Anda di halaman 1dari 6

BAB II

PEMBAHASAN

WASIAT

Dari segi pengertian Wasiat adalah penyerahan hak atas hata tertentu dari seseorang
kepada orang lain secara sukarela yang pelaksanaannya ditangguhkan hingga pemilik
harta meninggal dunia.

Dasar hokum pelaksanaan wasiat dapat dilihat dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah (2)
ayat 180.
,=eI'. |N'3.v=t| #oe) u, N'.tv& N|u0.9-# |e) 8to? #|,
\t+e=uu.9-# |e9uu(=e9 te/t.u{-#u -|\0.9--e/ ( -) v?t
t)|u0.9-# _V

Artinya: diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan (tanda-
tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan
karib kerabatnya secaera ma'ruf, ( ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang
bertakwa.

Kewajiban berwasiat yang terdapat dalam ayat 180 diatas, diketahui dari kata kuitba
yang dimaksutkan furida (diwajibkan), dan kata bil ma'rufihaqqan 'alal muttaqin yang
berarti pelaksanaan wasiat itu adalah salah satu syarat taqwa. Oleh karena itu,
hukumnya wajib. Kata khairan berarti harta yang banyak, harta yang pantas untuk
diwasiatkan, atau harta yang memenuhi syarat untuk diwasiatkan.


Wasiat merupakan suatu perbuatan hokum, sehingga mempunyai ketentuan dalam
pelaksanaanya. Ketentuan yang demikian, terdiri atas berikut ini:
1. Pemberi Wasiat
Pemberian wasiat diisyaratkan kepada orang dewasa yang cakap melakjkukan
perbuatan hokum, merdeka dalam pengertian bebas memberi dan tidak mendapat
paksaan. Oleh karena itu, orang yang dipaksa dan orang yang tiodak sehat fikirannya
tidak sah wasiatnya.

2. Penerima Wasiat
Wasiat dapat ditunjukan kepada orang tertentu, baik kepada ahli waris maupun kepada
bukan ahli waris. Demikian juga, wasiat dapat pula ditunjukan kepada yayasan atau
lembaga social, kegiatan agama, dan semua bentuk kehiatan yang tidak menentang
agama islam. Demikian juga halnya, bila wasiat dilakukan kepada seseorang yang non
muslim maka wasiat itu sah bila penerima wasiat (orang yang non muslim) itu berada
diwilayah yang mayoritas penduduknya beragama Islam.


3. Harta atau barang yang diwasiatkan
Harta atau barang yang diwasiatkan diisyaratkan sebagai harta yang dapat diserah
terimakan hak pemilikannya dari pemberi wasiat kepada penerima wasiat. Oleh karena
itu tidak sah mewasiatkan harta atau batang yang belum jelas statusnya. Selain itu,
harta yang diwasiatkan mempunyai nilai yang jelas atau bermanfaat bagi penerima
wasiat, bukan harta atau barang-barang yang diharamkan atau yang akan membawa
kemudaratan bagi penerima wasiat. Namun, bila harta yang diwasiatkan sifatnya
samara-samar, termasuk ikan diempang dan semacamnya, dapat diwasiatkan.


4. Ijab Qabul
Adalah serah terima antara pemberi wasiat dengan penerima wasiat yang setatus
pemilikannya berlaku sesudah pewasiat wafat dan diisyaratkan melalui lafas yang jelas
mengenai barang atau harta yang menjadi objek wasiat, baik secara tertulis maupun
secara lisan, yang kemudian disaksikan oleh dua orang saksi sebagaimana yang
diisyaratkan oleh Al-Qur'an Surat An-Nisa ' (2) ayat 282.


Syarat-syarat orang yang berwasiat
Kompilasi Hukum Islam
Pasal 194
1) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa
adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya pada orang lain atau
lembaga.

2) Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat.
3) Pemilikkan terhadap harta benda seperti dimaksut dalam ayat (1) pasal ini baru
dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia.


Tata cara berwasiat

Kompilasi Hukum Islam
Pasal 195 ayat (1)
Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua
orang saksi, atau dihadapan notaris.

Penerima wasiat harus jelas
Kompilasi Hukum Islam

Pasal 196
Dalam wasiat baik secara tertulis maupun secara lisan harus disebutkan dengan tegas
dan jelas siapa atau siapa-siapa atau lembaga apa yag ditunjuk akan menerima harta
benda yang diwasiatkan.

Batalnya suatu wasiat

Kompilasi Hukum Islam
Pasal 197
1) Wasiat menjadi batal apabila calon penerima wasiat berdasarkan putusan hakin yang
telah mempunyai kekuatan hokum tetap dihukum karena:
1. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat
pada pewasiat.

2. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewasiat
telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau
hukuman yang lebih berat.
3. Dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk membuat
atau mencabut atau merubah wasiat untuk kepentingan calon penerima wasiat.

4. Dipersalahkan telah mengelapkan atau merusak atau memalsukan surat wasiat dari
pewasiat.
2) Wasiat menjadi batal apabila orang yang ditunjuk untuk menerima wasiat itu :
1. Tidak mengetahui adanya wasiat tersebut sanmpai ia meninggal dunia sebelum
meninggalnya pewasiat.

2. Mengetahui adanya wasiat tersebut, tapi ia menolak untuk menerimanya.
3. mengetahui adanya wasiat itu, tetapi tidak pernah mengatakan menerima atau
menolak sampai ia meninggal sebelum meninggalnya pewasiat.

3) Wasiat menjadi batal apabila barang yang diwasiatkan musnah.



Pencabutan wasiat dan tata caranya
Kompilasi Hukum Islam
Pasal 199
1. Pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum
menyatakan persetujuannya atau sudah menyatakan persetujuannya tetapi kemudian
menarik kembali.

2. Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh dua orang
saksi atau tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akta
Notaris bila wasiat terdahulu dibuat secara lisan.
3. bila wasiat dibuat secara tertulis, maka hanya dapat dicabut dengan cara tertulis
dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akta Notaris.

Wasiat adalah suatu akta yang berisikan suatu pernyataan kemauan
terakhir dari seseorang tentang apa yang dikehendakinya terhadap kekayaannya
setelah dia meninggal dunia kelak.
Wasiat mempunyai fungsi terutama untuk mewajibkan para ahli warisnya
membagi-bagi harta peninggalannya dengan cara yang layak menurut ucapannya
yang tujuannya yaitu untuk mencegah perselisihan, keributan dan cekcokan dan
membagi-bagi harta peninggalannya dikemudian hari diantara para ahli waris.
Di dalam KUH Perdata surat wasiat dapat dinyatakan baik dengan akta
tertulis sendiri, yang seluruhnya harus ditulis dan ditanda tangani oleh orang yang
mewarisi atau olografis, pengaturan warsiat terdapat dalam Pasal 930-953 KUH
Perdata.
Menurut Kompilasi Hukum Islam suatu surat wasiat dapat dinyatakan
dalam bentuk lisan di hadapan 2 orang saksi, atau dihadapan notaris. Dan surat
wasiat yang dibentuknya tertutup dan disimpan pada notaris dapat dibuka
disaksikan oleh 2 orang saksi dengan membuat berita acara pembukaan surat
wasiat tersebut, cara pembuatan wasiat diatur dalam Pasal 195.
Berangkat dari hal tersebut di atas, saya berharap dari penelitian ini dapat
digunakan untuk mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang pelaksanaan surat wasiat baik menurut KUH Perdata maupun Kompilasi
Hukum Islam. Dimana surat wasiat sangat sulit untuk dibuktikan, maka dari itu
wasiat harus dibarengi oleh 2 orang saksi atau dihadapan notaris, dan diharapkan
dapat dijadikan sumbang saran dalam dunia ilmu pengetahuan hukum, khususnya
hukum Perdata dan Hukum Islam.
Adapun beberapa temuan saya dalam kaitannya dengan penyelesaian surat
wasiat, secara umum dapat digambarkan sebagai beriktu : bahwa sesungguhnya
dalam pembuatan surat wasiat diperlukan penyuluhan tentang hukum dan hendak
diperluas sampai daerah pedesaan yang penduduknya masih awam dengan hukum
dan tidak mengetahui tentang aturan membuat wasiat, karena bagi masyarakat
yang belum mengerti kemungkinan mereka hanya pasrah menerima penyelesaian
yang merugikan salah satu pihak, maka dari itu saya berharap agar
dilaksanakannya penyuluhan hukum tersebut sehingga keadilan itu benar-benar
dapat ditegakkan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelaksanaan surat
wasiat menurut KUH Perdata dan Kompilasi Hukum Islam yang saya teliti dapat
dikatakan sudah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam KUH
Perdata dan Kompilasi Hukum Islam







Hibah
Menurut bahasa (harfiah), hibah berarti pemberian atau memberikan. Menurut istilah,
Hibah ialah memberikan sesuatu hak milik kepada orang lain untuk memilikinya
dengan masud berbuat baik dan yang dilakukan dalam masa hidup yang memberi.
Dikalangan Ulama Madzhab terkenal seperti Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafii
dan Imam Hambali berbeda di dalam memberikan rumusan dan batasan tentang
Hibah. Pertama Imam Hanafi : Hibah ialah memberikan hak memiliki suatu benda
dengan tanpa ada syarat harus diganti kepada orang lain dengan tanpa imbalan.
Kedua Imam Maliki : Hibah ialah memberikan hak memiliki suatu zat/materi dengan
tanpa mengharapkan ganti rugi/imbalan, semata-mata hanya diperuntukkan bagi
orang yang diberi (MAUHUB LAH). Artinya di pemberi hanya ingin menyenangkan orang
yang diberinya saja tanpa mengharapkan imbalan pahala dari Allah SWT. Ketiga
Madzhab Syafii : Menurut Madzhab ini, hibah mengandung dua pengertian, yaitu :
Pengertian khusus Hibah ialah pemberian yang sifatnya sunnat, dilakukan dengan ijab
dan qobul (penyerahan dan penerimaan) semasa masih hidup tidak bermaksud
menghormati atau memuliakan seseorang atau bukan dorongan cinta, tidak pula
dimaksudkan untuk memperoleh ridha Allah SWT dan mendapatkan pahaka daripada-
Nya.Pengertian umum Hibah ialah pemberian suatu hak milik kepada orang lain.
Dalam pengertian ini termasuk shadaqah dan hadiah. Madzhab Syafii membedakan
antara pengertian Hibah dengan Shaqadah dan Hadiah. Menurut Madzhab ini apabila
itu dimaksudkan untuk menghormati, memuliakan kepada orang yang diberinya atau
karena motivasi cinta dinamakan Hadiah. Sedangkan Shadaqah apabila pemberian itu
dimaksudkan untuk mendapat ridha Allah SWT dan pahala-Nya karena ingin menutupi
kebutuhan orang lain/yang diberinya. Perbedaan lain antara Hibah dan Shadaqah dan
hadiah ialah : kalau hibah harus disertai dengan ijab dan qobul (penyerahan dan
penerimaan) sedangkan hadiah dan shadaqah tidak diperlukan ijab dan qobul.
keempat Madzhab Hambali Menurut madzhab ini, hibah adalah memberikan hak
memiliki sesuatu oleh seseorang yang dibenarkan tasarrufnya atau sesuatu harta, baik
yang dapat diketahui maupun yang tidak dapat diketahui karena sulit untuk
mengetahuinya. Harta yang dihibahkan harus ada wujudnya dan dapat diserahkan,
tidak bersifat wajib dan dilakukan pada waktu di pemberi masih hidup dengan tanpa
syarat ada ganti atau imbalan. Apabila kita bandingkan rumusan/batasan ini dengan
rumusan dari madzhab lain, maka rumusan/batasan dari madzhab Hambali ini nampak
lebih terurai dan terinci.

Anda mungkin juga menyukai