Anda di halaman 1dari 9

Gangguan Asap Dan Kebakaran Hutan

Nurhasmawaty Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara

1. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Hutan sebagai suatu ekosistem adalah merupakan hasil dari interaksi faktor-faktor biotik dan abiotik. Didalamnya terdapat suatu persaingan antara individu-individu dari suatu spesies atau dari berbagai spesies jika mempunyai kebutuhan yang sama. Persaingan ini membentuk masyarakat tumbuhan tertentu, macam dan banyaknya jenis serta jumlah individu-individu sesuai dengan keadaan tempat tumbuhannya. Didalamnya juga tetjadi hubungan sating ketergantungan antara anggota masyarakat hutan satu dengan lain dan dengan lingkungannya, hingga pada suatu ekosistem hutan terdapat kesetimbangan yang dinamis (Soerianegara dan Indrawan, 1976). Keseimbangan ekosistem hutan sering terganggu baik oleh bencana alam dan yang terutama adalah faktor manusia. Adanya tindakan manusia yang tidak bijaksana memperlakukan hutan akan menimbulkan permasalahan. Aktifitas manusia seperti pembalakan, membakar hutan, pengembalaan atau merombak hutan untuk digantikan dengan tanaman usaha pertanian atau tempat pertanian telah merubah sama sekali hutan-hutan asli (Hamzah, 1980). Secara alamiah hutan-hutan yang mendapat gangguan atau dirombak akan kembali menjadi hutan seperti sedia kala melalui tipe hutan sekunder setelah melalui tahap-tahap suksesi (Hamzah, 1980). B. Dasar Pemikiran. Penduduk Indonesia sebagian diantaranya masih tinggal didesa-desa yang berada didalam dan disekitar hutan. Warga didesa-desa tersebut pada umumnya memiliki pengalaman hidup didalam hutan sebagai tradisi turun temurun. Tradisi yang tercipta dari interaksi masyarakat yang telah lama dan terus-menerus dengan hutan, akhir -akhir ini, mulai mendapat perhatian dari berbagai pihak untuk menyingkap sistem-sistem interaksi yang ada antara mereka dengan hutan. Dengan kata lain ada paradigma yang baru yang berkembang dalam periode terakhir, yakni memandang masyarakat asli (adat) yang bermukim didalam dan disekitar hutan secara turun temurun memiliki kemampuan mengelola sumber daya hutan secara berkelanjutan. Dilain pihak dipahami secara prinsipil bahwa pengelolaan hutan yang telah dilakukan negara belum sepenuhnya mampu melindungi manusia dari eksploitasi manusia, baik itu dari pengusaha maupun dari masyarakat sendiri. Seperti disinggung diatas, bersama itu partisipasi masyarakat belum secara penuh terlibat dalam pengelolaan hutan, yang mana kemudian sebagai faktor munculnya gagasan pelibatan masyarakat.

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

Dengan kata lain, pengelolaan hutan dan perspektif produksi, efisiensi, sosial, dan lingkungan harus menjadi komitmen dan tujuan pengelolaan hutan. Pembangunan kehutanan sebagai salah satu bagian dari pembangunan nasional diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dengan mengutamakan pelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup, memulihkan tata air, memperluas kesempatan berusaha dan lapangan ketja serta meningkatkan sumber pendapatan negara dan devisa untuk memacu pembangunan daerah (GBHN, tahun 1983). Pada GBHN tahun 1983, dikemukakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, serta menciptakan suasana yang menunjang. Dengan kata lain, keberhasilan pembangunan sangat tergantung tingkat partisipasi masyarakat, dan dipihak lain salah satu ukuran keberhasilan pembangunan adalah seberapa jauh mampu menumbuhkan, menggerakkan, dan memelihara dan mengembangkan masyarakat dalam pembangunan. Pemerintah dalam hal ini Departemen Kehutanan menyadari bahwa manusia (masyarakat) merupakan kekuatan utama pelaksanaan pembangunan dan sekaligus sebagai sasaran pembangunan. Oleh karena itu, peran serta aktif dan dinamika dari seluruh masyarakat dalam melaksanakan pembangunan terus ditingkatkan dan ditumbuh kembangkan.Bertolak dari hal ini, maka penanggulangan gangguan asap yang akhir -akhir ini semakin terasa, tidak dapat hanya ditanggulangi oleh pemerintah , tetapi harus ada kesadaran dan partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam menjaga kelestarian hutan. II. KEBAKARAN HUTAN. A. Sebab-sebab Kebakaran Hutan. Hutan diwilayah tropika mendapat limpahan curah hujan yang sangat tinggi. Dalam kondisi normal wilayah ini menerima limpahan curah hujan antara 1.800 hingga 4.000 mm per tahun, karenanya sering disebut sebagai ekologis terbesar didunia. Tingginya tingkat kebasahan ekosistem ini semula telah membuat para pakar ekologi menyepelekan peranan faktor kebakaran hutan terhadap perubahan ekologi dikawasan ini. Namun sejak peristiwa kebakaran hutan di Kalimantan tahun 1983, anggapan tersebut jelas tidak berlaku lagi. Pertanyaannya, mengapa ekosistem yang juga dikenal memiliki keanekaragaman hayati tertinggi didunia ini sering didera kekeringan bahkan memuncak hingga terjadi kebakaran secara besar-besaran.. Adakah hal tersebut disebabkan proses dehutanisasi (deforestation,perubahan beban baik semantara maupun permanen dari hutan menjadi non-hutan) besar-besaran yang terjadi selama lebih dari dua dasawarsa terakhir diwilayah ini ? Ataukah merupakan peristiwa semata-mata merupakan dampak perubahan iklim secara global atau bahkan koinbinasi antar keduanya? Mengapa hujan yang dulu melimpah seakan kini rewel turun dari langit diatas Hutan Hujan Tropis (HHT), hingga berakibat kekeringan dan kebakaran HHT secara berulang, adakah hal tersebut disebabkan merosotnya luas hutan secara drastis diwilayah tersebut? Banyak sebab-sebab yang mengakibatkan kebakaran hutan. Tahun ini diperkirakan terutama karena adanya kenaikan suhu global yang disebut-sebut akibat adanya ENSO (El Nino Shouthern Oscilation) yang merupakan penyebab utama kemarau panjang dan kebakaran hutan Indonesia.

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

Selain itu, kebakaran hutan juga akibat dari pembakaran secara sengaja maupun tidak sengaja. Antara lain kebakaran hutan karena kondisi alam (batubara, gesekan, dll). Adapun pembakaran hutan secara sengaja antara lain: 1. Pembukaan dan pembersihan lahan (Land Clearing) untuk pembangunan hutan tanaman industri. 2. Pembukaan dan pembersihan lahan untuk pembangunan perkebunan. 3. Pembukaan lahan transmigrasi: a. Pembukaan areal pemukiman transmigrasi baru. b. Pembukaan lahan usaha lanjutan oleh para transmigran sendiri. 4. Pembukaan lahan oleh para peladang. Tebas-bakar, itulah praktek kebanyakan peladang berpindah. B. Akibat Kebakaran Rutan. Secara umum penyebab timbulnya asap dapat dikelompokkan kedalam dua bagian besar, yaitu : a. Pembakaran limbah kayu, semak belukar dalam rangka persiapan lahan menjelang musim tanam, baik oleh masyarakat petani, peladang maupun oleh perusahaan yang bergerak dibidang kehutanan dan perkebunan. b. Terjadinya kebakaran hutan dan perkebunan oleh sebab-sebab lain (alam, kelalaian, dan kesengajaan. Musim kemarau tahun ini selain telah berakibat kelangkaan sumber daya air, tak urung juga telah mengakibatkan kebakaran hutan tropika besar besaran di Kalimantan dan Sumatera. Berbagai Harian sejak akhir Agustus lalu (1997) melaporkan bahwa kebakaran bahwa kebakaran hutan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur serta sebagian Sumatera selain telah mengakibatkan sebagian wilayah ini telah diselimuti asap tebal yang mengganggu lalu lintas darat maupun udara, juga (dibeberapa wilayah, seperti Pekan Baru) telah mengakibatkan mewabahnya penyakit saluran pemafasan. Berita terakhir bahkan menyebutkan bahwa kabut yang disertai asap tebal tersebut telah menimbulkan berbagai keluhan dari beberapa negara tetangga kita (Malaysia dan Singapura). Kebakaran tersebut apabila tidak terkendali dengan baik, bukan tidak mustahil akan menyamai peristiwa kebakaran hutan tahun 1983 yang sering diberitakan sebagai bencana ekologi terbesar abad ini dan telah memanggang HHT seluas 4 juta hektar di Kalimantan, pada saat yang sama (pada waktu itu) juga terjadi hutan rawa gambut di Sumatera yang menyebabkan menggantungnya kabut tebal hingga Singapura yang menimbulkan gangguan serius terhadap penerbangan pesawat udara di lapangan udara Changi, sekitar 150 km dari tempat kebakaran. Keseluruhan masalah ini tidak akan dapat diatasi tanpa kerja keras dan usaha bersama dari pemerintah dan masyarakat. Untuk itu diperlukan langkah-langkah tepat untuk memecahkan solusi ini. Dan ini merupakan tanggung jawab bersama.

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

III. PENCEGAHAN DAN STRATEGI PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN A. Pencegahan Kebakaran Hutan Timbulnya asap salah satunya ditimbulkan oleh kebakaran hutan. Terjadinya kebakaran hutan disebabkan faktor : alam, kelalaian, dan kesengajaan. Untuk mengatasi kebakaran hutan yang disebabkan oleh hal-hal diatas akan di bahas dibawah ini. Kebakaran hutan yang disebabkan pembakaran limbah kayu dan semak belukar untuk tujuan pembangunan HTI, perkebunan dan areal pemukiman transmigrasi adalah dalam rangka pembukaan dan pembersihan lahannya (land clearing). Untuk lebih mempercepat pelaksanaannya maka pembersihan dilakukan dengan pembakaran antara bulan April s/d September saat musim kemarau, karena pada bulan Oktober - September adalah musim hujan. Untuk saat ini, pembakaran limbah kayu semak belukar adalah merupakan cara yang paling efisien dan paling murah. Mengingat dampaknya yang cukup luas, maka cara ini harus diubah. Usaha-usaha yang dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan limbah kayu menjadi chips/serpih kayu yang dapat dijual di dalam negeri maupun ekspor, dan perlu persyaratan bagi calon pemegang Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) untuk menyertakan AMDAL perusahaan yang akan memanfaatkan lahan. Pembakaran hutan dan semak belukar untuk tujuan pertanian/perladangan yang dilakukan petani/peladang, saat ini masih merupakan budaya masyarakat tradisional yang sudah turun-temurun. Mengatasinya adalah dengan mengubah perilaku, meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan masyarakat peladang di dalam dan di sekitar hutan, dengan : a) Mengalihkan pekerjaan berladang ke pekerjaan lain yang tidak membakar/merusak hutan. b) Meningkatkan usaha baru berladangnya secara kultur teknis sehingga tidak merusak/membakar hutan. c) Meningkatkan kesadaran masyarakat atas pentingnya pemeliharaan pelestarian hutan dan lingkungan hidup. Selain kebakaran yang disengaja dilakukan untuk tujuan pembangunan HTI, perkebunan, pemukiman transmigrasi dan pertanian/ perladangan, kebakaran hutan disebabkan oleh alam (api abadi/batubara, gesekan dll), kelalaian manusia. Untuk mengatasi penyebab ini dapat dilakukan dengan mengadakan perbaikan manajemen perlindungan hutan (antara lain :meningkatkan patroli, pemantauan secara dini dll), peningkatan teknik silvikultur ( pembuatan sekat bakar, pembuatan kolam air, pengendalian gulma dengan herbisida) dan penyuluhan. Peningkatan koordinasi antar intansi terkait dalam penanggulangan kebakaran kawasan hutan. Meningkatkan dan kampanye nasional kesadaran, kecintaan dan peran serta masyarakat dalam upaya pelestarian hutan secara terpadu. Menyempurnakan konsepsi usaha pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang mampu mendorong dan meyakinkan masyarakat, utamanya yang berada di sekitar di dalam hutan untuk berperan serta dalam mengamankan dan melestarikan hutan. Pendekatan perlu dilakukan melalui aspek-aspek legal, sosial budaya (behavior/anthropology) dan kesejahteraan dengan penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan yang bersifat menetap. Untuk mengatur masalah kehutanan perlu dilengkapi Peraturan Perundangundangan dan petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis, prosedur tetap dan Peraturan Daerah serta law enforcement yang dalam pelaksanaannya dengan memperhatikan adanya keragaman karakteristik di masing-masing wilayah/lapangan. Terakhir perlu ditingkatkan

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

manajemen Perlindungan Hutan antara lain dengan meningkatkan patroli, pemantauan secara dini dan upaya-upaya penanggulangan kebakaran hutan secara terpadu. B. Strategi Pemadaman Kebakaran Hutan Musim kemarau yang panjang di luar pulau Jawa seperti Kalimantan dan Sumatera, sangat mendukung proses terjadinya api yang besar. Lebih-lebih saat api datang, kandungan bahan bakar potensial sangat tebal dan kering pada lantai tegakan hutan. Di dalam hutan, bahan bakar terjadi dari daun-daun mati, ranting, batang pohon, cabang-cabang pohon di atas permukaan tanah, vegetasi bawah, dan terkadang pohon yang lebih besar. Pemanasan datang dari penyinaran, peristiwa ignasi atau dari asap mesin. Angin meniupkan oksigen kedalam api. Ada tiga tahap terjadinya proses kebakaran : 1. Pemanasan awal, pada tahap awal nyala api, bahan bakar terpanasi, kering dan sebagian berubah menjadi gas. Dalam suatu sumber api, pemanasan awal sewaktu daun dan rerumputan terlebih dahulu kering menyala, mengeriting, selanjutnya menjadi hangus dan gosong. 2. Pembakaran gas, gas terbentuk selama pemanasan awal, yang menjadi panas dan terbakar serta menghasilkan uap air dan karbondioksida. Nyala api sebenarnya merupakan hasil dari peristiwa gas-gas yang terbakar. 3. Pembakaran arang kayu, Bahan bakar tersisa, setelah gas-gas terbakar. Sejumlah besar dari panas dilepaskan selama pembakaran. Dalam suatu hutan yang kering, tiap kg bahan bakar yang terbakar melepaskan panas sekitar 18000 kilo joule energi. Bohlam listrik membutuhkan 50 jam untuk menggunakan energi sebanyak ini. Sifat-sifat Api Dalam api hutan, berbagai kondisi tergantung mempengaruhi ukuran dan intensitas api. Jika beberapa kondisi ini berubah. Petugas kehutanan perlu mengetahui tentang akibat ini, sehingga dapat mengerti bagaimana api yang akan terjadi, dan bagaimana mereka dapat memperoleh teknik pengendalinya. Angin Angin, berpengaruh terhadap api melalui perubahan jumlah suplai oksigen. Peningkatan kecepatan angin membawa banyak oksigen, dengan demikian bahan bakar dapat terbakar lebih cepat. Lereng Api biasanya berjalan lebih eepat pada tempat menanjak dari pada permukaan yang datar. Sudut nyala api mengikuti perubahan permukaan tanah. Searah dengan angin, banyak bahan bakar yang terbakar didahului dengan pemanasan awal, selanjutnya terbakar dengan mudah.

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

BahanBakar Jumlah bahan bakar, kandungan air, dan ukuran bahan bakar, semua berpengaruh terhadap tingkah laku api. lntensitas api meningkat sebanding dengan peningkata bahan bakar dan bahan bakar kering. Apabila potongan bahan bakar menjadi kecil maka intensitas api meningkat. Rumput-rumputan dan ranting, terbakar lebih mudah dari pada kayu gelondongan. Api Loncat Dalam suatu api hutan, kepingan kulit batang yang terbakar, ranting-ranting kecil dan daun-daunan terangkat ke angkasa, membentuk gumpalan api kebakaran. Apabila bara api kebakaran berada diatas suatu lahan yang belum terbakar, ia dapat menimbulkan api baru, ini disebut api loneat atau api tularan (Spot fires ). Sebagai contoh hasil pengamat di Australia, beberapa jenis Eucalyptus mempunyai kulit batang yang mengelupaskan kepingan-kepingan atau potongan-potongan kulit batangan, yang dapat mengapung pada angin kencang atau angin yang bergerak keatas. Kepingan-kepingan kulit batang yang menyala dapat membawa sejauh 5 km dari api terdahulu dan menimbulkan api baru. Jenis Api Hutan Api hutan biasanya terjadi dalam dua bentuk : 1. Api pennukaan yang terjadi pada vegetasi permukaan tanah, membakar serasah dan tumbuhan langka, tetapi tidak mencapai puncak pohon yang lebih tinggi. Kebanyakan, api hutan yang berukuran sedang dan kecil, termasuk dalam api permukaan. 2. Api tajuk, membakar bagian tajuk dari pohon. Oleh karena api ini besar, maka nyala apinya tinggi sekali di atas pennukaan tanah. dalam beberapa kasus, tajuktajuk tumbuhan terbakar penuh, sehingga api seperti ini dinamakan api tajuk (Crown Fire). Ada tiga tahapan yang harus dilakukan dalam upaya pengedalian api hutan, yaitu : 1. Pencegahan Aktifitas pencegahan meliputi Aktifitas pencegahan meliputi : pengeluaran atau memberlakukan peraturan perundang-undangan, reduksi bahan bakar, serta penyuluhan dan pendidikan. 2. Persiapan pemadaman Kegiatan ini meliputi : pembangunan jalan, membuat sekat bakar, memasang sistem komunikasi, membangun sistem deteksi asap berupa tower, dan lain-lain. Pemadaman api hutan Jika dilihat dan kejadiannya, api dilahan hutan ada dua macam : Pertama, api yang disengaja, misalnya untuk pembersihan lahan atau peremajaan rumput untuk ternak. Api semacam ini cukup diawasi agar tidak menjalar ketempat lain. Barulah sehabis pembakaran, dilakukan pengontrolan bara sisa yang mungkin tertiup angin ke tempat lain. Jika bara berupa batang atau dahan masih terdapat pada areal kebakaran, sedangkan air tidak ada, maka cukup dengan menempatkan bara tersebut pada areal bebas bahan bakar. Apabila air masih ada, maka segera disemprot atau ditumpahi air sampai bara

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

padam. Kedua api yang kita hadapi adalah api liar yang biasanya datang tanpa diundang, walaupun awalnya bisa disengaja atau tidak. Api semacam inilah yang perlu dipadamkan. Dalam pelaksanaan pemadaman api lahan, temyata tinggj api sangat mempengaruhi kemampuan regu pemadam api. Oleh karena itu, harus disesuaikan dengan alat yang disediakan. Tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam membuat peralatan pemadam adalah : 1. Kemampuan maksimal regu pemadam pada jarak terdekat antara api dengan sumber api. Sebagai contoh untuk api 2 meter, kemampuan mendekat regu pemadam adalah 5 meter. Pada jarak itulah seorang anggota regu pemadam dapat mematikan api dengan menggunakan suatu alat. 2. Kemampuan seseorang mengoperasikan suatu alat sampai dia lemas kecapaian. 3. Jangkauan dan kapasitas alat yang dipakai. Ketiga faktor diatas sangat menentukan suksesnya memadamkan api, sehingga perlu dicari strategi pemadaman yang tepat. Memadamkan api yang sudah sempat terjadi, strategi pemadaman yang akan digunakan tergantung pada tinggi api, persediaan alat, keberadaan sumber air, dan tersedianya jalan hutan. Pengamatan berulang dari setiap kejadian api, diperoleh kesimpulan bahwa tinggi api selalu 2x tinggi bahan bakarnya. Bila bahan bakarnya 1 m, tinggi api sekitar 2 m. Bila bahan bakar 3 m, tinggi api sekitar 6 m, dan seterusnya. Berbagai cara pemadaman api dengan menggunakan alat yang sesuai dengan tingkat intensitas api, adalah sebagai berikut : 1. Cara pemadaman dengan Kepiok. Cara ini digunakan pada bahan bakar serasah lantai hutan dengan api setinggi +/50 cm ; di medan berat seperti di lereng gunung ; tempat jauh dari jalan dan tidak ada sumber air ; atau pada lereng yang curam. 2. Pasangan Kepiok dengan pacitan. Cara ini cocok untuk tinggi api setinggi +/- 1 - 1,5 m ; pada medan yang tidak masuk kendaraan berat, tetapi sumber air masih ada. Satu pacitan dilengkapi dengan satu jerigen air. Api yang dihadapi dengan pasangan ini, biasanya adalah api bawah tegakan tanaman kehutanan yang beralang - alang sedikit. 3. Pasangan Kepiok dengan alat semprot di punggung (pompa kodok ). Strategi ini cocok untuk api setinggi +/- 1 m, pada areal yang tidak terdapat jalan, tetapi harus disertai stok air berupa kubangan atau bak air dalam mobil, untuk menjaga kehabisan air dalam semprot punggung. 4. Cara pemadaman dengan kendaraan Pick-up. Cara pemadaman dengan unit Pick-up sangat cocok untuk intesitas api sedang dengan ketinggian api dari 1,5 - 4 m. Penggunaan alat ini sangat cocok untuk pengedalian HTI atau tanaman kehutanan. Perangkat unit Pick-up terdiri dari : 1 buah mobil Hiline Pick-up, tangki berupa dua buah drum berisi 400 lt air, mesin pompa Honda 5,5 PH satu buah, selang 200 m , satu buah jet, kepiok 3 buah, kapak 1 buah, dan pompa kodok 2 buah.Strategi Pick-up hanya dapat

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

dioperasikan pada areal yang mempunyai jalan mobil, sumber air, dan kondisi fisiografi lahan datar sampai bergelombang. 5. Menggunakan Mobil Pemadam Kebakaran. Strategi ini umumnya juga digunakan di berbagai tempat untuk api yang sangat besar. Tetapi areal kebakaran harus mempunyai jalan yang petmanen serta persediaan air yang sangat banyak. 6. Menggunakan pompa diam. Cara ini suka digunakan pada api gambut. Air dipompa dan sumur dangkal yang mudah dibuat dilahan gambut. Air dari sumur langsung disemprotkan ke areal terbakar dengan menggunakan selang. Areal yang mudah diatasi dengan cara ini, adalah areal yang berkelerengan hampir rata. 7. Menggunakan pesawat terbang. Penggunaan alat ini memerlukan investasi sangat besar, tetapi tidak efektif untuk api besar. Biasanya, strategi ini hanya digunakan sebagai pembantu pasokan pemadam di darat dalam memperkecil intensitas api. 8. Bakar Balas. Strategi ini dilakukan jika sama sekali tidak tersedia peralatan pemadam, serta personil yang sedikit, yaitu dengan cara membakar bahan bakar berlawanan arah jalaran api. Dengan cara demikian api dari dua arah akan bertemu ditengah dan karena bahan bakar habis maka api padam. Untuk melakukan bakar balas biasanya areal pinggir sungai atau jalan yang merupakan sekat bakar dengan areal penting untuk dilindungi.

IV. PENUTUP Kesimpulan dan saran Kebakaran HHT yang terjadi hampir setiap musim kemarau jelas merupakan berita yang amat menyedihkan bagi masa depan kehadiran HHT di negeri lni, lebih-lebih mengingat masih rendahnya menegemen pengendalian kebakaran hutan saat ini. Mengganasnya kebakaran hutan selama satu dasa warsa terakhir ini yang nota bene saat ini tidak saja melahap hutan alam, namun juga HTI (reboisasi) serta lahan-lahan non hutan sudah saatnya harus ditanggapi dengan upaya pengendalian secara sigap. Berbagai kegiatan pengendalian baik preventif maupun kuratip harus lebih digalakkan serta secara nyata diaplikasikan dalam kegiatan pengelolaan hutan, misalnya dengan mengurangi sumber bahan bakar, membuat sekat bakar; menara api, pemantauan secara intensif hingga kesiapsiagaan personel dan berbagai peralatan canggih peredam api dalam jumlah yang memadai baik dihutan maupun dihutan tanaman. Kegiatan tersebut jelas memerlukan investasi besar, namun tentunya cukup seimbang dengan hasil yang diperolah dari eksploitasi HHT selama ini. Apabila diperhitungkan dampak kerugian yang ditimbulkan oleh setiap kebakaran hutan yang tak ternilai besarnya, maupun komitmen kita dalam memenuhi target International Tropical

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

Timber Organization (ITTO) tahun 2000, bahwa kayu tropis yang diperdagangkan antar negara, harus bersumber dari hutan yang dikelola secara lestari (Ecolabelling kayu tropis). Masalah kehutanan memang semakin kompleks, jalan keluarnya tak ada lain bahwa sumber daya ini harus mulai benar-benar dikelola secara profesional. Sehubungan dengan pengendalian kebakaran hutan, konsekwensinya antara lain, dibutuhkan reinvestasi kapital kedalam sumber daya ini dalam jumlah proporsional.

DAFTAR PUSTAKA Akbar, Acep. Api hutan dan strategi pemadamannya .Majalah Kehutanan Indonesia. Edisi 06. 1994/1995 Puskap Fisip Usu, Wim Dan Yayasan Sintesa. Pengelolaan Hutan Partifiipatit Diklat LPPM USU. 1997. Ruslan, Muhammad. Studi perkembangan suksesi pada hutan alam sekunder di Daerah. Fakultas Kehutanan Unlam Mandiangin Kalsel. Dirjen Dikti Depdikbud. 1986. Yanney Ewusie, J. Pengantar ekologi tropika. Penerbit: ITB, Bandung.

e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai