Anda di halaman 1dari 38

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Fisiologi Sistem Urinaria

2.1.1 Fisiologi liminasi Urine Eliminasi urin bergantung pada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal menyaring produk limbah dari darah untuk membentuk urin. Ureter mengabsorbsi urin dari ginjal ke kandung kemih. Kandung kemih menyimpan urin sampai timbul keinginan untuk berkemih. Urin keluar dari tubuh melalui uretra. Semua organ sistem perkemihan harus utuh dan berfungsi supaya urin berhasil dikeluarkan dengan baik. 2.1.2 GINJAL Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis, berwarna coklat agak kemerahan, yang terletak di kedua sisi kolumna vertebra posterior terhadap peritoneum dan terletak pada otot punggung bagian dalam. Ginjal terbentang dari vertebra torakalisbkeduabelas sampai vertebra lumbalis ketiga. Dalam kondisii normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 sampai 2 cm dari ginjal kanan karena posisi anatomi hati. Setiap ginjal secara khas berukuran 12 m x 7 cm dan memiliki berat 120 sampai 150 gram. Sebuah kelenjar adrenal terletak di kutub superior setiap ginjal, tetapi tidak berhubungan secara langsung dengan proses eliminasi urin. Setiap ginjal dilapisi oleh sebuah kapsul yang kokoh dan dikelilingi oleh lapisan lemak. Produk buangan ( limbah ) dari hasil metabolisme yang terkumpul di dalam darah difiltrasi di ginjal. Darah sampai ke setiap ginjal melalui arteri renalis ( ginjal ) yang merupakan percabangan dari aorta abdominalis. Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum. Sekitar 29 % sampai 25 % curah jantungg bersikulasi setiap hari melalui ginjal. Setiap ginjal berisi 1 juta nefron. Nefron yang merupakan unit fungsional ginjal, membentuk urin. Nefron tersusun atas glomerulus, kapsul

Bowman, tubulus kontortuk proksimal, ansa Henle, tubulus distal dan duktus pengumpul. Darah masuk ke nefron melalui arteriola aferen. Sekelompok pembuluh darah ini membentuk jaringan kapiler glomerulus, yang merupakan tempat pertama filtrasi darah dan tempat awal pembentukan urin. Kapiler glomerulus memiliki pori pori sehingga dapet mefiltrasi air dan substansi, seperti glukosa, asam amino, urea, kreatin, dan elektrolit elektrolit utama kedalam kapsul Bowman. Dalam kondisi normal, protein yang berukuran besar dan sel sel darah tidak di filtrasi melalui glomerulus. Apabila di dalam urin terdapat protein yang berukuran besar ( proteinuria ), maka hal ini merupakan tanda adanya cedera pada glomerulus. Glomerulus melfiltrasi sekitar 125 ml filtrat per menit. Pada awalnya jumlah filtrat mendekati jumlah plasma darah dikurangi protein yang berukuran besar. Tidak semua filtrat glomerulus diekskresi sebagai urin. Setelah filtrat meningglakan glomerulus, filtrat masuk ke sistem tubulus dan duktus pengumpul, yang merupakan tempat air dan substansi, seperti glukosa, asam amino, asam urat, dan ion ion natrium serta kalium direabsorbsi kembali kedalam plasma secara selektif. Substansi yang lain seperti ion hidrogen. Kalium ( disertai aldosteron ), dan amonia disekresikan kembali ke tubulus, tempat hilangnya substansi tersebut dalam urin. Sekitar 99 % filtrat direabsorbsi ke dalamplasma, dengan 1 % sisanya di ekskresikan sebagai urin. Dengan demikian, ginjal memerankan peran penting dalam keseimbangan cairan dan elektrolit. Walaupun haluran tergantung pada asupan, haluran urin normal orang dewasa dalam 24 jam adalah sekitar 1500 1600 ml. Haluran urin sebanyak 60 ml per jam pada umumnya adalah normal. Haluran urin kurang dari 30 ml per jam dapat mengindikasikan adanya perubahan pada ginjal. Ginjal juga menghasilkan beberapa hormon penting untuk memproduksi sel darah merah, pengaturan tekanan darah, dan mineralisasi tulang. Ginjal bertanggung jawab untuk mempertahankan volume normal sel darah merah. Ginjal memproduksi eritroprotein, sebuah hormon yang terutama dilepaskan dari sel sel glomerulus khusus, yang dapat merasakan adanya penurunan oksigenasi sel darah merah ( hipoksia lokal ). Setelah dilepaskan dari ginjal, fungsi

eritroprotein didalam sumsum tulang adalah untuk menstimulus eritropoiesis ( produksi dan pematang sel darah merah ) dengan merubah sel induk tertentu menjadi eritroblas. Eritroprotein juga memperpanjang umur hidup sel darah merah yang telah matang. Klien yang mengalami perubahan kronis tidak dapat memproduksi hormon ini dalam jumlah yang cukup, sehingga klien tersebut akan rentan terserang anemia. Renin adalah hormon lain yang diproduksi oleh ginjal di rubah menjadi angiotensinogenjal. Fungsi utama hormon ini adalah untuk mengatur aliran darah pada waktu terjadinya iskemia ginjal ( penurunan suplai ginjal ). Renin disintesis dan dilepaskan dari sel jukstaglomerulus, yang berada di aparatus ukstaglomerulus ginjal. Fungsi renin adalah sebagai enzim yang mengubah angiotensinogen ( suatu substansi yang disintesis oleh hati ) menjadi angiotensin I. Begitu angiotensin I bersikulasi di dalam paru paru, angiotensin II dan angiotensin III. Angiotensin II mengeluarkan efeknya pada otot polos pembuluh darah sehingga menyebabkan vasokontraksi pembuluh darah dan menstimulasi pelepasan aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron menyebabkan retensi iar, yang akan meningkatkan volume darah. Angiotensin III mengeluarkan efek yang serupa namun derajatnya lebih rendah. Efek gabungan dari mekanisme ini adalah peningkatan tekanan darah arteri dan aliran darah ginjal. Ginjal juga berperan penting dalam pengaturan kalsium dan fosfat. Ginjal bertanggung jawab untuk memproduksi substansi yang mengubah vitamin D menjadi vitamin D dalam bentuk aktif. Klien yang mengalami perubahan kronis pada fungsi ginjalnya tidak membuat metabolit vitamin D dalam bentuk aktif yang cukup. Dengan demikian, klien ini dan rentan terserang penyakit tulang akibat demineralisasi tulang karena adanya gangguan absorbsi kalsium, kecuali terdapat persediaan vitamin D dalam bentuk aktif. 2.1.3 Ureter Urin meninggalkan tubulus dan memasuki duktus pengumpul yang akan menstranspor urin ke pelvis renalis. Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis

renalis sebagai rute keluar pertama pembuangan urin. Ureter merupakan struktur tubular yang memiliki panjang 25 sampai 30 cm dan berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi retroperitoneum untuk memasuki kandung kemih di dalam rongga panggul ( pelvis ) pada sambungan ureterovesikalis. Urin yang keluar dari ureter ke kandung kemih umumnya steril. Dinding ureter dibentuk dari tiga lapisan jaringan. Lapisan bagian dalam merupakan membran mukosa yang berlanjut sampai lapisan pelvis renalis dan kandung kemih. Lapisan tengah terdiri dari serabut otot polos yang menstranpor urin melalui ureter dengan gerakan peristaltis yang distimulasi oleh distensi urin di kandung kemih. Lapisan luar ureter adalah jaringan penyambung fibrosa yang menyongkong ureter. Gerakan peristaltis menyebabkan urin masuk ke dalam kandung kemih dalam bentuk semburan, bukan dalam bentuk aliran yang tetap. Ureter masuk ke dalam dinding posterior kandung kemih dengan posisi miring. Pengaturan ini dalam kondisi normal mencegah refkuls urin dari kandung kemih ke dalam ureter selama mikturisi ( proses berkemih ) dengan menekan ureter pada sambungan ureterovesikalis ( sambungan ureter dengan kandung kemih ). Adanya obstruksi di dalam salah satu ureter seperti batu ginjal ( kalkulus renalis ), menimbulkan gerakan peristaltis yang kuat yang mencoba mendorong obstruksi ke dalam kandung kemih. Gerakan peristaltis yang kuat ini menimbulkan nyeri yang sering disebut sebagai kolik ginjal. 2.1.4 Kandung kemih Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi dan tersusun atau jaringan otot serta merupakan wadah tempat urin dan merupakan organ sekresi. Apabila kosong, kandung kemih berada didalam rongga panngul dibelakang simfisis pubis. Pada pria, kandung kemih terletak pada rektum bagian posterior dan pada wanita kandung kemih terletak pada dinding anterior uretus dan vagina. Bentuk kandung kemih berubah saat ia terisi dengan urin. Dinding kandung kemih dapat mengembang. Tekanan di dalam kandung kemih biasanya rendah,

