Anda di halaman 1dari 8

USULAN PENERAPAN METODE 5S DI PT.

SAPERNUSA

Tommy Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta e-mail : silver_rhytm@hotmail.com

ABSTRAK PT. SAPERNUSA merupakan perusahaan/industry manufaktur yang bergerak di bidang fiberglass. PT. SAPERNUSA menggunakan sistem job order atau dengan kata lain, hanya memproduksi apabila ada job order atau pesanan dari pelanggan. Kegiatan produksi akan berjalan apabila terdapat pesanan dari konsumen. Berbagai upaya telah dilakukan oleh perusahaan namun semua kegiatan tersebut perlu didukung oleh lingkungan kerja yang kondusif sehingga para pekerja dapat bekerja secara maksimal namun faktanya terlihat bahwa lingkungan kerja di PT. SAPERNUSA masih kurang baik. Sehingga diperlukan penerapan perbaikan kondisi lingkungan kerja pada lantai produksi dengan menggunakan metode 5S yaitu Seiri (Sort), Seiton (Set in Order), Seiso (Shine), Seiketsu (Standardize), dan Shitsuke (Sustain). Metode 5S berasal dari Jepang yang merupakan salah satu metode untuk mengoptimalkan kondisi lingkungan kerja bagi para pekerja dalam rangka improvisasi kegiatan produksi yang dilaksanakan. Oleh karena itu dilakukan analisa kondisi lingkungan kerja pada PT. SAPERNUSA dan ternyata memang diperlukan perbaikan kondisi lingkungan kerja secara keseluruhan pada seluruh lantai produksi. Sehingga diberikan usulan berbagai macam strategi yang terdapat pada metode 5S seperti Red-tag Strategy,pembersihan secara berkala dan bertanggung jawab, standarisasi dalam menerapkan kebiasaan 5S, serta kedisiplinan dalam menerapkan metode 5S agar dapat menjadi budaya pada PT. SAPERNUSA. Maka dengan analisa dan penerapan usul yang diberikan ini, diharapkan pelaksanaan 5S pada PT. SAPERNUSA dapat berjalan dengan baik sehingga perbaikan terus-menerus yang diharapkan oleh perusahaan dapat terlaksana dan kegiatan produksi yang optimal dapat tercapai. Kata kunci : job order, metode 5S, Sort, Set in Order, Shine, Standarize, Sustain

I. PENDAHULUAN Pada era globalisasi sekarang ini, industri telah berkembang dengan pesat. Perusahaan akan melakukan berbagai cara untuk dapat bersaing di tengah persaingan yang semakin ketat ini. Berbagai metode dan upaya upaya perbaikan harus terus dilakukan oleh perusahaan untuk dapat mengoptimalkan kegiatan produksinya. PT. SAPERNUSA merupakan perusahaan/industri manufaktur yang bergerak di bidang fiberglass. Perusahaan ini menggunakan sistem job order atau dengan kata lain, hanya memproduksi apabila ada job order atau pesanan dari pelanggan. Kegiatan

produksi akan berjalan apabila terdapat pesanan dari konsumen. Proses produksi yang dilakukan pada perusahaan ini tergolong mekanis atau dengan kata lain memakai mesin dengan menggunakan tenaga manusia. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada lantai produksi dalam pembuatan suatu produk pada umumnya sama diantarnya adalah dimulai dari pembuatan prototype, pembuatan cetakan, proses pencetakan, proses pemotongan, proses inspeksi awal, proses perbaikan (apabila tidak lolos inspeksi awal), finishing, inspeksi akhir, dan terakhir adalah pengepakan.

PT. SAPERNUSA dituntut untuk dapat menyelesaikan pesanan dengan spesifikasi yang tepat dan tepat waktu. Oleh karena itu para pekerja harus dapat bekerja secara cepat untuk dapat memenuhi tuntutan pesanan tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan oleh perusahaan namun semua kegiatan tersebut perlu didukung oleh lingkungan kerja yang kondusif sehingga para pekerja dapat bekerja secara maksimal namun faktanya peneliti melihat lingkungan kerja di PT. SAPERNUSA masih kurang baik. Oleh karena itu akan dilakukan analisa dan usulan penerapan perbaikan kondisi lingkungan kerja pada lantai produksi untuk membantu perusahaan dalam menciptakan kegiatan produksi yang lebih baik. Kondisi yang tidak baik ini salah satunya adalah penempatan komponen produk yang kurang teratur pada lantai produksi sehingga sering kali penempatan ini mengakibatkan jalan yang sempit serta area kerja yang makin sempit dan dapat membahayakan pekerja, serta belum adanya garis pembatas antara setiap work center. II. METODOLOGI PENELITIAN Untuk dapat memahami permasalahan serta penyusunan mengenai laporan ini maka diperlukan metodologi penelitian. Metodologi penelitian merupakan langkah-langkah yang digunakan untuk penelitian agar penelitian yang dilakukan dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. Metodologi penelitian yang digunakan terdiri dari : 1. Studi Pendahuluan Pada bagian ini peneliti melakukan pengamatan langsung terhadap kondisi pada lantai produksi PT. SAPERNUSA. Pengamatan dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan metode yang akan diterapkan oleh peneliti yaitu 5S mulai dari kondisi lingkungan, area kerja, area penyimpanan dan sebagainya. Untuk membantu peneliti dalam menulis laporan maka peneliti juga mengambil beberapa foto yang berhubungan dengan kondisi lingkungan kerja. Untuk mendukung studi pendahuluan, peneliti membutuhkan berbagai macam teori teori yang berhubungan dengan metode yang akan diterapkan pada perusahaan. Teori teori yang diperoleh peneliti sebagian besar telah diperoleh sebelum melakukan kerja praktek ini yang juga telah diajarkan pada perkuliahan. 2.Identifikasi masalah Dalam kegiatan studi lapangan di pabrik, penulis melakukan identifikasi berbagai jenis permasalahan yang sering kali dihadapi oleh perusahaan tersebut. Dari berbagai masalah yang ada tersebut, penulis memilih satu jenis masalah yang akan difokuskan untuk dilakukan penelitian, kemudian penulis akan mencoba untuk membantu menganggulangi permasalahan tersebut. 3.Tujuan penelitian

Dengan menganalisa kondisi lingkungan kerja pada PT. SAPERNUSA yang bergerak dalam industri fiber ini, permasalahan yang diamati peneliti adalah terletak pada kondisi lingkungan kerja yang perlu perbaikan. Dalam hal pengaturan penyimpanan komponen, terdapat barang barang yang tidak berhubungan dengan proses produksi selama proses produksi berlangsung, waste yang terjadi pada stasiun kerja, dan penumpukan barang jadi ataupun barang setengah jadi (work in process). Semua permasalahan ini akan mengurangi performansi proses produksi, transportasi, dan kinerja operator. Maka dari itu peneliti memberikan suatu usulan penerapan untuk memperbaiki lingkungan kerja agar menjadi lebih tertata dan teratur dengan menggunakan metode 5S. Dengan adanya penerapan metode ini diharapkan mampu mengurangi waste yang terjadi pada perusahaan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, serta mampu menciptakan budaya baru yang memberikan semangat kerja untuk setiap individu terkait proses produksi. Setelah dilakukan pengamatan maka peneliti dapat mengambil suatu tujuan akhir dalam menyusun penelitian ini. Dimana peneliti bertujuan menganalisa kondisi lingkungan kerja, membuat evaluasi terhadap kondisi lingkungan kerja, dan memberikan usulan perbaikan dengan menggunakan metode 5S. Sehingga dengan demikian perusahaan mampu melakukan kegiatan produksi yang lebih optimal. 4.Pengumpulan Data Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, maka pengumpulan data berdasarkan pembatasan permasalahan yang akan diterapkan oleh peneliti yaitu yang berhubungan dengan metode 5S. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap kondisi lantai produksi PT. SAPERNUSA. 5.Pengolahan Data. Berdasarkan pengumpulan data yang telah diperoleh maka dilakukan pengolahan data terhadap metode yang akan diterapkan oleh peneliti yaitu metode 5S. Hasil pengolahan data ini merupakan penentuan dari berbagai macam strategi yang kelak diusulkan kepada perusahaan untuk memperbaiki lingkungan kerja. Dan pada pengolahan data ini dijelaskan proses-proses yang akan diterapkan dalam metode 5S tersebut. 6.Analisa Pada bagian ini data data yang telah diolah dianalisa kembali apakah telah sesuai dengan metode atau tidak. Dan dari hasil analisa ini dapat terlihat perbedaan antara kondisi sebelum penerapan dengan kondisi sesudah penerapan. 7.Kesimpulan dan Saran Pada bagian ini merupakan bagian terakhir dari penyusunan laporan yaitu dimana peneliti memberikan kesimpulan terhadap hasil

pengamatan dan pengerjaan yang dilakukannya serta memberikan saran dari hasil-hasil tersebut kepada pihak perusahaan. III. 3.1 STUDI KEPUSTAKAAN PENGERTIAN 5S Proses 5S atau secara sederhana 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, dan Shitsuke) merupakan suatu program yang terstruktur secara sistematis dalam mengurangi pemborosan, kebersihan, dan juga standarisasi dalam melakukan pekerjaan. Pengaturan tempat kerja yang baik menghasilkan keamanan, kenyamanan, efisiensi serta produktivitas dalam beroperasi. Hal ini dapat mendorong moralitas para pekerja dalam hal semangat melakukan tugasnya, rasa bangga terhadap apa yang dikerjakannya, rasa memiliki terhadap pekerjaannya serta tanggung jawab tinggi dalam melakukan pekerjaannya. Keberhasilan 5S terletak pada sejauh mana metode ini dapat mengubah perilaku kerja seseorang, karena ia melakukan 5S sebagai suatu kebiasaan (habit) bukan sebagai suatu paksaan, sehingga inisiatif perbaikan di tempat kerja akan muncul dengan sendirinya. 3.1.1 RINGKAS (SEIRI) Adalah langkah pertama pemeliharaan tempat kerja, yang berkaitan dengan kegiatan melakukan klasifikasi barang yang terdapat di Gemba (diperlukan atau tidak diperlukan) dan menyingkirkan yang tidak diperlukan dari Gemba. Sehingga akan membuat tempat kerja ringkas yang hanya menampung barang-barang yang diperlukan saja. 3.1.2 RAPI (SEITON) Adalah menata semua barang yang ada setelah ringkas, dengan pola yang teratur dan tertib sehingga waktu untuk mencari lebih minimum. RESIK (SHINE) Adalah berarti membersihkan lingkungan kerja termasuk didalamnya: mesin dan alat kerja, lantai tempat kerja, dan berbagai daerah di dalam tempat kerja. RAWAT (SEIKETSU) Adalah memperluas konsep kebersihan pada diri pribadi dan terus menerus mempraktekkan tiga langkah terdahulu. Selalu berusaha menjaga keadaan yang sudah baik melalui standar. Dalam hal ini diperlukan manajemen visual dan pemantapan 5R RAJIN (SHITSUKE) Adalah membangun disiplin diri pribadi dan membiasakan diri untuk menerapkan 5R melalui norma kerja dan standarisasi. PENGUMPULAN DATA Checklist Kondisi Lantai Produksi

Checklist dibuat berdasarkan pengamatan langsung dari peneliti terhadap kondisi lantai produksi PT. SAPERNUSA. Kegunaan dari Checklist ini sendiri adalah untuk mengindentifikasi hal hal yang mampu menyebabkan pemborosan atau waste di lantai produksi saat pengamatan dilakukan. Berikut adalah checklist yang dibuat oleh peneliti :

Tabel 4.1 checklist kondisi lantai produksi

3.1.3

3.1.4

3.1.5

IV. 4.1

V. PENGOLAHAN DATA 5.1 RINGKAS (SORT) Dengan menganalisa kondisi lantai produksi yang terjadi, ternyata cukup sering ditemukan barang barang yang tidak berhubungan dengan produksi di lantai produksi, maka dari itu.salah satu strategi pada tahap pertama ini yaitu adalah red-tagging.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Berikut adalah langkah langkah untuk menerapkan strategi red tag ini : Mengajukan proyek red tag Mengidentifikasi target red tag Menentukan kriteria red tag Membuat red tag Memasang Red Tag Melakukan evaluasi barang barang red tag Mendokumentasikan hasil red tag Tabel 5.1 Sort semua item di lantai produksi Kat Jumla In In Item egor h right wrong i (unit) place place 50 Cetakan E 48 2 Batang E 120 118 2 Pengaduk Kuas E 60 60 0 Roll besi E 10 10 0 Gayung E 120 120 0 Kompresor E 2 2 0 Mesin E 5 4 1 Gerinda Mesin E 1 1 0 Potong Palu G 5 5 0 Dempul G 2 2 0 Kape G 50 47 3 Amplas G 10 8 2 Mesin E 3 3 0 amplas Mesin Poles E 2 2 0 Kain lap G 50 50 0 Mesin cat E 1 1 0 semprot Resin A Serat fiber A katalis A Gel coat A PVA A Pigmen A Kaleng Cat E 89 75 14 Ember H 55 55 0 Tempat H 25 23 2 Sampah Dinding dalam kereta D 131 131 0 api Rak bagasi D 131 131 0 Plafon Atas D 131 131 0 Frame D 131 131 0 Jendela

Meja kecil Part Children Playground Part Water Slide Masker Helm pengaman Mesin Drill Mesin Bor

D C C G G E E

131 73 92 80 80 1 4

131 65 88 75 75 1 4

0 8 4 5 5 0 0

5.2 RAPIH (SET IN ORDER) Setelah melaksanakan tahap pertama dari 5S yaitu sort dengan baik, langkah berikutnya adalah mengimplementasikan tahap kedua yaitu set in order. Sort dan Set in order akan berkerja optimal bila diimplementasikan bersama. Konsep dari Set in order sendiri adalah menata setiap peralatan yang digunakaan sehingga mudah untuk digunakan, memberikan label pada setiap peralatan sehingga siapapun dapat menemukannya dan mengembalikannya ke tempat yang seharusnya dengan cepat. Set in order menjadi sangat penting karena konsepnya yang mampu menghilangkan berbagai macam waste dalam produksi seperti, waktu mencari, kesulitan penggunaan peralatan, dan kesulitan pengembalian barang, energi yang dikeluarkan oleh pekerja karena hal hal tersebut, mengurangi kemungkinan terjadinya human error, dan lain sebagainya. Set in order menjadi dasar yang penting dalam standarisasi. Berikut adalah usulan toolbox yang dibuat oleh peneliti :

T ools

T ools `

T ools

T ools

Gambar 5.1 Usulan Toolbox Keterangan : Tooling disusun berdasarkan jumlah pemakaian yang paling banyak sebagai prioritasnya. Untuk kotak tools 1 adalah untuk

peralatan dengan tingkat penggunaan paling tinggi dan kotak tools 4 untuk tingkat penggunaan paling rendah. 5.3 RESIK (SHINE) Bila kedua tahapan sebelumnya telah dijalankan sebaiknya maka saatnya bergerak ke tahap berikutnya yaitu seiso (shine) dengan konsepnya yaitu kebersihan. Kebersihan adalah keadaan bebas dari kotoran, termasuk di antaranya, debu, sampah, dan bau. Kebersihan seluruh aspek pada lantai produksi harus diperhatikan, karena hal ini sangat berhubungan dengan semangat dan kesehatan pekerja, kotoran yang mampu memperpendek umur mesin dan keamanan pekerja sendiri. Untuk kebersihan pada PT. SAPERNUSA masih sangat kurang baik karena terdapat sampah dan yang berserakan di sekitar lantai produksi. Untuk mengatasi masalah kebersihan dengan shine ini, berikut langkah langkah yang perlu dilakukan: 1. Identifikasikan lokasi dan peralatan yang perlu dibersihkan 2. Membagi tugas dalam proses pembersihan 3. Menentukan metode pembersihan Pemantauan dalam proses pembersihan merupakan bagian yang sangat penting dalam metode pembersihan, pemantauan ini harus dilakukan setiap harinya. Berikut adalah tabel checklist yang diusulkan oleh peneliti untuk memantau proses pembersihan di PT. SAPERNUSA : Tabel 5.2. Shine checklist

5.4

RAWAT (STANDARIZE) Bila ketiga langkah sebelumnya telah dijalankan dan diterapkan dengan baik maka, langkah selanjutnya adalah dengan melakukan standarisasi. Pada tahapan ini, dibutuhkan kekonsistenan dari pihak perusahaan untuk menjalankan ketiga tahapan sebelumnya dengan baik, karena tahap ini pada dasarnya adalah untuk mengikat ketiga tahapan tersebut, Dimana pada proses ini dilakukan pengembangan dari ketiga tahapan yang telah dilakukan sebelumnya untuk dapat dijalankan sebaik baiknya menjadi budaya yang ada di lantai produksi. Berikut adalah langkah - langkah yang diusulkan oleh peneliti untuk diterapkannya standarize ini pada PT. SAPERNUSA : 1. Menugaskan dan memberi tanggung jawab atas kelangsungan proses ketiga tahapan sebelumnya (Sort, Set in order, Shine) di lantai produksi. 2. Mengintegrasikan ketiga tahap sebelumnya (3S) dalam pekerjaan sehari hari. 3. Mengevaluasi kembali 3 S dan kedua proses standarisasi sebelumnya. 5.5 RAJIN (SUSTAIN) Tahap ini merupakan tahap terakhir dari metode 5S, dimana pada tahap ini perusahaan akan mengusahakan bagaimana prosedur yang baik ini tetap berjalan dengan stabil dan konsisten di lantai produksi. Penerapan 5S tidak akan berhasil tanpa adanya kesadaran dan kekonsistenan, Selain itu diperlukan komitmen tinggi dalam melaksanakan 5S ini dimana komitmen ini merupakan kesadaran

