Anda di halaman 1dari 3

Arus Pekat Piroklastik Arus pekat piroklastik adalah fenomena letusan eksplosif.

Merupakan campuran dari hancuran batuan, abu dan gas panas, dengan kecepatan hingga ratusan mil per jam. Aliran ini dapat bersifat cair, misalnya seruakan piroklastik, atau konsentrat, misalkan pada aliran piroklastik. Dikendalikan oleh gravitasi, dalam artian mengalir pada kelerengan.

Aliran Piroklastik Seruakan piroklastik lebih encer, alirannya bersifat turbulen yang terbentuk ketika magma secara cepat berinteraksi dengan air. Seruakan piroklastik dapat melintasi rintangan seperti dinding lembah dan meninggalkan endapan tipis berupa abu dan batuan yang menutupi bentangalam. Aliran piroklastik terbentuk dari longsoran material, umumnya dari runtuhan kubah lava, yang membentuk endapan masif yang berukuran dari abu hingga bongkah. Aliran piroklastik ini umumnya mengalir mengikuti lembah dan bentangalam rendahan lainnya, dan endapannya akan mengisi bentangalam ini. Terkadang, bagian atas dari aliran piroklastik ini berupa awan abu yang akan terpisah dari aliran dan membentuk seruakan tersendiri. Arus pekat piroklastik ini sangat mematikan. Dapat melintasi jarak yang dekat ataupun ratusan mil jauhnya dari sumbernya. Kecepatan aliran ini hingga mencapai 1,000 km/jam (650 mil/jam). Selain itu juga aliran ini sangat panas temperaturnya hingga mencapai 400oC (750oF). Kecepatan dan tenaga dari aliran piroklastik, ditambah dengan temperaturnya yang tinggi, menunjukkan bahwa fenomena vulkanik ini umumnya akan menghancurkan apa saja yang dilaluinya, dengan cara membakar atau melindas, atau keduanya. Apa saja yang terkena aliran piroklastik ini akan terbakar dan terlindas oleh endapannya. Tidak ada yang bisa menyelamatkan diri apabila terkena aliran piroklastik ini, kecuali dengan tidak berada di sana ketika hal ini terjadi.

Gunungapi Soufriere Hills di Montserrat

Salah satu contoh kerusakan yang disebabkan oleh arus pekat piroklastik ini adalah Kota mati Plymouth di Kepulauan Carribean, Montserrat. Ketika Gunungapi Soufriere Hills mulai meletus secara dahsyat pada tahun 1996, arus pekat piroklastik dari letusan awan-abu dan runtuhan kubah lava mengalir melintasi lembah yang banyak pemukiman penduduk, dan mengubur Kota Plymouth. Bagian pulau tersebut kemudian dinyatakan sebagai daerah terlarang dan dievakuasi, meskipun masih memungkinkan bagi kita untuk melihat sisa-sisa bangunan yang hancur dan terkubur, dan juga barang-barang yang telah meleleh oleh panasnya aliran piroklastik. Jatuhan Piroklastik Jatuhan piroklastik, juga dikenal dengan jatuhan vulkanik, terjadi ketika tefra fragmen batuan dengan ukuran berkisar dari milimeter hingga puluhan sentimeter dilepaskan dari kawah gunungapi selama periode letusan dan jatuh pada bentangalam yang cukup jauh dari pusat letusannya. Jatuhan piroklastik ini umumnya berasosiasi dengan tipe letusan Plinian, awan-abu atau gelembung vulkanik. Tefra dalam endapan jatuhan piroklastik dapat terendapkan pada jarak yang dekat dengan pusat erupsi (beberapa meter hingga kilometer), atau jika letusannya cukup kuat hingga ke bagian atas atmosfer, akan dapat melintasi benua. Endapan jatuhan piroklastik ini akan menyelimuti dan menutupi bentangalam tempat jatuhnya, dan ukuran butir serta ketebalannya akan berkurang sebanding dengan semakin jauhnya dari sumber erupsi.

Abu vulkanik Jatuhan tefra umumnya tidak secara langsung berbahaya, kecuali pada seseorang yang berada terlalu dekat dengan erupsi dan dijatuhi fragmen batuan yang lebih besar. Namun tentunya akan ada efek jatuhannya. Abu jatuhannya dapat mematikan tanaman, merusak bagian motor dan mesin (terutama pada pesawat terbang), dan menggores permukaannya. Scoria dan bom kecil gunungapi dapat menghancurkan obyek yang halus, melengkungkan logam dan tertanam pada batang kayu. Beberapa jatuhan piroklastik mengandung bahan kimia beracun yang dapat terserap oleh tanaman dan sistem pengolahan air bersih, yang dapat berbahaya bagi manusia dan hewan ternak. Bahaya utama dari jatuhan piroklastik ini adalah beratnya, tefra dalam berbagai ukuran terbentuk dari fragmen batuan yang lumat, dan dapat sangat berat, terutama apabila dalam kondisi basah. Seringkali kerusakan disebabkan oleh jatuhan ini terjadi ketika abu yang basah dan skoria di atas atap bangunan membuat atap runtuh. Material piroklastik yang diletuskan ke atmosfer dapat berdampak global, sebagaimana dampaknya secara lokal. Ketika jumlah material yang diletuskan cukup banyak, dan awan-abu yang terbentuk tersebar jauh oleh media angin, material piroklastik ini dapat menghalangi sinar matahari dan

mengakibatkan pendinginan global. Merujuk pada letusan Gunung Tambora pada 1815, begitu banyak material piroklastik yang memasuki atmosfer yang menyebabkan penurunan temperatur bumi sekitar 0.5oC (lk 1.0oF). Hal ini mengakibatkan cuaca ekstrim di seluruh permukaan bumi, dan tahun 1816 dikenal sebagai Tahun Tanpa Musim Panas

Anda mungkin juga menyukai