Anda di halaman 1dari 12

Journal Reading: Detection of shigella in lettuce by the use of a rapid molecular assay with increased Sensitivity

Kenia Barrantes Jimne, Clyde B. Mccoy, Rosario Ach

Review dan Pembahasan Oleh :


Aditya Satriya Nugraha,S.Ked Mahasiswa Magister Ilmu Biomedik,2012

Pendahuluan
Shigellosis adalah penyakit saluran cena dengan manifestasi diare yang disebabkan oleh pathogen Shigella spp(S. dysenteriae ,S. flexneri, S. boydii and S.sonnei). Penyakit ini menular melalui jalur fecal oral dan melalui makanan dan air yang terkontaminasi, yang artinya penyebaran penyakt ini tergantung dari tinggal higienitas dari seseorang didalam suatu lingkungan.Shigellosis menular lewat makanan, dan menurut WHO, saat ini penyakit yang menular melalui makanan adalaha salah satu masalah kesehatan yang prevalensinya sangat meningkat dalam 10 tahun terakhir, dan yang paling banyak menderita penyakit ini adalah Negara-negara berkembang. Shigella spp adalah baktei yang tergabung dalam kaluarga Enterobacteriaceae, dan bisa membuat manifestasi penyakit dengan hanya 10 bakteri saja. Gejala dari shigellosis bervariasi mulai dari diare cair hingga nyeri perut,dan diare yang kental dan berdarah (CDC,2009). Pengobatan yang dilakukan saat ini menggunakan antibiotik, namun untuk memberikan antibiotik, sebaiknya dicari terlebih dahulu agen penyebabnya. Selama ini, teknik untuk mencari bakteri penyebab shigellosis adalah dengan melakukan kultur, namun kelemahan metode kultur adalah pada waktunya yang lama untuk mendapatkan hasil kultur (Germani,2006). Saat ini metode PCR (Polymerase Chain Reaction ) sudah bisa digunakan untuk mendeteksi sekuens DNA tertentu yang kita inginkan,terutama deteksi DNA bakteri. Bakteri bisa kita identifikasi tanpa harus melakukan kultur yang lama, sehingga PCR dapat digunakan sebagai alat diagnostik yang baik untuk mikroorganisme yang ada di makanan, atau dari

sampel klinis .Identifikasi yang digunakan prinsipnya adalah amplifikasi/ perbanyakan sekuens DNA yang unik untuk setiap mikroorganisme sehingga kita bisa mengetahui baktei apa saja yang ada disana (Horfar,2004) Dalam beberapa penelitian menunjukkan deteksi shigella dapat dilakukan dengan mengenali invasion antigen loci (ial) region dan invasion plasmid antigen H (ipaH). Selain pada shigella, ial dan ipaH ada juga pada e-coli, dan merupakan target sekuensing utama dari gen yang menjadi sifat pathogen bakteri tersebut. Penelitian ini akan membuktikan efektifitas dari PCR dalam mendeteksi Shigella flexneri didalam selada.

Metode Penelitian
Strain bakteri Beberapa bakteri diujicoba dalam penelitian ini untuk membuktikan spesifisitas diagnosis menggunakan PCR untuk shigellosis, bakteri yang dipakai antaralain Aeromonas hydrophila, Citrobacter freundi, Citrobacter youngae, Edwardisella tarda, Enterobacter cloacae, Escherichia coli ATCC 64111, Escherichia coli ATCC 25922, Escherichia coli ATCC 13706, Escherichia coli O155, onithynolitica, Enterococcus faecalis ATCC 10741, Klebsiella 14502,

Plesiomonas shigelloides,

Pseudomonas aeruginosae

ATCC

Pseudomonas fluorescens, Providencia spp., Proteus spp, Salmonella serovar Enteritidis ATCC 13076, Salmonella serovar Typhimurium ATCC14028, Salmonella serovar

Indiana, Salmonella serovar Typhi, Staphylococcus aureus ATCC 6538, Shigella flexneri, Shigella sonnei, Shigella boydii, Shigella dysenteriae dan Yersinia enterocolytica.

