Anda di halaman 1dari 29

BAB II KONSEP DASAR

A. PEGERTIAN Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. Sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis (Syaifullah Noer, 1998). Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran (FKUI, 1999). Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis (Syaifullah Noer, 1996). Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (Seoparman, 1996). Beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut: Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A, B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.
6

B. ANATOMI FISIOLOGI Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan yaitu: pankreas, hati dan kandung empedu. 1. Mulut Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada manusia. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.

Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzimenzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis. 2. Kerongkongan (Esofagus) Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan

menggunakan proses peristaltik. Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Esofagus dibagi menjadi tiga bagian: a. Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka). b. Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus). c. Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).

3. Lambung Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu: a. Kardia. b. Fundus. c. Antrum. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting: a. Lendir Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa

menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.

b. Asam klorida(HCl) Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri. c. Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein) 4. Usus halus (usus kecil) Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir yang melumasi isi usus dan air yang membantu melarutkan pecahanpecahan makanan yang dicerna. Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Otot yang meliputi usus halus mempunyai 2 lapisan. Lapisan luar: terdiri atas serabut-serabut longitudinal yang lebih tipis dan lapisan dalam: merupakan serabut sirkuler untuk membantu gerakan peristatik. Lapisan sub mukosa terdiri atas jaringan penyambung, sedangkan mukosa bagian dalam tebal, banyak mengandung pembulu darah dan kelenjar.

10

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum). a. Usus dua belas jari (Duodenum) Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus dua belas jari merupakan organ peritoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.

11

b. Usus Kosong (jejenum) Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yaitu sedikitnya sel goblet dan plak peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis. c. Usus Penyerapan (illeum) Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum, jejunum dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

12

Dinding usus terdiri atas 4 lapisan dasar: lapisan paliang luar (lapisan serosa), dibentuk oleh peri tonium. Peritoneum mempunyai lapisan visceral dan pariental dan lapisan yang terletak antara lapisan ini dinamakan rongga peritoneum. Nama khusus yang telah diberikan pada lipatan-lipatan peritoneum, antara lain: a. Mesentrium merupakan lipatan peritoneum yang lebar

mengantung jejunum dan ileum dari dinding posterior abdomen dan memungkinkan usus bergerak leluasa. Masentrium

menyokong pembulu darah dari limfe yang mensuplai usus. b. Omentum mayus merupakan lapisan ganda peritoneum yang menggantung dari kurvatura mayor lambung dan berjalan turun di depan visera abdomen omentum biasanya mengandung banyak lemak dan kelenjar limfe yang membantu rongga peritoneum (melindungi) dari infeksi. c. Omentum minus merupakan lipatan peritoneum yang terbentang dari kurvatura minor lambungdan bagian atas duodenum menuju kehati. Salah satu fungsi penting peritoneum adalah mencegah pergerakan antara organ-organ yang berdekatan dengan

mensekresi cairan serosa sebagai pelumas.

13

ANATOMI SISTEM PENCERNAAN

2.1 Gambar system pencernaan pada manusia Sumber :http://asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com/2008/07/ typhoid-abdominalis.html

14

C. ETIOLOGI / PREDISPOSISI Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun, ini akan dapat menginfeksi orang lain. Adapun beberapa macam dari salmonella typhi adalah sebagai berikut: 1. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu: a. b. c. Antigen O(somatic, terdiri dari zat komplek liopolisakarida) Antigen H(flagella) Antigen K(selaput) dan protein membrane hialin.

2. Salmonella parathypi A 3. Salmonella parathypi B 4. Salmonella parathypi C (Rahmad Juwono, 1996)

15

D. PATOFISIOLOGI Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian

eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat) dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke

16

usus halus bagian distal. Di usus ini kuman menularkan endtoksin sehingga bakteriema primer sebagian akan difagosit dan sebagian tidak di fagosit. Bakteri yang difagosit akan mati sedangkan yang tidak difagosit berkembang biak dan meradang pada jaringan sekitar. Kuman yang masuk ke aliran darah kapiler prosecia pada kulit dan tidak hipertermi. Kuman selanjutnya masuk usus halus dan terjadi peradangan menyebabkan mual muntah atau anoreksia intake tidak adekuat sehingga terjadi kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh selain itu menyebabkan

hiperperistaltik pada usus sehingga klien dengan typoid sering terjadi diare tindakan bedrest untuk mencegah kondisi klien menjadi buruk. Kuman masuk ke hepar dan kandung empedu menyebabkan endotoksin meningkat dan kuman merusak hepar sehingga terjadi SGOT / SGPT meningkat. Kuman yang mencapai hipotalamus akan menekan system syaraf termoregulator menyebabkan hipertermi sehingga klien cepat lelah menjadi intoleransi aktifitas. Selain itu kuman pada organ intestinal menyebabkan perdarahan usus, peritonitis sedangkan di ekstraintestinal menyebabkan pneumoni serta meningitis.

E. MANIFESTASI KLINIK Demam typoid yang tidak diobati sering kali merupakan penyakit berat yang berlangsung lama dan terjadi selama 4 minggu atau lebih:

17

1. Minggu pertama: demam yang semakin meningkat, nyeri kepala, malaise, konstipasi, batuk non produktif, brakikardi relative. 2. Minggu kedua: demam terus menerus, apatis, diare, distensi abdomen, rose spot (dalam 30%) splenomegali (pada 75%). 3. Minggu ketiga: demam terus menerus, delirium, mengantuk, distensi abdomen massif, diare pea soup. 4. Minggu keempat: perbaikan bertahap pada semua gejala.

Setelah pemulihan, relaps dapat terjadi pada 10% kasus (jarang terjadi setelah terapi fluorokuinolon). Kasus dapat berlangsung ringan atau tidak tampak. Kasus paratyphoid serupa dengan typhoid namun biasanya lebih ringan. Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 30)hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal (gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas): 1. Perasaan tidak enak badan 2. Lesu 3. Nyeri kepala dan pusing 4. Diare 5. Anoreksia 6. Bradikardi relatif 7. Nyeri otot (Mansjoer, Arif 1999).
18

Menyusul gejala klinis yang lain: 1. Demam (> 39 OC) Demam berlangsung 3 minggu a. Minggu I: Demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari b. Minggu II: Demam terus c. Minggu III: Demam mulai turun secara berangsur angsur 2. Gangguan pada saluran pencernaan a. Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor b. Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan c. Terdapat konstipasi atau diare 3. Gangguan kesadaran a. Kesadaran yaitu apatis somnolen b. Gejala lain ROSEOLA (bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit) (Rahmad Juwono, 1996).

19

F. KOMPLIKASI 1. Perdarahan dan perforasi usus(terutama pada minggu ketiga). 2. Miokarditis. 3. Neuropsikiatrik: Psikosis, ensefalomielitis. 4. Kolesistitis, kolangitis, hepatitis, pneumonia, pancreatitis. 5. Abses pada limpa, tulang atau ovarium(biasanya setelah pemulihan). 6. Keadaan karier kronik(kultur urin / tinja positif setelah 3 bulan) terjadi pada 3% kasus(lebih sedikit setelah terapi fluorokuinolon). (Mandal, 2006) Komplikasi dapat dibagi dalam: 1. Komplikasi intestinal a. Perdarahan usus b. Perforasi usus c. Ileus paralitik 2. Komplikasi ekstra intestinal. a. Kardiovaskuler: Kegagalan sirkulasi perifer(renjatan

sepsis) miokarditis, trombosis dan tromboflebitie. b. Darah: Anemia hemolitik, trombositopenia, sindrom uremia hemolitik

20

c. Paru: Pneumoni, empiema, pleuritis. d. Hepar dan kandung empedu: Hepatitis dan kolesistitis. e. Ginjal: Glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis. f. Tulang: Osteomielitis, periostitis, epondilitis, dan arthritis. g. Neuropsikiatrik: Delirium, meningiemus, meningitis,

polinefritis, perifer, sindrom guillan-barre, psikosis dan sindrom katatonia. Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum, terutama bila perawatan pasien kurang sempurna. (Rahmad Juwono, 1996).

G. PENATALAKSANAAN 1. Perawatan. a. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam hilang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus. b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan. 2. Diet. a. Diet yang sesuai cukup kalori dan tinggi protein. b. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.

21

c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim. d. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari. 3. Obat-obatan. a. Klorampenikol b. Triampenikol c. Kotrimoxazol d. Amoxilin dan ampicillin

H. PENGKAJIAN FOKUS (TERMASUK PEMERIKSAAN PENUNJANG) 1. Identitas Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no. Registerasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal masuk rumah sakit. 2. Keluhan Utama pada pasien Thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam. 3. Riwayat Penyakit Dahulu Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Thypoid, apakah pasien menderita penyakit lainnya.

22

4. Riwayat Penyakit Sekarang. Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala/pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma. 5. Riwayat Kesehatan Keluarga Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau sakit yang lainnya. 6. Riwayat Psikososial Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya. 7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan a. Pola pesepsi dan tatalaksana kesehatan Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya. b. Pola nutrisi dan metabolisme Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah. c. Pola aktifitas dan latihan Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya
23

kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya. d. Pola tidur dan aktifitas Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur. e. Pola eliminasi Kebiasaan dalam BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan. f. Pola reproduksi dan sexual Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan terjadi perubahan. g. Pola persepsi dan pengetahuan Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri. h. Pola persepsi dan konsep diri Terjadi perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.

24

i.

Pola penanggulangan stress Stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.

j.

Pola hubungan interpersonil Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit.

k. Pola tata nilai dan kepercayaan Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu. 8. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, pucat, mual, perut tidak enak, anoresia. b. Kepala dan leher Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak edema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

25

c. Dada dan abdomen Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan. d. Sistem respirasi Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung. e. Sistem kardiovaskuler Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh. f. Sistem integument Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat. g. Sistem eliminasi Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N -1 cc/kg BB/jam. h. Sistem muskuloskeletal Apakah ada gangguan pada ekstremitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan. i. Sistem endokrin

26

Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar tiroid dan tonsil. j. Sistem persyarafan Apakah kesadaran itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, pada penderita penyakit thypoid.

27

I.

PATWAYS

Kuman salmonela 5f (foot, fingers, fomitus, fly, feses) mulut

Kuman mati

Lambung (Hcl)

hidup

usus halus bagian distal kuman menularkan endotoksin


bakteriema primer tidak difagosit bakterimema sekunder

difagosit mati

pembulu darah kapiler

usus halus peradanga n mal absorbsi nutrien t

hipotalamus menekan

hepar hepotasplenomegali

tromboflebiti s

miokarditis

termoregule r

endotoksin merusak hepar Hepatitis

hipertermi
Mual, muntah anoreksia

hiperperistaltik usus

Diare

Kebutuhan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

cepat lelah

intake tidak adekuat

Intoleransi aktifitas
reinteraksi komplikasi usus

bedrest konstipasi

haluaran cairan

Intestinal - Per darahan usus - Peritonitis Peritonitis

Ekstraintestinal - pneumonia - meningitis - meningitis

Gangguan keseimbangan cairan kurang dari kebutuhan tubuh

28

J. DIAGNOSE KEPERAWATAN 1. Peningkatan suhu tubuh atau hipertermi berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhi. 2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/fisik / bedrest. 4. Gangguan keseimbangan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah). 5. Gangguan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan kurangnya cairan dan serat dalam tubuh.

K. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL 1. Peningkatan suhu tubuh atau hipertermi berhubungan dengan infeksi salmonella thypi Tujuan: suhu tubuh normal/terkontrol. Kriteria hasil: Pasien melaporkan peningkatan suhu tubuh Mencari pertolongan untuk pencegahan peningkatan suhu tubuh. Turgor kulit membaik Intervensi:

29

a. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh R/ Agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang timbul. b. Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat R/ Untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh. c. Batasi pengunjung R/ Agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan tidak terasa panas. d. Observasi TTV tiap 4 jam sekali R/ Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien. e. Anjurkan pasien untuk banyak minum, 2,5 liter / 24 jam. R/ Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak. f. Memberikan kompres air biasa. R/ Untuk membantu menurunkan suhu tubuh. g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian tx antibiotik dan antipiretik

30

R/ Antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk menurangi panas. 2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia Tujuan: Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat Kriteria hasil: - Nafsu makan meningkat - Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan Intervensi: a. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi. R/ Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat. b. Timbang berat badan klien setiap 2 hari. R/ Untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan. c. Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang, maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat. R/ Untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan. d. Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering. R/ Untuk menghindari mual dan muntah.

31

e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parenteral. R/ Antasida mengurangi rasa mual dan muntah. f. Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik/bed rest Tujuan: Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal. Kriteria hasil:- Kebutuhan personal terpenuhi - Dapat melakukan gerakkan yang bermanfaat bagi tubuh. - Memenuhi AKS dengan teknik penghematan energi. Intervensi: a. Kaji respon klien terhadap aktifitas R/ Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada klien dalam keluhan kelemahan, keletihan yang berkenaan dengan aktifitas. b. Anjurkan klien untuk istirahat R/ Dengan istirahat dapat mempercepat pemulihan tenaga untuk beraktifitas, klien dapat rileks. c. Bantu dalam pemenuhan aktifitas sehari-hari sesuai kebutuha R/ Dapat memberikan rasa tenang dan aman pada klien karena kebutuhan aktifitas sehari-hari dapat terpenuhi dengan bantuan keluarga dan perawat.
32

d. Tingkatkan aktifitas secara bertahap R/ Aktifitas sedikit demi sedikit dapat dilakukan oleh para klien sesuai yang diinginkan, meningkatkan proses penyembuhan dan kemampuan koping emosional. 4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan cairan yang keluar berlebihan (diare/muntah) Tujuan: Tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan Kriteria hasil:- Turgor kulit meningka. - Wajah tidak nampak pucat Intervensi: a. Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga. R/ Untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien. b. Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan. R/ Untuk mengetahui keseimbangan cairan. c. Anjurkan pasien untuk banyak minum, 2,5 liter / 24 jam. R/ Untuk pemenuhan kebutuhan cairan.

33

d. Observasi kelancaran tetesan infuse. R/ Untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah adanya edema. e. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral). R/ Untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral). 5. Gangguan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan kurangnya cairan dan serat dalam tubuh. Tujuan: Tidak terjadi gangguan pada pola eliminasi BAB Kriteria hasil: - Klien dapat BAB secara rutin yaitu 1x sehari seperti biasa. - Tidak teraba massa pada abdomen. Intervansi: a. Monitor Tanda-Tanda Vital. R/ Untuk mengetahui perkembangan kondisi klien. b. Anjurkan klien untuk sering minum air putih yang banyak. R/ Supaya masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi. c. Anjurkan klien untuk makan makanan berserat. R/ Karena diet seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi regular. d. Berikan huknah gliserin untuk membantu mempermudah BAB.
34

Anda mungkin juga menyukai