Anda di halaman 1dari 12

BAB II PERANAN, FUNGSI, DAN TUGAS APOTEKER DI INDUSTRI FARMASI 2.1.

Industri Farmasi Berdasarkan Surat Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri produk jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang menghasilkan suatu produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan, sedangkan industri bahan baku adalah industri yang menghasilkan bahan baku yang diperlukan pada proses pembuatan suatu obat jadi. Proses pembuatan obat merupakan seluruh rangkaian kegiatan yang menghasilkan suatu obat yang meliputi produksi dan pengawasan mutu mulai dari pengadaan bahan awal, proses pengolahan, pengemasan, dan sampai obat jadi untuk distribusi Industri farmasi ada dua bentuk, yaitu primary industry dan secondary industry. Primary industry terfokus pada penemuan bahan-bahan obat baru (new drug substances), sedangkan secondary industry terfokus pada usaha pengelolaan bahan baku menjadi produk jadi. Saat ini, sebagian besar industri farmasi di Indonesia adalah secondary industry. Hal ini berkaitan dengan nilai investasi yang sangat tinggi, baik dalam bentuk biaya, fasilitas maupun waktu yang panjang. Meskipun demikian, kedua industri tersebut bertanggung jawab atas kualitas, keamanan dan khasiat obat yang diproduksinya. Hal ini terkait dengan hukum dan peraturan yang mengatur industri farmasi untuk melindungi konsumen melalui upaya pengadaan obat dengan kualitas, keamanan dan khasiat yang sesuai dengan ketentuan standar yang berlaku.

2.1.1. Persyaratan Usaha Industri Farmasi Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu industri farmasi untuk mendapatkan izin usaha sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah sebagai berikut :
a. Industri farmasi dilakukan oleh badan usaha berupa perseroan terbatas (PT)

b. Memiliki rencana investasi c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) d. Memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sesuai dengan ketentuan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 43/Menkes/SK/II/1988
e. Mempekerjakan secara tetap sekurang-kurangnya tiga orang apoteker warga

Indonesia, sebagai penanggungjawab produksi, pemastian mutu dan pengawasan mutu sesuai persyaratan CPOB f. Obat yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkan setelah memperoleh persetujuan, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 242/Menkes/SK/V/1990. Setelah memperoleh izin usaha, terdapat beberapa kewajiban lain yang harus dilakukan oleh perusahaan yang telah memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi, yaitu: 1. Membuat laporan jumlah dan nilai produksinya sekali dalam 6 (enam) bulan. Sedangkan untuk laporan lengkap wajib disampaikan sekali dalam setahun. 2. Menyalurkan produksinya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 3. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian serta mencegah pencemaran lingkungan. 4. Melaksanakan keamanan dan keselamatan alat, bahan baku, proses, hasil produksi, pengangkutan dan keselamatan kerja. 5. Melakukan Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) berupa Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).

2.1.2. Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi Izin usaha suatu industri farmasi dapat dicabut apabila : a. Melakukan pemindahtanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan perluasan tanpa memiliki izin b. Tidak menyampaikan informasi industri tiga kali secara berturut-turut atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar c. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia d. Dengan sengaja memproduksi obat atau bahan obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu) e. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi 2.2. Kompetensi Apoteker di Industri Farmasi Apoteker di Industri farmasi harus memenuhi kompetensi minimal sebagai berikut:
a. Memiliki pengetahuan dibidang Quality Management (Manajemen Mutu) yang

didalamnya terdiri dari pengetahuan metoda analisis kimia fisika, kimia, mikrobiologi, instrumentasi, uji stabilitas; Validasi (metode validasi, kalibarasi, Design Qualification - Installation Qualification (DQ-IQ), Operational Qualification Performance Qualification (OQ-PQ), protokol validasi, penentuan parameter kritis, pengendalian perubahan); menerapkan hasil uji Out of Specification (OOS), statistik, inspeksi diri; penilaian vendor; interpretasi data; prosedur pengolahan/pengemasan ulang; laporan dokumentasi; jadwal pelatihan, kesehatan kerja
b. Memiliki

pengetahuan

dan

cara

penerapan

Production

Management

(Management Produksi), yang didalamnya antara lain terdiri dari pemahaman design formula; material handling; proses pembuatan produk farmasi; Environment, health and safety; Facility design dan sertifikasi CPOB; inspeksi diri; kalibrasi, kualifikasi, dan validasi; dan pengendalian perubahan.

10

c. Memiliki

pengetahuan

dan

cara

penerapan

Product

Development

(Pengembangan Produk) d. Memiliki pengetahuan dan cara penanganan material management (managemen bahan) terdiri dari procurement, pergudangan, PPIC e. Memiliki pengetahuan dan cara regulasi dan informasi produk yang terdiri dari Registrasi, regulasi, dan sertifikasi. 2.3.Peran, Fungsi, dan Tugas Apoteker di Industri Farmasi Peran apoteker di industri farmasi seperti yang disarankan oleh World Health Organization (WHO), yaitu Eight Star of Pharmacist yang meliputi : 1. Care Giver, apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk informasi obat, efek samping obat dan lain-lain kepada profesi kesehatan. Pemberi pelayanan di industri dalam bentuk informasi obat efek samping obat, informasi analitis mengenai hal yang berhubungan dengan obat, dan lainlain kepada para dokter, sejawat, dan profesi kesehatan lainnya. Dalam memberikan pelayanan, farmasis harus berinteraksi dengan individu dan kelompok dalam lingkungan industri seperti regulatory formulasi, Quality Assurance/Quality Control (QA/QC), produksi material manajemen maupun di luar industri seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) dalam registrasi dan pengawasan mutu obat serta Departemen Kesehatan (Depkes) dalam pelayanan kefarmasian. 2. Decision maker, apoteker sebagai pengambil keputusan yang tepat untuk mengefisienkan dan mengefektifkan sumber daya yang ada di industri seperti pengendalian bahan awal dan obat jadi, alokasi dana yang sesuai dengan kebutuhan, pemanfaatan sumber daya manusia yang strategis dan tepat dalam memasarkan dan memperkenalkan obat kepada masyarakat. 3. Communicator, apoteker harus memiliki kemampuan berhubungan dan berkomunikasi secara internal maupun eksternal, lisan maupun tulisan, oleh

11

karena itu ia harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik, secara lisan maupun tulisan yang diwujudkan dalam bentuk leaflet/brosur. 4. Leader, apoteker sebagai pemimpin yang berani mengambil keputusan dalam mengatasi berbagai permasalahan di industri dan memberikan bimbingan ke bawahannya dalam mencapai sasaran industri. 5. Manager, apoteker sebagai pengelola seluruh sumber daya yang ada di industri farmasi dan mampu mengakumulasikannya untuk meningkatkan kinerja industri dari waktu ke waktu. 6. Long-life learner, apoteker belajar terus menerus dan melakukan interaksi yang baik dengan rekan-rekan sejawat di industri farmasi untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan. 7. Teacher, bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan dan pelatihan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dunia industri kepada sejawat apoteker atau lainnya. 8. Researcher, apoteker sebagai peneliti yang harus selalu melakukan riset dan mengetahui perkembangan obat baru dan pengembangan senyawa obat yang telah ada khususnya di industri farmasi dan bermanfaat untuk kesehatan masyarakat. Peran tersebut diterapkan di dalam fungsi-fungsi industrial yang diperlukan, yaitu manajemen produksi, pemastian/manajemen mutu ( Quality Assurance ), registrasi produk, p emasaran produk ( Product Manager ), dan p engembangan produk ( Research and Development ).

2.3.1

Apoteker sebagai Penanggung Jawab Produksi Seorang penanggung jawab produksi (Kepala Bagian Produksi/Manajer

Produksi) adalah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang

12

pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Penanggung jawab produksi harus seorang apoteker yang memiliki pengalaman praktis paling sedikit 2 tahun dan bekerja di bagian produksi obat, memiliki pengalaman dan pengetahuan di bidang pembuatan obat, perencanaan produksi, pengetahuan mengenai mesin-mesin pembuatan obat, CPOB, penguasaan bahasa asing yang baik, dan keterampilan dalam kepemimpinan. Seorang penanggung jawab produksi memiliki kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam produksi obat, termasuk: 1. Memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. 2. Memberikan persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan produksi dan memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat. 3. Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani oleh Kepala Bagian Produksi sebelum diserahkan kepada kepala bagian Manajemen Mutu. 4. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian produksi. 5. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan. 6. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil. 2.3.2 Apoteker sebagai Penanggung Jawab Pengawasan Mutu Seorang penanggung jawab pengawasan mutu (Kepala Bagian Pengawasan Mutu / Manajer Pengawasan Mutu) adalah seorang apoteker yang terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional.

13

Penanggung jawab pengawasan mutu harus seorang apoteker dengan pengalaman praktis minimal 2 tahun bekerja di bagian pengawasan mutu pabrik farmasi, memiliki pengalaman dan pengetahuan di bidang analisis kimia dan mikrobiologi, pemeriksaan bahan pengemas, CPOB dan keterampilan dalam kepemimpinan. Seorang penanggung jawab pengawasan mutu bertanggung jawab untuk menjamin mutu obat yang diproduksi memenuhi persyaratan yang ditetapkan BPOM maupun spesifikasi mutu yang ditetapkan oleh perusahaan. Tugas adalah meluluskan atau menolak bahan baku, bahan pengemas, produk obat jadi yang dibuat agar sesuai dengan spesifikasi yang sudah produksi diselenggarakan sesuai dengan prosedur dan kondisi yang oleh utamanya ruahan, dan ditentukan dan

sudah ditentukan.

Pengawasan mutu atau quality control meliputi semua fungsi analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan contoh, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi. Ruangan laboratorium terpisah dari ruangan produksi. Manajer pengawasan mutu bertanggung jawab untuk menjamin agar mutu obat yang diperoleh memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan maupun spesifikasi mutu obat yang ditetapkan perusahaan. Seorang penanggung jawab pengawasan mutu memiliki kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam pengawasan mutu, termasuk: 1. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara, ruahan, dan produk jadi. 2. Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan. 3. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan contoh, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain. 4. Memberikan persetujuan dan memantau semua kontrak analisis. 5. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian pengawasan mutu. 6. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan. produk

14

7. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan. 2.3.3 Apoteker sebagai Penanggung Jawab Pemastian Mutu Seorang penanggung jawab Pemastian Mutu/Manajemen Mutu ( Quality

Assurance ) adalah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Penanggung jawab Pemastian Mutu/Manajemen Mutu harus seorang apoteker atau Magister Sains atau Doktor Sains dan memiliki pengalaman paling sedikit 5 tahun sebagai apoteker dalam suatu perusahaan farmasi, pengalaman praktek dalam analisis fisika dan kimia, pengalaman dalam menggunakan metode peralatan laboratorium modern, kemampuan untuk menguraikan metode serta memiliki pengetahuan yang baik dalam proses pembuatan obat dan CPOB nasional maupun internasional. Penanggung jawab Pemastian Mutu/Manajemen Mutu memiliki kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam sistem mutu, termasuk: 1. mutu. 2. 3. 4. 5. 6. Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan acuan mutu Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian pengawasan mutu. Memprakarsai dan mengawasi audit eksternal (audit terhadap Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi. perusahaan. berkala. Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem serta fasih berbahasa inggris, kesanggupan dalam manajemen dan motivasi personalia baik dan analisis

pemasok).

15

7. 8. 9. 10.

Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Otoritas Mengevaluasi/mengkaji catatan batch. Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan Memantau kinerja sistem mutu dan prosedur serta menilai

Pengawasan Obat (OPO) yang berkaitan dengan mutu produk jadi.

dengan mempertimbangkan semua faktor terkait. efektifitasnya. Penekanan difokuskan pada pencegahan kerugian/cacat dan realisasi peluang perbaikan yang berkesinambungan. 11. 12. 13. 14. 15. Menyiapkan prosedur dalam penerapan CPOB dalam pembuatan Memastikan pemenuhan peraturan pemerintah dan standar perusahaan. Melaksanakan inspeksi diri dan menyelenggarakan pelatihan CPOB. Menyusun prosedur tetap (Protap) dan mengelola sistem protap. Melakukan penilaian terhadap keluhan teknik farmasi dan obat, pengemasan, penyimpanan dan pengawasan mutu.

mengambil keputusan serta tindakan atas hasil penilaian, bila perlu bekerja sama dengan bagian lain. 16. 17. 18. 19. induk. 20. 21. Menyetujui atau menolak pasokan bahan baku. Bertanggung jawab dalam pelulusan atau penolakan obat jadi sesuai Memastikan penyelanggaraan validasi proses pembuatan dan sistem Memantau penyimpangan batch. Mengawasi sistem pengendalian perubahan dan menyetujui pelayanan.

perubahan. Menyetujui prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan

Protap terkait. 2.3.4 Apoteker dalam Proses Registrasi Obat dan Desain Kemasan

16

Sebuah obat harus memiliki Nomor Izin Edar (NIE) sebelum dapat dipasarkan. Untuk memperoleh NIE sebuah industri farmasi harus mendaftarkan produknya ke BPOM dan melalui prosedur registrasi yang berlaku. Dalam hal inilah seorang apoteker sebagai seseorang yang kompeten di bidang obat berperan penting. Selain itu, apoteker sebagai seseorang yang mengetahui peraturan mengenai kemasan dan label harus mampu dalam mengatur desain kemasan yang benar. Uraian tugas dan tanggung jawab bagian registrasi dan desain kemasan: 1. Bertanggung jawab dalam melakukan semua kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan pendaftaran semua produk / obat. Baik pendaftaran produk baru, registrasi variasi atau pendaftaran ulang suatu produk. 2. Bertanggung jawab dalam melengkapi dokumen registrasi dengan data valid dan data yang sebenarnya. 3. Bertanggung jawab dalam melakukan desain kemasan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. 2.3.5 Apoteker sebagai Tenaga Pemasaran Kemajuan industri farmasi sangat ditentukan oleh strategi dan tenaga pemasaran yang dimiliki perusahaan. Apoteker sebagai seorang yang kompeten di bidang obat dapat berperan sebagai Product Manager . Apoteker sangat potensial dikuasainya. dalam memperkenalkan produk industri pada masyarakat (obat bebas/OTC) atau pada para dokter (obat ethical ) karena ilmu kefarmasian dan managemen yang 2.3.6 Apoteker dalam Riset dan Pengembangan Produk Seorang penanggung jawab riset dan pengembangan produk harus seorang apoteker yang memiliki pengetahuan memadai mengenai zat aktif dan berbagai zat pembantu yang akan digunakan dalam pengembangan formula. Uraian tugas dan tanggung jawab penanggung jawab riset dan pengembangan produk adalah:

17

1. Bertanggung jawab dalam pengembangan produk baru sesuai dengan permintaan marketing. 2. Bertanggung jawab untuk melakukan efisiensi biaya produksi dengan membuat formulasi bahan yang memerlukan biaya rendah tetapi tetap menjaga kualitas. 3. Bertanggung jawab untuk memperbaiki formula obat jika ditemukan permasalahan dalam produksi. 4. Bertanggung jawab untuk pengembangan sarana penunjang yang dibutuhkan untuk kelancaran produksi (seperti sistem tata udara, sistem pengolahan air, sistem pengolahan limbah, dan lain-lain).

18

Anda mungkin juga menyukai