bahkan saat sebagian kandung kemih penuh, suatu faktor yang melindungi kandung kemih dan infeksi. Kandung kemih dapat menampung sekitar 600 ml urin, walaupun pengeluaran urin normal sekitar 300 ml. Dalam keadaan penuh, kandung kemih membesar dan membentang sampai ke atas simfisis pubis. Kandung kemih yang mengalami distres maksimal dapat mencapai umbilikus. Pada wanita hamil janin mendorong kandung kemih, menimbulkan suatu perasaan penuh dan mengurangi daya tampung kandung kemih. Hal ini dapat terjadi baik pada trimester pertama ataupun trimester ketiga. Trigonum ( suatu daerah segitiga yang halus pada permukaan bagian dalam kandun g kemih ) merupakan dasar kandung kemih. Sebuah lubang terdapat pada setiap sudut segitiga. Dua lubang untuk ureter serta satu lubang untuk uretra. Dinding kandung kemih memiliki empat lapisan lapisan mukosa di dalam, sebuah lapisan submukosa pada jaringan penyambung, sebuah otot dan sebuah lapisan serosa di bagian luar. Lapisan otot memiliki berkas berkas serabut otot yang membentuk otot detrusor, serabut saraf parasimpatis menstimulus otot detrusor selama proses perkemihan. Sfingter uretra interna, yang tersusun atas kumpulan otot yang terbentuk seperti cincin, berada pada dasar kandung kemih tempat sfingter tersebut bergabung dengan uretra. Sfingter mencegah urin keluar dari kandung kemih dan berada di bawah kontrol volunter ( kontrol otot yang disadari ). 2.1.5 Uretra Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui meatus uretra. Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami tubulensi membuat urin bebas dari bakteri. Membran mukosa melapisi saluran uretra dan kelenjar uretra mensekresi lendir kedalam saluran uretra. Lendir dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk mencegah masuknya bakteri. Lapisan otot polos yang tebal mengelilingi uretra. Uretra pada wanita memiliki panjang sekitar 4 sampai 6,5 cm. Sfingter uretra eksterna, yang terletak disekitar setengah bagian bawah uretra, memungkinkan

aliran volunter urin. Panjang uretra yang pendek pada wanita menjadi faktor predisposisi untuk mengalami infeksi. Bakteri dapat dengan mudah masuk ke dalam uretra dari daerah perinium. Uretra pada pria yang merupakan saluran perkemihan dan jalan keluar sel serta sekresi dari organ reproduksi, memiliki panjang 20 cm. Uretra pada pria ini terdiri dari tiga bagian yaitu uretra prostatik,uretra membranosa, dan uretra penil atau uretra kavernosa. Pada wanita, meatus urinaris ( lubang ) terletak di antara labia minora, di atas vagina dan di bawah klitoris. Pada pria, meatus terletak pada ujung distal penis. 2.1.6 Kerja Perkemihan Beberapa struktur otak yang mempengaruhi fungsi kandung kemih meliputi korteks serebral, thalamus, hipotalamus, dan batamg otak. Secara bersama sama, struktur otak ini menekankan konstraksi otot detrusor kandung kemih sampai individu ingin berkemih atau buang air. Dua pusat di pons yang mengatur mikturisi atau berkemih, yaitu pusat mengaktifkan refleks otot detrusor dan pusat L mengkoordinasi tonus otot pada dasar panggul. Pada saat berkemih, respon yang terjadi ialah kontraksi kandung kemih dan relaksasi otot pada dasr panggul yang terkoordinasi. Kandung kemih dalam kondisi normal dapat menampung 600 ml urin. Namun, keinginan untuk berkemih dapat dirasakan pada saat kandung kemih terisi urin dalam jumlah yang lebih kecil ( 150 sampai 200 ml pada orang dewasa dan 50 sampai 200 ml pada anak kecil ). Seiring dengan peningkatan volume urin, dinding kandung kemih meregang, mengirim implus implus sensorik ke pusat mikturisi di medulla spinalis pars sakralis. Impuls saraf parasimpatis dari pusat mikturisi menstimulasi otot detrusor untuk berkontraksi secara teratur. Sfingter uretra interna juga berelaksasi sehingga urine dapat masuk ke dalam uretra, walaupun berkemih belum terjadi. Saat kandung kemih berkontraksi, impuls saraf naik ke medulla spinalis sampai ke pons dan korteks serebral. Kemudian individu akan menyadari keinginannya untuk berkemih. Remaja dan orang dewasa dapat berespons terhadap dorongan berkemih ini atau malah mengabaikannya sehingga berkemih berada di bawah control volunteer. Apabila individu memilih untuk tidak berkemih, sfingter

urinarius eksterna dalam keadaan berkontraksi dan refleks mikturisi dihambat. Namun pada saat individu siap berkemih, sfingter eksterna berelaksasi, refleks mikturisi menstimulasi otot detrusor untuk berkontraksi sehingga terjadilah pengosongan kandung kemih yang efisien. Apabila keinginan untuk berkemih diabaikan berulang kali, daya tampung kandung kemih dapat menjadi maksimal dan menimbulkan tekanan pada sfingter sehingga dapat membuat control volunter tidak mungkin lagi dilanjutkan. Kerusakan pada medulla spinalis di atas daerah sakralis menyebabkan hilangnya control volunter berkemih, tetapi jalur refleks berkemih dapat tetap utuh sehingga memungkinkan terjadinya berkemih secara refleks. Kondisi ini disebut refleks kandung kemih. Reflek Berkemih. Kandung kemih dipersarafi oleh saraf sakral 2 dan sakral 3. Saraf sensoril dari kandung kemih dikirimkan ke medulla spinalis bagian sakral 2 sampai dengan sakral 4 kemudian diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirimkan sinyal kepada otot kandung kemih (destrusor) untuk berkontraksi. Pada saat destrusor berkontraksi spinter interna relaksasi dan spinter eksterna yang dibawah kontrol kesadaran akan berperan. Apakah mau miksi atau ditahan/ditunda. Pada saat miksi otot abdominal berkontraksi bersama

meningkatnya otot kandung kemih. Biasanya tidak lebih dari 10 ml urine tersisa dalam kandung kemih yang disebut dengan urine residu.

2.2

Ciri Urin Normal

2.2.1 Ciri Urin Sifat fisik air kemih Jumlah ekskresi dalam 24 jam + 1500 cc tergantung dari intake Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan keruh

Bau khas urine amoniak. Berat jenis 1, 015 1, 020. Reaksi asam, bila lama lama menjadi alkalis tergantung diet ( sayur menyebabkan alkalis dan protein memberi reaksi asam). Produksi urine Anak : 1 cc/ kg BB/ jam Produksi urine dewasa : 2 3 cc/ kg BB/ jam Komposisi Urin Air kemih terdiri dari 95 % air. Zat zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak, kreatinin. Elektrolit, natrium, kalsium, bikarbonat, fosfat dan sulfat Pigmen (bilirubin, urobilin) Toksin Hormon. Ciri-ciri Urin Normal Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan yang masuk. Warnanya bening oranye tanpa ada endapan. Baunya tajam. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6. 2.2.2 Ciri - ciri urine normal Mikturisi (berkemih) merupakan refleks yang dapat dikendalikan dan dapat ditahan oleh pusat persarafan yang lebih tinggi dari manusia. Gerakannya oleh kontraksi otot abdominal yang menambah tekanan di dalam rongga dan berbagai organ yang menekan kandung kemih membantu mengosongkannya. Rata-rata dalam satu hari, tetapi berbeda dengan cairan yang masuk. Warnanya bening oranye, pucat tanpa endapan, baunya tajam, reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.

Komposisi Urine Air kemih terdiri kira-kira 95% air, zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein asam urea, amoniak dan kreatinin, elektrolit (natrium, kalsium, NN3, bikarbonat, fosfat dan sulfat), pigmen (bilirubin, urobilin), toksin, hormon.

Sifat Fisis dan komposisi Urine all

Sifat fisis Jumlah ekskresi dalam 24 jam 1500 cc bergantung pada pemasukan cairan dan faktor lainnya. Warna : bening kuning muda, dan bila dibiarkan akan menjadi keruh. Warna kuning bergantung pada kepekatan, diet obat-obatan dan sebagainya. Bau : bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak. Berat jenis 1,015-1,020 Reaksi asam, makin lama menjadi alkalis, juga bergantung pada diet (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).

2.3

Proses Pembentukan Urin

2.3.1 Penyaringan ( Filtrasi ). Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan struktur spesifik dibuat untuk menahan komonen selular dan medium-molekular-protein besar kedalam vascular system, menekan cairan yang identik dengan plasma di elektrolitnya dan komposisi air. Cairan ini disebut filtrate glomerular. Tumpukan glomerulus tersusun dari jaringan kapiler. Di mamalia, arteri renal terkirim dari arteriol afferent dan melanjut sebagai arteriol eferen yang meninggalkan glomrerulus. Tumpukan glomerulus dibungkus didalam lapisan sel epithelium yang disebut kapsula bowman. Area antara glomerulus dan kapsula bowman

