Anda di halaman 1dari 3

BAB II PEMBAHASAN Kejang merupakan proses lepas muatan paroksisimal yang berlebihan dari suatu populasi neuron yang

sangat mudah terpicu (fokus kejang) dapat mengganggu fungsi normal otak. Kejang merupakan suatu gejala dan bukan merupakan penyakit tertentu. Kelainan pada otak (karena cedera, infeksi, tumor, ataupun perubahan kimiawi) dapat disertai dengan kejang. Kejang dapat bersifat fokal atau umum dan diikuti dengan perubahan tingkat kesadaran. Manifestasi kejang yang terjadi tergantung dari lokasi lesi di otak. Biasanya kejang menyertai lesi mesencephalon, talamus, dan korteks cerebrum. Sedangkan lesi di batang otak atau cerebellum biasanya tidak disertai kejang. Kejang dapat disebabkan oleh fenomena biokimiawi 1. Instabilitas membran saraf Instabilitas membran saraf menyebabkan sel saraf(neuron) mudah mengalami pengaktifan (depolarisasi )oleh suatu rangsangan walaupun rangsangan tersebut sedikit. 2. Hipersensitifitas neuron 3. Kelainan polarisasi karena terjadi peningkatan asetilkolin dan penurunan kadar GABA (gama amino butirit acid). Asetilkolin merupakan neurotransmitter yang banyak terdapat di sekitar korteks cerebrum dan berfungsi sebagai neurotransmitter yang menstimulasi neuron. Neurotrasmitter GABA merupakan inhibitor neurotrasmiter yang menghambat rangsang. Jika asetilkolin meningkat dan GABA menurun, suatu rangsangan yang masuk tidak dapat dihambat, sehingga neuron menerima rangsangan terus menerus. 4. Ketidakseimbangan ion Ketidakseimbangannya ion (misalnya ion Na dan K) dapat menyebabkan gangguan depolarisasi neuron sehingga terjadi peningkatan neurotransmitter eksitatorik (mis: asetilkolin) dan deplesi neurotransmitter inhibitorik (mis : GABA). Kejang harus segera dihentikan, efek kejang yang berkepanjangan dan tidak dilakukan penatalaksanaan menyebabkan gangguan neurologik dan kardiorespirasi berat. Kejang dini mengakibatkan peningkatan katekolamin dalam sirkulasi. Deplesi katekolamin terjadi pada kejang selama lebih dari 15 menit. Lebih dari 30 menit terjadi henti jantung dan henti napas.

Status epileptikus merupakan suatu keadaan dimana kejang terjadi dalam waktu yang lama (20 menit) atau berulang dengan jeda yang pendek, tanpa diselingi keadaan sadar, bisa bersifat umum atau fokal.

Keadaan status epileptikus merupakan suatu kedaruratan yang memerlukan tindakan segera sebab jika dibiarkan, kejang yang berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan neuron yang ireversibel bahkan dapat menyebabkan kematian. Status epileptikus dapat dibagi menjadi dua klasifikasi, yaitu konvulsif (ditandai dengan adanya kejang tonik-klonik) dan non konvulsif (hanya dapat dilihat dari pemeriksaan EEG(elektroensephalogram). Kematian pada status epileptikus sering disebabkan oleh hiperpireksia, obstruksi ventilasi, aspirasi muntahan (menyebabkan henti napas), dan gagal kompensasi dan regulatorik. Penatalaksanaan Pada anak-anak 1. Perawatan Jalan napas harus tetap terjaga supaya tetap terbuka Antara kedua rahang diletakkan karet agar lidah tidak tergigit Baju yang ketat harus dilonggarkan Penderita ditempatkan sedemikian rupa agar jangan terjadi cedera 2. Penghentian kejang secepatnya

Diberi diazepam(Valium) (i.v dengan dosis BB s/d 10 kg : 0,5 -0,75 mg/kgBB, min 2,5 mg BB 10-20 kg : 0,5/kgBB, min 7,5 mg BB >20 kg : 0,5 mg/kgBB Kejang tidak berhenti dalam 20 menit Berikan suntikan dengan dosis yang sama i.m

Kejang berhenti : Lanjut Fenobarbital


suntik dengan dosis yang sama i.v Kejang tidak berhenti dalam 20 menit

3. Pengobatan Lanjutan Fenobarbital dosis : 3-5 mg/kgBB/hari i.m atau oral. Atau difenilhidantoin dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari i.m atau oral. Pengobatan dilanjutkan sedikitnya selama masih terdapat kenaikan suhu. 4. Pengobatan tambahan

Pengobatan tambahan diberikan untuk menghilangkan penyebab kejang atau pencegahan komplikasi. Infeksi : antibiotik Cegah edema otak : glukokortikoid -1 ampul / 6 jam sampai membaik Peningkatan suhu : dilakukan hibernasi kompres es atau alkohol. Diberikan klorpromazin 2-4 mg/kgBB/hari atau prometazin 4-6 mg/kg/BB/hari. Pada dewasa Prinsipnya sama pada anak, yang berbeda hanya pada dosis, yaitu : a. Diazepam diberikan 10-20 mg i.v. bila masih timbul, dosis dapat diulang 3 kali dengan interval 30-60 menit suntikan sebelumnya. Dapat diganti dengan fenobarbital i.m sebanyak 100 mg, dapat diulang 2-3 kali. b. Untuk hibernasi diberikan klorpromazin 50-100 mg atau per infus dalam larutan dextrose 5% sebanyak 500 cc. Purwadianto, Agus, Sampurna, Budi. 2000. Kedaruratan Medik. Jakarta : Binarupa Aksara. Kejang Psikogenik Pada skenario, didapatkan kasus seorang siswa SMA yang teriak histerik dan kejang setelah ditinggal pacarnya. Kasus ini kemungkinan merupakan jenis kejang psikogenik nonepileptik. Hal ini sering kali ditemulan pada stres psikologis. Sikap kejang dari jenis kejang ini seperti merotasikan kepala ke kanan-kiri secara bergantian, gerakan menghentakkan ekstremitas (kaki dan tangan) yang keras dan asimetris. Kejang tanpa disertai penurunan kesadaran sering didapatkan dan diasosiasikan sebagai kejang psikogenik. Durasi kejang psikogenik sering lebih panjang dibandingkan kejang epileptik. Namun, walaupun banyak perbedaan, sering terjadi diagnostik error oleh epileptologis. Kejang psikogenik hampir sama dengan kejang parsial kompleks, sejak manifestasi sikap dari kejang parsial kompleks (khususnya di lobus frontalis) sangat tidak biasa dan kedua jenis kejang ini menunjukkan hasil EEG yang munkin normal. Pengukuran kadar serum prolaktin munkin dapat membedakan antara kejang organik dan psikogenik. Kejang parsial kompleks ditandai dengan peningkatan serum prolaktin sedangkan kejang psikogenik tidak Sinkop diagnosis sulit ditegakkan antara kejang generalisata dengan syncope. Observasi pasien dapat membantu membedakan kedua gejala tersebut. Karakteristik dari kejang termasuk adanya aura, sianosis, hilang kesadaran, manifestasi motorik paling sedikit 30 detik, disorientasi, nyeri otot, dan tidur. Sedangkan episode sinkop lebih dimungkinkan dikarenakan suatu pemicu yang biasanya adalah nyeri akut, kecemasan, atau muncul segera setelah bangun dari duduk atau tidur. Pasien dengan sinkop sering menggambarkan transisi dari sadar ke tidak sadar termasuk kelelahan, keringatan, nausea, dan penglihatan yang kabur. Periode kejang yang pendek (1-10 detik) aktifitas konvulsif motorik juga sering terjadi pada sinkop.

Anda mungkin juga menyukai