Anda di halaman 1dari 7

BAB I PENDAHULUAN Bentuk yang paling sering dijumpai dari degenerasi Spinoserebelar adalah Friedreichs Ataxia.

Ini mula-mula dilaporkan oleh Freidreich tahun 1863. Penelitian yang dilakukan oleh Sjorgen tahun 1943 pada masyarakat di Swe dia, menyebutkan insiden dari kelainan ini yaitu 1 dari 10.000 populasi Swedia, diturunkan secara autosomal resesif atau autosomal dominan yang dibedakan dari a witannya, akan tetapi Menkes mengatakan insiden tersebut meningkat pada perkawin an konsanguiniti.(1) Meskipun etiologinya berhubungan dengan faktor genetik tetapi faktor li ngkungan memegang peranan pada tipe dan berat ringannya perjalanan penyakit. Sec ara patologik dikatakan oleh Spiller dan kawan-kawan bahwa kelainannya tidak han ya terbatas pada medulla spinalis tetapi juga pada serebelum, jaras kortikospina l dan saraf-saraf perifer, ini sangat khas untuk Friedreichs Ataxia dan berhubung an dengan manifestasi klinik yang akan timbul. Kelainan ini mempunyai gejala yang paling menonjol yaitu ataksia yang me rupakan suatu gangguan gerak dan bersifat familial. Ini perlu dibedakan dengan a taksia karena sebab lainnya sehingga penanganannya dapat lebih terarah.(1)

BAB II FRIEDREICHS ATAXIA II.1 Definisi(2) Friedreichs ataxia adalah penyakit keturunan yang merusak sistem saraf. K erusakan ini terjadi pada korda spinalis dan saraf yang mengontrol pergerakan ot ot lengan dan tungkai. Gejala biasanya muncul antara usia 5 dan 15 tahun. Gejala utama adalah ataksia, yang berarti masalah dalam koordinasi gerakan. Gejala spe sifiknya termasuk: Kesulitan berjalan Kelemahan otot Masalah berbicara Gerakan mata involunter Skoliosis Palpitasi jantung Orang-orang dengan Friedreichs ataxia biasanya menggunakan kursi roda 15 sampai 2 0 tahun setelah gejala pertama muncul. Penyakit ini tidak bisa disembuhkan. Geja la dapat diobati dengan obat-obatan, alat penyangga, operasi dan terapi fisik. II.2 Epidemiologi(3) Friedreichs ataxia adalah suatu kelainan yang progresif dengan angka morbiditas y ang signifikan. Gejala biasanya didapatkan 15 tahun setelah awitan. Lebih dari 9 5% dari pasien memakai kursi roda pada usia 45 tahun. Awitan Friedreichs ataxia biasanya muncul awal, yaitu pada masa anak usia 8-15 ta hun dan hampir selalu muncul sebelum 20 tahun. II.3 Etiologi(4) Friedreichs ataxia klasik adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh mutasi gen r egion sentrometrik pada kromosom 9 (9q13-21.1) saat pengkodean gen untuk 210-asa m-amino protein frataxin. Pada mutasi ini terjadi pengulangan berlebihan DNA sek uens trinukleotida GAA (guanin adenin adenin) pada intron pertama pengkodean unt uk frataxin. Penyakit ini diketahui sebagai hasil dari pengulangan trinukleotida GAA. Hal ini mengubah ekspresi dari gen tersebut, yaitu terjadi penurunan sinte sis dari protein frataxin. Pengulangan GAA ini diperkirakan menyebabkan defisien si frataxin dengan mengganggu transkripsi gen, dengan struktur helical yang tida

k stabil. Semakin besar jumlah pengulangan, semakin besar juga penurunan ekspres i dari frataxin. Studi terakhir dari Stolle dan kawan-kawan menunjukkan bahwa in terupsi pengulangan GAA tidak berpengaruh pada onset dari penyakit ini. Pada kromosom normal, sekuens trinukleotida berulang sampai 50 kali. Pada pasien dengan Friedreichs ataxia sekuens ini berulang paling tidak sampai 200 kali dan sering kali lebih dari 1000 kali. Keragaman dari manifestasi klinik pada Friedreichs ataxia disebabkan dari banyakn ya pengulangan trinukleotida tersebut. Awitan, keparahan, tingkat perkembangan, dan tingkat keterlibatan neurologik beragam sesuai dengan jumlah pengulangan sek uens GAA. o Sebagai tambahan, respon plantar ekstensor, cardiomyopathy, kelemahan ke lemahan tungkai, sklerosis, dan pes cavus meningkat sesuai dengan pemanjangan GA A. o Pemanjangan GAA berhubungan dengan cepatnya awitan dan hilangnya ambulas i. Pada studi terakhir oleh Durr dan kawan-kawan, mayoritas pasien dengan Friedreic hs ataxia (94%) adalah trinukleotida GAA homozigot (pemanjangan GAA terdapat pada kedua alel dari gen frataxin). Sisanya (6%) adalah campuran pemanjangan GAA het erozigot dan mutasi frataxin point (satu alel mengalami pemanjangan GAA, dan sat u lagi mengalami point mutasi tanpa pemanjangan). Mutasi point tidak hanya menurunkan protein frataxin tetapi juga bertanggung jaw ab atas pembentukan protein abnormal, selain itu juga menjadi sebab keragaman da lam menifestasi klinis Friedreichs ataxia. Tujuh belas mutasi point berbeda telah dapat dijelaskan pada Friedreichs ataxia. Sel dan jaringan tubuh masing-masing berbeda kesensitifannya terhadap defisiensi frataxin. Sel yang normalnya membutuhkan dan memproduksi frataxin dalam jumlah besar cenderung lebih terpengaruh oleh Friedreichs ataxia. Contohnya saraf sensor is pada ganglion radiks dorsalis dan serabut otot myocardial. Beberapa percobaan mengkonfirmasi lokalisasi frataxin pada mitokondria subselule r pada mamalia. Frataxin telah terbukti penting untuk fungsi mitokondria normal, baik untuk fosforilasi oksidatif dan homeostasis besi. Bukti kuat menunjukkan b ahwa defisiensi frataxin menyebabkan akumulasi besi di dalam mitokondria. Ternya ta, tingkat eksport mitokondria berkurang. Jantung pasien dengan Friedreichs atax ia menunjukkan deposit mitokondria besi yang tidak ditemukan pada jantung orang sehat. Akumulasi besi yang berlebihan pada mitokondria berefek pada tingkat besi sitoso l. Kelebihan besi intraselular menstimulasi peningkatan radikal bebas dan kerusa kan mitokondria. Kelebihan besi menonaktifkan enzim penting mitokondria untuk me mproduksi ATP (adenosine triphosphate). Kematian sel, khususnya saraf korda spin alis dan sistem saraf perifer, terjadi kemudian. II.4 Patofisiologi(3) Patofisiologi mayor pada Friedreichs ataxia adalah dying back phenomena dar i axon, dimulai dari perifer terutama yaitu kerusakan neuron dan gliosis. Bagian yang terutama mengalami perubahan ini adalah korda spinalis dan radiks spinalis . Hal ini menyebabkan hilangnya axon bermyelin dalam jumlah besar pada saraf per ifer, yang akan meningkat seiring dengan umur dan lamanya penyakit. Serabut yang tidak bermyelin pada radiks sensorik dan sensorik perifer ini menetap. Kolumna posterior dan kortikospinal, traktus spinoserebelar ventral dan lateral menunjukkan demyelinisasi dan deplesi dari serabut saraf bermyelin dalam jumlah besar dengan tingkat yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh fibrous glio sis yang tidak menggantikan sebagian besar dari kerusakan serabut. Secara keselu ruhan, korda spinalis menjadi kecil dan diameter anteroposterior dan transversal dari korda thorakal berkurang. Ganglia dorsal spinalis mengalami penyusutan dan akhirnya kerusakan saraf juga disertai dengan proliferasi dari sel kapsular. De generasi kolumna posterior menyebabkan hilangnya sensasi posisi dan getar dan at axia sensoris. Kerusakan saraf dalam jumlah besar pada ganglia sensorik menyebab kan hilangnya refleks tendon. Saraf pada radiks ganglia dorsalis, terutama lumbosakral, dan sel saraf pada kolumna Clarke mengalami penurunan jumlah. Radiks posterior mengecil. Nucle

us dentate menunjukkan kerusakan saraf ringan sampai sedang dan pedunkulus sereb elum media dan superior mengalami penurunan ukuran. Sebagian kerusakan sel Purki nje pada superior vermis serebelum dan saraf pada nucleus olivary inferior bersi fat khas. Degenerasi ringan didapatkan pada pontin dan nucleus medularis dan tra ktus optikus. Serebelar ataxia adalah disebabkan oleh kerusakan pada traktus spi noserebelar lateral dan ventral dan keterlibatan kolumna Clarke, nucleus dentate , vermis superior, dan jaras dentatorubral. Traktus kortikospinalis setelah melewati pertautan cervicomedularis sangat berde generasi, yang semakin ke bawah (korda spinalis) semakin progresif. Hal ini menj elaskan mengapa ditemukan respon plantar ekstensor bilateral dan kelemahan pada penyakit ini. Kerusakan sel pada inti saraf kranialis VII, X, dan XII menyebabkan kele mahan pada wajah dan berbicara dan kesulitan menelan. Serabut otot jantung juga mengalami degenerasi dan digantikan oleh makro fag dan fibroblast. Pada dasarnya, miokarditis interstisial kronis disertai deng an hipertrofi dari serabut otot jantung. Hal ini diikuti dengan pembengkakan da n vakuolasi dan akhirnya terjadi fibrosis interstisial. Inti tampak hiperkromati k dan kadang-kadang bervakuol. Sitoplasma tampak granular sering dengan endapan lipofusin. Kiphoskoliosis sering didapatkan sebagai akibat sekunder dari ketidaksei mbangan otot tulang belakang. II.5 Patologi(1) Terlihat adanya degenerasi dari jaras spinoserebelar, jaras piramidalis dan kolumna posterior medulla spinalis, berupa degenerasi aksonal, demielinisasi serta penimbunan gliosis. Pada serebelum terjadi atrofi dari sel Purkinje dan nucleus dentatus. Ke adaan lanjut bisa mengenai saraf-saraf perifer terutama anggota gerak bagian baw ah. Menurut Baker, serebrum biasanya digambarkan normal juga demikian dengan kor nu anterior. Pada jantung biasanya ditemukan dalam keadaan membesar kadang-kadang did apatkan adhesi perikard, mikroskopik terlihat adanya interstisial fibrosis denga n degenerasi granular dari otot-otot jantung disertai dengan hipertrofi lainnya. Sering juga ditemukan thrombosis intrakardial. Keadaan yang sering menyertai be rupa atrofi optik atau retinitis pigmentosa. II.6 Manifestasi Klinik(1) Penyelidikan yang dilakukan Harding 1981 pada 115 penderita 90 keluarga didapatkan bahwa sebagian besar awitannya pada usia 2-16 tahun, hanya 4 orang ya ng awitannya pada umur 20 tahun. Gilory mengatakan awitan yang tersering pada usia 10 tahun pertama diman a pada riwayat perkembangannya anak akan menunjukkan perlambatan saat mulai berj alan. Gejala permulaan berupa artikulasi abnormal dan inkoordinasi dari geraka n tangan. Gejala Presentasi Ataksia trunkal Romberg test positif Dismetri ekstremitas superior Gangguan bicara Deformitas telapak kaki Gangguan sensasi dalam Hilangnya refleks Achilles Deformitas tulang belakang Nistagmus Hilangnya refleks Patella Kelemahan ekstremitas Ataksia pada ekstremitas bawah Respon refleks plantar Atrofi otot 100

95 89 84 82 81 80 77 76 76 72 70 66 64 Gejala neurologik akan muncul pertama kali setelah penderita sembuh dari penyakit demam, trauma dan gangguan emosi bisa pula sebagai faktor pencetus. Pe nyakit berjalan perlahan-lahan dan progresif hingga 10-20 setelah awitan. Bekker menyebutkan adanya gejala prodromal yang muncul saat 5-10 tahun s ebelum penderita menunjukkan gejala ataksik. Gejala prodromal ini sering tidak d iperhatikan karena gejalanya hanya berupa kelemahan, kelelahan umum, kecemasan, pusing-pusing dan kejang. Sedangkan Menkes menyatakan bahwa penderita Friedreichs ataxia mempunyai kepribadian imatur, dismorfik. Pada 75% kasus terdapat deformitas tulang berupa kiphoskoliosis yang pad a keadaan berat bisa mengganggu respirasi. Penderita menunjukkan pula telapak ka ki dengan lengkung yang tinggi disebut pes cavus atau berupa hammer toes. Deform itas ini bisa timbul sebelum gejala-gejala neurologik atau bersama-sama munculny a. Gambar II.1 Pes cavus(5) Gambar II.2 Hammer toes(6) Gejala yang paling menonjol adalah ataksia, ini disebabkan oleh kombinas i antara gangguan serebelar dan hilangnya sensasi dari kolum posterior. Ataksia biasanya lebih menonjol pada tungkai dibandingkan daripada lengan. Penderita ber jalan perlahan dengan langkah lebar, tungkai melayang pada gerakan, dan tidak ad anya koordinasi dari badan misalnya pada pemeriksaan didapatkan Romberg test pos itif, juga ada gangguan pada gerakan volunter seperti tes tumit lutut, tes jari hidung. Hilangnya refleks tendon bisa ditemukan sebelum munculnya gejala ataksia , sedangkan timbulnya refleks patologis pada tungkai menunjukkan adanya keterlib atan dari jaras piramidalis. Bekker mengatakan bahwa keadaan di atas bisa disertai juga dengan hilang nya refleks superficial, abdomen dan kremaster tapi Farmer menyebutkan bahwa ref leks tersebut biasanya normal. Penderita juga menunjukkan kesulitan dalam memperlihatkan gerakan-geraka n halus seperti menulis, memegang benda-benda kecil dan lain-lain disertai hipot oni dan adanya rebound phenomena. Bila radiks terkena maka akan timbul kelemahan distal dari tungkai disertai dengan atrofi. Pada penderita yang berbicara pelo, di sini tidak didapatkan kelumpuhan dari saraf XII akan tetapi adanya inkoordinasi antara respirasi dan fonasi sehin ggan timbul disartria, stakato. Gejala sensorik berupa hilangnya rasa getar, posisi dan diskriminatif ya ng dibawa oleh kolumna posterior. Sensasi superfisial biasanya normal atau terga nggu ringan. Saraf cranial biasanya normal, tapi bisa timbul tuli, vertigo, kelumpuha n okular, optik atrofi, retinitis pigmentosa dan katarak pada variasi-variasi he redodegeneratif ataksia. Pada anak bisa didapatkan nistagmus dengan arah horizon tal atau rotator dimana dengan tes kalori menunjukkan hilangnya fungsi vestibula r unilateral atau bilateral.

Intelegen umumnya normal tapi kadang-kadang bisa disertai dengan defisie nsi mental atau retardasi mental. Juga dapat timbul demensia meski dalam derajat ringan. Perubahan pada jantung merupakan gambaran utama dari kelainan ini, berup a perubahan pada elektrokardiogram dengan gelombang T inverse, hipertrofi ventri kel kiri, cardiomiopathy atau aritmia jantung. Ini bisa lebih dahulu timbul diba ndingkan gejala kliniknya atau baru timbul beberapa tahun setelah munculnya geja la-gejala neurologik. Van der Hauwaert dan Dumoulin 1976 mengatakan bahwa kebany akan penderita ini meninggal oleh karena komplikasi jantung pada dekade ke III a tau ke IV berupa fibrilasi atrium atau gagal jantung yang sulit diobati (intract able cardiac failure). Kontrol miksi, defekasi bisa terganggu pada tahap lanjut dari penyakit d an dapat pula ditemukan adanya impotensi. Cairan otak biasanya normal meskipun k adang didapatkan peningkatan protein dan sel leukosit. Diabetes mellitus sering dihubungkan dengan Friedreichs ataxia karena ada nya glukosuria atau adanya tes toleransi glukosa yang terganggu. II.7 Pemeriksaan Penunjang II.7.1 Laboratorium(7) Konseling genetik bisa dilakukan untuk diagnosis prenatal friedreichs ataxia pada orang tua yang salah satu anaknya menderita penyakit ini. Populasi skrining unt uk pembawa gen tidak dipraktekan. Uji khusus pengulangan trinukleotida tersedia di Amerika Serikan dan harus dilakukan pada setiap orang dengan dugaan Friedreic hs ataxia. Tidak ada bukti adanya CSF yang abnormal pada pasien Friedreichs ataxia. II.7.2 Pencitraan(7) MRI adalah salah satu pilihan untuk mengevaluasi perubahan atrofi pada Friedreic hs ataxia. MRI otak dan korda spinalis pada pasien Friedreichs ataxia menunjukkan atrofi korda spinalis cervicalis dengan bukti minimal dari atrofi serebelum. II.7.3 Histologi(7) Potongan melintang pada korda cervicalis bawah menunjukkan hilangnya serabut ber myelin pada kolumna dorsalis dan traktus kortikospinal. Terdapat juga keterlibat an ringan dari traktus spinoserebelar. Traktus yang terkena menunjukkan gliosis fibril padat pada pewarnaan hematoksilin eosin (HE) tetapi tanpa kerusakan pada hasil atau makrofag, mencerminkan perlambatan degenerasi dan kematian serabut. G anglia spinalis dorsalis menunjukkan penyusutan dan akhirnya menghilangnya saraf yang berhubungan dengan proliferasi dari sel capsular. Pada korda spinalis thor akalis, terdapat degenerasi dan hilangnya sel-sel pada kolumna Clarke yang jelas . II.7.4 Pemeriksaan Lain(7) Pada EKG menunjukkan simetris, konsentrik ventrikel hipertrofi, meskipun pada be berapa didapatkan asimertis septum hipertrofi. Kira-kira 65% dari pasien dengan Friedreichs ataxia didapatkan EKG yang abnormal. Yang paling sering adalah T inverse, khususnya pada inferior dan sandapan dada lateral, dan hipertrofi ventrikel. Pada studi NCV (Nerve Conduction Velocity) pada Friedreichs ataxia biasanya didap atkan gambaran normal atau penurunan kecepatan ringan. SNAP (Sensory Nerve Actio n Potentials) menghilang pada lebih dari 90% pasien dengan Friedreiichs ataxia. S isanya menunjukkan gambaran penurunan amplitude SNAP. Respon pendengaran pada batang otak biasanya abnormal pada Friedreichs ataxia, hi langnya gambaran gelombang III dan gelombang IV dengan pelestarian dari gelomban g I. Hal ini menunjukkan adanya keterlibatan dari jalur pendengaran pusat. II.8 Diagnosis Banding(1) Pada kasus yang khas, tidak sulit mendiagnosa Friedreichs ataxia yaitu de ngan adanya pes cavus, kiphoskoliosis dan tanda-tanda terlibatnya kolumna poster ior, abnormalitas dari jantung disertai dengan satu atau lebih kasus yang sama d iantara keluarganya.

Diagnosis banding yang sering yaitu terhadap: Ataxia telangiectasia, di sini adanya pelebaran pembuluh darah pada mata dan kul it yaitu gambaran kupu-kupu pada muka, telinga, leher, daerah siku, dan poplitea . Pada keadaan ini tidak ditemukan adanya pes cavus maupun deformitas spinal. Se dangkan pada laboratorium terdapat adanya defisiensi immunoglobulin A (IgA). Multiple sclerosis, mempunyai gejala neurologik yang menyerupai Freidreichs ataxi a tapi di sini tidak ada deformitas tulang dan tidak bersifat familial serta kea daan ini jarang timbul sebelum 14 tahun. Multiple sclerosis sering mengenai sara f otak berupa neuritis retrobulber, sifat penjalaran penyakit eksaserbasi dan re misi sedangkan Friedreichs ataxia bersifat progresif. Liquor cerebrospinal pada p enderita ini menunjukkan peningkatan sel dan protein. II.9 Pengobatan(1) Tidak ada pengobatan yang spesifik, pengobatan diberikan hanya bersifat meringankan seperti menggunakan kursi roda, sedangkan tindakan orthopedik untuk mengoreksi deformitas tulang masih kontroversi. Obat-obat yang diberikan untuk mengurangi gejala ataksia berupa: Clonazepam, benzodiazepine, isoniazid, asam valproat adalah suatu inhibitor dari GABA transaminase, sedangkan GABA sendiri adalah suatu neurotransmiter yang pen ting dalam serebelum. Clonazepam diberikan satu kali 0,5 mg selama 3 hari, dan d inaikan dosisnya menjadi 2 kali 0,5 mg selama 3 hari kemudian dapat menjadi 3 ka li 0,5 mg. Dosis yang dianjurkan 1,5-5 mg per hari dalam dosis yang terbagi. Iso niazid dan asam valproat sudah digunakan tanpa hasil yang nyata. Ada yang mencoba dengan physostigmin yaitu suatu zat kolinergik atau prekursor k olinergik seperti choline dan lesithin. Choline chloride diberikan secara oral d alam dosis 2-4 gram tiga kali sehari dengan efek samping berupa mual, diare, bau badan yang tidak enak. Lecithin 6-20 gram tiga kali sehari. Kedua obat tersebut memberikan perbaikan dalam koordinasi gerakan. Suatu zat serotonergik yaitu L5-hidroksi tryptophan, suatu prekursor serotonin. Obat tersebut untuk Friedreichs ataxia kurang bermakna. TRH (Tiroid Releasing Hormon) dicoba diberikan karena pada batang otak dan sereb elum binatang percobaan dengan kelainan ataksia ada penurunan TRH. Adre Barbeau memulai penelitiannya dengan pemberian vitamin E, biotin dan asam p antotenat pada ataksia yang bersifat keturunan. Dikatakan bahwa Friedreichs ataxi a berhubungan dengan defisiensi vitamin E dengan atau tanpa malabsorpsi atau abe tali proproteinemia. Oleh karena sebagian besar penderita Friedreichs ataxia meninggal sebelum dekade ke IV karena komplikasi jantung, maka abnormalitas jantungnya perlu penanganan y ang serius. Dikatakan kardiomiopatinya sulit diterapi dengan digitalis dan bersi fat membandel (intractable).

II.10

Prognosis(1) Kelainan ini bersifat progresif, biasanya penderita tidak dapat berjalan setelah 5 tahun dari awitan. Jarak dari awitan sampai meninggal rata-rata 24 ta hun. Sebab meninggal biasanya karena gagal jantung atau infeksi sekunder.

DAFTAR PUSTAKA 1. Yudiarto F.L, Hariadi A.S, Noerjanto M. Friedreichs Ataxia. Gangguan Gera k. Edisi 1996. Semarang: Simposium Gangguan Gerak-Fakultas Kedokteran Universita s Diponegoro. 1996. P.147-52. 2. Frierdreichs Ataxia. Available at: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/fri edreichsataxia.html (Accessed on 18 Februari 2012) 3. Friedreichs Ataxia. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1 150420-overview#showall (Accessed on 18 Februari 2012) 4. Friedreichs Ataxia. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1 150420-clinical#showall (Accessed on 19 Februari 2012) 5. Pes cavus. Available at: http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://rp media.ask.com/ts%3Fu%3D/wikipedia/commons/thumb/e/ed/Charcot-marie-tooth_foot.jp g/190px-Charcot-marie-tooth_foot.jpg&imgrefurl=http://www.ask.com/wiki/Pes_cavus &usg=__XYfAE03cWMdsyY8aEt1Fr3kr7kY=&h=310&w=510&sz=18&hl=id&start=4&zoom=1&tbnid =x81wpzXVmUYa-M:&tbnh=80&tbnw=131&ei=nhJCT5WVHYXKrAfq773ZBw&prev=/search%3Fq%3Dp es%2Bcavus%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26sa%3DX%26rls%3Dorg.mozilla:en-US:off icial%26channel%3Dnp%26biw%3D1024%26bih%3D503%26tbm%3Disch%26prmd%3Dimvns&itbs=1 (Accessed on 20 Februari 2012) 6. Hammer toes. Available at: http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http:// www.epodiatry.com/images/hammertoe.jpg&imgrefurl=http://www.epodiatry.com/hammer -toe.htm&usg=__-tpTeM8uzxWSJwgPeKWbQ-Rm6AY=&h=210&w=302&sz=8&hl=id&start=57&zoom =1&tbnid=8Td8nNPl5Xu6NM:&tbnh=81&tbnw=116&ei=ThRCT9L6BcnMrQfn55XmBw&prev=/search %3Fq%3Dhammer%2Btoes%26start%3D40%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26sa%3DN%26rls% 3Dorg.mozilla:en-US:official%26channel%3Dnp%26biw%3D1024%26bih%3D503%26tbm%3Disc h%26prmd%3Dimvns&itbs=1 (Accessed on 20 Februari 2012) 7. Friedreichs Ataxia. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1 150420-workup#showall (Accessed on 20 Februari 2012)

Anda mungkin juga menyukai