disebut bowman space dan merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate glomerular, yang menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus proksimal. Struktur kapiler glomerular terdiri atas 3 lapisan yaitu : endothelium capiler, membrane dasar, epiutelium visceral. Endothelium kapiler terdiri satu lapisan sel yang perpanjangan sitoplasmik yang ditembus oleh jendela atau fenestrate (Guyton.1996). Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan solute menyebrangi kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan tekanan oncotik dari cairan di dalam bowman space merupakan kekuatn untuk proses filtrasi. Normalnya tekanan oncotik di bowman space tidak ada karena molekul protein yang medium-besar tidak tersaring. Rintangan untuk filtrasi ( filtration barrier ) bersifat selektiv permeable. Normalnya komponen seluler dan protein plasmatetap didalam darah, sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring (Guyton.1996). Pada umunya molekul dengan raidus 4nm atau lebih tidak tersaring, sebaliknya molekul 2 nm atau kurang akan tersaring tanpa batasan. Bagaimanapun karakteristik juga mempengaruhi kemampuan dari komponen darah untuk menyebrangi filtrasi. Selain itu beban listirk (electric charged ) dari sretiap molekul juga mempengaruhi filtrasi. Kation ( positive ) lebih mudah tersaring dari pada anionBahan-bahan kecil yang dapat terlarut dalam plasma, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam lain, dan urea melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan.Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat glomerulus (urin primer) yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak mengandung protein (Guyton.1996). 2.3.2 Penyerapan ( Absorsorbsi) Tubulus proksimal bertanggung jawab terhadap reabsorbsi bagian terbesar dari filtered solute. Kecepatan dan kemampuan reabsorbsi dan sekresi dari tubulus renal tiak sama. Pada umumnya pada tubulus proksimal bertanggung jawab untuk mereabsorbsi ultrafiltrate lebih luas dari tubulus yang lain. Paling tidak 60% kandungan yang tersaring di reabsorbsi sebelum cairan meninggalkan tubulus proksimal. Tubulus proksimal tersusun dan mempunyai hubungan dengan kapiler peritubular yang memfasilitasi pergherakan dari

komponen cairan tubulus melalui 2 jalur : jalur transeluler dan jalur paraseluler. Jalur transeluler, kandungan ( substance ) dibawa oleh sel dari cairn tubulus melewati epical membrane plasma dan dilepaskan ke cairan interstisial dibagian darah dari sel, melewati basolateral membrane plasma (Sherwood, 2001). Jalur paraseluler, kandungan yang tereabsorbsi melewati jalur paraseluler bergerak dari cairan tubulus menuju zonula ocludens yang merupakan struktur permeable yang mendempet sel tubulus proksimal satu daln lainnya. Paraselluler transport terjadi dari difusi pasif. Di tubulus proksimal terjadi transport Na melalui Na, K pump. Di kondisi optimal, Na, K, ATPase pump manekan tiga ion Na kedalam cairan interstisial dan mengeluarkan 2 ion K ke sel, sehingga konsentrasi Na di sel berkurang dan konsentrasi K di sel bertambah. Selanjutnya disebelah luar difusi K melalui canal K membuat sel polar. Jadi interior sel bersifat negative . pergerakan Na melewati sel apical difasilitasi spesifik transporters yang berada di membrane. Pergerakan Na melewati transporter ini berpasangan dengan larutan lainnya dalam satu pimpinan sebagai Na ( contransport ) atau berlawanan pimpinan ( countertransport ) (Sherwood, 2001). Substansi diangkut dari tubulus proksimal ke sel melalui mekanisme ini ( secondary active transport ) termasuk gluukosa, asam amino, fosfat, sulfat, dan organic anion. Pengambilan active substansi ini menambah konsentrasi intraseluler dan membuat substansi melewati membrane plasma basolateral dan kedarah melalui pasif atau difusi terfasilitasi. Reabsorbsi dari bikarbonat oleh tubulus proksimal juga di pengaruhi gradient Na (Sherwood, 2001) 2.3.3 Penyerapan Kembali ( Reabsorbsi ) Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urin. Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali (Sherwood.2001).

Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03, dalam urin primer dapat mencapai 2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam mino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osn osis. Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal (Sherwood.2001).

2.3.4 Augmentasi Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warm dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat (Cuningham, 2002). Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat sisa namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan PH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, misalnya sebagai pelarut (Sherwood.2001). Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat yang beracun bagi sel. Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian, jika untuk sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat warna empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada kantong empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi warna pada tinja dan urin.Asam urat merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen (sama dengan amonia)

dan mempunyai daya racun lebih rendah dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air rendah (Sherwood.2000)

2.4 Definisi Eliminasi Urin Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu : Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak. Kandung kemih dipersarafi araf saraf sakral (S-2) dan (S-3). Saraf sensori dari kandung kemih dikirim ke medula spinalis (S-2) sampai (S-4) kemudian diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirim signal pada kandung kemih untuk berkontraksi. Pada saat destrusor berkontraksi spinter interna berelaksasi dan spinter eksternal dibawah kontol kesadaran akan berperan, apakah mau miksi atau ditahan. Pada saat miksi abdominal berkontraksi meningkatkan kontraksi otot kandung kemih, biasanya tidak lebih 10 ml urine tersisa dalam kandung kemih yang diusebut urine residu. Pada eliminasi urine normal sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan atau bangun tidur., Normal miksi sehari 5 kali. Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik

mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi. Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal ; lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas, perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawata harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi.

2.5

Faktor Yang Mempengaruhi Urinaria Banyak factor yang mempengaruhi volume dan kualitas urine serta kemampuan klien untuk berkemih. Bebarapa perubahan dapat bersifat akut dan kembali pulih/reversibel (mis. Infeksi saluran kemih) sementara perubahan yang lain dapat pulih /ireversibel (mis. Terbentuknya gangguan fungsi ginjal secara progresif dan lambat). Proses penyakit yang terutama mempengaruhi fungsi ginjal (menyebabkan perubahan pada volume atau kualitas urine), pada awalnya secara umum dikategorikan sebagai prarenalis, renalis, atau pascarenalis. Perubahan prarenalis dalam eliminasi urine akan menurunkan aliran darah yang bersikulasi ke dan melalui ginjal yang selanjutnya akan memyebabkan penurunan perfusi ke jaringan ginjal. Dengan kata lain, perubahan-perubahan tersebut terjadi di luar system perkemihan. Penurunan perfusi ginjal menyebabkan oliguria (berkurangnya kemampuan untuk membentuk urine) atau yang lebih jarang terjadi, anuria (ketidakmampuan untuk memproduksi urine). Perubahan renalis diakibatkan oleh factor-faktor yang menyebabkan cedera langsung pada

glomerulus atau tubulus renalis sehingga mengganggu fungsi normal filtrasi, reabsorsi, dan sekresi pada glomerulus atau tubulus renalis tersebut. Perubahan pascarenalis terjadi akibat adanya obtruksi pada sisitem pengumpul urine di setiap tempat kaliks ginjal (struktur drainase yang berada di dalam ginjal) ke meatus uretra (yakni bagian luar ginjal, tetapi berada di dalam system urinarius). Urine dibentuk oleh system perkemihan, tetapi tidak dapat dieliminasi oleh cara-cara yang normal. Selain perubahan karena penyakit, factor-faktor lain juga harus

dipertimbangkan jika klien mengalami gejala-gejala yang terkait dengan eliminasi urine. Masalah yang berhubungan dengan kerja perkemihan dapat merupakan akibat dari adanya masalah pada fisik, fungsi, dan kognitif sehingga menyebabkan inkontinesia, retensi, dan infeksi.

1) Kondisi yang Menyebabkan Perubahan pada Eliminasi Urine KONDISI PRARENALIS Penurunan volume intravaskuler :dehidrasi, perdarahan, luka bakar, syok Perubahan resistansi vascular perifer sepsis, reaksi anafilatik (alergi) Kegagalan pompa jantung : gagal jantung kongestif, infark miokard, penyakit jantung hipertensi, penyakit pada katub jantung, tamponade pericardium. KONDISI RENALIS Obat-obatan nefrotoksik (mis. Gentamisin) Reaksi transfuse Penyakit pada glomerulus (mis. Glomerulonefritis) Neoplasma ginjal Penyakit sistemik (mis. Diabetes melitus) Penyakit herediter (mis. Penyakit ginjal polikistik) Infeksi KONDISI PASCARENALIS Obtruksi ureter, kandung kemih uretra : kalkulus, bekuan darah, tumor, striktur. Hipertrofi prostat

Kandung kemih neurogenik (neurogenic bladder) Tumor pelvis. 2) Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi dan anak kecil tidak dapat memekatkan urine secara efektif. Dengan demikian urine mereka tampak berwarna kuming jernih atau bening. Bayi dan anak-anak mengekskresi urine dalam jumlah yang besar dibandingkan dengan ukuran tubuh mereka yang kecil. Misalnya, anak berusia 6 bulan dengan berat badan 6 sampai 8 kg mengeksresi 400 sampai 500 ml urine setiap hari. Berat badan anak sekitar 10% dari berat badan orang dewasa, tetapi mengekskresi 33% urine lebih banyak daripada urine yang diekskresikan orang dewasa. Seorang anak tidak dapat mengontrol mikturisi secara volunteer sampai ia berusia 18-24 bulan . seorang anak harus mampu mengenali penuhnya kandung kemih mereka, menahan urine selama 1 sampai 2 jam, dan mengomunikasikan keinginannya untuk berkemih kepada orang dewasa. Anak kecil memerlukan pengertian, kesabaran, dan konsistensi orang tuanya. Seorang anak mungkin tidak dapat mengontrol berkemihnya secara total sampai ia berusia 4 atau 5 tahun. Anak laki-laki umumnya lebih lambat mengontrol berkemihnya daripada anak perempuan. Pengontrolan mikturisi di malam hari dan terjadi lebih dini pada proses perkembangan anak, biasanya pada usia 2 tahun. Orang dewasa dalam kondisi normal mengekskresikan 1500 sampai 1600 ml urine setiap hari. Ginjal memekatkan urinen mengeluarkan urine normal yang berwarna kekuningan. Individu dalam kondisi normal tidak bangun untuk berkemih selama ia tidur karena aliran darah ginjal menurun selama istirahat dan kemampuan ginjal untuk memekatkan urine juga menurun. Proses penuaan mengganggu mikturisi. Masalah mobilitas kadangkala membuat lansia sulit mencapai kamar mandi tepat pada waktunya. Lansia mungkin terlalu lemah untuk bangkit dari tempat duduk toilet tanpa dibantu. Penyakit neurologis kronis, seperti Parkinson atau cedera sebrovaskular (stroke) mengganggu sensasi keseimbangan dan membuat seorang pria sulit berdiri saat berkemih atau membuat seorang wanita sulit untuk berjalan kekamar mandi. Apabila seorang lansia kehilangan control dalam proses berpikir maka kemampuannya untuk mengontrol mikturisi tidak dapat diprediksikan. Lansia

mungkin akan kehilangan kemampuan untuk tidak mampu mengingat kembali prosedur untuk buang air. Perubahan pada fungsi ginjal dan kandung kemih juga terjadi seiring dengan proses penuaan. Kecepatan filtrasii glomerulus menurun disertai penurunan kemampuan ginjal untuk memekatkan urine. Sehingga lansia sering mengalami nokturia (urinasi yang berlebihan pada malam hari). Kandung kemih kehilangan tonus otot dan daya tampungnya untuk menahan urine sehingga menyebabkan peningkatan frekuensi berkemih. Karena kandung kemih tidak berkontraksi secar efektif, lansia sering menyisakan urine di dalam kandung kemih setelah ia berkemih (residu urine). Pria lansia juga dapat menderita hipertrofi prostat benigna, yang membuat mereka rentan mengalami retensi urine dan inkontinensia. Perubahan ini meningkatkan risiko pertumbuhan dan

perkembangan bakteri pada saluran urinarius yang dapat menyebabkan infeksi saluran kemis (ISK). 3) Factor Sosiokultural Adat istiadat tentang privasi berkemih berbeda-beda. Masyarakat Amerika Utara mengharapkan agar fasilitas toilet merupakan sesuatu yang pribadi,

sementara beberapa budaya Eropa menerima fasilitas toilet yang digunakan secara bersama-sama. Peraturan social (mis. Saat istirahat sekolah)

mempengaruhi waktu berkemih. Penyediaan pipa didi dalam rumah mungkin jarang tersedia di daerah pemukiman miskin, seperti Appalachia, bagian dalam Maine, serta komunitas terpencil lain di pegunungan. Pendekatan keperawatan terhadap kebutuhan eliminasi klien harus mempertimbangkan aspek budaya dan kebiasaan sisial klien. Apabila seorang klien menginginkan privasi, perawat berupaya untuk mencegah terjadinya interupsi pada saat klien berkemih. Seorang klien yang kurang sensitive terhadap kebutuhannya untuk mendapatkan privasi harus ditangani dengan sikap berusaha memahami serta menerima klien. 4) Factor Psikologis Ansietas dan stress emosional dapat menimbulkan dorongan untuk berkemih dan frekuensi berkemih meningkat. Seorang individu yang cemas dapat

merasakan suatu keinginan untuk berkemih, bahkan setelah buang air beberapa menit sebelumnya. Ansietas jiga dapat membuat individu tidak mampu berkemih sampai tuntas. Ketegangan emosional membuat relaksasi otot abdomen daan otot perineum menjadi sulit. Apabila sfingter uretra eksternal tidak berelaksasi secara total, buang air dapat menjadi tidak tuntas dan terdapat sisa urin didalam kandung kemih. Usaha untuk buang air kecil dikamar mandi umum, untuk sementara dapat membuat individu kesulitan berkemih. 5) Kebiasaan pribadi Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih biasanya penting untuk kebanyakan individu. Beberapa individu memerlukan distraksi ( mis, membaca) untuk rileks. 6) Tonus otot Lemahnya otot abdomen dan otot dasar panggul merusak kontraksi kandung kemih dan kontrol filter uretra eksterna. Kontrol mikturisi yang buruk dapat berakibatkan oleh otot yang tidak dipakai yang merupakan akibat dari lamanya imobilitas, peregangan otot selama melahirkan , atrofi otot setelah menopause, dan kerusakan otot akibat trauma. Drainase urin yang berkelanjutan melalui kateter menetap menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih atau kerusakan pada sfingter uretra jika klien terpaksa kateter menetap, kandung kemih klien relatif tetap kosong, dan dengan demikian, kandung kemih tidak pernah meregang akibat penuhnya daya tampung. Apabila otot tidak meregag dengan teratur maka terjadilah atrofi otot. Pada saat keteter dilepakan, klien mungkin akan mengalami kesulitan dalam memperoleh kembali kontrol kemihnya. 7) Status volume Ginjal mempertahankan keseimbangan sensitif antara rotensi dan ekresi cairan. Apabila cairan dan konsentrasi elektrolit serta solit berada dalam keseimbagan, peningkatan asupan cairan dapat menyebabkan peningkatan produksi urine. Cairan yang diminum akan meningkatkan plasma yang bersirkulasi didalam tubuh sehingga meningkatkan volume filtrat glomerolus dan ekresi urin.

Jumlah haluaran urine bervariasi sesuai dengan asupan makanan dan cairan. Jumlah volume urine yang terbentuk pada malam hari sekitar stengah dari jumlah urine yang terbentuk pada siang hari akibat penurunan asupan dan metabolisme hal ini menyebabkan penurunan aliran darah di ginjal. Nokturia dapat merupakan tanda adanya perubahan pada ginjal pada individu yang sehat, asupan air yang berada didalam makanan dan cairan seimbag dengan haluaran air didalam urin, feses, dan kehilangan air yang tidak kasat mata melalui keringat dan pernapasan. Menelan cairan tertentu secara langsung mempengaruhi produksi dan ekresi urine. Alkohol menghambat pelepasan hormon antidiuretik (ADH) sehingga pembentukan urine akan meningkat. Diuresis dapat ditingkatkan oleh asupan kopi, teh, coklat dan minuman kolak yang mengandung kasein. Makanan yang banyak mengandung cairan, seperti buah dan sayur mayur juga dapat meningkatkan produksi urine. 8) Kondisi penyakit Beberapa penyakit dapat mempengaruhi kemampuan untuk berkemih. Ayebdanya luka pada saraf perifer yang menuju kekandung kemih menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi penuh kandung kemih, dan individu mengalami kesulitan untuk mengontrol urinasi. Misalnya diabetes militus dan sklerosis mulipel menyebabkan kondisi neoropatik yang mengubah fungsi kandung kemih. Penyakit penyakit yang menyebabkan kerusakan irevesibel pada glomerulus menyebabkan perubahan fungsi ginjal yang permaen. Penyakit ginjal kronis (end stage renal disease, ESRD) adalah istilah yang di gunakan untuk menjelaskan penurunan fungsi ginjal yang diakibatkan oleh proses kerusakan irevesibel. Klien yang menderita ESRD memperlihatkan banyak ganguan metabolisme yang membutuhkan terapi untuk dapat bertahan hidup. Perubahan perubahan di sebabkan olehakumulasi limbah nitrogen dan berbagai kekacauan asam basa serta kerusakan biokimia. Gejalah gejalah terkait yang dialami klien terjadi sebagai akibat sindrom uremia.sindrom ini di tandai dengan peningkatan limbah nitrogen didalam darah, perubahan fungsi pengaturan (menyebabkan gangguan elektrolit dan cairan yang menyolok), mual, muntah, sakit kepala, koma, dan

konfulsi. Pilihan terapi meliputi metode untuk mengoreksi ketidakseimbangan biokimia. Masalah tersebut dapat di tangani secara konservatif, dengan obat obatan dan sebuah program diet serta pembatasan cairan. Namun, seiring dengan semakin nyatanya penurunanfungsi ginjal atau perburukan gejala Uremia, diindasikan terapi yang lebih agreisif. Terapi ini dikenal sebagai terapi penggantian ginjal. Dialisis dan transplantasi organ merupakan dua metode penggantian ginjal. Dua metode dialisis tersebut ialah dialisis peritoneal dan hemodialisis. Dialisis peritoneal adalah suatu metode tidak langsung untuk membersihkan darah dari produk limbah dengan menggunakan proses osmosis dan difusi. Peritoneum adalah membran serosa yang menyelimuti organ-organ abdomen dan melapisi rongga peritoneal. Peritoneum berfungsi sebagai membran semipermiabel dengan bagian dasarnya terdiri dari kapiler yang mengalirkan darah. Kelebihan cairan dan produk limbah darah dengan mudah dibuang dari aliran darah pada saat aliran elektrolit steril (dialisat) dimasukkan ke dalam rongga peritoneum oleh gaya gravitasi, dialisat dialirkan melalui kateter yang dipasang melalui proses pembedahan. Dialisat dibiarkan di dalam rongga peritoneal selama beberapa waktu yang telah diprogramkan dan kemudian dialirkan keluar oleh gaya gravitasi dengan membawa limbah yang terakumulasi dan kelebihan cairan serta elektrolit. Hemodialisis dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi dengan membran penyaring semi permiabel (ginjal buatan) yang memindahkan produk-produk limbah yang terakumulasi dari darah ke dalam mesin dialisis. Pada mesin dialisis, cairan dialisat dipompa melalui salah satu sisi membran filter (ginjal buatan) sementara darah klien keluar melalui sisi membran yang lain. Proses difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi membersihkan darah klien dan darah tersebut dikembalikan melalui suatu alat akses yang ditempatkan khusus ke pembuluh darah (tandur Gore-Tex). Kedua modalitas dialisis dapat diterapkan untuk jangka waktu yang singkat atau panjang dan keduanya memerlukan peralatan khusus serta perawat yang terlatih. Transplantasi organ ialah penggantian ginjal klien yang rusak dengan sebuah ginjal baru dari donor kadaver atau donor hidup yang memiliki golongan darah

dan tipe jaringan yang sesuai. Setelah klien (resipien) dianggap sesuai secara medis dan psikososial, organ ginjal ditanam melaui pembelahan. Obat-obatan khusus (imunosupresif) diberikan untuk kehidupan guna mencegah ditolaknya organ transplantasi organ yang berhasil, menawarkan klien akan potensial pemulihan fungsi ginjal yang normal. 9) Prosedur Bedah Stres pembedahan awalnya memicu sindrom adaptasi umum. Kelenjar hipofisis posterior melepas sejumlah ADH yang meningkat, yang meningkatkan reabsorbsi air dan mengurangi haluaran urine. Klien bedah sering memiliki perubahan keseimbangan cairan sebelum menjalani pembedahan yang diakibatkan oleh proses penyakit atau puasa praoprasi, yang memperburuk berkurangnya haluaran urine. Respons stres juga meningkatkan kadar aldosteron, menyebabkan berkurangnya haluaran urine dalam upaya

mempertahankan volume sirkulasi cairan. Analgesik narkotik dan anastesi dapat memperlambat laju filtrasi glomerulus, mengurangi haluaran urine. Obat farmakologi ini juga merusak impuls sensorik dan motorik yang berjalan di antara kandung kemih, medula spinalis, dan otak. Klien yang pulih dari anestesi dan analgesik yang dalam, seringkali tidak mampu merasakan bahwa kandung kemihnya penuh dan tidak mampu memulai atau menghambat berkemih. Anestesi spinalis terutama menimbulkan resiko retensi urine, karena akibat anestesi ini, klien tidak mampu merasakan adanya kebutuhan untuk berkemih dan kemungkinan otot kandung kemih dan otot sfingter juga tidak mampu merespon terhadap keinginan berkemih. Pembedahan struktur panggul dan abdomen bagian bawah dapat merusakkan urinasi akibat trauma lokal pada jaringan sekitar. Edema dan inflamasi yang terkait dengan penyembuhan dan menghambat aliran urine dari ginjal ke kandung kemih atau dari kandung kemih atau uretra, menggangu relaksasi otot panggul dan sfingter atau menyebabkan ketidaknyamanan selama berkemih. Setelah kembali dari pembedahan yang melibatkan ureter, kandung kemih, dan uretra, klien secara rutin menggunakan kateter urine. Pembentukan diversi urinarius melalui pembedahan, membuat pintasan (bypass) di daerah kandung kemih atau uretra yang bersifat sementara atau

permanen dibuat sebagai rute keluar urine. Diversi urinarius mungkin diperlukan pada klien penderita kenker kandung kemih. Klien yang menjalani diversi urinarius memiliki sebuah stoma (lubang buatan) pada abdomennya untuk mengeluarkan urine. 10) Obat-Obatan Diuretik mencegah reabsorpsi air dan elektrolit tertentu untuk meningkatkan haluaran urine. Retensi urine dapat disebabkan oleh penggunaan obat antikolinergik (mis., atropin) antihistamin (mis., sudafed), antihipertensi (mis., aldomet), dan obat penyekat beta-adrenergik (mis., inderal). Beberapa obat mengubah warna urine. Klien yang fungsi ginjalnya mengalami perubahan memerlukan penyesuaian pada dosis obat yang disekresi oleh ginjal. 11) Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan sistem perkemihan dapat mempengaruhi berkemih. Prosedur, seperti suatu tindakan pielogram intravena atau urogram, tidak

memperbolehkan klien mengkonsumsi cairan per oral sebelum tes dilakukan. Pembatasan asupan cairan umumnya akan mengurangi haluaran urine. Pemeriksaan diagnostik (mis., sistoskopi) yang melibatkan visualisasi langsung struktur kemih dapat menyebabkan timbulnya edema lokal pada jalan keluar uretra dan spasme pada sfingter kandung kemih. Klien sering mengalami retensi urine setelah menjalani prosedur ini dan dapat mengeluarkan urine berwarna merah atau merah muda karena perdarahan akibat trauma pada mukosa uretra atau mukosa kandung kemih.

2.6

Masalah Umum dalam Eliminasi Urine

2.6.1 Perubahan Eliminasi Urine Klien yang memiliki masalah perkemihan paling sering mengalami gangguan dalam aktivitas berkemihnya. Gangguan ini diakibatkan oleh kerusakan fungsi kandung kemih, adanya obstruksi pada aliran urine yang mengalir keluar, atau ketidakmampuan mengontrol berkemih secara volunter. Beberapa klien dapat mengalami perubahan sementara atau permanen dalam jalur normal ekskresi

urine. Klien yang menjalani diversi urine memiliki masalah khusus karena urine keluar melalui sebuah stoma.

1. Inkontinensia Urine Inkontinensia urine ialah kehilangan kontrol berkemih. Inkontinensia dapat bersifat sementara atau menetap. Klien tidak lagi dapat mengontrol sfingter uretra eksterna. Merembesnya urine dapat berlangsung terus menerus atau sedikitsedikit. Lima tipe inkontinensia adalah inkontinensia fungsional, inkontinensia refleks (overflow), inkontinensia stres, inkontinensia urge, dan inkontinensia total. Inkontinensia tidak harus selalu dikaitkan dengan lansia. Inkontinensia dapat dialami setiap individu pada usia berapa pun, walaupun kondisi ini lebih umum dialami oleh lansia. Diperkirakan bahwa 37% wanita berusia 60 tahun atau lebih mengalami beberapa tingkatan inkontinensia (Brooks, 1993). Inkontinensia dapat merusak citra tubuh. Pakaian yang dapat menjadi basah oleh urine dan bau yang menyertainya dapat menambah rasa malu. Akibatnya, klien yang mengalami masalah ini sering menghindari aktivitas sosial. Lansia mungkin mengalami masalah khusus dengan inkontinensia akibat keterbatasan fisik dan lingkungan tempat tinggalnya. Lansia yang mobilitasnya terbatas mempunyai peluang lebih besar untuk mengalami inkontinensia karena ketidakmampuan mereka untuk mencapai toilet pada waktunya. Kursi yang dirancang pendek dan tempat tidur yang ditinggikan di atas lantai dapat menjadi halangan bagi lansia yang harus bangun untuk mencapai ke toilet. Lansia yang mengalami kesulitan untuk membuka kancing atau memanipulasi ritsleting menghadapi masalah yang lain. Lansia sering mengalami kekurangan energi untuk berjalan yang sangat jauh pada satu waktu. Toilet mungkin terlalu jauh bagi klien yang mengalami inkontinensia urge. Inkontinensia yang berkelanjutan memungkinkan terjadinya kerusakan pada kulit. Sifat urine yang asam mengiritasi kulit. Klien yang tidak dapat melakukan mobilisasi dan sering mengalami inkontinensia, terutama berisiko terkena luka dekubitus. 2. Retensi Urine

Retensi Urine adalah akumulasi urine yang yang nyata di dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih. Urine terus berkumpul dikandung kemih, meregangkan dindingnya sehingga timbul perasaan tegang, tidak nyaman, nyeri tekan pada simfisis pubis, gelisah, dan terjadi diaforesis (berkeringat). Pada kondisi normal, produksi urine mengisi kandung kemih dengan perlahan dan mencegah aktivasi reseptor regangan sampai distensi kandung kemih meregang pada level tertentu. Refleks berkemih terjadi dan kandung kemih menjadi kosong. Dalam kondisi retensi urine, kandung kemih tidak mampu berespon terhadap refleks berkemih sehingga tidak mampu untuk

mengosongkan diri. Seiring dengan berlanjutnya retensi urine, retensi tersebut dapat menyebabkan overflow retensi. Tekanan dalam kandung kemih meningkat sampai suatu titk dimana sfingter uretra eksterna tidak mampu lagi menahan urine. Sfingter untuk sementara terbuka sehingga memungkinkan sejumlah kecil urine (25 sampai 60 ml) keluar. Setelah urine keluar, tekanan kandung kemih cukup menurun sehingga sfingter memperoleh kembali kontrolnya dan menutup. Seiring dengan overflow retensi, klien mengeluarkan sejumlah kecil urine dua atau tiga kali sejam tanpa adanya penurunan distensi atau rasa nyaman yang jelas. Perawat harus mengetahui volume urine dan frekuensi berkemih supaya dapat mengkaji kondisi ini pada klien. Spasme kandung kemih dapat timbul ketika klien berkemih. Tanda-tanda utama retensi akut ialah tidak adanya haluaran urine selama beberapa jam dan terdapat distensi kandung kemih. Klien yang berada di bawah pengaruh anestesi atau analgesik mungkin hanya merasakan adanya tekanan, tetapi klien yang sadar akan merasakan nyeri hebat karena distensi kandung kemih melampaui kapasitas normalnya. Pada retensi urine yang berat, kandung kemih dapat menahan 2000 sampai 3000 ml urine. Retensi terjadi akibat obstruksi uretra, trauma bedah, perubahan stimulasi saraf sensorik dan motorik kandung kemih, efek samping obat, dan ansietas. 3. Enuresis

Enuresis adalah keadaan tidak dapat menahan keluarnya air kencing yang bila terjadi ketika tidur malam hari disebut enuresis nocturnal. Hal ini masih dianggap normal bila terjadi pada balita dan apabila masih dialami anak usia di atas 5 tahun perlu mendapat perhatian khusus. Kasus ini tejadi hanya sekitar 1 diantara 100 anak yang tetap ngompol setelah usia 15 tahun. Pada sebagian besar kasus ngompol dapat sembuh sendiri sampai anak mencapai usia 10-15 tahun. Enuresis sendiri dikelompokkan menjadi enuresis primer, dimana anak yang sejak lahir hingga usia 5 atau 6 tahun masih tetap ngompol tetapi bila anak pernah kering sedikitnya 6 bulan dan mendadak ngompol lagi maka dikelompokkan pada enuresis sekunder. Umumnya enuresis primer lebih banyak terjadi. Berdasarkan hasil penelitian enuresis jenis ini dapat terjadi karena adanya faktor keturunan, apabila kedua orang tua memiliki riwayat ngompol maka 77% anaknya akan mengalami hal serupa. Bila hanya salah satu orang tua ada riwayat enuresis maka akan terjadi 44% pada anakkya dan bila kedua orang tua sama sekali tidak ada riwayat, kemungkinan terjadi enuresis pada anaknya hanya sekitar 15 %. Enuresis merupakan gejala yang sering dijumpai pada anak. Keadaan ini dapat menimbulkan masalah, baik bagi anak, orangtua, keluarga, maupun dokter anak yang menanganinya. Terhadap anak, enuresis dapat mempengaruhi kehidupan seperti misalnya timbul rasa kurang percaya diri, merusak pergaulan, yang semuanya dapat berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak. Bagi orangtua dan keluarganya, gejala ini dapat menimbulkan frustrasi dan kecemasan. Enuresis telah dikenal sejak tahun 1550 sebelum Masehi, sebagai suatu keadaan yang mengganggu anak dan memerlukan pengobatan. Hal ini dikemukakan pertama kalinya oleh Ebers (Bakwin dan Bakwin, 1972; HcKendry dan Stewart, 1974). Di kalangan masyarakat primitif, kekuatan supernatural dianggap sebagai penyebabnya, sehingga pengobatan yang diberikan kepada anak dengan enuresis jugs bersifat magis. Definisi enuresis adalah pengeluaran urin yang tidak disadari oleh seorang anak yang dianggap telah dapat mengendalikan isi kandung kemihnya. Dari berbagai kepustakaan, umur saat

anak dianggap mampu mengendalikan pengeluaran isi kandung kemihnya ini bervariasi, namun sebagian besar peneliti menyebutkan umur di atas 5 tahun (HcKendry dan Stewart, 1974; Cohen, 1975; Gauthier dkk.1982). 4. Infeksi Saluran Kemih Bawah Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi-didapat (infeksi nosokomial) di rumah sakit yang paling sering terjadi di Amerik:i Serikat. Infeksi ini bertanggung jawab untuk lebih dari 5 juta kunjungan dokter, pertahun (Johnson, 1991). Bakteri dalam urine (bakteriuria) dapat memicu penyebaran organisme ke dalam aliran darah dan ginjal.

Obat-obat yang mengubah warna urine URINE KUNING Vitamin B Piridium (dalam urine yang bersifat basa) URINE ORANYE SAMPAI BERWARNA KARAT Azo-Gantrisin Sulfonamid Piridium Warfarin Natrium (Coumadin) URINE MERAH MUDA SAMPAI MERAH Torazin Ex-lax Fenitoin (dulantin) Cascara (dalam urine yang bersifat basa)

URINE HIJAU SAMPAI BIRU Amitriptilin (elavil) Metilen biru Dyrenium URINE COKELAT SAMPAI HITAM Senyawa besi yang diinjeksikan Levodopa (L-Dopa) Nitrofurantoin Metronidazol (Flagyl) Mikroorganisme paling sering masuk ke dalam saluran kemih melalui rule uretra asenden. Bakteri menempati uretra distil, genitalia eksternal, dan vagina pada wanita. Organisme masuk ke dalam meatus uretra dengan mudah dan naik ke lapisan mukosa bagian dalam menuju kandung kemih. Wanita lebih rentan terhadap infeksi karena kedekatan jarak anus denga meatus uretra dan karena uretranya pendek. Lansia dank lien yang menderita penyakit utama yang bersifat progresif atau mengalami penurunan imunitas juga berisiko tinggi. Pada pria, sekresi prostat yang mengandung substansi antibakteri dan panjangnya uretra mengurangi kerentanan terhadap ISK. Diperkirakan 20% sampai 30% lansia yang dirawat di rumah sakit memiliki bakteriuria yang signifikan (Yoshikawa, 1993). Pada individu sehat yang memiliki fungsi kandung kemih normal, organisme dibuang keluar selama berkemih. Namun, distensi kandung kemih mengurangi aliran darah ke lapisan mukosa dan submukosa sehingga jaringan menjadi lebih rentan terhadap bakteri. Urine yang tersisa di dalam kandung kemih menjadi lebih basa sehingga kandung kemih merupakan tempat yang ideal untuk pertumbuhan organisme. Penyebab paling sering infeksi ini ialah dimasukkannya suatu alat ke dalam jaluran perkemihan. Misalnya, pemasukan kateter melalui uretra akan

menyediakan rule langsung masuknya mikroorganisme. Pada orang dewasa, satu kateterisasi yang dipasang sebentar membawa masuk kesempatan infeksi sebesar 1%, sementara prosedur yang lama memiliki risiko infeksi 20% pada lansia (Yoshikawa, '993). Dengan menggunakan kateter kandung kemih menetap, bakteri naik di sepanjang sisi luar kateter pada dinding uretra atau naik ke lumen kateter. Kateter mengganggu mekanisme berkemih normal yang bertindak sebagai pertahanan melawan organisme yang masuk ke dalam uretra. Iritasi lokal pada uretra atau kandung kemih nantinya akan menjadi faktor predisposisi masuknya bakteri ke dalam jaringan. ISK yang didapat di institusi kesehatan juga timbul akibat buruknya praktik cuci tangan pada personel kesehatan, cairan irigasi yang terkontaminasi, dan teknik kateterisasi yang tidak benar. Kebersihan perineum yang buruk merupakan penyebab umum ISK pada wanita. Faktor predisposisi terjadinya infeksi pada wanita diantaranya adalah praktik cuci tangan yang tidak adekuat, kebiasaan mengelap perineum yang salah yaitu dari arah belakang kedepan setelah berkemih atau defekasi, dan seringnya melakukan senggama seksual. Setiap gangguan yang menghalangi aliran bebas urine dapat menyebabkan infeksi. Sebuah kateter yang di klem tertekuk atau terhambat, dan setiap kondisi yang menyebabkan retensi urine dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi pada kandung kemih. Klien yang mengalami ISK bagian bawah mengalami nyeri atau rasa terbakar Selama berkemih (disuria) ketika urire mengalir melalui jaringan yang meradang. Demam menggigil, mual, dan muntah, serta kelemahan terjadi ketika infeksi memburuk. Kandung kemih yang teriritasi menyebabkan timbulnya sensasi ingin berkemih yang mendesak dan sering. Iritasi pada kandung kemih dan mukosa uretra menyebabkan darah bercampur dalam urine (hematuria). Urine tampak pekat dan keruh karena adanya sel darah putih atau bakteri. Gejala yang sering timbul apabila infeksi menyebar ke saluran perkeminan bagian atas (pielonefritis-ginjal) adalah nyeri panggul, nyeri tekan, demam, dan menggigil. Indikasi yang mungkin untuk dilakukannya diversi urinarius

Kenker indung kemih, prostat, uretra, vagina, uterus, serviks

Trauma Cedera akibat radiasi pada kandung kemih Fistula pada vesiko vagina Eistula pada uretrovagina Kandung kemih neurogenik 5. Diversi urinarius Stoma urinarius untuk mengalihkan aliran urine dari ginjal secara langsung ke permukaan abdomen dilakukan karena beberapa alasan (lihat kotak di bawah). Diversi urinarius dapat bersifat sementara atau menetap. Gbr. 46-4 mengilustrasikan beberapa diversi urinarius. Lengkung atau conduit ileum (salah satu cara pendekatan tindakan diversi urinarius yang umum dilakukan) melibatkan pemisahan sebuah lengkung usus halus bagian ileum, lengkap dengan pembuluh darahnya yang utuh. Ahli bedah mengimplantasikan ureter ke dalam segmen ileum yang telah dipisahkan, yang kemudian menjadi jalan keluar urine. Sisa ileum yang telah terpotong tersebut disambungkan kembali ke saluran cerna yang tersisa. Segmer. ileum kemudian hanya dapat digunakan sebagai conduit dan urine akan keluar secara terusmenerus atau segmen tersebut dapat dibentuk menjadi sebuah reservoir (Moore, et al, 1993). Perkembangan terbaru dalam rekonstruksi bedah usus sejauh ini telah menghasilkan suatu teknik perkembangan untuk membangun suatu resevoar kontinen (resarvoar yang mampu menahan urine), yang dibangun baik oleh usus besar atau usus kecil. Sebuah kantung, yang dibentuk dari ileum, memungkink,rm urine mengalir ke dalam sebuah reservoir tanpa menyebabkan refluks. Bagian ileum yang dihubungkan dengan dinding abdomen bekerja sebagai katup yang mampu menahan urine, sehingga perlu dipasang kateter intermilen untuk setiap kali pengosongan. Kerugian dari conduit ileum atau reservoar ialah bahwa apabila aliran urine yang keluar terhambat sebagai akibat sekunder dari infeksi kronis atau hidro-lefrosis, kerusakan yang ireversibel pada ginjal dapat terjadi.

Tindakan ureterostomi dilakukan dengan mengangkat ujung salah satu atau kedua ureter ke permukaan abdomen. Untuk menghindari supaya tidak perlu dipasang dua alat pengumpul, sebuah transureteroureterostomi menghubungkan kedua ureter dan membuat salah satu ureter menembus dinding abdomen. Pada beberapa kasus, sebuah selang mungkin perlu ditempatkan secara langsung ke dalam pelvis renalis untuk memungkinkan drainase urine. Prosedur ini disebut nefrostomi. Klien yang memiliki diversi urinarius inkontinen harus mengenakan kantung stoma secara berkelanjutan karena tidak terdapat korirol sfingter untuk mengatur keluarnya aliran urine. Apabila urine mengenai kulit dalam jangka waktu lama maka dapat menimbulkan iritasi setempat dan kerusakan kulit. Diversi urinarius membuat individu merasa citra buatan untuk tempat pengumpulan urine dan harus mempelajari cara penatalaksanaannya. Namun klien dapat mengenakan pakaian yang normal, melakukan berbagai aktivitas fisik, melakukan perjalanan, dan tetap dapat melakukan hubungan seksual. Seorang klien yang menjalani diversi uritiarius, harus dirujuk ke ahli terapi enterostomal (seorang perawat dengan kemampuan khusus di bidang ini). Ahli terapi dapat menjadi sumber bantuan yang sangat berharga untuk membantu klien dalam menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan semua aspek perawatan. Ahli terapi enterostomal akan sering mengatur pertemuan dengan klien sebelum pembedahan dilakukan. Klien juga harus dirujuk ke United Ostonzy Association. Organisasi ini dapat membantu dalam memberikan informasi tentang kelompok pendukung yang berguna untuk mengembangkan koping dan beradaptasi terhadap perubahan gays hidup serta citra tubuh klien. 6. SERING KENCING SERING buang air kecil atau yang lebih dikenal oleh orang awam dengan istilah beser harus diwaspadai karena bisa memicu penyakit lainnya. Dalam istilah kedokteran, sering buang air kecil lebih dikenal dengan overactive bladder (OAB). Berdasar definisi dari International Continence Society (ICS) tahun 2002, overactive bladder (OAB) diartikan sebagai kumpulan gejala: urgensi, dengan

atau tanpa inkontinensia urgensi, biasanya disertai dengan frekuensi dan nokturia. Beser bisa dikatakan dengan kencing berkalikali lebih dari 8x/hari, atau 1 kali/ 4 jam, selain itu juga si penderita sangat ingin berkemih, tutur Dokter spesialis penyakit dalam dan konsultan geriatri FKUI/RSCM, Dr Siti Setiati, SpPD K-Ger. Penyakit ini lebih sering menimpa perempuan. Berdasarkan studi Asia Pacific Continence Advisory Board (APCAB) di negara-negara Asia, setidaknya 53 persen wanita di Asia terkena gejala overactive bladder. Sekarang OAB tidak hanya dialami perempuan lanjut usia, tetapi juga pada perempuan di usia produktif (2530 tahun), ucap dokter yang biasa berpraktik di Nusantara Medical Center, Gedung Granadi, Kuningan. Setiati mengatakan, ada beberapa gejala terjadinya OAB. Jika gejala tersebut muncul, akan menimbulkan permasalahan baru, yakni masalah psikologis. Artinya, seseorang yang menderita OAB menyebabkan tidak bisa ke mana-mana (sulit untuk bepergian), rasa malu, hilang rasa percaya diri, depresi, merasa menjadi beban, gangguan aktivitas fisik dan pekerjaan, interaksi sosial, gangguan pada pola tidur, hingga masalah seksual seperti menghindari hubungan seksual. Tentu saja, semuanya akan mengurangi kualitas hidup seseorang. Tidak nyaman, bau tak sedap, kulit lecet, jatuh, insomnia (tidur terganggu) dan dehidrasi, merupakan akibat yang ditimbulkan pada penderita OAB, ungkap Setiati yang juga menjabat sebagai Ketua Program Studi Spesialis Penyakit Dalam FKUI. Ada tiga gejala penting yang harus diperhatikan ketika mendiagnosis OAB yaitu urgensi, frekuensi, dan nokturia. Urgensi yaitu gejala keinginan tiba-tiba yang kuat untuk berkemih dan sulit ditahan, dengan atau tanpa inkontinens (mengompol) atau kesulitan menahan buang air kecil dan biasanya diakhiri dengan mengompol atau urge incontinence. Frekuensi, yakni keluhan dari pasien di mana berkemih terlalu sering dalam satu hari (sama dengan poliuri), berdasarkan data dari ICS, frekuensi pada OAB didefinisikan sebagai sering berkemih sebanyak lebih dari 8 kali per hari (24 jam). Sedangkan nokturia, yaitu keluhan berkemih pada malam hari atau terbangun pada malam hari untuk berkemih lebih dari 1 kali dalam 1 malam.

Tidak normalnya buang air kecil pada seseorang adalah apabila dia sudah melakukannya sebanyak 2 jam 1 kali tanpa bisa ditahan, ungkap Setiati yang juga menjabat sebagai wakil Pemimpin Redaksi majalah kedokteran Acta Medica Indonesia (IJIM). Sampai saat ini belum diketahui dengan jelas penyebab penyakit ini, namun para ahli yang tergabung dengan Perkina (Perkumpulan Kontinensia Indonesia) menemukan adanya kontraksi yang berlebihan pada otot kandung kemih, yang menyebabkan sensasi untuk buang air kecil lebih sering dari biasanya. Faktor pemicu sering buang air kecil adalah karena adanya kesadaran turun, infeksi saluran kemih, obat-obatan (diuretik), gangguan jiwa (depresi), sulit bergerak (tidak bisa mencapai toilet), sembelit, dan karena faktor minuman (air gula, kopi), ucap Setiati yang menjabat sebagai Seksi Ilmiah Perkina Pusat). Sehubungan dengan penyebab timbulnya OAB, dokter ahli penyakit dalam dari Rumah Sakit Pluit, Dr Med. Benny Santosa, Sp PD, mengatakan, salah satu faktor yang menyebabkan penyakit ini timbul adalah karena penyakit diabetes pada seseorang. Diabetes adalah penyakit yang bisa mengganggu fungsi syaraf, otot, dan sebagainya, ucapnya. Untuk pengobatan dan pencegahan, bisa dilakukan dengan beberapa cara misalnya dengan pemberian obat kolinergik. Obat ini dapat membantu untuk mengontrol keinginan buang air dengan mengurangi kontraksi otot di dinding kandung kemih. Obat ini dapat meningkatkan kapasitas penampungan urine/air kencing pada kandung kemih dan bisa menunda keinginan buang air kecil.

Penyebab Sering Buang Air Kecil (Kencing) Buang air kecil atau kencing adalah cara tubuh membuang limbah. Limbah ini dilepaskan dari metabolisme sel-sel, masuk ke dalam darah dan akhirnya disaring oleh ginjal dari aliran darah untuk dibuang lewat urin. Jika seseorang tidak bisa buang air kecil maka dia akan sakit karena keracunan tubuh. Buang air kecil sangat diperlukan untuk menjaga kesehatan. Setiap orang memiliki frekuensi buang uang air kecil yang berbeda- beda. Beberapa orang hanya buang air kecil 2 sampai 3 kali per hari, sementara ada orang yang sampai 10 kali ke toilet untuk buang air setiap hari. Tidak ada patokan

berapa sebenarnya frekuensi yang normal. Wanita lebih sering pergi ke toilet daripada pria. Hal ini berkaitan dengan volume kandung kemih, yang lebih besar pada pria dibandingkan pada wanita. Pria memakan waktu lebih lama untuk memenuhi kandung kemihnya sehingga mereka lebih jarang buang air kecil. Banyak-sedikitnya Anda minum, cuaca udara, dan faktor lain juga berpengaruh pada frekuensi kencing. Namun, bila Anda buang air kecil jauh lebih sering dari biasanya maka hal itu dapat menunjukkan adanya masalah atau gangguan dalam tubuh. Kemungkinan penyebabnya antara lain: 1. Infeksi Saluran Kemih (ISK). ISK adalah penyebab utama peningkatan frekuensi buang air kecil. 2. Diabetes. Sering buang air kecil sering merupakan gejala awal dari diabetes saat tubuh mencoba untuk membersihkan diri dari glukosa yang tidak digunakan melalui urin. 3. Prostatitis akut. Prostatitis akut adalah pembengkakan dan iritasi kelenjar prostat yang berlangsung cepat. Prostatitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri pada kelenjar prostat yang menyebabkan dinding kandung kemih menjadi sensitif. Kandung kemih mulai berkontraksi bahkan ketika masih memiliki sejumlah kecil urin. 4. Menstruasi. Hormon dalam tubuh perempuan berubah terus sepanjang bulan. Tepat sebelum menstruasi biasanya kelembaban wanita meningkat. Dalam beberapa hari menstruasi, kelembaban ekstra itu meninggalkan tubuh sehingga meningkatkan frekuensi buang air kecil. 5. Kehamilan. Pada minggu-minggu awal kehamilan rahim mengalami perkembangan sehingga menekan kandung kemih, menyebabkan sering buang air kecil. 6. Sistitis interstisial. Radang dinding kandung kemih kronis yang tidak diketahui penyebabnya ini ditandai dengan nyeri di daerah kandung kemih dan panggul. Gejala utama sistitis adalah dorongan kuat untuk buang air kecil, setiap kalinya hanya mengeluarkan sejumlah kecil urin (Jawa: anyanganyangen).

7. Kafein. Kafein menghambat kerja hormon antidiuretik (ADH). Hormon itu memastikan bahwa tidak terlalu banyak air dalam urin. Hambatan terhadap ADH membuat produksi air urin meningkat. Disarankan bahwa untuk setiap cangkir kopi Anda meminum segelas air putih untuk mengisi kekurangan tersebut. 8. Obat-obatan. Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi dapat membuat Anda lebih sering pipis untuk sementara dan kembali normal setelah Anda berhenti minum obat. 9. Stroke atau penyakit neurologis lainnya. Kerusakan saraf yang mengendalikan kandung kemih dapat menyebabkan masalah fungsi kandung kemih, termasuk dorongan untuk buang air kecil yang terlalu sering dan tiba-tiba. 10.Kandung kemih terlalu aktif. Beberapa orang sering buang air kecil terutama di malam hari. Gejala ini disebut nokturia dan biasanya mempengaruhi orang berusia lebih dari 50 tahun, ibu hamil, pria dengan kanker prostat dan gagal jantung. Normalnya, produksi urin di malam hari berkurang sehingga Anda dapat tidur dengan damai. Dalam kasus nokturia, produksi urin tetap besar sehingga mengakibatkan sering buang air kecil. kesehatan&lifestyle) 7. URGENSI Adalah perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia jika tidak berkemih. Pada umumnya, anak kecil memiliki kemampuan yang buruk dalam mengontrol sfingter eksternal. Perasaan segera ingin berkemih biasanya terjadi pada anak karena komampuan sfingter untuk mengontrol berkurang. (Sumber: majalah

8. DISURIA Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hlal ini sering ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih, trauma, dan striktur uretra. 2.6.2 Perubahan Produksi Urine 1. Poliuria

Poliuria adalah pasase volume urin yang besar dalam periode tertentu. Sedangkan diabetes adalah adanya berbagai gangguan yang ditandai dengan poliuria (Dorland, 2002). Diabetes umumnya terbagi menjadi 2, yaitu Diabetes Insipidus (DI) dan Diabetes Mellitus (DM). Namun, umumnya istilah diabetes cenderung merujuk pada Diabetes Mellitus. DM merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, hanya dapat dikendalikan sedemikian rupa agar penderitanya tetap dalam keadaan sehat secara umum, tidak mengalami komplikasi tertentu. Karena itu, ilmu penyakit dalamkhususnya endokrinologi, perlu dikaji lebih dalam agar masyarakat juga dapat menjadi lebih peka dan tanggap terhadap isu DM. Dalam laporan ini penulis akan mencoba menganalisis kaitan antara poliuria dan simptom lainnya berkaitan dengan DI dan DM berdasarkan dasar teori Endokrinologi. 2. Oliguria KENCING SEDIKIT (Oliguria) Merupakan gangguan air kemih berupa pengurangan atau pengecilan aliran urin yang lewat selama waktu tertentu. Akibatnya, volume air kemih menjadi sangat sedikit, yaitu kurang dari 500 ml per hari. Volume air kemih normal berkisar 600-1.800 ml. Gangguan ini tidak berbahaya jika hanya terjadi sesekali dan berlangsung singkat. Penyebab oliguria yang berlangsung lama merupakan pertanda gangguan ginjal atau pembesaran kelenjar prostat. Selain itu, dapat berhubungan dengan keracunan obat. Kurang minum air putih ikut menyebabkan pengeluaran air kemih sedikit dan tidak lancar. 3. Anuria Anuria adalah suatu keadaan dimana tidak ada produksi urine dari seorang penderita. Dalam pemakaian klinis diartikan keadaan dimana produksi urine dalam 24 jam kurang dari 100 ml. Keadaan ini menggambarkan gangguan fungsi ginjal yang cukup berat dan hal ini dapat terjadi secara pelan-pelan atau yang datang secara mendadak. Yang datang pelan-pelan umumnya menyertai gangguan ginjal kronik dan biasanya menunjukkan gangguan yang sudah lanjut. Yang timbul mendadak sebagian besar disebabkan gagal ginjal akut, yang secara klinis dipakai bersama-sama dengan keadaan yang disebut oliguria, yaitu keadaan dimana produksi urine dalam 24 jam antara 100 -- 400 ml. Sebab-sebab anuria oliguria dapat dikelompokkan dalam 3 golongan yaitu : sebab-sebab pre-renal, sebab-sebab renal dan sebab-sebab

post-renal. Anuria prerenal misalnya terjadi pada keadaan hipoperfusi seperti akibat dehidrasi, combustio, perdarahan, trauma yang massive atau sepsis. Anuria prerenal ini dapat juga disebabkan oleh obstruksi arteri renalis misalnya oleh akibat emboli (fibrilasi atrium), thrombus (atherosclerosis), dan trauma arteri renalis bilateralis. Bendungan kedua vena renalis dapat juga menyebabkan penurunan produksi urine, misalnya akibat kelainan koagulasi, atau penyebaran tumor. Anuria renal didapatkan pada nekrosis tubuler akut, glume- rulonefritis akut, dan pada beberapa keadaan glumerulopati. Sedang anuria post-renal dapat terjadi akibat obstruksi urethra oleh karena striktura, pembesaran prostat, sumbatan kedua ureter misalnya karena trauma atau laparatomi, proses keganasan dalam rongga pelvis dan batu pada saluran kemih. Dari sebab-sebab anuria/oliguria yang dapat menyebabkan gagal ginjal sebagian besar adalah sebab-sebab di luar ginjal yang dengan kemajuan ilmu kedokteran telah dapat banyak diperbaiki/dicegah. Hasil peningkatan pengetahuan ini dapat dilihat dalam tabel 1 berikut yang menggambarkan perubahan prognosa gagal ginjal akut. Sebagai akibat terjadinya anuria/oliguria maka akan timbul gangguan keseimbangan didalam tubuh yaitu berupa penum- pukan cairan, elektrolit, dan sisa-sisa metabolisme tubuh, yang seharusnya keluar bersamasama urine. Keadaan inilah yang akan memberikan gambaran klinis daripada anuria/oliguria pada gagal ginjal seperti edema, asidosis, uremia dsb. Pada umumnya keadaan ini dengan mudah dapat dikenali, sehingga diagnosanya juga tidak sulit. Tetapi untuk mencari etiologi dari anuria kadang-kadang sulit, maka didalam gagal ginjal ini penanggulangan ditujukan kepada gagal ginjal akutnya tanpa memandang etiologinya demi untuk menyelamatkan kegawatan si penderita yang kadang-kadang life-saving. Dari sudut patofisiologi ini dapat jelas dilihat bahwa tindakan pencegahan adalah sangat penting; misalnya pada keadaan yang kemungkinan terjadinya anuria tinggi, pemberian cairan supaya renal blood flow terjamin harus selalu diusahakan, sebelum anuria terjadi. Oleh karena prognosa gagal ginjal kronik lain, maka perlu dibedakan dengan gagal ginjal akut yang prognosanya umumnya lebih baik dengan tindakan yang lebih cepat. Gagal ginjal kronik biasanya dapat dikenali dengan didapatkannya tanda-tanda penyakit ginjal kronik seperti adanya riwayat batu, diabetes mellitus, hipertensi, adanya proteinuria, anemia, pemakaian analgetik yang berkelebihan, penyakit polikistik serta didapatkannya ginjal yang kecil. Bila tidak

didapatkan gejala seperti disebutkan diatas maka harus dipikirkan kemungkinan gagal ginjal akut yang masih reversibel dengan pengobatan yang cepat dan tepat. Dalam skema 2 digambarkan dasar penanggulangan anuria secara praktis yang kiranya dapat dilaksanakan tanpa banyak pemeriksaan-pemeriksaan.

Bab III PENUTUP


3.1 kesimpulan Proses pembentukkan urin terjadi melalui beberapa tahap diantara nya filtrasi atau penyaringan yang dilakukan oleh glomerulus,absorbsi atau penyerapan yang terjadi pada tubulus proksimal , reabsorbsi yang berfungsi untuk menyerap kembali filtrate glomerulus dan augmentasi atu proses penambahan zat sisa yang mulai terjadi di tubulus kontortus distal.

Anda mungkin juga menyukai