secara menyeluruh baik tertanam dalam hati maupun pikiran setiap karyawan yang akhirnya menjadi budaya yang baik. Sebagai upaya perusahaan dalam meningkatkan kerajinan dan disiplin pribadi dari masing-masing pekerja, maka perusahaan harus mengupayakan beberapa hal agar penerapan metode 5S ini dapat menjadi suatu kebiasaan dan berguna untuk PT. SAPERNUSA. Berikut adalah upaya yang diusulkan oleh peneliti : Membuat prosedur standar yang jelas seperti membuat papan yang membantu karyawan selalu mengingat tentang pentingnya penerapan metode 5 S ini. Memberikan penyuluhan dan pemahaman lanjut mengenai pentingnya penerapan metode ini dan hubungannya dengan produktivitas perusahaan. Selanjutnya adalah mengevaluasi para pekerja sehingga diketahui kesalahan-kesalahan yang dapat diperbaiki untuk menjadi lebih baik di masa mendatang. Memberikan dukungan/motivasi terhadap karyawan untuk selalu melakukan yang terbaik contohnya yaitu memberikan penghargaan (reward) terhadap karyawan yang berprestasi dalam kontribusinya menerapkan metode 5 S ini, atau dengan bonus. Dengan adanya upaya tersebut, maka pekerja akan termotivasi untuk selalu menerapkan 5S untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Memberikan sanksi tegas pada karyawan yang tidak disiplin menerapkan metode ini, Kedisiplinan merupakan faktor utama dalam keberhasilan penerapan metode ini. VI. ANALISA DAN EVALUASI Berdasarkan pengamatan serta pengolahan data yang telah dilakukan oleh peneliti pada lantai produksi PT. SAPERNUSA, maka dapat dilakukan analisa mengenai kondisi lantai produksi saat ini. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa perusahaan belum menerapkan 5S sehingga peneliti mengusulkan beberapa rancangan 5S yang mampu mengimprovisasi kegiatan produksi pada perusahaan. Meskipun saat ini di perusahaan kegiatan produksi lancar namun peneliti melihat penerapan 5S di perusahaan sangat perlu untuk dilakukan sebab melihat kondisi lingkungan lantai produksi yang kurang baik berdasarkan metode 5S sehingga kegiatan produksi dapat berlangsung lebih baik lagi di kemudian hari. Kondisi lantai produksi pada perusahaan dapat dikatakan kurang baik dikarenakan banyaknya ketidakteraturan baik dalam penempatan material, kebersihan, lokasi barang jadi, barang setengah jadi, dan sebagainya. Seperti yang telah diamati bahwa terjadi penumpukan material atau bahan baku pada lantai produksi dimana komponen tersebut belum akan diolah pada saat itu juga. Hal ini cukup menganggu daerah

kerja dari pekerja dimana selain daerah kerja bertambah sempit karena barang jadi atau barang setengah jadi berserakan dimana-mana sehingga menggangu jalur transportasi. Pekerja juga mungkin merasa sulit membedakan antara barang setengah jadi yang akan diolah saat itu juga atau tidak karena menumpuknya barang tersebut di daerah kerja mereka. Selain itu penumpukan bahan baku juga membuat lantai produksi perusahaan menjadi berantakan dan jalan untuk lalu lintas menjadi sempit. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka peneliti menerapkan salah satu strategi yang terdapat pada pilar utama yaitu strategi Red-tag. Strategi ini adalah strategi menggunakan label atau penanda berwarna merah yang menunjukkan kegunaan suatu barang. Pemberian label ini dapat memisahkan atau memilah antara barang yang akan digunakan atau barang yang tidak digunakan sesuai prinsip pilar pertama Sort. Dengan adanya pemberian red-tag pada maka lantai produksi akan terlihat lebih rapi dan teratur serta area kerja pun juga tidak dipenuhi oleh tumpukan-tumpukan komponen atau bahan baku. Alasan adanya penumpukan material-material tersebut dikarenakan bahwa material tersebut akan diproses namun untuk mempermudah dalam memproses material tersebut peneliti menganjurkan untuk memilah terlebih dahulu komponen yang terlebih dahulu akan dipakai dan komponen yang akan dipakai kemudian dengan alasan lebih mudah dan tidak mengurangi luas area kerja akibat penumpukan material. Barang-barang yang telah diberi red-tag pun juga memperoleh perlakuan yang berbeda. Perlakuan tersebut dapat berupa dibuang, disimpan atau dikembalikan dalam red-tag area, diolah atau lainnya tergantung pemilahan yang telah dilakukan sebelumnya. Untuk itu pada saat memilah sebaiknya dipilah secara sungguh-sungguh antara komponen-komponen yang ada dalam lantai produksi. Dengan adanya strategi atau penerapan pilar pertama ini maka peneliti berharap lantai produksi pada perusahaan dapat disusun lebih baik atau tertata dengan teratur dan rapi untuk dapat mengimprovisasi kegiatan produksi pada perusahaan. Selain masalah pada lantai produksi, peneliti juga menemukan adanya kekurangan dalam penyimpanan komponen pada rak-rak atau lemari penyimpanan. Seperti yang telah diamati bahwa rak-rak tersebut diisi oleh berbagai barang jadi dan barang setengah jadi dengan penyusunan yang tidak rapi sehingga akan menyulitkan orang yang akan mengambil barang. Selain itu hampir kebanyakan rak-rak tersebut tidak diberi nama atau label yang menunjukkan tempat penyimpanan barang jadi atau barang setengah jadi tersebut. Dan hal ini tidak sesuai dengan prinsip pilar kedua yaitu Set in Order dimana kita harus mampu meletakkan

atau menyimpan benda-benda dalam susunan yang benar. Maka dari itu peneliti mengusulkan suatu strategi yaitu dengan menggunakan pelabelan pada rak-rak tersebut sehingga memudahkan dalam mencari lokasi penyimpanan. Begitu juga dengan tidak adanya papan penanda yang berfungsi untuk mengidentifikasi apa,dimana, dan berapa banyak benda tersebut ditempatkan dalam suatu lokasi sehingga peneliti mengusulkan pembuatan suatu signboards yang menandakan suatu lokasi. Kekurangan lain adalah tidak adanya batasan antara work center yang satu dengan work center yang lain sehingga pekerja akan bekerja dengan tidak nyaman karena area kerja yang sempit. Oleh karena itu peneliti mengusulkan strategi outlining sehingga terdapat batasan yang jelas antara area kerja yang satu dan area kerja yang lain dan juga jalur transportasi. Selanjutnya yang paling banyak terlihat dalam kondisi kerja lantai produksi perusahaan adalah banyaknya kotoran-kotoran yang amat mengganggu pekerjaan dari pekerja selain itu kotoran juga terlihat mengotori mesin dan peralatan peralatan lain yang dapat mengikis umur dari peralatan tersebut. Untuk itu peneliti mengusulkan suatu rancangan supaya tercipta kondisi lingkungan kerja yang lebih baik berdasarkan prinsip pilar ketiga yaitu Shine. Pada pilar ketiga ini peneliti mengusulkan dilakukannya pembersihan secara berkala pada lantai produksi perusahaan. Pembersihan dilakukan dari berbagai macam objek atau area yang menjadi target bersih-bersih. Setiap komponen yang ada dalam lantai produksi dilakukan pembersihan secara berkala untuk memperoleh kondisi kerja yang lebih baik. Mesinmesin serta peralatan pun juga harus dibersihkan secara terus-menerus supaya tidak mengurangi umur pemakaian alat dan kotoran-kotoran yang terdapat pada mesin tidak membuat menjadi cepat rusak. Peneliti mengusulkan dengan membagi-bagi tugas bersih-bersih secara merata kepada setiap karyawan serta metode yang dilakukan. Dengan adanya penerapan pilar ketiga ini diharapkan terciptanya kondisi ideal dalam bekerja dan mengurangi waste yang ada. Setelah sukses menerapkan ketiga pilar sebelumnya maka diperlukan pilar keempat yang berguna sebagai pengikat ketiga pilar tersebut sehingga ketiga pilar tersebut tetap dilaksanakan secara konsisten. Peneliti menghimbau perusahaan supaya lebih menekankan standarisasi kepada para karyawan dimana hal ini untuk mencegah kembali ke kondisi awal. Apabila terjadi maka segala upaya dalam mengimplementasikan 5S akan berakhir siasia. Proses pilar keempat ini bermaksud supaya semua orang dalam lingkungan kerja memiliki kesadaran dalam menerapkan hal yang lebih baik dalam bekerja untuk meningkatkan kegiatan produksi dan juga meningkatkan tanggung jawab serta rasa peduli terhadap pekerjaannya. Hal ini

juga dapat membantu perusahaan dalam menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat menyebabkan pemborosan dan mengganggu kelancaran proses produksi. VII. 7.1 KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengolahan data serta analisa yang telah dilakukan oleh peneliti di PT. SAPERNUSA maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. PT. SAPERNUSA belum menerapkan metode 5S di keseluruhan lantai produksi. 2. Penempatan material, tools, barang jadi, dan barang setengah jadi yang terdapat pada perusahaan kurang baik dimana tidak ada ruang simpan khusus sehingga apabila ada ruang atau tempat kosong langsung dijadikan sebagai tempat penyimpanan. 3. Informasi yang kurang jelas pada material, tools, barang jadi, dan barang setengah jadi yang ingin disimpan atau akan diolah. Tidak adanya pelabelan pada barang barang tersebut sehingga akan mempersulit dalam mencari sesuatu yang diperlukan. 4. Terdapat berbagai macam kondisi yang tidak sesuai dengan 5S yaitu : o Terjadinya penumpukan material, tools, barang jadi, dan barang setengah jadi disekitar area produksi. o Penyimpanan material, tools, barang jadi, dan barang setengah jadi yang kurang baik dan kurang teratur. o Lantai kerja yang sangat kotor akibat sampah dan scrap yang berserakan o Mesin-mesin sangat kotor akibat tidak adanya perawatan dan pembersihan mesin secara berkala. 5. Usulan dari penerapan 5S yang diusung oleh peneliti adalah : o Menggunakan Red-tag Strategy dalam memilah-milah material, tools, barang jadi, dan barang setengah jadi yang terdapat di sekitar area produksi berdasarkan urutan penggunaannya. o Menggunakan label pada rak-rak penyimpanan material, tools, barang jadi, dan barang setengah jadi untuk memudahkan dalam menyimpan, mengambil, serta mengembalikannya. o Melakukan bersih-bersih secara rutin dan berkala mulai dari hal yang paling sederhana seperti membersihkan mesin yang akan digunakan sebelum dan sesudah digunakan hingga hal yang paling

sulit yaitu pembersihan total seluruh lantai produksi. o Melakukan disiplin kerja dalam penerapan 5S di lantai produksi serta memberikan punishment bagi yang melanggar 6. Dalam mengusulkan penerapan 5S ini perusahaan pasti mengeluarkan tenaga dan waktu yang lebih untuk merombak kondisi sekarang menjadi sesuai dengan penerapan yang diusulkan. Begitu pula dengan biaya serta tenaga kerja yang dibutuhkan pun dapat bertambah namun diharapkan setelah menerapkan 5S kegiatan produksi dapat berjalan dengan lebih baik di kemudian hari.

Muhaimin. (2010). Aplikasi 5S/5R (Seiri,

Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke). (online).http://www.muhaimin.web.id/2009/08/20/ aplikasi-5s5r-seiri-seiton-seiso-seiketsushitsuke/ (diakses pada tanggal 20 Oktober 2011). Sukmoro,W.(2009).5S+Safety.(on-line). http://bestmanufacturing.blogspot.com/2009_03 _01_archive.html (diakses pada tanggal 20 Oktober 2011).

7.2

SARAN Saran yang dapat diberikan oleh peneliti kepada PT. SAPERNUSA dalam rangka penerapan 5S untuk improvisasi kegiatan produksi adalah sebagai berikut : 1. Perusahaan menerapkan metode 5S ini karena metode 5S ini sangat berguna untuk perusahaan terutama dalam memperbaiki kondisi lingkungan kerja pada lantai produksi untuk mengurangi pemborosan pemborosan yang terjadi. 2. Dalam menerapkan 5S ini hendaknya perusahaan menerapkan sistem punishment and reward bagi karyawan sehingga karyawan lebih termotivasi dalam melakukan pekerjaannya. 3. Penerapan 5S selalu dilakukan secara serius dan rutin dengan tingkat disiplin yang tinggi supaya program 5S ini mampu menjadi budaya sehari-hari yang baik dalam melakukan kegiatan produksi.

VIII. DAFTAR PUSTAKA Hirano, H. (1996). 5S for Operator : 5 Pillars of The Visual Workplace. New York : Productivity Press. Hutahaean, H.A. (2009). Modul Mata Kuliah TKI 336 Praktikum Sistem Produksi. Jurusan Teknik Industri, Unika Atmajaya, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai