Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK 1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA KASUS PPOK

Disusun Oleh Homegroup 1 Anindini Winda Amalia, 0906510634 Ayu Puspita Sari, 0906510672 Chandri Bunga W. 0906493325 Naila Authar,0906629492 Ririn Septiani, 0906493400 Rizkiyani Istifada, 0906493413 Sri Mauliani, 0906629706

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2011

KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Makalah ini berjudul Asuhan Keperawatan pada Lansia Kasusu PPOK yang bertujuan untuk memenuhi tugas Mata Ajar Keperawatan Gerontik 1 pada semester 6. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi secara optimal sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing kami, Bapak Suki yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini. Penyusun berharap makalah ini dapat memberi kontribusi manfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penyusun menerima berbagai kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun. Penyusun

Homegroup 1

ABSTRAK

Penyakit paru obstruksi kronik yang merupakan sekumpulan penyakit paru yang disebabkan oleh beberapa faktor risiko. Lansia memiliki kerentanan dalam penyakit paru, hal ini disebabkan oleh faktor penurunan fisiologis yang dialami oleh lansia. Pada perubahan sruktur anatomis dan fisiologis dapat menyebabkan perubahan juga dalam pola nafas lansia, seperti adanya masalah terhadap pemenuhan kebutihan oksigen yang ditandai dengan adanya penyakit PPOK, Tb paru, asma, dan pneumonia. Pemenuhan kebutuhan oksigenasi lansia dapat dibantu dengan beberapa terapi modalitas dan terapi farmakologis, serta asuhan keperawatan yang sebelumnya dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang terkait dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Kata Kunci: penyakit paru obstruksi, perubahan anatomis dan fisiologis, PPOK, Tb paru, asma, penumonia, terapi modalitas, terapi farmakologis, asuhan keperawatan, pemeriksaan fisik dan penunjang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lansia merupakan tahap akhir dari rentang perkembangan manusia setelah tahap dewasa akhir. Lansia mengalami perubahan anatomi dan fungsi dari semua sistem dalam tubuh, salah satunya pada sistem pulmonal. Perubahan anatomi sistem pulmonal pada lansia berperan terhadap perubahan fungsi pulmonal dalam hal pemenuhan kebutuhan oksigenasi. Perubahan anatomi dan fungsi pulmonal serta perubahan sistem imun mengakibatkan lansia rentan mengalami masalah dalam pernafasan salah satunya Penyakit Paru Obstuksi Kronik (PPOK). PPOK merupakan sekumpulan penyakit paru yang terjadi dalam waktu yang lama menyebabkan klien lansia mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi. Oksigenasi merupakan kebutuhan yang paling utama, sehingga jika terjadi gangguan terkait kebutuhan oksigenasi akan bermanifestasi pada banyak hal yang akan mempengatuhi aktivitas lansia. 1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah perubahan anatomi dan fisiologi sistem respirasi pada lansia?

2. Bagaimana terjadinya gangguan terkait kebutuhan oksigenasi yaitu PPOK pada lansia? 3. Apa manifestasi dari Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)?
4. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien PPOK?

5. Bagaimana terapi modalitas dan terapi farmakologi untuk PPOK? 1.3 Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah di atas, penyusun memiliki beberapa tujuan penulisan makalah ini antara lain:
1. Mengetahui dan memahami perubahan anatomi dan fisiologi sistem respirasi lansia 2. Mengetahui bagaimana terjadinya gangguan terkait kebutuhan oksigenasi yaitu PPOK

pada lansia. 3. Mengetahui apa saja manifestasi klinis PPOK. 4. Mengetahui dan memahami bagaimana asuhan keperawatan yang tepat pada klien PPOK.
5. Mengetahui bagaimana terapi modalitas serta terapi farmakologi PPOK.

1.4 Metode Penulisan Metode penulisan yang dipergunakan dalam pembuatan makalah ini adalah telusur pustaka, yaitu dengan mencari referensi dari dari beberapa buku dan literatur digital (website) yang relevan serta valid untuk mendukung pembuatan makalah ini. Setelah mendapatkan data yang dibutuhkan, penyusun melakukan diskusi kelompok sehingga disusunlah makalah ini sesuai dengan tujuan penyusunan yang diharapkan. 1.5 Sistematika Penulisan Makalah ini terdiri atas empat bab, Bab I yaitu pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II yaitu tinjauan pustaka yang berisi konsep umum gangguan pada lansia terkait oksigenasi yaitu PPOK. Bab III yang berisi pembahasan kasus serta asuhan keperawatan. Bab IV merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

BAB II ISI 2.1 Perubahan fisiologis sistem respirasi lansia Pada usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik yang mengenai hampir seluruh susunan anatomik tubuh, dan perubahan fungsi sel, jaringan atau organ. Perubahan anatomi dan fisiologis yang terjadi pada sistem respiratory akibat penuaan sebagai berikut (Stanley,2006):
1. Perubahan Anatomi

a. Paru-paru kecil dan kendur. b. Hilangnya recoil elastic. c. Pembesaran alveoli. d. Penurunan kapasitas vital ; penurunan PaO2 dan residu. e. Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi. f. Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi pengembangan. g. Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru. h. Kelenjar mucus kurang produktif. i. Penurunan sensivitas sfingter esophagus j. Penurunan sensivitas kemoreseptor. 2. Perubahan-perubahan fisiologis Sistem Respirasi Proses penuaan menyebabkan beberapa perubahan structural dan fungsional pada toraks dan paru paru. Kita ketahui bahwa tujuan pernapasan adalah untuk pertukaran oksigen dan karbondioksida antara lingkungan eksternal dan darah. Pada lansia ditemukan alveoli menjadi kurang elastic dan lebih berserabut serta berisi kapiler kapiler yang kurang berfungsi, sehingga kapasitas penggunaan menurun karena kapasitas difusi paru paru untuk oksigen tidak dapat memenuhi permintaan tubuh Daya pegas paru paru berkurang, sehingga secara normal menahan thoraks sedikit pada posisi terkontraksi disertai dengan penurunan kekuatan otot rangka pada toraks dan diafragma. Karena dinding toraks lebih kaku dan otot pernapasan menjadi lemah, amka menyebabkan kemampuan lansia untuk batuk efektif menurun. Dekalsifikasi iga dan peningkatan klasifiaksi dari akrtilago kostal juga terjadi. Membran mukosa lebih kering, sehingga menghalangi pembuangan secret dan menciptakan risiko tinggi terhadap infeksi pernapasan. (Maryam, 2008). Sedangkan menurut Stokslager, 2003 perubahan fisiologis pada sisitem pernapasan sebagian berikut: a. Pembesaran hidung akibat pertumbuhan kartilago yang terus-menerus.

b. Atrofi umum tonsil. c. Deviasi trakea akibat perubahan di tulang belakang yang menua. d. Peningkatan diameter dada anteropsterior sebagai akibat perubahan metabolism kalsium dan kartilago iga. e. Kekakuan paru ; penurunan jumlah dan ukuran alveolus. f. Kifosis. g. Degenerasi atau atrofi otot pernapasan h. Penurunana kapasitas difusi i. Penurunanan kekuatan otot inspirasi dan ekspirasi; penurunan kapasitas vital j. Degenerasi jaringan paru, yang menyebabkan penurunan kemampuan recoil elastic paru dan peningkatan kapasitas residual. k. Ventilasi buruk pada area basal (akibat tertutupnya jalan napas ) yang mengakibatkan penurunan area permukaan untuk pertukaran gas dan pertukaran tekanan oksigen. l. Penurunan saturasi oksigen sebesar 5% m. Penurunana cairan respiratorik sekitar 30%, peninggian risisko infeksi paru dan sumbat mukus. n. Toleransi rendah terhadap oksigen. 2.2 Masalah/ gangguan pada lansia terkait kebutuhan oksigenasi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung dalam waktu yang lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price & Wilson, 2005). Bronkhitis kronik, emfisema paru, dan asma bronchiale membentuk kesatuan yang disebut PPOK. Beberapa faktor berperan dalam meningkatkan risiko munculnya PPOK. Pertama, kebiasaan merokok yang merupakan penyebab utama PPOK. Seseorang yang menjadi perokok aktif, pasif, maupun punya riwayat merokok sangat berisiko terkena PPOK. Kedua, polusi udara termasuk zat-zat kimia, debu, asap kendaraan, asap kompor, dan gas beracun di udara. Ketiga, mempunyai riwayat infeksi saluran nafas. Dan keempat, faktor genetis atau keturunan. Pada kasus Tn. X 67 tahun memiliki riwayat merokok dan bekerja hampir 24 tahun sebagai pembuat kerupuk sehingga menghisap asap dari kayu pembakaran merupakan faktor yang meningkatkan terjadinya PPOK. ASMA BRONCHIAL Asma merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh hipersensitivitas cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan dan keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan jalan napas secara periodik dan reversibel akibat bronkospasme. Manifestasi asma mudah dikenali. Setelah klien terpajan alergen penyebab atau faktor pencetus, segera akan timbul dispnea (sesak napas). Klien merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha penuh mengerahkan tenaga untuk bernapas.

Asthma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh limfosit T dan B dan diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang berikatan dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang mencetuskan asthma bersifat airborne dan supaya dapat menginduksi keadaan sensitivitas, alergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak untuk periode waktu tertentu. Keadaan internal pasien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibodi yang mengakibatan dikeluarkan substansi pereda alergi yang sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan yang dapat berupa dikeluarkannya histamin, bradikinin dan anafilatoksin. Hasil dari hal tersebut timbul 3 gejala yaitu berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler dan peningkatan sekresi mukus.

BRONCHITIS KRONIK Bronchitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dalam dua tahun brturut-turut. Sputum yang terbentuk pada bronchitis kronik dapat mukoid atau mukopurulen. Bronchitis timbul sebagai akibat dari adanya paparan terhadap agent infeksi maupun non-infeksi. Iritan akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa dan bronchospasme. Tidak seperti emfisema, bronchitis lebih mempengaruhi jalan nafas kecil dan besar dibandingkan pada alveolinya. Aliran udara dapat atau mungkin juga tidak mengalami hambatan. Klien dengan bronchitis kronis akan mengalami peningkatan kelenjar mukus, mukus menjadi lebih kental, dan kerusakan fingsi silia yang meningkatkan resiko terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat. Dinding bronchial meradang dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersamasama dengan produksi mukus yang banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan

mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena. Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama selama ekspirasi. EMFISEMA Emfisema paru merupakan suatu perubahan anatomi parenkim paru yang ditandai oleh pembesaran alveolus dan duktus alveolaris yang tidak normal, serta distruksi dinding alveolar. Perjalanan udara terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) diantara alveoli, kollaps jalan nafas sebagian dan kehilangan elastisitas recoil. Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan diantara ruang alveolar (disebut blebs) dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada dead space atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi penurunan perfusi oksigen dan penurunan ventilasi.

Tanda dan gejala PPOK yaitu batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang menjadi di saat pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut. Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak. Pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat badan yang cukup drastis sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan, penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukup oksigenasi sel dalam system gastrointestinal.

2.3 Pemeriksaan fisik dan penunjang A. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK derajat berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan bentuk anatomi toraks. Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut: 1. Inspeksi
-

Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu) Pola napas klien (kecepatan, kedalaman, dan siklus inspirasi serta ekspirasi), frekuensi nafas menurun Penggunaan otot-otot bantu pernapasan dan hipertrofi otot bantu nafas Pergerakan dinding dada (simetris atau asimetris) Warna, suhu, dan penampakan dari ekstremitas serta adakah clubbing fingers (jika ada, klien menderita hipoksia kronik, COPD, sistik fibrosis, atau penyakit jantung bawaan) Jika memproduksi sputum kaji warna, konsistensi, jumlah, dan bau sputum. Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong) iganya lebih melebar dan spasium interkostanya cenderung untuk menggembung saat ekspirasi. Pelebaran sela iga Penampilan pink puffer atau blue bloater Fremitus melemah Suara nafas vesikuler melemah atau normal Ekspirasi memanjang Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa

2. Auskultasi -

3. Palpasi Posisi trakea, karakteristik dinding dada secara umum (apakah terdapat emfisema subkutan atau krepitasi), toraks (simetris atau asimetris saat ekskursi pernapasan, nyeri tekan, massa), dan taktil fremitus. 4. Perkusi Bunyi hipersonor terdengar pada pasien PPOK. Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah Pink puffer

Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed lips Breathing Blue bloater Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer Pursed - lips breathing Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik. B. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara lain : Radiologi (foto toraks) Foto toraks (CXR/chest X-Ray) memperlihatkan hiperinflasi paru, diafragma datar, bayangan jantung menyempit, gambaran bullous pada proyeksi frontal, dan peningkatan ruang udara interkostal pada proyeksi lateral. Akan tetapi, foto toraks dapat normal pada stadium awal penyakit ini dan bukan tes yang sensitif untuk diagnosis PPOK. Perubahan emfisematosa lebih mudah terlihat pada CT-Scan toraks namun pemeriksaan ini tidak cost-effective atau modalitas yang direkomendasikan untuk skrining PPOK. Uji Faal Paru Spirometri Spirometri merupakan pemeriksaan faal paru yang terpenting untuk mendeteksi adanya obstruksi jalan nafas maupun derajat obstruksi. Hasil spirometri dapat mengindikasikan klasifikasi PPOK. - Uji bronkodilator Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

GOLD Stage 0 1

Severity At Risk Mild

Symptoms Chronic cough,

Spirometry sputum Normal

production. With or without chronic FEV1/FVC <0.7 and FEV1 80% predicted cough or sputum production. With or without chronic FEV1/FVC <0.7 and 50% FEV1 <80% predicted cough or sputum production. With or without chronic FEV1/FVC <0.7 and 30% FEV1 <50% predicted cough or sputum production. With or without chronic FEV1/FVC <0.7 and FEV1 <30% predicted cough production. or sputum Or FEV1 <50% predicted with respiratory failure or signs of right heart failure

Moderate

Severe

Very Severe

EKG Hipertensi pulmonal pada tingkat lanjut PPOK dapat diketahui dengan EKG. Gambaran abnormal EKG antara lain :

P pulmonal. Deviasi aksis kekanan Low voltage sering pada emfisema. Tanda-tanada hipertrofi ventikei kanan (RVH). P pulmonal R V6 < 5, R/S < = 1 adalah yang paling sering terdapat pada gambaran

EKG Laboratorium darah rutin Timbulnya polisitemia menunjukkan telah terjadi hipoksia kronik) Analisa gas darah Penentuan analisa gas darah penting dalam menilai derajat insufisiensi pernafasan atau kegagalan pernafasan. Asidosis dapat terjadi pada eksaserbasi akut yang umumnya disusul dengan kompensasi gunjal yang mengembalikan pH darah dalam batas-batas normal. Analisa gas darah juga direkomendasikan ketika FEV1 bernilai 40% di bawah nilai prediksi dengan adanya tanda cor pulmonale dan selama eksaserbasi akut berat untuk menilai oksigenasi dan kemungkinan adanya hiperkapnia. Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi eksaserbasi)

Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien.

2.4 Terapi Modalitas fisioterapi dada dan inhalasi Sederhana Penatalaksanaan Keperawatan adalah sebagai berikut: 1. Pencegahan Primer a. Bahaya Interpersonal Meniadakan faktor etiologi misalnya segera menghentikan merokok. Merokok adalah salah satu faktor resiko yang dapat dihilangkan, dan berhenti merokok dapat memberikan efek yang menguntungkan bahkan pada lansia. Efek merokok pada sistem respirasi cukup banyak. Karbon monoksida bersaing dengan oksigen untuk mendapatkan molekul hemoglobin, sehingga mengurangi kapasitas pengangkutan oksigen. Oleh karena itu Bapak A mengalami sesak napas. b. Bahaya Lingkungan Meniadakan faktor presipitasi misalnya menghindari polusi udara. Polusi udara memiliki dampak negative pada sistem pulmonal. Lansia lebih cenderung untuk mengalami konsekuensi dari polusi karena adanya kelemahan pada sistem pulmonalnya dan karena zat yang berbahaya di tempat kerja. Terlihat pada Bapak A yang mengalami batuk karena sejak muda Bapak A bekerja di tempat yang berasap dan berdebu. 2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder dengan cara pengkajian memberikan asuhan keperawatan. Pengkajian dengan inspeksi meliputi kulit dan warna membran mukosa. Walaupun dinding dada menjadi kaku seiring dengan penambahan usia, ekspansi seharusnya tetap simetris. Hasil palpasi harus menunjukan pengembangan pada saat respirasi dan fremitus taktil yang seimbang. Perkusi yang resonan merupakan hal yang normal. Tetapi pada sebagian lansia yang sehat, suara yang terdengar adalah hiperesonan. Sebelum memulai auskultasi, pasien harus mengambil napas dalam dan batuk untuk membersihkan jalan napas dan mengembangkan bagian dasar alveoli. Pada kasus, asuhan keperawatan yang diberikan adalah mempertahankan kepatenan jalan napas, memudahkan pertukaran gas, memaksimalakan pola napas, dan memberikan edukasi. 3. Pencegahan Tersier Pencegahan Tersier dengan cara rehabilitasi pulmonal. Tindakan rehabilitasi yang meliputi: a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.

