Anda di halaman 1dari 9

ISSN 0852-4777

SISTEM JAMINAN KUALITAS

IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU UNTUK PENINGKATAN KINERJA LABORATORIUM BERDASARKAN ISO GUIDE 25
Farida*, Purwadi Kasino Putro**, Nur Tri Harjanto*, dan Boru Dwi Sumarna***
ABSTRAK Kinerja suatu laboratorium ujI/kalibrasi dalam meningkatan mutu produk dan jasa di era globalisasi saat ini sangat diperlukan mengingat data yang dapat dipercaya dan handal yang dihasilkan dari suatu laboratorium memegang peranan penting. Hal ini dapat diupayakan dengan meningkatkan dan mengendalikan mutu produk dan jasa melalui suatu sistem manajemen mutu laboratorium berdasarkan pedoman BSN 1011991 yang diadopsi dari ISO Guide 25 sehingga laboratorium uji/kalibrasi dapat memberlakukan praktekpraktek pengujian yang baik yang dikenal dengan GLP (Good Laboratory Practice). Pengakuan mutu laboratorium secara formal dilakukan melalui akreditasi oleh lembaga akareditasi nasional, dan yang berwenang memberikan sertifikat akreditasi di Indonesia adalah KAN (Komite Akreditasi Nasional). Tujuan dari pelaksanaan sistem manajemen mutu melalui akreditasi adalah untuk meningkatkan status dan standar laboratorium uji/kalibrasi; menjamin mutu produk dan atau jasa yang dihasilkan; mampu memberikan jaminan mutu kepada konsumen, tenaga kerja dan masyarakat dalam segi keamanan, keselamatan, kesehatan dan fungsi lingkungan hidup; mampu menghadapi persaingan ketat di pasaran dunia; mampu mempertahankan dan memperbesar pangsa pasar; dan mampu meningkatkan keterimaan dan kepercayaan di pasaran domestik dan internasional. Dengan telah dilakukannya akreditasi, maka akan memberikan manfaat bagi laboratorium seperti meningkatkan dan memelihara kinerja laboratorium; meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap mutu pelayanan; memberikan kemudahan untuk mengaksess bagi calon pelanggan; jaminan terhadap kehandalan dan keakuratan data; memberikan pengakuan kompetensi laboratorium dan keuntungan pemasaran serta meningkatkan keterimaan di pasar internasional.

1. PENDAHULUAN Memasuki era globalisasi, setiap produk dan jasa yang dihasilkan harus memenuhi suatu jaminan mutu secara totalitas yang meliputi persyaratan keamanan, keselamatan, dan kesehatan bagi pemakainya, dan perlindungan fungsi lingkungan. Untuk meningkatkan dan menambah keunggulan kompetitif, diperlukan suatu pengembangan prasarana teknis yang meliputi standardisasi, pengujian dan mutu. Dengan demikian, tantangan dan peluang yang akan dihadapi adalah bagaimana produk dan jasa yang dihasilkan dapat dipasarkan di dalam negeri, dapat bersaing dengan produk impor, dan pangsa pasar ekspor dapat dipertahankan dan diperbesar. Oleh karena itu, perlu adanya suatu sistem manajemen mutu dalam upaya peningkatan dan pengendalian mutu produk dan jasa mela-

lui sistem standardisasi dan pengawasaan yang berlaku secara internasional. Pelaksanaan sistem manajemen mutu ini perlu dituangkan dalam suatu program jaminan mutu yang meliputi pengujian terhadap produk dan jasa sehingga laboratorium penguji/kalibrasi teruji dengan baik, praktek-praktek pengujian yang baik (GLP- Good Laboratory Practice) dapat diberlakukan, dan hasilnya diakui secara internasional dengan mampu memberikan data ilmiah yang dapat dipercaya secara terus menerus. Perkembangan teknologi menuntut efisiensi dan mutu produk yang tinggi, dan konsumen semakin selektif dalam melakukan pembelian produk sehingga akan menuntut pula liberalisasi perdagangan bebas dan transparansi perdagangan internasional yang

URANIA No.23-24/Thn VI/Juli-Oktober2000

41

FARIDA dkk,

Implementasi SMM Untuk Peningkatan Kinerja Laboratorium Berdasarkan ISO Guide 25

akan menyebabkan terjadinya perang ilmiah yang saling menekan dan saling proteksi. Dalam hal ini sangat diperlukan upaya peningkatan dan pengendalian mutu produk dan jasa sebagai suatu jaminan mutu secara totalitas, dan ini hanya dapat terwujud melalui sistem standardisasi dan pengawasan mutu yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan mengacu pada sistem atau standar yang berlaku di dunia internasional. Pelaksanaan sistem manajemen mutu memberikan dampak pada laboratorium untuk melakukan pengujian yang baik menyangkut kriteria teknis sekaligus hasil ujiannya dapat diakui dan dipercaya oleh semua pihak. Kepercayaan terhadap laboratorium penguji yang secara terus menerus memberikan hasil yang dapat dipercaya merupakan hal yang sangat penting bagi pengguna jasa laboratorium, dan kepercayaan itu dibuktikan dengan adanya pengakuan secara formal terhadap kemampuan laboratorium dalam melaksanakan pengujian. Pengakuan mutu suatu laboratorium dilakukan melalui suatu sistem penilaian kesesuaian (conformity assessment system) yang mencakup kegiatan akreditasi dan sertifikasi berdasarkan standar baku dan diakui secara internasional. Hal ini diperlukan untuk memudahkan dilakukannya saling pengakuan baik ditingkat regional maupun internasional, karena pada dasarnya saling pengakuan inilah yang akan memberikan manfaat maksimal bagi laboratorium yang diakreditasi. Lembaga akreditasi yang berwenang untuk melakukan akreditasi di Indonesia adalah KAN (Komisi Akreditasi Nasional) yang secara struktural di bawah BSN (Badan Standardisasi Nasional, yang dibentuk pada tahun 1997). Pedoman yang digunakan untuk menilai kriteria laboratorium yang akan melaksanakan praktek Good Laboratory Practice (GLP) terhadap kelayakan diakredita-si adalah Pedoman BSN 101-1991. Dengan demikian, akreditasi dapat menyatukan semua sistem akreditasi laboratorium yang ada di Indonesia, memberikan pengakuan resmi kepada laboratorium yang menunjukkan 42

kemampuan dan kewenangan dalam pengujian tertentu berdasarkan BSN101-1991, meningkatkan status dan standar laboratorium penguji dan mempromosikan penerimaan baik di dalam maupun di luar negeri.

2. LATAR BELAKANG 2.1 PENERAPAN STANDAR DALAM LABORATORIUM PENGUJIAN Usaha peningkatan mutu adalah melalui penerapan standar persyaratan mutu yang berlaku secara internasional seperti yang disusun oleh ISO (International Organization for Standardization), IEC (International Electrotechnical Commision) dan CAC (Codec Alimentarius Commision). Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak, termasuk pula pengertian metrologi teknis, standar, pengujian dan mutu. BSN sebagai lembaga pemerintah mempunyai tugas untuk mengembangkan dan membina kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian di Indonesia serta menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI)[1]. Kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian diberbagai instansi di-koordinasikan dan disinkronisasikan dalam suatu Sistem Standardisasi Nasional (SSN). Untuk persiapan memasuki era perdagangan bebas, produk dan jasa yang dihasilkan dengan menggunakan standar yang berlaku secara internasional dapat menghindarkan hambatan-hambatan teknis dalam perdagangan. Tujuan akhir dari kegiatan standardisasi di Indonesia adalah terwujudnya jaminan mutu produk dan jasa yang dapat melindungi konsumen dalam segi keamanan, keselamatan, kesehatan dan fungsi lingkungan hidup; menunjang kelancaran masuknya produk dan jasa Indonesia di dalam pasar bebas di lingkungan ASEAN, APEC; meningkatkan keterimaan dan kepercayaan atas barang dan jasa yang dihasilkan Indonesia di pasar domestik dan internasional; dan melindungi URANIA No.23-24/Thn VI/Juli-Oktober 2000

FARIDA dkk,

Implementasi SMM Untuk Peningkatan Kinerja Laboratorium Berdasarkan ISO Guide 25

konsumen Indonesia atas masuknya barangbarang impor ke Indonesia. Penerapan SNI dapat lebih berhasil guna dan berdaya guna jika didukung dengan sistem sertifikasi, pengujian dan kalibrasi yang andal, serta dapat dipercaya yang dilakukan dengan persyaratan-persyaratan internasional.

2.2 KRITERIA MUTU LABORATORIUM PENGUJI/KALIBRASI Pelaksanaan manajemen sistem mutu perlu di didukung oleh laboratorium penguji yang baik, dalam pengertian, laboratorium penguji tersebut telah memberlakukan praktekpraktek pengujian yang baik (GLP). Untuk mencapai tujuan tersebut laboratorium penguji di Indonesia harus mengikuti pedoman BSN 101-1991 yang diadopsi dari ISO/IEC Guide 25 yang berlaku secara internasional . ISO /IEC Guide 25 merupakan standar internasional persyaratan umum kemampuan laboratorium kalibrasi dan laboratorium uji yang diterbitkan pada tahun 1990. Perkembangan standar ini diawali dengan keinginan Komisi Eropa agar badan-badan akreditasi dapat menggunakan satu dokumen kriteria untuk akreditasi laboratorium. ISO/IEC Guide 25 telah digunakan oleh badan-badan akreditasi dari negara anggota ISO sebagai dokumen kriteria. Pada tahun 1991 panitia teknik CASCO bersama CEN-CENELEC CEN/CLC TC 1 telah menyelidiki kemungkinan untuk menerima ISO/IEC Guide 25 1990 sebagai revisi dan EN 45001. Pada tahun 1993 CEN/CLC TC 1 meminta ISO untuk memulai melakukan revisi. Revisi ISO/IEC guide 25 pada saat ini telah memasuki tahap rancangan final standar internasional FDIS 17025 . Badan akreditasi dunia termasuk KANBSN akan menerima ISO 17025 sebagai dokumen kriteria baru bila standar ini telah diterima dan diterbitkan. Guna memenuhi persyaratan dalam pedoman BSN-101-1991, laboratorium harus mempunyai sistem mutu yang sesuai dengan jenis, ruang lingkup dan volum kegiatan atau

pengujian yang dilakukan. Unsur-unsur sistem mutu tersebut dirumuskan dalam suatu panduan mutu yang terdokumentasi dan terkendali. Pada umumnya dokumen sistem mutu laboratorium terdiri atas lima macam dokumen yang mencerminkan tingkatan dari dokumen-dokumen tersebut. Dokumen yang pertama adalah panduan mutu yang merupakan dokumen acuan utama untuk melaksanakan kegiatan atau pengujian. Dokumen yang kedua adalah prosedur yaitu dokumen yang berisi rincian langkah-langkah dalam melakukan kegiatan tertentu. Dokumen yang ketiga adalah instruksi kerja yaitu dokumen yang biasanya berisi instruksi yang digunakan di laboratorium dalam melakukan kegiatan. Dokumen yang keempat adalah formulirformulir yang digunakan, dan dokumen yang kelima adalah dokumen penunjang lainnya seperti standar mutu suatu produk yang digunakan .

2.3 AKREDITASI LABORATORIUM MERUPAKAN NILAI TAMBAH Akreditasi baik bagi laboratorium maupun bagi pelanggan laboratorium merupakan suatu nilai tambah[5] yang sangat menguntungkan, karena ia berfungsi pula sebagai peluang sekaligus pendorong peningkatan, formalisasi sistem mutu, dan evaluasi dan pemeliharaan kompetensi teknis. Jaminan bagi manajemen adalah sistem mutu dan kompetensi teknis tersebut di atas didokumentasikan dan diakses secara berkala dengan menfasilitasi kesinambungan mutu jasa laboratorium pada tingkat yang diinginkan dan pengakuan atas akreditasi pasar dunia. Bagi pelanggan, akreditasi laboratorium dapat membuktikan kejelasan dan kualifikasi jasa laboratorium yang ditawarkan, asesmen dan surveilens pihak ketiga terhadap laboratorium, dan tingkat penerimaan nasional dan internasional yang lebih tinggi atas hasil pengujian.

3. PERSIAPAN MENUJU AKREDITASI Dalam rangka pengembangan sistem 43

URANIA No.23-24/Thn VI/Juli-Oktober 2000

FARIDA dkk,

Implementasi SMM Untuk Peningkatan Kinerja Laboratorium Berdasarkan ISO Guide 25

mutu dan penerapannya dalam kegiatan operasional laboratorium sehari-hari untuk menuju akreditasi, maka persiapan-persiapan akreditasi dapat dilakukan dengan sistem sebagai berikut :[4] a. Tanggung jawab manajemen dan komitmen

- Menyelenggarakan pertemuan awareness untuk meningkatkan pemahaman seluruh personil laboratorium terhadap Pedoman BSN 101-1991 - Menyelenggarakan pelatihan dokumentasi sistem mutu - Menyelenggarakan pelatihan teknis pengendalian mutu dan teknik pengujian. - Menyelenggarakan internal sistem mutu. pelatihan / audit

Tanggung jawab manajemen pimpinan puncak adalah menetapkan tujuan dan kebijakan mutu serta komitmennya untuk mencapai tujuan mutu. Manajemen melakukan analisis kondisi yang ada saat ini dan hambatan-hambatan yang mungkin timbul. Selanjutnya menyiapkan sumber daya manusia atau personil terkualifikasi yang dibutuhkan serta mendefinisikan tugas, tanggung jawab dan wewenangnya. Untuk menetapkan struktur organisasi harus menunjuk manajer teknis dan manajer mutu. Untuk kelancaran dalam persiapan menuju akreditasi sebaiknya membentuk Tim pelaksana persiapan akreditasi dengan tugas sebagai berikut : - Melakukan inventarisasi sumber daya, yang meliputi; organisasi, personil, sarana dan kondisi lingkungan, peralatan pengujian, metoda, rekaman, dana dan sumber daya lainnya yang dibutuhkan. - Menentukan format, struktur dan isi dokumentasi mutu. - Mengumpulkan dan mengolah informasi untuk menjadi bahan dalam perancangan sistem mutu yang sesuai dengan kegiatan operasional laboratorium. - Menulis konsep dokumentasi mutu dengan bantuan pihak terkait tergantung jenis dokumen. - Mengkomunikasikan dan menyempurnakan konsep. - Memberikan dorongan kepada staf dan melakukan supervisi serta pengarahan. b. Pendidikan dan Pelatihan

- Pertemuan sosialisasi sistem mutu. - Pelatihan fasilisator. c. Dokumentasi sistem mutu - Penulisan panduan mutu - Penyusunan prosedur

komunikasi

- Penyusunan instruksi kerja dan format yang diperlukan. - Membuat sistem rekaman. d. Implementasi sistem mutu - Menyelenggarakan pengoperasian kegiatan laboratorium sesuai dengan yang tertulis di dalam dokumen sistem mutu. - Melakukan pengendalian dokumen. - Memelihara sistem. rekaman implementasi

- Mengidentifikasi permasalahan yang timbul dan ide pemecahannya, dan merekam. - Menyelenggarakan konsisten. pelatihan dengan

e. Audit mutu internal dan tinjauan - Menyelenggarakan audit internal sistem mutu untuk memeriksa kecukupan dokumentasi mutu terhadap standar dan konsistensi implementasinya. - Menindak lanjuti temuan - Melakukan kajian efektifitas sistem mutu. - Melakukan improvement.

44

URANIA No.23-24/Thn VI/Juli-Oktober 2000

FARIDA dkk,

Implementasi SMM Untuk Peningkatan Kinerja Laboratorium Berdasarkan ISO Guide 25

4. ELEMEN-ELEMEN PEDOMAN BSN 101 1991 : Di indonesia ISO/IEC Guide 25[3] telah diadopsi menjadi Pedoman BSN 011991[2] yang elemen-elemennya dapat diringkaskan sebagai berikut Bagian 1: Ruang Lingkup, menyatakan bahwa pedoman ini merupakan persyaratan umum yang harus diacu oleh laboratorium untuk menunjukkan kompetensinya melakukan uji atau kalibrasi tertentu. Bagian 2: Acuan, menyebutkan beberapa standar ISO, ISO/IEC Guide dan publikasi bersama dari BIPM, IEC, ISO, dan OIML mengenai vocabulary dasar dan istilah umum dibidang metrologi yang digunakan sebagai acuan. Bagian 3: Definisi, menyatakan bahwa dalam pedoman ini dipergunakan definisi yang dimuat dalam ISO/IEC Guide 2- 1986, ISO 8402 1986 dan VIM 1984 Bagian 4: Organisasi dan manajemen, menyebutkan persyaratan bahwa laboratorium harus mempunyai dasar hukum yang dapat diidentifikasi dan struktur organisasi serta rincian tugas dan tanggung jawab yang jelas sehingga dapat menghindarkan terjadinya duplikasi. Laboratorium harus dikelola sedemikian hingga mampu mengambil keputusan secara mandiri dan integritasnya selalu terpelihara. Ditegaskan pula bahwa laboratorium harus mempunyai prosedur yang mampu memberikan jaminan bahwa personilnya bebas dari segala tekanan komersial, keuangan ataupun tekanan yang lain yang dapat mempengaruhi mutu kerjanya. Komitmen ini ditekankan dalam kebijakan mutu pimpinan puncak. Laboratorium harus mempunyai manajer teknis yang bertanggung jawab terhadap segala kegiatan teknis dan manajer mutu yang bertanggung jawab atas sistem mutu dan penerapannya. Mengingat tanggung jawabnya yang strategis, maka perlu adanya URANIA No.23-24/Thn VI/Juli-Oktober 2000

prosedur penunjukan pejabat yang mewakilinya jika pejabat yang bersangkutan tidak hadir. Bagian 5: Sistem Mutu, Audit dan Kaji Ulang, mempersyaratkan bahwa laboratorium harus mengembangkan dan menerapkan sistem mutu yang sesuai dengan jenis, rentang dan volume kegiatan pengujian/kalibrasi yang dilakukan. Yang dimaksud dengan sistem mutu adalah struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur, proses dan segala sumber daya yang digunakan untuk mengimplementasikan manajemen mutu. Lebih lanjut, sistem mutu tersebut termasuk kebijaksanaan mutu, yaitu tujuan organisasi secara keseluruhan berkaitan dengan mutu dan komitmen pimpinan untuk mencapai tujuan tersebut harus didokumentasikan dalam panduan mutu yang kemudian dikomunikasikan kepada seluruh personil untuk dapat dipahami dan diimplementasikan seperti yang diinginkan. Secara umum dokumentasi mutu mempunyai susunan hierarkis sebagai berikut : - Level 1: Panduan Mutu, berisi kebijakan mutu, sistem mutu dan pelaksanaan mutu dalam suatu organisasi. Panduan mutu merupakan dokumen induk yang merumuskan kebijakan dan prinsip-prinsip dasar yang digunakan dalam pengoperasian laboratorium, dan memberikan hubungan koordinasi dengan kumpulan prosedur-prosedur pengoperasian, informasi sumber daya dan rekaman yang menentukan sistem mutu laboratorium . - Level 2: Prosedur Mutu, berisi penjelasan mengenai cara yang digunakan untuk melaksanakan sistem mutu yang ditetapkan dalam Panduan Mutu. Dalam prosedur mutu dijelaskan mengenai apa, siapa, bagaimana, kapan sesuatu harus dilaksanakan, sumber daya apa yang dibutuhkan dan sebagainya. - Level 3: Metoda/Instruksi Kerja, berisi penjelasan mengenai cara yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu

45

FARIDA dkk,

Implementasi SMM Untuk Peningkatan Kinerja Laboratorium Berdasarkan ISO Guide 25

dan merupakan dokumen yang ditunjuk oleh dokumen yang levelnya lebih tinggi. - level 4: Formulir dan rekaman, adalah formulir yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan sesuai instruksi kerja serta barang-barang bukti yang diperoleh berkaitan dengan pelaksanakan kegiatan. Laboratorium berkewajiban untuk memutahirkan dokumen mutu dalam kendali personil yang telah ditetapkan untuk bertanggungjawab terhadap sistem mutu. Untuk mengimplementasikan hal ini laboratorium harus menetapkan dan mengimplementasikan prosedur pengendalian dokumen. Dalam pengendalian dokumen hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut; harus mencakup seluruh dokumen, harus dimulai sejak awal tahap preparasi, pemeriksaan, persetujuan, pengesahan dan distribusi kepada yang berhak dengan pengawasan oleh personil yang ditunjuk. Jika telah kadaluarsa karena sesuatu hal dokumen harus segera ditarik dari seluruh titik peredaran dan jika ada usulan perubahan implikasinya harus ditinjau oleh penanggung jawab sebelumnya. Perubahan dan revisi harus dikendalikan seketat penerbitan sebelumnya sesuai prosedur, dilakukan dengan mengidentifikasikan dokumen dengan jelas, termasuk status revisinya. Untuk menjaga konsistensi implementasi sistem mutu yang telah ditetapkan, laboratorium wajib menyelenggarakan audit internal. Audit internal harus dilakukan berkala secara teratur dan dapat pula dilakukan sewaktuwaktu jika diperlukan. Audit internal harus dilakukan oleh personil yang terlatih dan mampu untuk itu dan sedapat mungkin tidak berkaitan dengan bidang yang diaudit. Manajer Mutu bertanggung jawab atas penyusunan program, prosedur, perencanaan dan pelaksanaan audit internal. Program audit harus disusun sedemikian sehingga dalam satu tahun audit dapat mencakup seluruh elemen mutu. Hasil audit harus ditindaklanjuti sedemikian sehingga tindakan perbaikan terhadap setiap ketidaksesuaian yang ditemukan selama audit dapat dilakukan dengan benar dan tepat 46

waktu. Dalam bagian ini dipersyaratkan pula kewajiban manajemen laboratorium untuk melakukan tinjauan terhadap sistem mutu minimal sekali dalam setahun. Manajer mutu bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan penyelenggaraan tinjauan manajemen dan menyiapkan agenda serta bahan-bahan yang akan dibahas yang mencakup seluruh hasil audit baik audit internal maupun eksternal, keluhan pelanggan, hasil inter-komparasi, perkembangan teknologi, tuntutan pasar dan hal-hal lain yang berkaitan dengan peningkatan mutu pelayanan pengujian. Tinjauan manajemen dipimpin oleh Pimpinan Puncak dan dihadiri oleh para eksekutif senior. Tinjauan manajemen juga harus ditindaklanjuti dengan tindakan perbaikan secara benar. Laboratorium wajib memelihara rekaman yang berkaitan dengan hasil audit dan tinjauan manajemen termasuk tindakan perbaikan yang dilakukan. Bagian 6: Personalia, mensyaratkan bahwa laboratorium harus mempunyai sumber daya manusia yang cukup, baik jumlah maupun kualifikasinya, mencakup pendidikan, pelatihan, pengetahuan teknis dan pengalaman. Jumlah personil sedemikian sehingga perbandingan antara jumlah penyelia dan jumlah personil yang disupervisi memungkinkan terlaksananya supervisi secara efektif. Untuk menjaga kompetensi teknis personil laboratorium harus mempunyai program pelatihan yang mampu memberikan jaminan bahwa personilnya senantiasa mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan yang mutakhir. Rekaman yang berkaitan dengan kualifikasi, pelatihan, ketrampilan dan pengalaman personil harus dipelihara dengan baik. Bagian 7: Sarana dan Lingkungan, menjelaskan persyaratan umum berkaitan dengan sarana dan lingkungan tempat dilaksanakannya pengujian/kalibrasi. Kondisi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan pengujian yang benar sesuai metoda yang diacu harus dipenuhi. Sarana dan lingkungan harus dijaga agar hal-hal yang dapat menyebabkan tidak valid-nya hasil pengujian atau mempengaruhi URANIA No.23-24/Thn VI/Juli-Oktober 2000

FARIDA dkk,

Implementasi SMM Untuk Peningkatan Kinerja Laboratorium Berdasarkan ISO Guide 25

ketelitian pengukuran yang dispesifikasikan dapat dihindarkan. Persyaratan umum sarana meliputi : Ruang yang cukup, mampu melindungi peralatan dan rekaman Memungkinkan cukup dicapai ketelitian yang

seluruh peralatan secara baik dengan memberikan tanda khusus pada peralatan yang diperkirakan rusak dan menjamin seluruh peralatan dipelihara dengan baik serta dijaga dalam kondisi siap dioperasikan. Laboratorium juga diwajibkan untuk memelihara rekaman peralatan yang mencakup riwayat alat, kalibrasi dan perawatan alat. Bagian 9: Mampu Telusur Pengukuran dan Kalibrasi, menjelaskan bahwa peralatan yang mempengaruhi ketelitian dan keabsahan hasil pengujian harus dikalibrasi dan diverifikasi. Jenis kalibrasi meliputi: Kalibrasi secara fisik yaitu penunjukan alat ukur yang dikalibrasi dibandingkan dengan penunjukan standar yang mempunyai ketidakpastian lebih baik; Kalibrasi dengan teknik pembandingan yaitu kurva kalibrasi alat ukur yang dikalibrasi diperoleh dengan menggunakan material acuan yang mempunyai komposisi atau sifat tertentu yang telah diketahui; Kalibrasi dengan komparasi antar laboratorium yaitu hanya dilakukan jika tidak tersedia material ataupun standar acuan yang mampu telusur. Labaratorium harus menyusun program kalibrasi dan verifikasi yang harus dirancang dan dilaksanakan sedemikian sehingga dapat menjamin dan jika perlu pengukuran tertelusur ke standar nasional. Bagian 10: Metoda Kalibrasi dan Pengujian, menjelaskan persyaratan yang berkaitan dengan kegiatan yang tercakup dalam pekerjaan pengujian/kalibrasi, termasuk pengoperasian peralatan, penanganan dan persiapan benda uji atau barang ysng akan dikalibrasi. Bagian ini mempersyaratkan bahwa laboratorium harus mempunyai instruksi kerja yang didokumentasikan, mengenai pengoperasian peralatan, penanganan dan persiapan sampel, dan instruksi kerja untuk pengujian/kalibrasi. Dalam pelaksanaan pengujian/kalibrasi laboratorium harus menggunakan metoda dan prosedur pengujian/kalibrasi yang sesuai, termasuk prosedur pengambilan sampel, penanganan, pengangkutan, penyimpanan, dan preparasi

Memberikan perlindungan benda uji terhadap kerusakan mekanis atau kontaminasi; Memisahkan secara efektif ruangan yang berdekatan yang tidak kompatibel.

Persyaratan umum lingkungan meliputi : Penerangan: penerangan alami, pencegahan sinar matahari langsung, penerangan tambahan, pencegahan debu. Suhu ruang dan lembab nisbi: peralatan pengkondisi, dehumidifier, pencegahan sinar matahari langsung. Ventilasi dan pencegahan kontaminasi: udara segar, pembuangan debu (exhaust vent). Pengaturan rumah tangga: bersih, teratur dan nyaman. Akustik: penyekat yang kedap, penggunaan pelindung pendengaran

Dalam beberapa hal, sesuai dengan metoda yang diacu, kondisi lingkungan yaitu suhu dan kelembaban harus dipantau, dikendalikan dan direkam sebagaimana mestinya. Untuk menjaga kestabilan kondisi lingkungan, keamanan dan kerahasiaan maka laboratorium harus menetapkan prosedur untuk mengendalikan jalan masuk ke ruang pengujian. Sarana dan lingkungan juga harus diperhatikan berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja serta pengaturan kerumahtanggaan yang baik. Bagian 8: Pembanding, Peralatan dan Bahan

mewajibkan laboratorium dilengkapi dengan peralatan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan pengujian yang benar sesuai metoda yang diacu. Laboratorium harus mengidentifikasi

URANIA No.23-24/Thn VI/Juli-Oktober 2000

47

FARIDA dkk,

Implementasi SMM Untuk Peningkatan Kinerja Laboratorium Berdasarkan ISO Guide 25

benda uji/sampel. Laboratorium wajib menggunakan metoda yang telah dipublikasikan. Jika diperlukan untuk menggunakan metoda yang belum dipublikasikan, metoda tersebut harus didokumentasikan, divalidasi dan disetujui pelanggan. Disamping itu, laboratorium harus : o melakukan pengambilan sampel berdasarkan prosedur yang terdokumentasi dan teknik statistik yang benar; melakukan pemeriksaan perhitungan dan pemindahan data dengan benar; melakukan pemeriksaan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan komputer ; mempunyai prosedur pembelian, penerimaan dan penyimpanan barang-barang yang terpakai habis didokumentasikan. Barang yang

Bagian 12: Rekaman, menjelaskan persyaratan bahwa laboratorium harus mempunyai sistem rekaman yang dapat memberikan bukti objektif penerapan sistem mutu, terutama rekaman yang berkaitan dengan data dan hasil pengujian/kalibrasi. Rekaman mengenai pelaksanaan pengujian harus mampu memberikan informasi yang cukup untuk pengulangan pengujian jika diperlukan, termasuk identifikasi personil pelaksana mulai dari pengambilan contoh, preparasi contoh sampai pelaksanaan pengujian. Laboratorium wajib menjaga keamanan dan kerahasiaan rekaman terhadap pelanggan yang tidak berkepentingan. Laboratorium harus menerapkan prosedur penyimpanan dan pemusnahan rekaman sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Bagian 13: Sertifikat dan Laporan, menjelaskan bahwa hasil pengujian/kalibrasi harus dilaporkan secara akurat, jelas dan objektif dalam sertifikat pengujian, laporan pengujian atau sertifikat kalibrasi. Bagian ini mempersyaratkan informasi minimal yang harus dimuat dalam sertifikat atau laporan hasil pengujian/kalibrasi termasuk di antaranya adalah pernyataan ketidakpastian pengukuran yang diperkirakan. Jika ada sebagian dari pengujian dilakukan oleh sub kontraktor, maka harus diberikan identifikasi terhadap hasil yang dilaporkan sub kontraktor. Berkaitan dengan perbaikan terhadap sertifikat yang telah diterbitkan laboratorium harus mempunyai prosedur yang didokumentasikan yaitu dengan menerbitkan suplemen. Disamping itu, laboratorium harus mempunyai prosedur mengenai pengiriman sertifikat secara elektronik untuk menjaga integritas laboratorium terutama berkaitan dengan konfirmasi kesempurnaan data yang diterima serta kerahasiaan data terhadap pihak yang tidak berkepentingan. Bagian 14: Pengujian, Subkontrak Kalibrasi atau

Bagian 11: Penanganan Dikalibrasi dan Diuji,

menjelaskan persyaratan yang berkaitan dengan penanganan benda uji atau barang yang akan dikalibrasi/diuji. Laboratorium wajib menerapkan sistem, mendokumentasikan, mengidentifikasikan barang yang akan diuji/kalibrasi secara unik, sedemikian sehingga dapat dijamin ketertelusurannya sejak diterima hingga terbit sertifikat hasil uji/kalibrasi. Laboratorium juga harus merekam semua kondisi barang yang akan diuji/kalibrasi yang menyimpang dari kondisi standar seperti yang dispesifikasikan dalam metoda uji/kalibrasi dan mengkonsultasikan dengan pelanggan sebelum dilakukan proses selanjutnya. Untuk menghindarkan terjadinya pengurangan mutu barang yang akan diuji/dikalibrasi selama penyimpanan, penanganan, persiapan dan pengujian atau kalibrasi, laboratorium harus menyiapkan sarana yang memadai yang memungkinkan untuk memberikan kondisi seperti yang dispesifikasikan dalam metoda. Laboratorium wajib menerapkan prosedur yang didokumentasikan mengenai penerimaan, penyimpanan dan pemusnahan barang yang akan/telah diuji/dikalibrasi terutama yang berkaitan dengan durasi penyimpanan sebelum pemusnahan.

menjelaskan persyaratan yang harus dipenuhi laboratorium jika memberikan sub kontrak sebagian pengujian/kalibrasi kepada pihak

48

URANIA No.23-24/Thn VI/Juli-Oktober 2000

FARIDA dkk,

Implementasi SMM Untuk Peningkatan Kinerja Laboratorium Berdasarkan ISO Guide 25

ketiga, yaitu laboratorium harus menjamin bahwa sub kontraktor memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Pedoman BSN 1011991 dengan melakukan asessmen terhadap sub kontraktor yang telah diakreditasi untuk lingkup yang sesuai. Apabila terjadi sub kontrak, laboratorium harus memberitahu pelanggannya serta menyimpan rekaman penilaian sub kontraktor. Bagian 15: Jasa Penunjang dan Pembekalan dari Luar, menjelaskan bahwa berkaitan dengan penggunaan jasa penunjang dan pembekalan dari luar laboratorium harus mempunyai prosedur untuk menjamin bahwa jasa penunjang dan pembekalan dari luar memenuhi persyaratan yang dispesifikasikan. Laboratorium juga harus menjamin bahwa peralatan dan bahan habis pakai yang dibeli tidak digunakan sebelum diverifikasi dan laboratorium wajib menyimpan rekaman tentang pemasok . Bagian 16 : Pengaduan/Keluhan, menjelaskan persyaratan berkaitan dengan keluhan pelanggan terhadap jasa yang diberikan laboratorium. Dalam hal terjadi keluhan pelanggan, laboratorium harus mempunyai kebijakan dan prosedur yang didokumentasikan untuk menyelesaikan keluhan pelanggan. Pada umumnya Manajer Mutu bertanggung jawab terhadap penyelesaian keluhan, sedangkan Manajer Teknis bertanggung jawab terhadap kebenaran tindakan perbaikan yang bersifat teknis dan laboratorium harus merekam tindak lanjut yang dilakukan untuk mengeliminasi penyimpangan yang terjadi. Laboratorium harus segera melakukan audit jika diperlukan.

um untuk melakukan kegiatan yang sesuai dengan standar yang berlaku baik secara nasional maupun internasional akan meningkatkan kinerja dari laboratorium itu sendiri. Disamping itu, dengan dilakukannya akreditasi laboratorium maka akan memberikan manfaat bagi laboratorium tersebut untuk meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap mutu pelayanan, memberikan kemudahan akses bagi calon pelanggan, memberikan jaminan terhadap kehandalan dan keakuratan data, memberikan pengakuan kompetensi laboratorium, juga memberikan keuntungan pemasaran dan meningkatkan keterimaan di pasar internasional. Dengan demikian akan menjadi perhatian semua pihak khususnya laboratorium yang secara teknis baik dari segi peralatan maupun sumber daya manusia yang cukup untuk bersama-sama membangun infrastruktur teknis di Indonesia dan akan mampu meningkatkan daya saing produk domestik di pasar global.

6. DAFTAR PUSTAKA 1. ANONIM, Sistem Standardisasi Nasional, Badan Standardisasi Nasional, 1998. ANONIM, Pedoman BSN 101-1991: Persyaratan Umum Kemampuan Laboratorium Kalibrasi dan Penguji. ANONIM, ISO Guide 25:1978. Guidelines for assessing the technical competence of testing laboratories. SUNYOTO, Implementasi Manajemen Mutu Laboratorium Berdasarkan Pedoman BSN 101- 1991. S. GUNADI, Akreditasi Laboratorium: Sebuah Nilai Tambah.

2.

3.

4.

5.

5. KESIMPULAN Peningkatan mutu produk dan jasa perlu dilakukan dalam suatu sistem manajemen mutu di mana hasil data yang valid dan handal yang. dihasilkan dari suatu laboratorium memegang peranan penting. Dengan adanya pengakuan secara formal terhadap laboratoriPenulis adalah *Staf Unit Jaminan Mutu, **Pejabat Fungsional Peneliti dan Kepala Unit Jaminan Mutu, dan ***Pejabat Fungsional Pranata Nuklir dan Staf Unit Jaminan Mutu, P2TBDU, BATAN

URANIA No.23-24/Thn VI/Juli-Oktober 2000

49

Anda mungkin juga menyukai