DNA Extraction DNA dari 4 spesies shigella dan no shigella strain didapatkan dengan menggunakan metode ekstraksi phenol-chloroform . Metodenya adalah sebagai berikut : 1,5 ml kultur bakteri selama semalaman pada suhu 350 C disentrifugasi pada 2700g selama 5 menit. Pellet diresuspensikan pada TE Buffer 567 ml, 10% SDS 30l dan Proteinase K 20 mg/ml 3l. Campuran tersebut diinkubasi selama satu jam pada suhu 37C, dan diinkubasi lagi dalam 5M NaCl 100l. Diinkubasi lagi dalam 80l CTAB/NaCl dalam 10 menit 65C. Terakhir DNA

didapatkan dengan sentrifugasi setelah pengendapan dengan phenol-chloroform, kemudia dicucu dengan 70% ethanol dan dikeringkan di udara

Primers dan Internal amplification control (IAC) Sekuens dari gen ipaH 600 terdiri dari primer forward : 5GCCGGTCAGCCACCCT CTGAGACTAC-3 dan reverse: 5-GTTCCTTGACCGCCTTTCCGTACCGT C-3) (15), sementara gen ial 320 bp menggunakan primer forward : 5-CTGGATGGTATGGTG AGG-3 dan reverse : 5-GG AGGCCAACAATTATTTCC-3 , Internal amplification control (IAC) dari 100 bp menggunakan ipaH primers sequence didesain dari Invitrogen (USA): 5

GTTCCTTGACCGCCTTTCCGTACCGTCTCTGCACGCAATACCTCCGGACAGAAGTA TGAGATGCTGGAGAATGAGTACTCTCAGAGGGTGGCTGACCGGC-3`. Amplifikasi

dari IAC dikerjakan dengan sepuluh kali pengenceran IAC (dari 1 g/ml menjadi 0.01 ng/l) dengan 2 terget jumlah shigella sebesar 50 ng/l dan 100 ng/l.

PCR protocol Proses PCR digunakan untuk mendeteksi sekuens DNA bakteri yang ingin ditemukan (S.dysenteriae, S.flexneri, S.boydii and S.sonnei). Mencampurkan 1X Buffer, 2.0 mM MgCl, 0.5 U Taq polymerase (Promega), 5% DMSO (Sigma Aldrich) 0.2 mM mesingmasing dNTPs (Applied Biosystems), 0.004 mM ipaH primers, 0.016 mM ial primers dan 10 l of DNA template.Campuran tersebut diletakan pada thermocycler selama 30 siklus, dimana 10 siklus didalam PCR masing-masing siklus terdiri dari 1 menit pada at 94C, 30 detik pada 65C dan dikurangi menjadi 55C, dan 1 menit pada 72C, sedangkan pada 20 siklus sisanya masing masing siklus terdiri dari 1 menit pada 94C, 30 setik pada 55C , dan 1 menit pada 72C. Tambahan siklus selama 5 menit pada 72C, untuk meningkatkan ekstensi primer. Hasil akhir PCR dilatakan pada 2% agarose gel elektroforesis 140V selama 45 menit dicat menggunakan 0.5 g/ml ethidium bromide, kemudian dilihat band-nya menggunakan UVITEC transiluminator.

Pembuatan sampel selada ter-inokulasi bakteri

Selada (Lactuca sativa ) dimasukan kedalam plastic steril, dan dicampurkan dengan koloni bakteri S. flexneri. 1 ml S. flexneri dicampurkan dengan peptone buffer 107 CFU/ml hingga 10 CFU/ml, dan diinokulasikan pada tiga porsi selada, 2 porsi 10g dan satu porsi 25g. Inokulasi dilakukan dengan pengulangan hingga 10 kali untuk memastikan deteksi dan kulturnya benar.

Hasil dan Pembahasan


PCR adalah metode yang sangat cepat dan mudah dalam mendeteksi keberadaan suatu sel yang kita inginkan. Dalam penggunaannya sebagai alat diagnostic/screening diperlukan adanya suatu metode control, yang mencegah terjadinya negative palsu yang disebut IAC (Internal amplification control). IAC adalah sekuens gen yang nantinya akan di amplifikasi didalam satu tabung yang sama dengan target DNA. IAC ini memiliki sekuens gen yang homolog dengan sekuens dari DNA target, sehingga apabila nantinya didapatkan hasil DNA target yang negatif, namun hasil IAC positif, maka bisa disimpulkan bahwa tidak ada DNA target pada specimen yang kita cari. Apabila keduanya menunjukkan hasil yang negatif, maka ada kesalahan dalam prosedur PCR atau memang terdapat factor penghambat replikasi DNA yang ada di dalam larutan yang digunakan. Kesimpulannya adalaha,penggunaan IAC akan mencegah terjadinya kesalahan negatif palsu pada suatu deteksi menggunakan PCR.

Gambar 1. Menunjukan band-band yang terlihat pada agarose. Baris 1 adalah standart, baris 2 adalah konrol negative, Baris 3,4 adalah shigella flexenery strain 50, dan Baris 5,6 adalah shigella flexenery strain 01

Pada gambar 1 bisa kita lihat bahwa ditemukan DNA bakteri shigella flexenery pada selada yang diinokulasi bakteri dan dilakukan pemeriksaan menggunakan PCR. Keberadaan DNA bakteri tersebut ditandai dengan gen ipaH dan ial, serta dikonfirmasi dengan adanya IAC sebagai kontrol. Kesimpulannya adalah dengan metode PCR dapat dideteksi band-band dengan pasangan basa (base pair) tertentu yang bias dipakai sebagai agen deteksi bakteri pada suatu spesimen (Hoorfar,2004). Untuk membuktikan sensitifitas metode PCR, dengan metode kultur konvensional dilakukan percobaan dengan membandingkan keduanya. Hasilnya bias dilihat di tabel berikut.

Tabel 1. Menunjukkan perbandingan jumlah shigella yang diencerkan dalam beberapa tahapan dan dibandingkan antara metode enrich PCR, direct PCR, dan hasil kultur

Bisa dilihat pada tabel 1, untuk metode menggunakan direct PCR tidak ditemukan adanya shigella, hal ini menunjukkan bahwa terdapat efek inhibisi yang terjadi pada penggunaan metode ini. Pada direct PCR tidak dilakukan inkubasi terlebih dahulu, sedangkan pada enriched-PCR dilakukan inkubasi selama 24 jam dan memungkinkan pertumbuhan bakteri yang baik serta terjadi pengenceran pada beberapa faktor inhibisi pada selada.. Peneliti dalam jurnal ini menduga bahwa kemungkinan hasil negatif pada semua sampel menggunakan direct PCR adalah karena penggunaan matrix (faktor inhibisi terhadap proses PCR). Kemudian kita lihat hasil tabel 1pada kultur positif dengan jumlah inokulasi bakteri 104, tidak bias menunjukkan jumlah bakteri, sedangkan dengan metode PCR dapat mendeteksi bakteri pada jumlah tersebut. Pada sampel dengan jumlah inokulasi bakteri 105, PCR bisa mendeteksi secara sempurna, namun pada metode kultur hanya mendapatkan kemungkinan yang sangat kecil. Dengan hasil tersebut peneliti membuktikan bahwa metode deteksi shigella menggunakan PCR memiliki sensitifitas dan spesifisitas 100%, dan pada metode kultur memiliki sensitifitas 53%, dan spesifisitas 100%.

Gambar 2. Membuktikan hasil PCR pada beberapa konsentrasi inokulasi bekteri shigella flexeneri. Baris 1: Kosong, baris 2: marker, baris 3 : Direct PCR dengan 107 shigella, baris 4: Direct PCR dengan 106 shigella,baris 5: Direct PCR dengan 105 shigella, baris 6 dan 9: kontrol negatif, baris 7 dan 11: enrich-PCR dengan 105 shigella, baris 8 dan 12: enrich-PCR dengan 106 shigella, baris 10: Escherichia coli.

Dengan melihat Gambar 2 diatas, dapat disimpulkan bahwa metode enrich PCR bisa mendeteksi keberadaan DNA bakteri shigella, pada ipaH 600bp dengan berbagai konsentrasi. Pada percobaan ini digunakan spesimen selada yang memiliki e-coli, namun tidak bisa terdeteksi, sehingga spesifisitas metode PCR bisa dinyatakan hamper 100% bisa untuk mendeteksi shigella.

Gambar 3. Menunjukkan gel elektroforesis agarose 2%, dengan baris 1: kosong, baris 2: marker, baris 3: Escherichia coli, baris 4: 106 enrich PCR shigella, baris 5: 105 enrich PCR shigella, baris 6: 104 enrich PCR shigella, bari 7 dan 8 kosong.

Gambar 3 diatas mendukung gambar 2 dan tabel 1 sebelumnya, dan terlihat bahwa PCR dapat mendeteksi keberadaan suatu pathogen pada spesimen tertnentu secara spesifik dan akurat. Pada baris 3, e-coli tidak terdeteksi karena memang sekuens DNA yang berbeda dengan shigella.

Setelah membahas hasil diatas,ada beberapa prinsip penting dalam PCR yang perlu diketahui untuk meningkatkan pemahaman terhadap proses ini. PCR pada prinsipnya adalah menggandakan potongan DNA tertentu dari total DNA yang kita inginkan, baik yang berasal dari DNA sel inti (nukleus), DNA mitokondria (mtDNA) atau Ribosom (rDNA). Untuk mendapat potongan DNA, diperlukan Primer yang berfungsi untuk menandai dimana ujung DNA yang akan digandakan. Primer biasanya berpasangan, yaitu Primer forward untuk menandai ujung depan dan Primer Reverse untuk menandai ujung belakang untaian DNA,dimana masing-masing primer bekerja pada tiap untai DNA. Untuk melakukan penggandaan, dibutuhkan bahan baku DNA yang disebut dNTP. dNTPa untuk Adenine, dNTPg untuk guanosin , dNTPc untuk Cytosin dan dNTPt untuk timin .Untuk merakit untai DNA buatan dari dNTPs ini, dibutuhkan bantuan enzim Taq polymerase. Enzim ini bekerja optimal pada suhu tinggi hingga 100 derajat celcius (Spangler,2009)

Ada 3 tahap dalam kerja PCR, yaitu Denaturing, Annealing dan Ekstensi (Vierstraete,1999) 1. Denaturing adalah proses memisahkan 2 untai pilinan DNA. Pada tahap ini, ikatan hidrogen yang menyatukan kedua pilinan itu terlepas sehingga masing-masing akan menjadi untai tunggal. Biasanya suhu Denaturing berkisar antara 92-94 derajat celcius. 2. Annealing adalah tahapan dimana primer forward dan reverse mencari pasangannya di untai-untai DNA. Primer akan menuju daerah yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada templat Suhu Annealing biasanya berkisar antara 40-55 derajat Celcius. Suhu yang biasanya umum dipakai adalah 50-52 derajat C. 3. Ekstensi adalah proses pemanjangan rantai DNA. Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 72oC. Primer yang telah menempel tadi akan

mengalami perpanjangan pada sisi 3nya dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA polymerase. Pada banyak percobaann,ketiga tahap ini diulang sebanyak 30 kali untuk mendapatkan milyaran cloning DNA

Gambar 4. Visualisasi secara umum untuk proses replikasi DNA menggunakan metode PCR (Vierstraete,1999)

Gambar 5. Menunjukkan proses mulai dari Denaturasi, annealing dan ekstensi pada metode PCR (Vierstraete,1999)

Gambar 6. Alat PCR yang ada di FKUB

Gambar 7. Proses pemindahan sekuens DNA pada agarose, untuk kemudian dilakukan pengukuran panjang basa nitrogen (base pair)

CRITICAL APPRAISAL

Judul: Detection of shigella in lettuce by the use of a rapid molecular assay with increased Sensitivity Judul dari jurnal ini sederhana, cukup mudah dipahami, Judul sudah cukup menggambarkan isi dari jurnal

Penulis:
Kenia barrantes jimnel, Clyde b. Mccoy, Rosario ach

Penulis telah beberapa kali mempublikasikan jurnal tentang biologi mikroba dan penyakit infeksi, sehingga dapat dikatakan bahwa penulis yang mengerjakan penelitian ini adalah orang-orang yang sudah cukup kompeten

Abstrak Penulisan abstrak sudah cukup jelas menggambarkan isi dari penelitian. Setelah penulisan abstrak ditulis keywords, yaitu PCR, Shigella, rapid method, lettuce, food.

Introduction Bagian introduction sudah memberikan rangkuman tentang topik penelitian serta permasalahan-permasalahan yang terjadi yang melatarbelakangi penulis untuk membuat penelitian tersebut

Material and Methods Penulis sudah mencantumkan dengan jelas tahapan-tahapan dari setiap pengamatan yang akan dilakukan, dan pada setiap pengamatan juga dicantumkan dengan cukup jelas tentang bahan-bahan yang digunakan, darimana asalnya dan alat apa yang digunakan, sehingga dapat mempermudah peneliti lain yang ingin melakukan

penelitian

serupa,

baik

untuk

mengulang

penelitian

maupun

yang

ingin

mengembangkan hasil dari penelitian tersebut.

Results Penyusunan hasil penelitian tertulis dengan runtut, sesuai dengan tahapan-tahapan dari pengamatan yang dilakukan oleh peneliti. Peletakan gambar dan grafik cukup memudahkan pembaca untuk menyesuaikan dengan tulisan tentang gambar/grafik tersebut, karena diletakkan pada halaman yang sama dengan penjelasannya.

Discussion Penyusunan diskusi juga sudah tertulis dengan sistematis, dan sesuai dengan judul yang telah dibuat Penulis tidak dilakukan. Tidak terdapat bab khusus tentang kesimpulan pada jurnal ini, mungkin karena sudah terangkum semua pada discussion menuliskan keterbatasan yang dihadapi dalam penelitian yang

Referensi Cara penulisan pustaka pada jurnal ini sudah memenuhi syarat penulisan kepustakaan. Pada jurnal ini, penulis menggunakan metode Harvard Penulis menggunakan 43 pustaka. Pustaka berkisar dari tahun 1997 hingga 2008 dengan rincian, Mengingat penelitian ini dipublikasi pada tahun 2009, maka penggunaan pustaka dibawah tahun 2000 dirasa kurang sesuai. Sebaiknya pustaka yang digunakan tidak lebih dari 10 tahun.

Berdasarkan hasil telaah kritis diatas, dengan kekurangan dan kelebihan yang terdapat dalam penelitian tersebut, disimpulkan bahwa penelitian tersebut adalah penelitian yang baik. Informasi yang disajikan dari penelitian tersebut merupakan informasi yang berguna bagi pembaca dan peneliti.

Daftar Pustaka
CDC (U.S. Centres of Diseases Control and Prevention).2009 Foodnet Reports. Available at: http://www.cdc.gov./foodnet/reports.htm. Accesed 03 June, 2009. Germani ,Y.; Sansonetti, P.J. 2006. The genus Shigella. In: Dworkin M, Falkow S,

Rosenberg E, Schleifer KH and Stackebrandt E (eds). The Prokaryotes. A handbook of the biology of bacteria . New York: Springer Science + Business Media Inc. p. 99-116. Hoorfar, J.; Malorny, B.; Abdulmawjood, A.; Cook, N.; Wagner, M.; Fach, P. 2004. Practical considerations in design of internal amplification controls for diagnostic PCR assays. J Clin Microbiol 5, 1863-1868. Spangler R, Goddard NL, Thaler DS .2009. Optimizing Taq Polymerase Concentration for Improved Signal-to-Noise in the Broad Range Detection of Low Abundance Bacteria. PLoS ONE 4(9): e7010. doi:10.1371/journal.pone.0007010 Vierstraete,Andy.1999. Principle of the PCR.

http://users.ugent.be/~avierstr/principles/pcr.html diakses tanggal 30 april 2012, pukul 2.40

Anda mungkin juga menyukai