b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling efektif. c. Latihan dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani.
d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali

mengerjakan pekerjaan semula. 4. Promosi Kesehatan dan Pendidikan Kesehatan a. Diet Berikan makanan dengan porsi kecil tetapi sering (hindari makan banyak karena hal tersebut dapat menyebabkan distensi lambung dan kelemahan respirasi). Berikan diet seimbang yang baik (hindari diet tinggi karbohidrat karena hal tersebut dapat meningkatkan kandungan CO2 dan meningkatkan ventilasi). b. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan warna sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak didada, keletihan. Bantu Bapak A mengerti tentang tujuan jangka panjang dan jangka pendek; ajarkan Bapak A tentang penyakit dan perawatannya. 2.5 Terapi Farmakologi Pengobatan farmakologi untuk Bapak X dapat diberikan dengan cara: 1. Menghentikan Kebiasaan Merokok Pada para perokok usia pertengahan yang berhasil menghentikan sama sekali kebiasaan merokoknya, tampak suatu perbaikan yang signifikan dalam laju penurunan fungsi paru. Paru-paru kembali mengalami perubahan sehingga menyerupai pasien-pasien yang tidak merokok. Maka dari itu sudah seharusnya semua pasien PPOK dengan segera berhenti merokok dan diajarkan tentang berbagai keuntungan berhenti merokok. Ada dua pendekatan farmakologi yang terpenting yakni: bupropion, sebagai obat anti depresan, dan terapi pengganti nikotin, tersedia dalam bentuk permen karet, transdermal patches, inhaler, dan nasal spray. 2. Bronkodilator Umumnya bronkodilator digunakan untuk kepentingan simtomatis pada pasien PPOK. Pilihan pemberian secara inhalasi oleh karena efek samping yang ditimbulkan lebih kecil dibandingkan dengan pemberian secara parenteral. Digunakan rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermitten). Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis bronkodilator monoterapi 3. Agen Antikolinergik Walaupun penggunaan ipratropium bromide secara rutin tidak menunjukkan pengaruh terhadap laju penurunan fungsi paru, namun telah dilaporkan dapat memperbaiki gejala dan menghasilkan

perbaikan yang cepat pada FEV1. Efek samping kecil, dan pemberian antikolinergik inhalasi dianjurkan pada pasien-pasien dengan gejala PPOK. 4. agonis Obat digunakan sebagai terapi simtomatis. Efek samping yang paling utama adalah tremor dan takikardi. 2,3 Long-acting agonis inhalasi, seperti salmeterol, memiliki keuntungan yang sebanding dengan ipratropium bromide. Kegunaannya lebih baik dari pada short-acting agent. Tambahan agonis pada terapi antikolinergik inhalasi telah menunjukkan adanya keuntungan tambahan. Terbutalin selain mempunyai efek bronkodilator, juga mempunyai efek terhadap pengeluaran mukus, terutama bila diberikan secara aerosol. 5. Glukokortikoid inhalasi Penggunaan glukokortikoid inhalasi menyebabkan penurunan frekuensi eksaserbasi sebesar 2530%, akan tetapi perngguanaan obat ini dapat meningkatkan kejadian oropharyngeal candidiasis dan peningkatan kecepatan berkurangnya densitas tulang. 6. Kortikosteroid parenteral Penggunaan glukokortikoid oral dalam jangka waktu lama sebagai terapi PPOK tidak dianjurkan oleh karena tidak menguntungkan. Penggunaan glukokortikoid oral dalam jangka waktu lama menghasilkan efek samping yang signifikan, termasuk osteoporosis, penambahan berat badan, katarak, glukosa intoleran, dan meningkatkan risiko terjadinya infeksi. 7. Theophylline Theophylline menghasilkan perbaikan yang sedang terhadap kecepatan arus ekspirasi dan kapasitas vital dan sedikit perbaikan pada kadar oksigen dan karbon dioksida arteri pasien PPOK derajat sedang sampai berat. Biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kgBB per oral. Konsentrasi dalam darah yang baik adalah antara 10-15 mg/L.4 Nausea adalah efek samping yang paling sering, lalu takikardi serta tremor. 8. Oksigen Pemberian O2 adalah merupakan terapi untuk menurunkan mortalitas pada pasien dengan PPOK. Untuk pasien dengan hipoksemia istirahat (saturasi O2 istirahat <88% atau <90% dengan tanda-tanda hipertensi pulmonal atau gagal jantung kanan), pemberian O2 memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan mortalitas. Pemberian O2 terus-menerus dan jangka panjang telah terbukti berguna pada pasien-pasien bronkitis kronis dan emfisema lanjut dengan hipoksemia kronis. Hipoksemia kronis dapat menyebabkan vasospasme dan hipertensi pulmonal, serta polisitemia, sehingga terjadi kor pulmonal.3 Pemberian O2 juga umumnya dianjurkan untuk pasien dengan exertional hipoksemia ataupun nocturnal hipoksemia. 9. N-acetyl cystein

N-acetyl cystein telah digunakan pada pasien-pasien PPOK baik sebagai mukolitik ataupun antioksidan. Terapi khusus dalam bentuk terapi tambahan 1AT intravena tersedia bagi mereka yang mengalami defisiensi 1AT yang berat. Walaupun efek biokimia dari terapi tambahan 1AT dapat dilihat, dari beberapa penelitian terhadap terapi tambahan 1AT, tidak pernah membuktikan efek dari terapi tambahan dalam menekan penurunan fungsi paru.

BAB III ANALISA KASUS

Seseorang laki-laki berusia 67 tahun mengeluh pada perawat yang datang berkunjung ke rumah, batuk kering tidak berdahak, dada terasa sakit dan lelah karena tidak sembuh-sembuh. Hasil pemeriksaan fisik klien tampak lemah kurus, frekuensi nafas 28 x/mnt, frekuensi nadi 82x/mnt, tekanan darah 110/70 mmHg suara nafas wheezing, dan terdapat penggunaan otot bantu nafas. Klien memiliki riwayat merokok dan bekerja selama hampir 24 tahun sebagai pembuat krupuk yang selalu mencium adap pembakaran kayu. 1. Nama Umur Pengkajian : Tuan X : 67 tahun

Hasil Pemeriksaan fisik: (frekuensi nafas 28 x/mnt, frekuensi nadi 82x/mnt, tekanan darah 110/70 mmHg suara nafas wheezing, dan terdapat penggunaan otot bantu nafas) Riwayat Kesehatan : Klien memiliki riwayat merokok dan bekerja selama hampir 24 tahun sebagai pembuat krupuk yang selalu mencium adap pembakaran kayu
1.

Aktivitas dan Istirahat Gejala : Tanda : Keletihan Gelisah, insomnia Kelemahan umum/kehilangan massa otot. Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan

2.

Sirkulasi Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah Tanda : Peningkatan tekanan darah Peningkatan frekuensi jantung Distensi vena leher Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameterAP dada) Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; kuku tabuh dan sianosis perifer


3.

Pucat dapat menunjukkan anemia.

Integritas Ego Gejala : Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang Peningkatan factor resiko Perubahan pola hidup

4.

Makanan/Cairan Gejala : Tanda : Turgor kulit buruk Edema dependen Berkeringat Penurunan berat badan, penurunan massa otot (emfisema) Pa;pitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali (bronchitis) Mual/muntah Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema) ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan meninjukkan edema (bronchitis)

5.

Higine Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari Tanda : Kebersihan buruk, bau badan

6.

Pernafasan Gejala : Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma); rasa dada tertekan,m ketidakmampuan untuk bernafas (asma)

Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, puith, atau kuning) dapat banyak sekali (bronchitis kronis)

Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap dini meskipun dapat menjadi produktif (emfisema) Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasan dalam jangka panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/asap (mis.asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji)

Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus. Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi memanjang dengan mendengkur, nafas bibir (emfisema) Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu, melebarkan hidung. Dada: gerakan diafragma minimal. Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut atau krekels lembab kasar (bronchitis); ronki, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi nafas (asma)

Tanda :

Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara dengan emfisema); bunyi pekak pada area paru (mis. Konsolidasi, cairan, mukosa) Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus. Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-abu keseluruhan; warna merah (bronchitis kronis, biru mengembung). Pasien dengan emfisema sedang sering disebut pink puffer karena warna kulit normal meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasan cepat.

7.

Tabuh pada jari-jari (emfisema)

Keamanan Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan Adanya/berulang infeksi Kemerahan/berkeringat (asma)

8.

Seksualitas

Gejala : penurunan libido


9.

Interaksi Sosial Gejala : Tanda : Ketidakmampuan untuk membuat//mempertahankan suara karena distress pernafasan Keterbatasan mobilitas fisik Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain. Hubungan ketergantungan Kurang sistem penndukung Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik

2.

Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnnya bersihan jalan nafas

Diagosa keperawatan yang mungkin muncul pada Penyakit Paru Obstruktif Menahun antara lain: 2. Pola napas tidak efektif 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 4. Intoleransi aktivitas 5. Risiko tinggi infeksi 3. Perencanaan Dari diagnosa di atas dapat di susun perencanaan sebagai berikut :

Diagnosa 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif Kreteria hasil Frekuensi napas normal (16-20x/menit) Tidak sesak Tidak ada sputum Batuk berkurang Intervensi Mandiri Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, mis., mengi, krekels, ronki Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, mis., penyebaran, krekels basah, (bronchitis); bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); atau tak Rasional

Tujuan 1.Setelah dilakukan ASKEP selama x jam diharapkan bersihan jalan nafas kembali efektif

adanya bunyi napas (asma berat).

Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekpirasi memanjang disbanding inspirasi.

Kaji/pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi.

Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis., peninggian kepala tempat tidur, duduk padasandaran tempat tidur.

Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapsan dengan menggunakan graviatsi. Namun pasien dengan distres berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.

Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.

Pertahankan posisi lingkungan minimum, mis., debu, asap, dan ulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu. Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan

Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir

mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara. Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada. Hidrasi memebantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran. Pengguanaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.

Observasi karakteristik batuk, mis., menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.

Tingkatkan masukan cairan sampai 3000ml/hari sesuai toleransi jantung.

Kolaborasi

Berikan obat sesuai indikasi. Bronkodilator, mis., agonis: epinefrin (Adrenalin, Vaponefrin); albuterol ( Proventil, Ventolin); terbutalin (Brethine, Brethaire); isoetarin (Brokosol, Bronkometer);

Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan napas, mengi, dan produksi mukosa. Obatobat mungkin per oral, injeksi, atau inhalasi.

Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dan dapat juga menurunkan kelemahan

Xantin, mis.aminofilin, oxtrifilin, teofilin. Kromolin (intal), flunisolida (Aerobid)

otot dan meningkatkan kontraktilitas diafragma. Menurunkan inflamasi jalan napas lokal dan edema dengan menghambat efek histamin dan mediator lain. Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi atau menghambat

Steroid oral, IV, dan inhalasi; metilprednisolon (Medrol); deksametason (Decadral); antihistamin mis. Beklometason, triamnisolon; Antimikrobal; Analgesik, penekan batuk/antitusif mis., kodein, produk dextrometorfan (Benylin DM, Comtrex, Novahistine). Berikan humidifikasi tambahan, mis., nebuliser ultranik, humidifier aerosol ruangan

pengeluaran histamin, menurunkan berat dan frekuensi spasme jalan napas, inflasi pernafasan dan dispnea Banyak antimikroba dan diindikasikan untuk mengontrol infeksi pernapasan/pneumonia. Batuk menetap yang melelahkan perlu ditekan untuk menghemat energi dan memungkinkan pasien istirahat. Kelembaban menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan dapat membantu menurunkan/mencegah pembentukan mukosa tebal pada bronkus.

Drainase postural dan perkusi bagian penting

Bantu pengobatan

pernapasan mis., IPPB, fisioterapi dada.

untuk membuang banyaknya sekresi/kental dan memperbaiki ventilasi pada segmen dasar paru. Catatan: dapat meningkatkan spasme

Awasi/buat grafik seri GDA, nadi oksimetri, foto dada.

bronkus pada asma. membuat dasar untuk pengawasan kemajuan/kemunduran proses penyakit dan komplikasi.

Diagnosa 2 : Pola napas tidak efektif

Tujuan Setelah dilakukan ASKEP selama ...x... jam diharapkan pola napas efektif

Kreteria Melatih pernapasan bibir dirapatkan dan diafragmatik serta menggunakanny a ketika sesak napas dan saat melakukan aktivitas

Intervensi Ajarkan pasien pernapasan diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan.

Rasional Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernapas lebih efisien dan efektif.

Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan pasien membuat beberapa keputusan (mandi, bercukur) tentang perawatannya berdasarkan pada tingkat toleran pasien. Berikan dorongan penggunaan pelatihan

Memberikan jeda aktivitas akan memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distress berlebih.

Memperlihatkan tanda-tanda penurunan upaya bernapas dan membuat jarak dalam aktivitas.

Menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernapasan.

Menggunakan pelatihan otot-

otot inspirasi seperti yang di haruskan.

otot-otot pernapasan jika diharuskan.

Diagnosa 3 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Tujuan Setelah dilakukan ASKEP selama ...x... jam diharapkan terpenuhinya kebutuhan nutrisi sesuai kebutuhan.

Kriteria menunjukkan perilaku mempertahank n masukan nutrisi adekuat Mengidentifik asi kebutuhan nutrisi individual Peningkatan asupan masukan dari sepertiga porsi menjadi setengah porsi untuk setiap kali makan

Intervensi Mandiri Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makanan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.

Rasional

Pasien distress pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat. Selain itu, pasien PPOM mempunyai kebiasaan makan buruk, meskipun kegagalan pernapasan membuat status hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan kalori. Sebagai akibat pasien sering masuk RS dengan beberapa derajat malnutrisi. Orang yang mengaliami emfisema

Auskultasi bunyi usus.

sering kurus dengan perototan kurang. Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan

Berikan perawatan oral

makanan buruk,

sering , buang secret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu.

penurunan aktivitas dan hipoksemia. Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan dapat

Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan porsi kecil tapi sering.

membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas. Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total. Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea. Suhu ekstrem dapat mencetus/meningkatkan spasme batuk. Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi. Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu

Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.

Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin.

Timbang berat badan sesuai indikasi

Kolaborasi Konsul ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah di cerna, secara nutrisi seimbang, mis.nutrisi tambahan oral/selang, nutrisi parental Kaji pemeriksaan laboratorium,

mis.albumin serum, transferin, profil asam amino, besi, pemeriksaan keseimbangan nitrogen, glukosa, pemeriksaan fungsi hati, elektrolit. Berikan vitamin/mineral/erlektro lit sesuai indikasi.

untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/penggunaan energy. Mengevaluasi/mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan tiap nutrisi.

Diagnose 4 : Intoleransi aktivitas

Tujuan Setelah dilakukan ASKEP selama ...x... jam diharapkan dapat melakukan aktivitas seperti orang normal (sehat)

Kriteria Melakukan aktivitas dengan napas pendek lebih sedikit.

Intervensi Dukung pasien dalam menegakkan regimen latihan teratur dengan cara berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan.

Rasional Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih banyak oksigen dan memberikan beban tambahan pada paruparu. Melalui latihan yang teratur, bertahap, kelompok otot ini menjadi lebih terkondisi, dan pasien dapat melakukan lebih banyak tanpa mengalami napas pendek. Latihan yang bertahap memutus siklus yang melemahkan ini.

Mengungkapkan perlunya untuk melakukan latihan setiap hari dan memperagakan rencana latihan yang akan di lakukan di rumah.

Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program latihan spesifik terhadap kemampuan pasien. Siapkan unit portable untuk berjagajaga jika diperlukan.

Berjalan dan secara bertahap meningkatkan waktu dan jarak berjalan untuk

memperbaiki kondisi fisik. Minimal bisa berjalan 10-15 meter.


Diagnosa 5 : Risiko tinggi infeksi

Tujuan Setelah dilakukan ASKEP selama ...x... jam diharapkan dapat melakukan aktivitas seperti orang normal (sehat)

Kriteria Pasien tidak demam Pasien dapat mempraktekkan bagaimana cuci tangan yang benar.

Intervensi Mandiri Awasi suhu Kaji pentingnya latihan napas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan adekuat. Tunjukan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu an sputum. Tekankan cuci tangan yang benar (perawat dan pasien) dan penggunaan sarung tangan bila memegang/membu ang tisu, wadah sputum. Awasi pengunjung; berikan masker

Rasional Demam dapat terjadi karena infeksi dan /atau dehidrasi. Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaaran secret untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi paru. Mencegah penyebaran pathogen melalui cairan.

Antara aktivitas dan istirahat sudah seimbang.

Menurunkan potensial terpajan

sesuai indikasi. Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.

pada penyakit infeksius (mis.ISK) Menurunkan konsumsi/kebutuh an keseimbangan oksigen dan memperbaiki

Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.

pertahanan pasien terhadap infeksi. Meningkatkan penyembuhan. Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi. Dilakukan untuk mengidentifikasi organism penyebab dan kerentanan terhadap berbagai antimicrobial. Dapat diberikan untuk organism khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitivitas, atau diberikan secra profilaktit karena

Kolaborasi Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau penghisapan untuk pewarnaan kuman Gram, kultur/sensitivitas. Berikan antimikroba sesuai indikasi.

resiko tinggi. Implementasi Implementasi dibuat berdasarkan perencanaan yang sudah dibuat. Evaluasi
Diagnosa 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan kontriksi bronkus

peningkatan pembentukan sputum, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.

Pasien mengatakan tidak sesak. Pada saat batuk produksi sputum berkurang, Frekuensi napas normal (16-20 x/menit)

Diagnosa 2 : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi

perfusi. Pasien mengatakan saat bernapas tidak lagi menggunakan bibir dan tidak mengalami sesak. Tidak menunjukkan tanda-tanda gelisah, Tidak terdapat disritmia Tidak Dispnea Tidak ada sianosis

Diagnosa 3 : Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan napas pendek dan

produksi sputum. Pasien mengatakan sudah bisa menggunakan pernapasan diafragma dan bibir dirapatkan. Klien menunjukkan penurunan tanda-tanda upaya bernapas.

Diagnosa 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

produksi sputum berlebih. Pasien mengatakan nafsu makannya meningkat dan mengerti bahwa tubuhnya membutuhkan asupan makanan Pasien menghabiskan porsi makanan yang disediakan

Diagnose 5 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipoksemia,keletihan, pola napas

tidak efektif.

Pasien mengatakan sudah bisa berjalan 5 meter. Klien dapat melakukan aktivitas dan latihan dengan napas pendek lebih sedikit Klien dapat mengungkapkan perlunya untuk melakukan latihan setiap hari dan memperagakan rencana latihan yang akan di lakukan di rumah. Klien mampu berjalan dan secara bertahap meningkatkan waktu dan jarak berjalan untuk memperbaiki kondisi fisik. Minimal bisa berjalan 10-15 meter.

Diagnosa 6 : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan obstruktif kerusakan alveoli.

Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi. Pasien tidak demam Pasien dapat mempraktekkan bagaimana cuci tangan yang benar.

Asuhan Keperawatan Keluarga Pengkajian 1. Biodata Pasien Biodata pasien setidaknya berisi tentang Nama : Bapak Y Umur: 67 Tahun Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : pernah bekerja di sebuah pabrik kerupuk selama 24 tahun Umur pasien dapat menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara fisik maupun psikologis. Jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya masalah atau penyakit, dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang masalah atau penyakitnya. 2. Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah yang lalu. Perawat mengkaji klien atau keluarga dan berfokus kepada manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, dan riwayat kesehatan keluarga. a. Keluhan Utama Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang kondidinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien PPOK adalah sesak nafas yang sudah berlangsung lasa sampai bertahun-tahun , dan semakin berat setelah beraktivitas . keluhan lainnya adalah batuk, dahak berwarna hijau,, sesak semakin bertambah, dan badan lemah. b. Riwayat Kesehatan Sekarang Klien Y dengan serangan PPOK datang mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak nafas, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernafasan, terjadi penumpukan lender, dan sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat jalan nafas. c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu Pada PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetic dengan lingkungan. Pada kasus ini bapak Y pernah bekerja selama 24 tahun di pabrik kerupuk sehingga setiap hari mencium asap hasil pembakaran kayu. Bapak Y juga punya riwayat merokok d. Riwayat Kesehatan Keluarga Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya ada 3 hal, yaitu: Penyakit infeksi tertentu khususnya tuberkolosis ditularkan melalui satu orang ke orang lainnya. Manfaat menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi akan dapat diketahui sumber penularannya. Kelainan alergi, seperti asma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu. Selain itu serangan asma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau orang terdekat. Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang tingkat polusi udaranya tinggi. Namun polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronis, melainkan hanya memperburuk penyakit tersebut. 3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik focus pada PPOK a. Inspeksi saat inspeksi bapak Y terlihat lemah, adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu nafas (sternokleidomastoid). Pada saat inspeksi, juga terlihat klien mempunyai batuk dada barrel chest akibat udara yang terperangkap, penipisan massa otot, bernafas dengan bibir yang dirapatkan, dan pernapasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap lanjut, dispnea terjadi pada

saat beraktifitas, bahkan pada beraktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi. Bapak Y juga terlihat batuk kering tidak berdahak. b. c. d. Palpasi Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun. Perkusi Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor, sedangkan diafragma mendatar/menurun. Auskultasi Saat pemeriksaan auskultasi didapatakan suara wheezing ada bapak Y sesuai tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus. (Muttaqin. 2008) e. TTD Frekuensi Nafas 28x/menit Nadi : 82x/menit TD : 110/70 II. Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang mungkin muncul pada Penyakit Paru Obstruktif Menahun antara lain:
1. Gangguan pertukaran gas pada anggota keluarga Bapak Y, terutama bapak Y, berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan PPOK 2. Gangguan rasa nyaman pada anggota keluarga Bapak Y, terutama bapak Y, berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru 3. Resiko Intoleransi aktivitas pada anggota keluarga Bapak Y, terutama bapak Y, berhubungan dengan hipoksemia, keletihan, pola nafas tidak efektif serta ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah. III. Intervensi Dari diagnosa diatas, dapat disusun intervensi sebagai berikut : a. Diagnosa 1 : Gangguan pertukaran gas pada anggota keluarga Bapak Y, terutama bapak Y, berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan PPOK. Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama . . . . . . jam, diharapkan keluarga dapat merawat Bapak Y dan tidak terjadi gangguan pertukaran gas. Kriteria hasil, klien akan : Frekuensi nafas normal (16 20 kali/menit) Tidak terdapat disritmia Adanya penurunan dispnea

Menunjukan perbaikan dalam laju aliran ekspirasi Intervensi 1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. bibir, keridakmampuan berbicara. 2. Atur posisi semifowler . warna membrane mukosa. Sianosis mungkin perifer (terlhat pada kuku) Keabu-abuan dan sianosis sentral 3. Kaji/awasi secara rutin kulit dan atau sentral (terlihat di sekitar bibir atau telinga). mengindikasikan beratnya hipoksemia. Bunyi nafas mungkin redup karena adanya mengi mengindikasikan spasme Pengiriman oksigen Rasional Berguna dalam evaluasi derajat disstres

Catat penggunaan otot aksesori, napas pernafasan dan atau kronisnya proses penyakit.

4. Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara atau area konsolidasi. penurunan aliran udara dan atau bunyi Adanya tambahan. Selidiki adanya perubahan. Takikardia, disritmia, dan perubahan TD pada fungsi jantung. Keluarga 7. Memberikan pendidikan kesehatan penyakit klien membantu mempertahanka nproses keluarga 9 Bersama Keluarga melakukan modifikasi lingkungan keluarga dalam meningkatkan 8.Perawat membantu keluarga untuk keluarga dalam mempengaruhi kesehatan pasien melalui petunjuk positif Meningkatkan taraf kesehatan lingkungan. dapat klien mengenal dengan dan baik mengetahui dan dapat 6. Awasi tanda vital dan irama jantung. dapat menunjukan efekl hipoksemia sistemik bronkus/tertahannya secret. Gelisah dan ansietas adalah menifestasi

5. Awasi tingkat kesadaran/status mental. umum pada hipoksia.

tentang penyakit PPOK kepada keluarga merawatnya kemudian

b.

Diagnosa 2 : Gangguan rasa nyaman pada anggota keluarga Bapak Y, terutama bapak Y, berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru Tujuan : Rasa nyeri berkurang sampai hilang. Kriteria hasil : * Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang. * Ekspresi wajah rileks. Intervensi 1. Tentukan karakteristik nyeri, selidiki perubahan karakter/intensitasnyeri/lokasi. 2. Pantau tanda-tanda vital. Rasional Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa komplikasi seperti perikarditis dan endokarditis. Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda-tanda vital. 3. Berikan tindakan nyaman, misalnya ; pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas. 4. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering. Tindakan non-analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesic. Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan memberan mukosa, potensial ketidaknyamanan umum. Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada 5. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk. Obat ini dapat digunakan untuk menekan 6. Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi. Rasional : batuk non produktif/proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum. sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.

miaalnya ; tajam, konsisten, di tusuk, derajat pneumonia, juga dapat timbul

Obat ini dapat digunakan untuk menekan (Doenges, 1999. hal 171). batuk non produktif/proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum. (Doenges, 1999. hal 171).

d. Diagnosa 3 : Resiko Intoleransi aktivitas pada anggota keluarga Bapak Y, terutama bapak Y, berhubungan dengan hipoksemia, keletihan, pola nafas tidak efektif serta ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah. Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama . . . . . . jam, diharapkan klien dapat melakukan aktivitas seperti orang normal (sehat) Kriteria hasil, klien akan : Melakukan aktivitas dengan nafas pendek lebih sedikit. Mengungkapkan perlunya untuk melakukan latihan setiap hari dan memperagakan rencana latihan yang akan dilakukan di rumah. Berjalan dan secara bertahap meningkatkan waktu dan jarak berjalan untuk memperbaiki kondisi fisik. Minimal bisa berjalan 10 15 meter. Intervensi 1.Dukung pasien dalam menegakkan Rasional Otot-otot yuang mengalami kontaminasi lebih banyak oksigen dan

regimen latihan teratur dengan cara berjalan membutuhkan

atau latihan lainnya yang sesuai, seperti memberikan beban tambahan pada paru-paru. berjalan perlahan, latihan berdiri tanpa alat Melalui latihan yang teratur, bertahap, kelpmpk bantu, dll. otot ini menjadi lebih terkondisi, dan pasien dapat melakukan lebih banyak tanpa mengalami nafas pendek. 2. Konsultasikan dengan ahli terapi fisik terhadap kemampuan pasien. Ahli terapi fisik akan lebih tau tentang akan membrikan porsi yang sesuai dengan klien.

untuk menentukan program latihan spesifik latihan fisik yang akan diberikan pada klien,

3. Membantu keluarga memodifikasi Terciptanya keamanan lingkungan yang sehat. lingkungan rumah

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Berdasarkan pemaparan yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem pernapasan lansia mengalami penurunan seiring dengan pertambahan usia. Lansia memiliki kerentanan yang tinggi terhadap risiko-risiko infeksi dan masalah lain pada sistem pernapasannya. Faktor-faktor risiko yang ada dapat muncul menjadi pemicu terjadinya gangguan lebih lanjut pada sistem pernapasan salah satunya disebut PPOK. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Penyakit yang paling sering muncul di kalangan masyarakat terkait PPOK antara lain bronkitis kronik, emfisema, dan asma bronkial. Penyakit-penyakit tersebut dapat dihubungkan dengan kesamaan akan etiologi, patogensesis, dan pengobatan. Jika proses obstruksi dihubungkan dengan hipersekresi mukus hal itu disebut bronkitis kronis, dan jika terdapat kerusakan jaringan alveolar, hal itu dikenal dengan efisema. Namun apabila proses obstruksi masih telah dapat diperbaiki, maka dapat disebut dengan asma. Perlu dilakukan berbagai pemeriksaan untuk menegakkan diagnosa PPOK baik dari pemeriksaan fisik maupun penunjang. Selain itu dilakukan pula penatalaksanaan secara famokologi

dengan obat-obatan serta secara non farmakologi salah satu dengan edukasi keperawatan ini terbagi menjadi 3 yaitu pencegahan primer yaitu pencegahan yang ditujukan bagi orang sehat supaya tidak terjadi masalah respirasi, pencegahan sekunder yaitu pencegahan yang ditujukan bagi orang yang mempunyai potensi tinggi dan mengalami masalah respirasi, dan pencegahan tersier yaitu tahap rehabilitasi bagi orang yang mempunyai masalah respirasi. Asuhan keperawatan yang diberikan pada klien lansia dengan gangguan pernapasan harus mencakup pengkajian holistik terhadap kondisi terkini masalah kesehatan dan riwayat-riwayat kesehatannya terdahulu. Selain itu, pendidikan kesehatan mengenai kondisi kesehatan pernapasan yang adekuat juga menjadi fokus pada perawatan kesehatan lansia. 4.2 Saran Pengetahuan mengenai anatomi dan fisiologi pernapasan lansia serta keadaan abnormalitas terkait dengan organ terkait seperti asma, bronchitis kronis, emfisema, PPOK dan sebagainya merupakan kompetensi yang harus dipahami oleh perawat profesional dalam memberikan pelayanan yang optimal kepada klien lansia. Pemberian intervensi dihubungkan dengan etiologi penyebab gangguan pernapasan yang muncul pada lansia tersebut.Selain memberikan asuhan keperawatan yang holistik, perawat juga harus dapat memberikan edukasi kepada klien untuk untuk mencegah terkena suatu resiko penyakit maupun mencegah berulangnya suatu penyakit. Selain itu edukasi keperawatan juga perlu dilakukan kepada keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, pemahaman mengenai sistem pernapasan pada lansia harus ditingkatkan demi kesejahteraan kesehatan lansia.

DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddart. (1996). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta, EGC. Brunner & Suddarth. (2002). Textbook of Medical Surgical Nursing. USA: Lippincott Publishers. Carpenito-Moyet, Lynda Juall.(2006).Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC Doenges, Moorhouse, Geissler. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta. EGC. Lueckenotte, Annette. G. (1996). Gerontological nursing. Missouri: Mosby-Year Book. Matteson, Mary Ann. (1988). Gerontological nursing: concepts and practice. Philadelphia: W.B. Saunders Company. Meiner, Sue E. and A.G. Lueckenotte. (2006). Gerontologic nursing. 3rd Ed. Missouri : Mosby Elsevier. NANDA.(2005). Panduan Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi Price, Sylvia. (2003) . Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC Price, S. A. & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Reilly JJ, Silverman EK, Shapiro SD. (2004). Chronic Obstructive Pulmonary Disease. ed. New York: McGraw-Hill. Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2001). Buku Ajar Keperawatn Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 16th

Soemantri ES, Uyainah A. (2001). Bronkitis Kronis dan Emfisema Paru. Edisi ke 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Stanley, M dan Beare, P.G. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Ed.2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Stanley,M. dan Beare, P.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai