya untuk Mama dalam hidup saya. Meski, apapun yang saya lakukan tidak akan pernah sepadan dengan perjuangannya. Bunda.. izinkan aku bersujud kali ini.. sebagai tanda, aku mencintaimu..

Bunda.. demi langit bumi aku bersumpah, kan kujaga pengabdianmu di hidupku..

FROM CIAWI TO CZECH Yang pertama adalah nama sebuah kota kecamatan yang tidak banyak dikenal orang, berjarak sekitar 40 km dari Kota Bogor. Saya lahir jauh dari rumah, karena alasan sederhana, biaya terjangkau. Yang satunya, negara ex-jajahan Soviet yang kini bergabung dengan European Union, negara saya sempat tinggal selama satu bulan, menjalani professional exchange di RS Universitas

Palackeho. Seperti mimpi, saya yang hanya dilahirkan di Ciawi, bisa berada di Ceko, selang 2 minggu sejak kembali dari Belanda, untuk menggali ilmu di negeri Bohemia ini. Selama mengikuti program, saya mendapatkan banyak pengalaman menarik antara lain kisah dari dokter supervisor saya yakni dr. Bachovsky yang ternyata kawan akrab duta besar Afrika Selatan untuk Indonesia saat ini, dr. Noa Noel Lehoko saat sama-sama belajar di Jerman beberapa puluh tahun lalu. Saya

seperti makin ditunjukkan oleh-Nya, bahwa dokter juga bisa menjadi diplomat. Di Ceko, saya ditawari oleh Bapak Azis Nurwahyudi, charge du affair Kedutaan Besar RI di Praha saat itu, juga alumni UGM, untuk menari di Festival Budaya Kota Plzen. Another dream come true!! Saya menampilkan tari Truno, kreasi Didhiek Niniek Thowok di ruang terbuka (alun-alun) di hadapan ratusan warga Plzen. Meski tidak bisa jadi diplomat murni, saya bisa jadi docplomat, dokter dengan misi diplomasi, berpromosi, untuk Indonesia.

Selama di Praha Mas Azis selalu memberi inspirasi di setiap obrolan kami. Serunya, beliau juga returnee AFS. Saya, Uchi dan Tama, teman dari FK UGM kami diajak ke konser musik klasik persahabatan Republik Ceko dan Korea

Selatan. Beliau duduk di samping kiri saya, di kanan Dubes Meksiko, dan persis di depan, Dubes Korea Selatan dan Menteri Kebudayaan Republik Ceko. Amazing!!! Mas Azis berpesan,Djar, you can always be a diplomat at your own.. Berita mengenai Festival Indonesia di Kota Plzen dapat disimak di: _ "http://www.detiknews.com/read/2010/07/29/191219/1409789/10/festivalindonesia-2010-dibuka-di-plzen-ceko" _http://www.detiknews.com/read/2010/07/29/191219/1409789/10/festivalindonesia-2010-dibuka-di-plzen-ceko_ HYPERLINK

FROM BOGOR TO BERLIN Saat di Belanda saya mendapat info tentang 21st European Students Conference di Berlin dari salah satu travel panitia, grant John. saya Meski not terpilih accepted. untuk Saya poster hampir

presentation,

status

mengurungkan niat berangkat karena dana, tetapi mempresentasikan penelitian ilmiah adalah bentuk diplomasi yang bisa saya lakukan untuk menunjukkan

eksistensi Indonesia. Seperti kata Mas Azis, Djar, you can always be a diplomat at your own..

Bersama Zul, Prenali, Greta dan Aris kami nekat menyusun proposal. Saya juga meng-email gombal pada John,"Hey John, I really want to present my poster in Berlin and spend time drinking the beers you told me, but Im worried I cant.." Kebetulan John sempat menceritakan bir favoritnya, ini sebagai

pemanis agar John tergerak membantu. Namanya juga gombal, hehe. Tiga hari setelah Idul Fitri email gombal saya dibalas John, I have done my best, please check your account!. Alhamdulillah, Beli pengki ke Cimone, kalo rejeki kagak kemane. Status travel grant saya berubah menjadi

accepted. Kami juga mendapat sponsorship tiga free of charge tiket dari Garuda Indonesia Jakarta-Amsterdam pp. Inilah kunjungan ke Eropa saya yang ketiga dalam 4 bulan. Allahu Akbar, meski harus meneteskan air mata berkalikali selama perjalanan membayangkan seandainya Bapak masih ada, saya tak

henti-hentinya bersyukur dengan impian masa kecil yang terbayar lunas dengan bunganya saat ini. Mungkin ini berkah UGM. Meminjam istilah dari dosen

pembimbing, Bu Yayi Suryo, UGM stands for Universitas Gemar Melancong. Di

Berlin kami tinggal bersama keluarga Bapak Atase Pendidikan Nasional, Bapak Dr-ing. Yul Nazaruddin. Kami begitu banyak dibantu selama tinggal disana. ESC adalah salah satu konferensi mahasiswa biomedis tahunan terbesar di dunia diselenggarakan oleh Charit Universittsmedizin. Alhamdulillah, saya

mendapat penghargaan Best Public Health Poster Presentation dengan abstrak penelitian Settings in Improving Medical Students Communication tim peneliti Skill in Community dra. Yayi

Yogyakarta,

Indonesia,

dengan

bersama

Suryo Prabandari, MPH., dr. Mora Claramita, MHPE dan dr. Manik Kharismayekti. Alhamdulillah, saya juga mendapat Global Health Award, penghargaan berupa free access dan travel grant mengikuti World Health Summit (WHS) tahun depan di Jerman. Dalam presentasi, saya mempromosikan Indonesia lewat gambar Borobudur,

Prambanan, Danau Toba, Karimun Jawa, Raja Ampat yang saya muat di poster. Di final saya mengenakan batik. Hm.. Benar-benar bangga jadi orang Indonesia saat itu. Karena pesawat Garuda kami tujuan Belanda pp, bersama teman-teman kami

kembali ke rumah Oom Toyo dan Tante Jean di Haarlem, ini adalah kunjungan ketiga tahun 2010 ini, seperti mimpi. Disana saya belajar membuat kebab, makanan favorit saya. Cita-cita baru saya 5 tahun terakhir adalah, mencicipi Kebab dari semua benua. Saya juga sempat bertemu dengan Ineke dan Yohanes, hostmom dan hostbrother saya ketika AFS. Juni bersama Mama saya juga

membuktikan pada Yohanes bahwa saya survive di Indonesia dan tepat janji untuk kembali. Kami kembali pulang menuju Indonesia melalui Schiphol pada tanggal 23 Oktober 2010 pagi, tepat tujuh tahun wafat Bapak. Saya pun teringat, 17 tahun lalu di Soekarno Hatta Bapak berkata,Bapak pakai pesawat biru (KLM), yang bigtop (Boeing 747), turunnya di Schiphol. Nanti dadah-dadah yaa... Akupun naik ke anjungan dan melambai-lambaikan tangan ke arah runway hingga KLM yang

dimaksud itu take off. Sejak itu aku bermimpi bisa ke mendarat di Schiphol bersama Bapak suatu hari. Pagi itu adalah landing dan take off saya yang keenam di Schiphol, meski tidak bersamanya, saya yakin Bapak ikut melihat dari atas sana. Berita mengenai kegiatan kami di ESC Berlin dapat disimak di: _ HYPERLINK "http://us.detiknews.com/read/2010/10/16/180116/1466806/10/mahasiswakedokteran-ugm-publikasikan-penelitian-di-jerman-" _http://us.detiknews.com/read/2010/10/16/180116/1466806/10/mahasiswakedokteran-ugm-publikasikan-penelitian-di-jerman-_?

MENGABDI PADA NEGERI, MERABA BH MILIK NEGARA Saya memiliki minat untuk mengembangkan upaya promosi kesehatan yang

edukatif, agresif, dan praktis. Seperti pepatah Belanda dilang, voorkomen is beter dan genezen. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Ketika saya

kecil, nenek saya sering meratakan koran bekas bungkus cabe dari pasar untuk sekedar mendapatkan info kesehatan. Berbekal pengalaman di bisnis pulsa,

tidak mau kalah dengan Ki Jaka Bego, saya terpikir untuk membuat program REG (spasi) SEHAT. Saya tuang ide dalam proposal. Pucuk dicinta, saya ditawari kerjasama oleh PT Gama Techno dan produsen handphone sejuta umat, untuk

membuat konten kesehatan dalam aplikasi di handsetnya. Bersama enam mahasiswa FK, saya pun mengajak supervisor yang brilian, dr. Bambang Djarwoto SpPD-KGH, dan dr. Ova Emilia Sp.OG. untuk mewujudkan proyek ini. Saya termasuk anti dengan aksi-aksi demo turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi. Karena tidak seimbang antara effort dan expected outcome. Termasuk ketika kebijakan tentang BH Milik Negara atau BHMN diterbitkan dan menjadi isu yang seksi diperdebatkan. Belajar dari prinsip Bushido-nya Honda, ambil yang baik, tinggalkan bagi yang buruk. ide-ide Kebijakan para BHMN ini justru UGM memberi termasuk

kesempatan

perkembangan

civitas

akademika

mahasiswa. Daripada demo, kita bisa meraba mencari celah BH (Badan Hukum) Milik Negara untuk dioptimalkan bagi kegiatan mahasiswa seperti penelitian,

presentasi di luar negeri dll. Semoga upaya kami bisa menjadi sumbangsih bagi upaya promosi kesehatan Indonesia. UGM telah mewarnai hidup saya sejak semula. Kini begitu banyak kesempatan

terbuka, untuk terus belajar dan berkarya, bagi Indonesia. Terimaksih UGM dan para Civitas Akademika.

TENTANG PENULIS MOCHAMMAD FADJAR WIBOWO tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Umum Universitas Gadjah Mada angkatan 2007. Fadjar merupakan mahasiwa kedokteran umum yang aktif lalu lalang dalam kancah internasional. Beberapa konferensi yang pernah diikutinya di antaranya adalah: 17th International Students

Congress of Medical Sciences: Science beyond Borders yang diselenggarakan di Groningen, Belanda pada bulan Juni tahun 2010; 21st European Students

Conference: Dimensions of Cancer: from Micro to Macro dan World Health Summit 2010 yang mana keduanya terlaksana di Berlin, Germany pada bulan Oktober tahun 2010; The SEARAME 1st Conference: Best Practices in Medical and Health Profession Education in South East Asia yang diselenggarakan di Jakarta,

Indonesia pada bulan November tahun 2010. Pada partisipasinya dalam Public

Health

Poster

Session

at

21st

Students

Conference,

Fadjar

berhasil

mendapatkan penghargaan Best Poster Presentation on Public Health. Selain aktif berpartisipasi di berbagai konferensi tingkat internasional,

pada bulan Juli tahun 2010, Fadjar mendapatkan kesempatan untuk magang pada Palacky University oleh Hospital Olomouc, Czech of Republic Medical yang mana

diselenggarakan

International

Federation

Students

Association (IFMSA) of Czech Republic. Pada bulan Maret tahun 2010 sampai sekarang, Fadjar terlibat sebagai Staff Assistant pada Jurusan Kesehatan

Publik, Fakultas Kedokteran Umum UGM dan Staff Asistant pada proyek Quit Tobacco Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai