Anda di halaman 1dari 6

Tambang Untuk Rakyat

Oleh: Widjajono Partowidagdo

Operasi Pertambangan terdiri dari Migas dan Panasbumi serta Batubara dan Mineral. Eksploitasi Migas dan Panasbumi mengebor tanah sehingga membutuhkan lahan yang tidak luas. Sebagai contoh dari 20.000 hektar Wilayah Kerja bisa hanya dibutuhkan 100 hektar untuk Operasi (Eksplorasi dan Eksploitasi) Migas dan Panasbumi. Sedangkan untuk Batubara dan Mineral hampir tidak membutuhkan lahan untuk Eksplorasi tetapi membutuhkan lahan sesudah menemukannya dengan melakukan Eksploitasi. Mohon dipahami bahwa dia hanya melalukan Eksploitasi ditempat-tempat dia menemukan Cadangan yang Ekonomis. Akibatnya Amdal akan dilakukan di tempat-tempat Eksploitasi. Sehingga, seyogyanya masyarakat tidak perlu menolak Eksplorasi karena belum tentu Eksploitasi dilakukan di daerahnya kecuali ada alasan khusus. Operasi Pertambangan terdiri dari Eksplorasi dan Eksploitasi. Eksplorasi Migas dan Panasbumi sudah membutuhkan Pemboran walaupun tidak banyak karena hanya untuk menemukan dan menentukan batas reservoir Migas dan Panasbumi. Eksplorasi Tambang lebih sedikit lagi kegiatannya. Eksploitasi Migas dan Panasbumi dilakukan sesudah ditemukan dengan Eksplorasi dilakukan dengan membor sumur-sumur pengembangan. Ekspoitasi Batubara dan Mineral mengelupas tanah (kecuali tambang dalam) sehingga mempunyai masalah masyarakat dan lingkungan fisik yang lebih luas.

Energi dan Sumber Daya Mineral termasuk Pertambangan merupakan kekayaan alam yang harus disyukuri karena merupakan sarana untuk Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi, Mensejahterakan Masyarakat, Menciptakan Lapangan Kerja. Walaupun demikian, dia harus Memelihara bahkan Meningkatkan Kwalitas Lingkungan. Kalau tidak dilakukan secara benar maka semua hal, termasuk Pertambangan, dapat merugikan. Akibatnya, Operasi Pertambangan harus diberitahukan ke Masyarakat per Kecamatan.dan Kelurahan. Kalau ada yang tidak setuju karena sesuatu hal (misal: ada tempat yang dianggap Keramat) maka dia harus dikecualikan. Walaupun demikian janganlah hal tersebut menyebabkan daerah2 lain yang ingin mendapatkan keuntungan dari Pertambangan tidak bisa menikmatinya. Kesejahteraan Masyarakat di daerah eksploitasi pertambangan wajib meningkat. Hasil pertambangan seharusnya tidak hanya dinikmati oleh Elite Pemerintah Daerah. Berdasarkan Otonomi Daerah dari Bagian Daerah Migas maka Daerah TK 1 (Propinsi) mendapat 20%, Daerah TK 2 (Kabupaten) Penghasil mendapat 40% dan Daerah TK 2 (Kabupaten) Bukan Penghasil ( dibagi bersama) mendapat 40%. Sebaiknya dari 40% Bagian Daerah Migas Kabupaten Penghasil perlu dibagikan lagi Kecamatan Penghasil mendapat 40% dan Kecamatan Bukan Penghasil (bersama) mendapat 40% sehingga Kabupaten Penghasil mendapat 20%. Akibatnya, Kecamatan Penghasil merasa mereka mendapatkan manfaat yang lebih besar dari operasi pertambangan disana dan mengurangi keinginan untuk memekarkan diri.

Menurut Osborne dan Gaebler dalam bukunya Reinventing Government Desentralisasi lebih fleksibel, efektif, inovatif, bersemangat kerja, produktif dan partisipatif daripada Sentralisasi namun perlu kesiapan Institusi (Peraturan dan Lembaganya) dan Kesiapan Aparatnya untuk melaksanakan Desentralisasi. Desentralisasi tidak berarti boleh berbuat semaunya tanpa memikirkan Kepentingan Nasional atau tanpa memikirkan Kepentingan Warganya. Pertambangan adalah sumber daya alam milik masyarakat (common property resources). Untuk mengusahakannya, suatu badan usaha perlu mendapatkan hak pengusahaan dari Pemerintah (Untuk Migas dan Tambang Lintas Propinsi oleh Pusat, untuk yang Lintas Kabupaten oleh Gubernur dan untuk Satu Kabupaten oleh Bupati). Untuk Mineral dan Batubara Pemerintah Daerah wajib memberitahu Warganya. Apabila dalam waktu tertentu tidak ada keberatan atas Wilayah Kerja tersebut maka baru boleh ditawarkan. Untuk itu, Badan Usaha tersebut harus mengikuti lelang guna mendapatkan hak kontrak wilayah kerja. Badan Usaha diwajibkan membayar untuk mendapatkan formulir dan informasi yang tersedia. Kemudian, kontraktor tersebut mengajukan proposal tentang kegiatan yang akan dilakukan pada wilayah tersebut serta berapa banyak modal yang akan ditanamkan. Kontraktor juga diminta memperkirakan produksi, pendapatan, dan keuntungan yang akan diperoleh, untuk kemudian mempresentasikan proposalnya kepada institusi terkait. Pemenang lelang dinilai berdasarkan proposal yang diajukan, investasi yang akan ditanam, serta bonafide tidaknya perusahaan tersebut (nama baik dan pengalaman dalam bidang terkait). Bila lelang dimenangkan, kontraktor harus membayar signature bonus untuk mendapatkan hak mengeksplorasi dan mengeksploitasi/memproduksikan Pertambangan di Wilayah Kerjanya.

Mungkin karena UU Otonomi Daerah (Yang terakhir 2004) tidak menyebutkan halhal rinci tentang Pertambangan maka banyak Bupati yang memberikan Wilyah Kerja (WK) tanpa melihat apakah sudah ada yang memilikinya dan Tanpa Lelang. Untuk meningkatkan pengusahaan pertambangan untuk sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat termasuk untuk mencegah praktek tambang yan tidak tepat seperti dilakukan Daerah tersebut maka Pemerintah (Pusat) mengajukan UU Minerba dan baru disyahkan tahun 2009 sebagai UU Minerba no 4 Tahun 2009. UU Minerba no 4 Tahun 2009 berdasarkan UUD 45 karena berusaha untuk membuat Minerba untuk Sebesr-besarnya Kemakmuran Rakyat karena mensyaratkan mengenai: Luas WK, Pengolahan di Dalam Negeri, Partisipasi Nasional, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Waktu Kontrak. Yang mengusulkan WK adalah Pemerintah Pusat (supaya tidak terjadi tumpang tindih) dan yang menawarkan Lelang WK adalah Pemda supaya Desentralisasi Berjalan tetapi Praktek Pertambangan yang Benar dijalankan. Sehingga UU Minerba no 4 Tahun 2009 mengakomodasi Desentralisasi dan mengakomodasi Praktek Pertambangan yang Benar. Pertambangan kalau benar ya baik. Kalau tidak benar apapun juga tidak baik. Pertambangan yang benar harus mempertimbangkan Keuntungan Kontraktor dan Pendapatan Pemerintah serta Kelestarian Lingkungan dan Kesejahteraan Masyarakat. Kalau banyak Pertambangan yang tidak benar maka harus kita jadikan Pertambangan yang benar.

Penerimaan Negara dibandingkan Penerimaan Perusahaan dari Batubara turun dari PKP2B (sekitar 1,7) menjadi IUP (0,54) yang jauh lebih kecil dari Gas (2,33) apalagi Minyak (5,67) walaupun perlu disadari bahwa Biaya Batubara dibandingkan Pendapatan lebih besar (sekitar 0,6) dibandingkan Migas (0,25). Penerimaan Negara dari Mineral sekitar 0,7 dari Penerimaan Perusahaan untuk Biaya Mineral sekitar 0,3 Pendapatan. Penerimaan Negara 2011 dari Minyak (Produksi 902 MBOPD) adalah Rp 177,3 Trilyun. Penerimaan dari Gas (Produksi 1506 MBOPD) adalah 95,1 Trilyun. Penermaan Negara dari Batubara (Produksi 2400 MBOPD) adalah Rp 65,5 Trilyun. Penerimaan Negara dari Mineral adalah11,9 Trilyun sehingga Total dari Pertambangan Mineral dan Batubara Rp 77,9 Trilyun).

Anda mungkin juga menyukai