Anda di halaman 1dari 32

KAJIAN PROGRAM MAKANAN TAMBAHAN ANAK SEKOLAH DI KABUPATEN PASURUAN

Yoyok Bekti Prasetyo, SKep.Ners.*) Dr. Tontowi**)

Pendahuluan A. Latar Belakang Lahirnya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sebagai perangkat legal untuk memberdayakan pemerintah daerah dan masyarakat daerah dalam melaksanakan pembangunan sosial dan ekonomi. Instrumen stretegis ini, dengan sedikit perbaikan di dalamnya, memberi harapan sebagai landasan hukum untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara lebih merata dan membentuk suatu masyarakat yang memiliki ketahanan ekonomi dan sosial yang didasarkan pada kemauan dan kemampuan utama mereka sendiri. Harapan lebih jauh dari UU Pemerintah Daerah ini adalah agar ia juga bisa berfungsi untuk tidak mengulang kelemahan di masa lalu, dimana pembangunan yang menjaga keseimbangan antar sektor dan antarwilayah menjadi sulit diwujudkan karena kecilnya kewenangan daerah dan sempitnya ruang partisipasi rakyat daerah. Dalam rangka menjawab krisis ekonomi tersebut, serta untuk merespon orientasi kebijakan pembangunan ekonomi kerakyatan tersebut akhirnya dilahirkan program yang saat itu popular dengan sebutan Program Jaringan Pengaman Sosial (Social Savety Net Program). Program JPS adalah jaringan pengaman atau penyelamatan masyarakat, keluarga dan perorangan yang sedang dalam kesusahan. Program darurat ini bertujuan untuk menolong orang yang sedang dalam bahaya ditebar melalui kerja dan upaya bersama antara instansi pemerintah, relawan dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat. (Mubyarto, 1998: 130) Persoalan kemiskinan di desa maupun kota, menempatkan semakin rentannya masalah kesehatan anak untuk mampu mengkonsumsi makanan yang sehat, sehingga kebutuhan gizi menjadi terjamin. Sejalan dengan pandangan ini, maka upaya peningkatan ketahanan fisik siswa Sekolah Dasar sebagai bagian dari
Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

upaya perbaikan gizi dan kesehatan sehingga mendorong minat dan kemampuan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi guna keperluan tujuan tersebut maka dibentuklah PMT-AS sejak 1991/1992. Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) berawal dari hasil uji coba pada tahun 1991/1992 untuk mengatasi masalah kesehatan, kekurangan gizi, dan kecacingan pada anak-anak SD dan MI di beberapa daerah miskin misalnya di Aceh, Sumatra Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Maluku dan Irian Jaya. Caranya dengan memberikan bantuan dana untuk pembuatan makanan jajanan yang dibuat dari bahan makanan setempat, sehingga dapat memberikan tambahan 1520 % dari kebutuhan gizi rata-rata anak perhari. (Pedoman Umum PMT-AS Tahun 2003) Pemilihan jenis makanan disusun oleh orang tua murid dan PKK. Petunjuk tekhnisnya diberikan oleh petugas gizi dari Dinas Kesehatan Tingkat II dan Puskesmas. Pada uji coba tersebut setiap anak mendapat bantuan makanan paling sedikit 3 hari perminggu selama 9 bulan dalam 1 tahun ajaran. Selain makanan, kepada mereka diberikan obat cacing 2 kali dalam satu tahun. Uji coba ini disebut dengan Pemberian Makanan Bagi Anak Sekolah (PMT-AS). Hasil uji coba tersebut ternyata cukup menggembirakan yang antara lain dibuktikan oleh jumlah siswa yang absen sekolah menurun, dan minat belajar disekolah meningkat. Hal ini ada kaitannya dengan meningkatnya konsumsi kalori dan protein anak. Serta makin berkurangnya penyakit cacing, sehingga ketahanan fisik anak membaik. Peningkatan ketahanan fisik tersebut pada gilirannya meningkatkan prestasi belajar anak. Selain itu uji coba tersebut juga disambut baik oleh orang tua murid dan PKK, yang tercermin dari peningkatan peran serta mereka dalam pelaksanaannya. Belajar dari hasil coba tersebut, pemerintah menetapkan untuk memperluas uji coba tersebut menjadi Program Makanan

Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) yang akan menjangkau semua SD dan MI negeri maupun swasta di daerah miskin. Sehingga pada tahun 1996/1997/ PMTAS mulai dilaksanakan di SD/MI negeri maupun swasta diseluruh desa tertinggal di Luar Jawa dan Bali dengan sumber pembiayaan dari dana Inpres Sarana Kesehatan.

Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

Adapun pelaksanaan PMT-AS tahun 2003 di Kabupaten Pasuruan, terdapat sejumlah data dengan terdapat 84 desa tertinggal (IDT) dengan jumlah sasaran anak usia sekolah dasar (SD/MI/Madin/Ponpes terdapat 344 Institusi). Dari jumlah tersebut didapatkan subyek penelitian sebanyak 57.278 siswa dengan lama pemberian makanan tambahan 30 kali (3 kali dalam seminggu). (PMT-AS Kabupaten Pasuruan Tahun Pelajaran 2003-2004) Oleh sebab itu, dalam upaya melakukan kajian dan evaluasi atas Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) tersebut, yang selama ini belum pernah dilakukan penelitian secara mendalam, maka perlu sekiranya dilakukan sebuah penelitian ilmiah dengan kaidah-kaidah baku, untuk mengatahui tingkat efektifitas dari program tersebut.

Tinjauan Pustaka A. Masalah Gizi Dalam Penilaian Status Gizi (2002: 2) menyebutkan bahwa pada hakekatnya hal tersebut masalah kesehatan masyarakat, namun

penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multi faktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait. Masalah gizi, mekipun sering berkaitan dengan masalah kekurangan pangan, pemecahannya tidak selalu berupa peingkatan produksi dan pengadaan pangan. Pada kasus tertentu, seperti dalam keadaan krisis, masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat rumah tangga, yaitu kemampuan rumah tangga memperoleh makanan untuk semua anggotanya. Menyadari hal itu, peningkatan status gizi masyarakat memerlukan kebijakan kebijakan yang

menjamin setiap anggota masyarakat untuk memperoleh makanan yang cukup jumlah dan mutunya. Dalam konteks itu masalah gizi tidak lagi semata-mata masalah kesehatan tetapi juga masalah kemiskinan, pemerataan dan masalah kesempatan kerja. Dari hal tersebut diatas, kekurangan gizi dapat menyebabkan beberapa penyakit seperti dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

No. 1. 2.

Penyakit Kurang Energi (KEP) Anemia gizi

Protein -

Penyebab kekurangan energi dan protein Kekurangan protein, Vitamin C, asam folat, vitamin B, zat besi (Fe) Kekurangan riboflavin Kekuarangan Vitamin A Kekuarangan Vitamin D Kekuarangn vitamin C] Kekurangan Yodium Toksin yang ada dalam makanan seperti aflatoksin pada kacangkacangan, dll Kekurangan Vitamin B Kelebihan lemak / kolekterol

3. 4. 5. 6. 7. 8.

Angular stomatitis Keratomalasia Rakhitis Skorbut / sariawan Gondok Kanker hati

9. 10.

Beri-beri Penyakit jantung

Sumber : Buku Penilaian status gizi karya I Dewa S dkk (2002: 3)

B. Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) PMT-AS berawal dari hasil uji coba pada tahun 1991/1992 untuk mengatasi masalah kesehatan, kekurangan gizi, dan kecacingan pada anak-anak SD dan MI di beberapa daerah miskin misalnya di Aceh, Sumatra Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Maluku dan Irian Jaya. Caranya dengan memberikan bantuan dana untuk pembuatan makanan jajanan yang dibuat dari bahan makanan setempat, sehingga dapat memberikan tambahan 1520 % dari kebutuhan gizi rata-rata anak perhari. (Pedoman Umum PMT-AS Tahun 2003) 1. Tujuan Umum PMT-AS : Meningkatkan ketahanan fisik siswa sekolah dasar sebagai bagian dari upaya perbaikan gizi dan kesehatan sehingga dapat mendorong minat dan kemampuan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi dalam rangka menunjang Program Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. 2. Tujuan Khusus : a. Meningkatkan kehadiran siswa dalam mengikuti pelajaran; b. Meningkatkan ketahan fisik siswa sekolah dasar; c. Menanamkan sikap dan perilaku menyukai makanan jajanan setempat sejak anak-anak dalam rangka Aku Cinta Makanan Indonesia; d. Meningkatkan perilaku sehat dan kebiasaan makan sehat;

Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

e. Meningkatnya prestasi masyarakat dalam penyediaan, pemanfaatan dan keanekaragaman bahan pangan lokal sebagai bahan baku kudapan PMT-AS; f. Meningkatnya peran serta masyarakat dalam pendidikan, kesehatan dan gizi serta kesejahteraan keluarga; g. Meningkatkan cacingan; h. Meningkatkan pembinaan kebun sekolah/pekarangan sebagai wahana belajar bagi siswa; C. Sasaran Program PMT-AS a. Seluruh siswa usia sekolah dasar, diutamakan yang berada di daerah miskin sesuai kreteria yang ditetapkan. b. Masyarakat luas terutama orang tua siswa dan guru, agar dapat memahami manfaat PMT-AS. Dengan pemahaman tersebut kesehatan anak khususnya mengatasi penyakit

diharapkan PMT-AS menjadi program mandiri dan berkelanjutan yang diselengarakan oleh masyarakat. D. Prinsip Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) a. Bentuk makanan tambahan tidak berupa makanan lengkap seperti nasi dan lauk pauk, tetapi berupa makanan kudapan dengan tetap memperhatikan aspek mutu. b. Bahan Pangan PMT-AS sebaiknya menggunakan bahan hasil pertanian setempat. Tidak dianjurkan menggunakan bahan makanan produk pabrik atau industri yang didatangkan dari kota seperti susu bubuk, susu kaleng, susu karton, mie instan, roti atau kue produk pabrik. c. Kandungan gizi makanan kudapan harus mengandung minimal energi 300 kalori dan 5 gram protein untuk tiap anak setiap hari pelaksanaan PMT-AS, atau merupakan tambahan minimal 15 % dari kebutuhan kalori dan protein setiap harinya. Jumlah tersebut senilai dengan masuknya kalori dan protein makan pagi pola makan anak desa (bila mereka makan pagi)

Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

d.

Bahan dasar makanan kudapan terutama mengandung sumber karbohidrat seperti umbi-umbian (ubi jalar, ubi kayu, talas dan sejensinya), sagu, biji-bijian (beras jagung dan sejenisnya) serta buahbuahan (pisang, sukun dan sejenisnya) untuk meningkatkan nilai gizinya bahan pangan tersebut perlu diperkaya dengan menambah bahan pangan lain seperti : berbagai jenis gula pasir, aren, gula merah nira dan lainnya, kemudian minyak goreng dan kelapa dalam bentuk santan atau parutan untuk meningkatkan kadar energi, serta juga kacang-kacangan (kacang tanah, kacang merah, kedelai, tempe, tahu dll). Dan kemudian juga daging atau ikan sebagai sumber protein hewani serta yang terakhir sayur-sayuran dan buah-buahan untuk meningkatkan kadar vitamin dan mineral.

E. Karakteristik Kabupaten Pasuruan Luas wilayah Kabupaten Pasuruan 143.401,50 ha terdiri atas daerah pegunungan, perbukitan dan dataran rendah. Wilayah tersebut terbagi menjadi 3 bagian wilayah, yaitu: bagian selatan, terdiri dari pegunungan dan perbukitan, bagian tengah, yang terdiri dari daratan rendah yang berbukit dan tanah yang subur, serta bagian utara, yang terdiri dari dataran rendah pantai yang tanahnya kurang subur. Secara administratif, Kabupaten Pasuruan terbagi menjadi 24 kecamatan dengan 341 desa dan 24 kelurahan. Masing-masing kecamatan tersebut mempunyai karakteristik sendiri berdasarkan mobilitas dan komunitas

penduduknya. Sementara itu strategi kebijaksanaan pembangunan Kabupaten Pasuruan telah ditempuh melalui pendekatan spasial, yang berguna dalam memperoleh rumusan yang tepat tentang usaha pembangunan secara optimal. Pendekatan ini diwujudkan dalam pembagian wilayah Kabupaten Pasuruan dalam enam Sub-Satuan Wilyah Pembangunan (SSWP) yang pusat pembangunannya di wilayah sebagai berikut : (1) Bangil (pendidikan); (2) Rembang (industri); Tutur (pariwisata); (4) Pandaan (perdagangan); (5) Grati (pertanian); dan (6) Puspo (lingkungan hidup).

Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

Sementara itu, berdasarkan data tahun 2001, jumlah penduduk Kabupaten Pasuruan berjumlah 1.229.429 jiwa (598.731 laki-laki dan 630.698 perempuan), dengan kepadatan penduduk 1.069,00 jiwa/km. Jumlah penduduk ini, semakin tahun semakin meningkat. Sebagian penduduk berpencaharian disektor pertanian, kemudian industri dan perdagangan. Namun demikian, seiring dengan perkembangan Pasuruan sebagai daerah industri dan perdagangan, sekarang banyak masyarakat yang terjun disektor ini. Seiring dengan perkembangan

jumlah penduduk dan mobilitas ekonomi masyarakat, maka menuntut kebutuhan ketersediaan pemukiman yang layak. Dalam luas lahan ksontan, tuntutan akan areal pemukiman baru mengindikasikan bahan, lahan yang tersedia bagi pembagunan pemukiman relatif semakin langka. Sebagai wilayah tapal kuda, Pasuruan terdiri dari beberapa suku dan agama. Pasuruan barat terdiri dari suku Jawa dan Pasuruan timur sebagian besar suku Madura dan sebagian kecil suku Tengger. Disamping itu ada beberapa kelompok dari komunitas Arab dan Cina. Untuk komunitas ini lebih konsentrasi pada pusat kota dan beberapa kota kecamatan, khususnya kecamatan Bangil. Dari sejumlah penduduk Pasuruan, sebagian besar beragama Islam, sebagian kecil beragama Kristen, Hindu dan Budha. Bahkan mereka yang bergama Islam termasuk kelompok santri (meminjam istilah C. Geertz), terbukti dengan banyak pondok pesantren yang berdiri di daerah ini, frekuensi kegiatan keagamaan yang cukup tinggi dan kemenangan mutlak partai Islam dalam pemilu 1999 yang lalu. (sumber: profil Kabupaten Pasuruan tahun 2001).

Tujuan Dan Manfaat Penelitian A. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian fokus penelitian diatas dan dalam kaidah penelitian ilmiah, bahwa setiap penelitian pasti memiliki tujuan yang hendak dicapai. Maka dalam penelitian yang dilakukan kali ini memiliki tujuan sebagai berikut : b. Mengidentifikasi, mengolah dan menganalisa data tentang sosialisasi Program Makanan Tambahan Anak Sekolah di Kabupaten Pasuruan c. Untuk mengetahui tingkat perkembangan gizi anak sekolah terhadap peningkatan prestasi belajar.

Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

d. Mengetahui faktor-faktor penghambat pelaksanaan Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) di Kabupaten Pasuruan

B.

Manfaat Penelitian Selain kaidah ilmiah tentang tujuan yang hendak dicapai, maka kaidah

yang lain adalah terkait dengan kegunaan penelitian. Dalam penelitian yang dilakukan ini, diharapkan nanti memberikan kontribusi atau manfaat : a. Bagi pemerintah daerah, sekiranya dapat dijadikan tolak ukur untuk mengetahui efektifitas terhadap Program Makanan Tambahan Anak Sekolah dan menentukan kebijakan berikutnya dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah Kabupaten pada umumnya. b. Selain itu hasil penelitian ini juga berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan, terutama yang berhubungan dengan peningkatan gizi masyarakat.

Metode Penelitian Sebagai suatu rancangan penelitian (design) beberapa unsur yang hendak dipaparkan adalah tentang : perspektif penelitian, design penelitian, subyek penelitian, teknik penelitian data, analisis data. A. Pendekatan dan Perspektif Penelitian Kajian tentang Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, dengan latar belakang yang wajar dan ilmiah, prosesnya berbentuk siklus, peneliti merupakan instrumen pertama dan analisis datanya dilakukan dengan cara deduktif-induktif (Faisal, 1999 :9) Dari pendapat diatas, maka sekiranya dalam kajian tentang program makanan tambahan anak sekolah, terkait peningkatan gizi dapat dilakukan. B. Desain Penelitian Penelitian ini dirancang sebagai studi survey di Kabupaten Pasuruan yang merupakan salah satu dari 154 kabupaten/kota se-Indonesia yang dalam kategori perlu mendapatkan santunan berupa makanan tambahan anak sekolah. Penggunaan desain ini disebabkan dengan alasan : untuk memberikan batas latar penelitian, yaitu ingin menjajaki secara mendalam dan komprehensif tentang

Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

sosialisasi Program Makanan Tambahan Anak Sekolah dalam peningkatan gizi. Dan berusaha untuk mengungkap nilai di balik upaya program tersebut. Untuk mengetahui sejauhmana kandungan gizi anak setelah mendapatkan makanan tambahan, maka dapat dilakukan dengan melakukan penilaian status gizi dengan beberapa metode yang dapat digunakan antara lain: Antropometri, Klinis, Biokimia maupun Biofisik. Yang dimaksud Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Kedua, Klinis, adalah suatu metode atas perubahanperubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (Supervicisial ephitelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan

permukaan tubuh seperti kelenjar hiroid. Ketiga, Biokimia, yakni pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain, darah, urine, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Sementara yang terakhir metode Biofisik, yakni metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan (Ibnu Fadjar dkk, 2002: 19-20) C. Subyek Penelitian Sumber data (subyek penelitian) dalam penelitian ini menitik beratkan pada sumber data manusia, yaitu anak-anak yang mendapatkan prioritas program makanan tambahan di Kabupaten Pasuruan khsususnya pada tiga kecamatan, antara lain: Kecamatan Grati, Kecamatan Tutur, Kecamatan Winongan dan Kecamatan Sukorejo. Dengan ketentuan lebih lanjut akan dipilih secara acak atau random sekolah-sekolah (SD/MI/Ponpes) yang dalam kategori mendapatkan santunan PMT-AS. Sasaran Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) tahun anggaran 2003 adalah seluruh siswa sekolah dasar/madrasah Ibtidaiyah/madrasah Diniyah/Santri Pondok Pesantren setingkat Sekolah Dasar yang berada di daerah miskin sesuai kreteria yang ditetapkan oleh pemerintah setempat. Oleh sebab itu yang menjadi informan adalah para siswa/siswi/santriwan/santriwati yang dalam
Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

usia sekolah dasar dan atau yang mendapatkan makanan tambahan tersebut. Peneliti merasa cocok berdialog dan berdiskusi dengan beberapa pihak terkait dalam rangka mendapatkan informan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan. Sehingga data data yang nantinya dimunculkan adalah merupakan akumulasi dari sekian wawancara dengan informan. Dalam penelitian ini yang dipandang sebagai unit analisis adalah purposive sampling, yaitu pemilihan sampel dengan pertimbangan-pertimbangan efesiensi waktu dari penelitian yang terbatas. Adapun pelaksanaan PMT-AS tahun 2003 di Kabupaten Pasuruan, terdapat sejumlah data dengan terdapat 84 desa tertinggal (IDT) dengan jumlah sasaran anak usia sekalah dasar (SD/MI/Madin/Ponpes terdapat 344 Institusi. Dari jumlah tersebut didapatkan populasi penelitian sebanyak 57.278 siswa dengan lama pemberian makanan tambahan 30 kali (3 kali dalam seminggu). (PMT-AS Kabupaten Pasuruan Tahun Pelajaran 2003-2004)

D. Teknik Pengumpulan Data Dalam teknik pengumpulan data pada penelitian kualitatif menggunakan tiga metode, yaitu : wawancara, partisipasi observasi, dokumentasi dan uji klinis. Instrumen pokok penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan alat bantu tape recorder, alat kamera, pedoman wawancara, dan alat-alat lain yang diperlukan secara insedental. Berikut uraian teknik pengumpulan data : 1. Metode Wawancara 2. Metode Observasi Partisipasi 3. Dokumentasi 4. Penentuan Status Gizi Yang dimaksud disini adalah dengan menggunakan metode pengukuran gizi, khususnya motode Antropometri. Yakni ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi, dan dipandang lebih mudah untuk dilakukannya. Untuk uji klinis yang dilakukan adalah penilaian antropometri dengan melihat berat badan, lingkar

Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

lengan atas, lingkar otot (biceps-triceps) dan pemeriksaan hemoglobin darah dengan metode sahli.

E. Pengolahan dan Analisa Data Setelah data atau informasi terkumpul, langkah selanjutnya adalah mengadakan pengolahan dan analisa data. Proses ini berkaitan langsung dengan kejadian yang terjadi di tempat penelitian. Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber secara langsung yang ditulis dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi dan sebaginya. Selain pengukuran gizi sebagaimana diatas. Setelah dibaca, dipelajari, ditelaah, maka langkah berikutnya adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan membuat kesimpulan awal. Kesimpulan awal ini merupakan deskripsi sementara hasil penelitian yang perlu dikorelasikan lagi mengenai keabsahannya dengan mengkategorikan dalam satuan-satuan tertentu. Kemudian sebagai langkah akhir adalah menafsirkan data yang diperoleh dengan menggunakan metode interpretatif. Peneliti akan menggunakan teknik analisis data kualitatif deskriptif atau analisis reflektif, yaitu analisis yang berpedoman pada cara berfikir yang merupakan kombinasi yang jitu antara berfikir induksi dan deduksi. Analisis data ini untuk menjawab pertanyaan yang dirumuskan dalam penelitian, yaitu mengapa, alasan apa dan bagaimana. Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan sejak pengumpulan data secara keseluruhan, dicek ulang kembali, yang kemudian akan di sistematisasikan, di interprestasikan secara logis demi keabsahan dan kredibilitas data yang diperoleh peneliti dilapangan. Tahap analisis data dibagi menjadi tiga, yaitu : pertama tahap pendahuluan data pengolahan data (kelengkapan data yang diperoleh, keterbatasan tulisan, kejelasan makna, dan kesesuaian data dengan yang lain), kedua, tahap pengorganisasian data merupakan inti dari analisis data, dan ketiga tahap penemuan hasil dengan mendiskusikan dan menginterprestasikan data yang diperoleh. Langkah-langkah yang diambil untuk mengetahui keabsahan dan keakuratan data yang dikumpulkan baik data primer dan sekunder, didasarkan

Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

pada kriteria yang dikemukakan oleh Lexy J. Moleong dalam bukunya yang berjudul Motode Penelitian Kualitatif (1998:23), ia mengemukakan bahwa ada empat kriteria yang digunakan untuk menilai keabsahan dan keakuratan data yaitu; derajat kepercayaan (kredibilitas), keteralihan (tranferability), ketergantungan (dependebility), dan kepastian (confirmatif). a. Kredibilitas data adalah upaya peneliti untuk menjamin kesahihan dengan mengkonfirmasikan antara data yang diperoleh dengan obyek penelitian. Tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa apa yang diamati peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dan sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi (Nasution, 1998 :105 108) Kriteria kredibilitas data digunakan untuk menjamin bahwa data yang dikumpulkan peneliti mengandung nilai kebenaran, baik bagi pembaca pada umumnya maupun subyek penelitian. Untuk menjamin kesahihan data, ada tujuan teknik pencapain kredibilitas data,

perpanjangan,

keikutsertaan,

ketekunan

pengamatan,

triangulasi,

pemeriksaan sejawat. Melalui diskusi, analisis kasus negative, kecukupan referensial, dan pengecekan anggota. Dalam penelitian ini, peneliti hanya akan mengambil lima dari tujuh teknik pencapaian krtedibilitas data diatas, yaitu : (a) Ketekunan pengamatan, yaitu dengan mengadakan observasi secara intensif guna memahami gejala lebih mendalam terhadap aspekaspek penting kaitannya dengan topic dan focus penelitian. (b) Triangulasi, yaitu mengecek keabsahan data dengan memanfaatkan berbagai sumber diluar data tertentu sebagai bahan perbandingan. Triangulasi yang digunakan adalah; (i) Triangulasi data, yaitu dengan cara membandingkan data hasil wawancara. Perbandingan ini diharapkan dapat menyatukan persepsi atas data yang diperoleh. (ii). Triangulasi metode, yaitu dengan mengecek derajat kepercayaan temuan penelitian dengan beberapa teknik pengumpulan data, dan mengecek derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan teknik yang sama.

b. Pengecekan sejawat atau per de brefing, Yaitu dengan mendiskusikan data yang diperoleh dengan berbagai pihak yang berkompeten.

Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

c. Pengecekan anggota, dengan cara peneliti berusaha melibatkan informan untuk mengecek keabsahan data. Hal ini dilakukan untuk

mengkonfirmasikan antara interprestasi peneliti dengan subyek penelitian. Dalam pengecekan anggota ini tidak diberlakukan kepada semua subyek atau informan, tetapi kepada mereka yang dianggap dapat mewakili semua informan. d. Dependabilitas, yakni untuk menghindari kesalahan dalam

memformulasikan hasil penelitian, maka kumpulan interprestasi data yang ditulis dikonsultasikan dengan berbagai pihak untuk ikut memeriksa proses penelitian yang dilakukan peneliti, agar temuan penelitian dapat dipertahankan dan dipertanggungjawabkan. e. Konfirmabilitas, dalam penelitian ini dilakukan bersamaan dengan depedabilitas, perbedaanya terletak pada orientasi penilaiannya.

Konfirmabilitas digunkan untuk menilai hasil penelitian, terutama berkaitan dengan diskripsi temuan penelitian dan diskusi hasil penelitian. Sedang dependabilitas digunakan untuk menilai proses penelitian, mulai pengumpulan data sampai pada bentuk laporan yang terstruktur dengan baik. Dengan adanya dependabilitas dan konfirmabilitas ini diharapkan hasil penelitian memenuhi standar penelitian kualitatif.

Hasil Dan Pembahasan A. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga yaitu : survey konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Pengertian survey konsumsi makanan yang dimaksud adalah metode status gizi secara tidak

langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Sehingga data konsumsi makanan tersebut dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Sehingga dengan survey ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi. Sementara itu tentang statistik vital merupakan cara menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang

Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

berhubungan dengan status gizi. Dan terakhir yang tergolong dalam penilaian status gizi tidak langsung yakni faktor ekologi. Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, bilogis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di satu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi. Dalam tahap awal pemaparan data ini, maka uraian diatas untuk mengawali penilaian status gizi dengan metode penilaian secara tidak langsung. Untuk dapat mengetahui data-data yang di dapatkan dilapangan sebagai uraian tabel berikut ini :

Tabel 2 : Frekuensi Makan Dalam Sehari No. Frekuensi Jumlah 48 1. 1 kali makan 97 2 kali makan 2. 157 3 kali makan 3. 20 4 kali makan 4. 2 5 kali makan 5. Jumlah 325 Sumber : Angket No. 2

Prosentase 14,8 29,9 48,3 6,1 0,6 100 %

Kondisi geografis Kabupaten Pasuruan sebagaiman dijelaskan pada bab sebelumnya sangat beragam, mulai dari daerah pegunungan hingga dataran rendah dengan irigasi yang bagus untuk pertanian. Dengan ragam geografis tersebut, secara langsung juga akan mempengaruhi pola interkasi sosial dan ekonomi masyarakat. Berdasarkan tabel 2 diatas, tujuan yang hendak dicapai adalah untuk mengetahui rutinitas siswa sekolah dasar dalam mengkonsumsi makanan pokok dalam satu hari. Ada sebanyak 157 responden atau 48,3 % yang menyatakan frekuensi makan yang normal, yakni 3 kali sehari. Hal ini menunjukan meskipun responden hidup dalam desa tertinggal, namun sebagian besar bukan berarti sulit
Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

makan. Sementara yang lain, ada 14,8% responden yang menyatakan makan hanya satu kali makan dalam sehari. Tentu data ini sangat memprihatinkan. Berdasarkan hal tersebut, ada beberapa karakteristik desa yang mengindikasikan hal tersebut. Bergantinya musim dari penghujan ke kemarau, bagi sebagian masyarakat desa yang hidup di daerah pegunungan berarti musim paceklik atau sulit dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Sebagaimana yang dinyatakan oleh salah satu pengajar di SDN Ngembal Kecamatan Tutur, bahwa desa Ngembal yang letaknya ada didaerah dataran tinggi, akan sangat sulit mencari air pada musim kemarau, dan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di kebun. Hal tersebut juga senada dengan apa yang disampaikan oleh salah satu orang tua siswa bahwa jangankan untuk membangun rumah yang layak, untuk makan saja sudah kesulitan, apalagi untuk pendidikan anaknya sampai perguruan tinggi, hingga saat itu belum terbayang sama sekali. Pola makan yang tidak seimbang dengan energi yang dikeluarkan, otomatis akan mengakibatkan daya tahan tubuh labil dan mudah sakit. Belum lagi sajian makanan yang dikonsumsi apakah dalam kategori mengandung gizi-gizi yang seimbang. Untuk lebih dapat melengkapi seberapa banyak responden mengkonsumi makanan dalam satu kali makan dapat dilihat tabel 2 dibawah ini Tabel 3 : Banyaknya Dalam Satu Kali Makan No. Banyaknya Jumlah Prosentase 91,1 296 0,5 1 piring 1. 5,6 18 1 2 piring 2. 0,3 11 2 3 piring 3. Jumlah 325 100 % Sumber : Angket No. 3 Responden yang menyatakan jumlah makan dalam piring 0,5 sampai 1 piring dinayatakan oleh 296 responden atau 91,1 %. Angka ini dalam ukuran banyaknya se usia anak sekolah dasar yang note benenya masih belum bekerja keras dan mengeluarkan energi, maka dalam kategori normal. Sementara itu ada 5,6 % responden ada yang menyatakan banyaknya dalam satu kali makan lebih dari satu piring. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh jenis kelamin yang berbeda. Berdasarkan data yang ada, sebagian besar yang menyatakan lebih dari satu piring dalam satu kali makan karena mereka rata-rata berjenis kelamin laki-laki, dimana
Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

setelah pulang sekolah harus mambantu bapak dan ibunya keladang, sawah maupun ke pasar. Sehingga dengan banyaknya energi yang dikeluarkan maka ada nafsu makan yang tinggi pula. Pola makan merupakan yang berlebihan secara tidak langsung juga menunjukan fisik mereka. Ada diantara responden yang secara fisik memang sudah besar dibanding fisik seusia teman-temannya yang lain. Selain sebagian besar mereka sering tidak naik kelas akibat tidak konsentrasinya dalam belajar, melainkan disibukkan oleh aktifitas di rumah, juga karena tingkat prestasi belajarnya yang rendah. Mengkonsumsi makanan dalam satu kali makan secara normal setidaknya mengandung empat sehat lima sempurna (gizi seimbang). Hal tersebut tentunya bagi mereka yang mampu melakukan pemenuhan. Bagi yang tidak mampu tentunya seadanya saja dimakan, yang penting perut dapat terisi dan dapat beraktifitas. Untuk melihat jenis makanan yang dikonsumsi, maka dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini. Tabel 4 : Jenis makanan yang di konsumsi dalam satu kali makan No. Jenis Jumlah Prosentase 0 0 a. Nasi / jagung 1. 9,9 32 b. Nasi / jagung, sayur 2. 64,9 211 c. Nasi / jagung, sayur, lauk pauk 3. 0 0 d. Buah, susu 4. 15,7 51 e. a, b, c, dan d 5. 9,6 31 f. Tidak sayur (nasi dan lauk) 6. Jumlah 325 100 % Sumber : Angket No. 3 Jenis makanan yang dikonsumsi menunjukan tingkat ekonomi para orang tua responden. Apabila pola makanan teratur dan yang dikonsumsi dalam kategori gizi seimbang yang terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur mayur dan buah-buahan. Maka tentunya tingkat ekonomi orang tua responden cukup mampu dalam pemenuhan kebutuhannya. Mengingat kondisi desa tertinggal dengan tingkat kesulitas ekonomi yang semakin terpuruk, menempatkan para sebagian penduduk semakin kesulitan dalam pencapaian kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan tabel 4 diatas, sebagian besar responden dalam persoalan jenis makanan yang dikonsumsi dalam kategori sedang. Ukuran sedang belum dapat dipastikan apakah dalam ukuran gizi juga seimbang. Akan tetapi dari total
Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

325 responden, 211 responden menyatakan setiap kali mengkonsumsi makanan terpenuhinya jenis makanan antara lain nasi/jagung, sayur dan lauk pauk. Nasi atau jagung yang merupakan makanan pokok bagi masyarakat Indonesia, juga menjadi prioritas masyarakat yang dalam kategori miskin. Artinya, meskipun tingkat kesulitas ekonomi yang dirasakan sedemikian rupa, akan tetapi belum sampai pada kesulitan mengganti makanan pokok menjadi makanan pengganti lainnya seperti ketela atau lain-lain. Sementara yang menjadi pelengkap nasi atau jagung adalah sayur mayur, baik berupa ubi-ubian, tempe ataupun tahu. dan pelengkap nasi, sayur, juga ditambah dengan lauk pauk berupa ikan asin, kerupuk, tempe dan ataupun tahu. Akan tetapi tidak semua responden mampu mengkonsumsi makanan sebagaimana sebagian besar responden mengkonsumsinya. Ada 9,9% yang menyatakan hanya makan nasi/jagung dan sayur mayur saja. Itupun sebagaimana yang dikatakan oleh beberapa responden disalah satu SDN Candi Kecamatan Winongan, sayur yang menjadi pelengkap nasi hanyalah sayur yang apa adanya, dimana mudah di dapatkan dilahan atau pekarangan mereka. Kalau harus membeli tidak ada uang Untuk konsumsi makanan tambahan dalam rangka peningkatan gizi anak sekolah, program makanan tambahan tersebut ada sebagian SDN yang tidak saja mendapat bantuan dari PMT-AS yang diselenggarakan oleh pemerintah setempat. Ada donatur lain yang secara intensif dalam beberapa bulan terkahir ini juga memberikan bantuan berupa telor matang yang siap makan untuk seluruh siswasiswi sekolah dasar dan Masdrasah Ibtidaiyah. Yakni oleh PT. Super Unggas Jaya yang berdomisili dan memiliki peternakan dalam bidang unggas di desa Ngembal. Sehingga SDN Ngembal I IV Kecamatan Tutur secara berkala mendapatkan makanan tambahan pula dalam rangka peningkatan gizi anak sekolah. Makanan pokok merupakan makanan yang dikonsumsi setiap hari dalam pencapaian keseimbangan kesehatan tubuh. Tentunya makanan pokok berbeda dengan makanan tambahan. Makanan tambahan dapat berupa makanan ringan yang didapatkan dari membeli atau diberi. Untuk usia anak sekolah dasar, lazimnya tidak cukup hanya mengkonsumsi makanan pokok saja tanpa ada makanan tambahan lain. Untuk dapat mengetahui apakah siswa-siswi juga

Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

mengkonsumsi makanan tambahan selain makanan pokok, maka dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 5 : Makanan yang dikonsumsi selain makanan pokok No. Jenis Jumlah Prosentase 1. a. Makanan ringan (chiki dll) 79 24,3 2. b. Roti 46 14,1 3. c. Pisang goreng, menjes 114 35,1 4. d. a, b, dan c 35 10,8 5. e. Bakso, chilok 15 4,6 6. f. Yang tidak mengkonsumsi 36 11,1 Jumlah 325 100 % Sumber : Angket No. 4 Makanan tambahan se usia anak sekolah dasar memiliki keragaman. Ada yang berupa makanan instan yang diproduksi oleh pabrik seperti chiki, roti ataupun lainnya dan ada pula makanan tambahan yang didapatkan dari membeli di kantin atau yang jualan didekat sekolah seperti menjes, pisang goreng, bakso chilok dan lain-lain. Dari data diatas, sebagaian besar responden mengkonsumsi makanan selain makanan pokok, yakni sejumlah 98,9%. Baik berupa makanan ringan seperti chiki, roti ataupun makanan yang dibuat oleh penduduk setempat seperti pisang goreng, menjes, bakso dan lain-lain. Sementara itu, ada 11.1 % responden yang menyatakan tidak mengkonsumsi makanan tambahan (jajan) disekolah. Dari wawancara yang dilakukan, responden tidak mengkonsmsi makanan bukan berarti tidak cocok atau tidak mau makanan yang ada, akan tetapi tidak memiliki uang untuk membeli karena orang tua tidak memberi uang jajan. Katanya kalau mau kenyang pulang saja kerumah dan makan dirumah. Sementara itu, dari wawancara yang berlanjut disalah satu sekolah dasar, ada yang masih menyatakan tidak pernah mendapatkan makanan tambahan dari sekolah baik berupa apapun. Ini artinya program makanan tambahan anak sekolah masih ada yang belum terdistribusikan kepada mereka secara merata atau juga disebabkan oleh sampling error yang tidak dapat digeneralisir secara keseluruhan. Data tersebut tidak sinkron dengan wawancara yang dilakukan kepada kepala sekolah mereka. Dari penjelasan kepala sekolah disetiap tempat yang disurvey,

Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

semuanya menyatakan bahwa PMT-AS sudah tersampaikan dan terdistribusikan secara merata ke anak didiknya.

B. Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar. Lazimnya dunia pendidikan dimanapun, prestasi belajar merupakan wujud dari evaluasi yang berkesinambungan antara sistem pendidikan yang berjalan dengan out put yang dihasilkan. Sistem pendidkan dikatakan dapat berhasil dengan bagus apabila sub-sub sistem yang ada didalam mampu berjalan beriringan sebagaimana tujuan yang hendak dicapai. Dalam sistem pendidikan formal, kurikulum sebagai pijakan untuk menghantarkan anak didiknya memahami berbagai muatan pelajaran dikatakan berhasil apabila dalam setiap evaluasi baik catur wulan maupun semesteran menunjukan angka maksimal ratarata. Apabila ada kesenjangan dan atau ketidaksesuaian antara kurikulum yang diajarkan dengan tingkat pemahaman, maka dapat dikatakan prestasi belajar siswa-siswinya gagal. Artinya sistem pendidikan yang berlangsung berjalan timpang tidak pada mestinya. Sementara itu juga, dalam sistem pendidikan tingkat dasar, intensitas kehadiran dalam rangka tersampaikannya pelajaran sekolah menjadi prioritas utama pola pendidikan yang sekarang ini berlangsung. Sehingga kehadiran dan kedisplinan merupakan syarat mutlak siswa sekolah dasar untuk dapat mencapai prestasi yang bagus. Apabila intensitas kehadiran lemah (sering absen) maka tentunya berimplikasi pada prestasi belajar siswa, namun ketidak hadiran siswa didik tentunya memiliki ragam latar belakang, baik akibat cuaca, membantu orang tua dan ataupun akibat sakit yang dideritanya, sehingga mengaharuskan tidak masuk sekolah. Untuk lebih dapat mengetahui gambaran prestasi anak sekolah, terutama yang mendapat bantuan dari Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS) maka lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 6 : Prestasi Belajar Responden ( Frekuensi tidak masuk sekolah karena sakit) No. Frekuensi Jumlah Prosentase 1. Pernah 272 83,7 2. Tidak pernah 53 16,3 Jumlah 325 100 %
Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

Sumber : Angket No. 5 Dari tabel 6 diatas menunjukan 272 responden (83,7%) pernah tidak masuk yang diakibatkan kerena sakit. Sementara yang menyatakan tidak pernah sakit sehingga dapat mengikuti pelajaran terus menerus didapatkan data sejumlah 53 responden (16,3%), dengan arti kata mereka tidak pernah mengidap sakit hingga mengakibatkan tidak masuk sekolah. Dari sebagian yang diminta keterangannya, sebenarnya tidak masuknya dia juga karena terpaksa akibat sakit yang parah. Tidak masuk sekolah sebenarnya dapat secara langsung berimplikasi pada prestasi belajarnya. Dengan tidak masuk sekolah berarti pula telah tertinggal pelajarannya yang nantinya belum tentu akan dapat menyesuaikan dengan yang lain. Menderita sakit yang terlalu keseringan yang mengakibatkan tidak masuk sekolah yang menimpa pada anak sekolah dasar perlu adanya perhatian secara serius tidak saja oleh orang tua wali murid, akan tetapi juga pihak sekolah, mengingat tanggung jawab berlangsungnya pendidikan dimasa depan. Untuk mengetahui tingkat frekuensi tidak masuk sekolah responden, maka dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 7 : Prestasi Belajar Responden ( Frekuensi jika tidak masuk sekolah dalam setiap bulannya) No. Frekuensi Jumlah Prosentase 83,5 227 1 3 kali 1. 12,1 33 3 6 kali 2. 4,4 12 6 9 kali 3. Jumlah 272 100 % Sumber : Angket No. 5 Dari tabel 7 diatas, maka dapat diketahui tingkat frekuensi tidak masuk responden. Dari total 272 yang pernah menyatakan tidak masuk sekolah kerena sakit, maka ada sebanyak 227 responden (83,5%) dengan tingkat keseringan selama 1 3 hari dalam satu bulannnya. Apabila angka tersebut dijumlahkan selama satu semester, maka sudah akan terjumlah 16 kali tidak masuk sekolah karena alasan sakit. Sementara itu yang menyatakan tidak masuk sekolah dengan tingkat keseringan 3 6 kali dalam satu bulannya sejumlah 33 responden (12,1%). Data diatas menunjukan prestasi siswa sekolah dasar yang perlu mendapatkan perhatian secara intensif terhadap tingkat kesehatan. Meskipun
Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

kalau dibandingkan dengan jumlah total keseluruhan siswa yang ada tidak begitu besar, akan tetapi akan memprihatinkan apabila terus berlangusng secara terus menerus. Menderita sakit diakibatkan oleh banyak faktor, baik oleh faktor lingkungan yang tidak sehat, oleh makanan yang kurang bergizi sehingga daya tahan tubuh lemah, maupun juga diakibatkan oleh kecelakaan. Untuk lebih dapat mendiksripsikan temuan data tentang prestasi belajar responden, maka yang tidak kalah signifkankannya adalah mengetahui frekuensi tidak naik kelas responden. Lebih detailnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 8 : Prestasi Belajar Responden ( Frekuensi tidak naik kelas responden ) No. Frekuensi Jumlah 1. Pernah 69 2. Tidak pernah 256 Jumlah 325 Sumber : Angket No. 5

Prosentase 21,2 78,8 100 %

Prestasi belajar sebagaimana dijelaskan diatas, memiliki faktor-faktor penilaian kumulatif. Mulai dari tingkat kehadiran, tingkat kedisiplinan masuk, hingga tingkat pemahaman pelajaran yang terejawantahkan melalui penilaian harian, penugasan dan penilain bersama (ujian). Apabila seorang siswa nilai kumulatifnya dibawah rata-rata standart minimal, maka untuk ukuran prestasi disebut tidak berkembang atau lemah. Konsekuensinya, anak didik belum layak untuk di naikkan ke kelas yang lebih tinggi. Jadi, dari tabel 8 tersebut dapat diketahui bahwa hampir sebagaian besar responden naik kelas secara terus menerus dalam setiap tahunnya. Ada sebanyak 256 responden (78,8%) yang menyatakan diri terus naik kelas, sementara yang lainnya sejumlah 69 responden (21,2%) menyatakan pernah tidak naik kelas. Meskipun prosentase antara yang naik kelas dan yang tidak naik kelas selisihnya banyak, akan tetapi yang menjadi sorotannya adalah prosentase yang tidak naik kelas. Berdasarkan wawancara dengan pihak pengelola sekolah (guru dan wali kelas serta responden sendiri) hampir sebagian besar mereka yang tidak naik kelas disebabkan oleh tingkat pemahaman yang masih rendah dan faktor lain seperti tingkat kahadirannya yang kurang. Namun ungkapan yang lain disampaikan oleh kepala sekolah SDN Ngembal I Kecamatan Tutur bahwa karena
Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

adanya makanan tambahan sekolah dari pemerintah setempat, maka salah satu manfaatnya dapat menarik atau merangsang siswa untuk selalu aktif masuk sekolah. Tidak naik sekolah berarti telah merugikan waktu belajarnya selama satu tahun bagi anak didik. Yang mestinya dapat menyelesaikan sekolah dasar pada usia 12 atau 13 tahun, maka menjadi lebih banyak lagi umurnya. Tabel 9 Prestasi Belajar Responden (Waktu tidak naik kelas, jika pernah tidak naik kelas) No. Kelas Jumlah Prosentase 58,0 40 Kelas 1 ke kelas 2 1. 27,5 19 Kelas 2 ke kelas 3 2. 7,2 5 Kelas 3 ke kelas 4 3. 5,8 4 Kelas 4 ke kelas 5 4. 1,5 1 Kelas 5 ke kelas 6 5. Jumlah 69 100 % Sumber : Angket No. 5 Sebagian besar responden yang tidak naik kelas dengan jumlah total 69 dari 325 responden, maka sebagian besar waktu tidak naik kelasnya pada kelas 1 ke kelas 2. Hal ini sebagaimana di nyatakan oleh pengelola sekolah (guru) karena beberapa alasan. Ada yang karena umurnya belum memenuhi, tingkat pemahaman pelajaran yang masih dibawah standart dll. Kelas 1 meupakan kelas dimana peralihan dari taman kanak-kanak yang muatan materinya cenderungan kurang serius, beralih ke sekolah dasar yang muatan materinya lebih besar. Bagi anak yang masih labil dan umurnya kurang memenuhi, ada sebagian orang tua siswa yang menyatakan hanya menitipkan anaknya untuk coba-coba dikelas 1, agar ditahun yang akan datang sudah terbiasa dengan kondisi yang ada. Sehingga pada pemahaman ini kesannya untuk kelas satu masih dibuat coba-coba terlebih dahulu. Dari tabel 9 tersebut diatas, juga menunjukan betapa waktu tidak naik kelasnya terus berkurang seiring para siswa semakin tinggi kelasnya. Ini artinya anak didik terus dapat dipacu dengan kedisplinan belajar, seiring dengan terus diberikan makanan tambahan baik dari pemerintah berupa makanan kudapan maupun dari donatur yang lainnya. Apabila bantuan semacam PMT-AS dan lainnya dalam memberikan rangsangan untuk siswa terus aktif masuk sekolah dan sekaligus meningkatkan gizi anak, maka tentunya pola pemberian makanan
Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

semacam PMT-AS tidak saja berimplikasi secara langsung pada peningkatan gizi dan peningkatan prestasi, akan tetapi secara psikologis menjadi rangsangan tersendiri untuk masuk sekolah.

C. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung Yang dimaksud disini adalah dengan menggunakan metode pengukuran gizi, khususnya motode Antropometri. Yakni ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi, dan dipandang lebih mudah untuk dilakukannya. Untuk penentuan status gizi yang dilakukan dengan penilaian antropometri dengan melihat berat badan dan tinggi badan serta biokomia : Tabel 10 : Penilaian Antropometri No. Kesimpulan (BB/TB) Jumlah 1. Gizi baik 157 2. Gizi sedang 102 3. Gizi kurang 36 Jumlah 325 Sumber : Angket III/B

Prosentase 57,5 31,3 11,2 100 %

Penilaian antropometri yang merupakan salah satu metode dalam pengukuran gizi anak pada penelitian kali ini memiliki keragaman hasil yang didapatkan. Dari pengukuran Antropometri yang dilakukan mulai dari umur, tinggi badan (TB) hingga berat badan (BB) dan jenis kalamin, maka kesimpulannya dapat diketahui sebagaimana diatas. Ada sebanyak 157 responden (57,5 %) yang dalam katageori gizi baik. Ini berdasarkan pada ukuran standar umumnya masyarakat Indonesia. Gizi yang terjamin dari pola makan yang baik, secara lazim akan mempengaruhi perkembangan fisik seseorang termasuk siswa usia sekolah dasar. Sementara yang sebenarnya ironi adalah adanya sejumlah 102 responden (31,3%) yang dalam katagori gizi sedang. Artinya dari prosentase jumlah responsen yang diukur berdasarkan metode diatas, gizi sedang dengan jumlah yang relatif banyak. Apabila tidak segera diantisipasi dengan pola makan yang terus seimbang dan mengikat tingkat gizinya, maka bisa berakibat pada penurunan
Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

gizi kearah gizi kurang. Untuk program makanan tambahan pada siswa yang kategori sedang dan bahkan kurang, maka perlu adanya prioritas untuk di langsungkan secara berkesinambungan dan terprogram.

D. Pemeriksaan Klinis Pemeriksaan klinis juga sebagai salah satu yang dilakukan untuk pengkuruan status gizi anak sekolah yang mendapatkan makanan tambahan. Untuk lebih dapat mendiskripsikan hasil penelitian dengan metode pemeriksaan klinis, maka lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 11 : Riwayat penyakit yang pernah di derita responden ( Waktu sakit bulan / tahun) No. Waktu sakit Jumlah Prosentase 9,5 31 Dalam bulan ini 1. 16,3 53 Bulan yang lalu 2. 29,6 96 Tahun yang lalu 3. 44,6 145 Tidak pernah sakit 4. Jumlah 325 100 % Sumber : Angket III/C/1 Dari tabel diatas menunjukan bahwa sebagian besar (51,4 %) menyatakan pernah sakit baik dalam waktu bulan waktu penelitian berlangsung, maupun bulan sebelumnya. Setidaknya ada 9,5 % responden menyatakan baru saja mengidap penyakit. Angka ini dapat dikategorikan kecil kalau dibanding dengan bulanbulan sebelumnya. Menurunnya prosentase sakit yang dialami oleh siswa sekolah dasar jelas kabar yang menggembirakan. Artinya semakin siswa jarang sakit, akan berkorelasi dengan tingkat prestasi yang diraih. Disamping itu, jarangnya sakit menunjukan pula tingkat daya tahan tubuh yang kuat pula. Dengan demikian, status gizi dapat yang diketahui menunjukan perbaikan dari waktu kewaktu. Pemeriksaan klinis menunjukan data sebanyak 180 responden pernah menderita sakit. Dengan waktu yang beragam, mulai dalam bulan ini, bulan yang lalu hingga tahun yang lalu. Frekuensi waktu sakit yang ditunjukan dalam tabel diatas, mengalami penurunan yang drastis dari waktu (bulan atau tahun) sebelumnya. Sakit yang diderita oleh responden juga memiliki riwayat yang beragam. Untuk detailnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

Tabel 12 : Riwayat penyakit yang pernah di derita responden ( Gejala sakit yang diderita ) No. Gejala sakit responden Jumlah Prosentase 37,2 67 ISPA 1. 13,3 24 Cacar air 2 49,5 89 Lain-lain 3 Jumlah 180 100 % Sumber : Angket Untuk riwayat penyakit yang diderita responden juga beragam. Ada 67 siswa dari 180 yang pernah sakit dan memiliki riwayat penyakit dengan kategori penyakit ISPA. Jenis riwayat penyakit ini memang lazim dialami bagi masyarakat yang pada umumnya hidup dilingkungan yang masih belum bersih. Infeksi saluran pernapasan atas dapat diakibatkan oleh polusi udara, debu, dan ataupun juga kondisi makanan yang tidak proposional. Dari masing-masing penyebabnya, upaya pencegahanya diantaranya dilakukan pencegahan berupa peningkatan kebersihan, menjaga pola makan yang teratur dengan selalu memperhatikan kandungan gizi. Dengan gizi yang baik, maka akan memiliki daya tahan tubuh yang baik pula. Semantara riwayat penyakit yang lain, juga diantaranya ada tifus, cacar air dan lainnya. Porsentase yang lebih besar pada lain-lainnya, yakni sebesar 49,5 %. Hal tersebut dapat diartikan ada beragam gejala yang kemudian responden mengatakan pernah memiliki riwayat sakit seperti, pusing, kembung, influensa, muntah-muntah. Dari riwayat penyakit diatas, maka keluhan-keluhan yang diderita juga beragam. Sebagaimana tabel berikut ini : Tabel 13 : Keluhan yang sering dirasakan responden No. Jenis keluhan sakit Jumlah Prosentase 32,3 58 a. Pusing, mual 1. 19,4 35 b. Sakit ulu hati, sariawan 2. 23,9 43 c. Diare, muntah 3. 11,7 21 d. Anoreksia, kembung 4. 12,7 23 e. Lain lain (mules) 5. Jumlah 180 100 % Sumber : Angket III/C/1 Untuk keluhan-keluhan yang dirasakan responden yang sakit berdasarkan pemeriksaan klinis, menunjukan keragaman. Mulai dari yang merasa pusingKajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

pusing hingga diare dan anoreksia. Pusing dan mual cenderung diakibatkan oleh makanan yang dikonsumsi tidak cocok dengan tubuh mereka. Akibatnya menjadi pusing dan mual. Gejala pusing tidak hanya diakibatkan oleh pola makan saja, akan tetapi beragam penyebab mulai dari terkena hujan, terlalu lelah, sementara daya tahan tubuh lemah, maka bisa berakibat pada pusing dan mual. Angka ini yang menunjukan prosentase yang tinggi, yakni sejumlah 32,3 % dari 180 responden yang menyatakan pernah sakit. Meskipun juga dari data yang terkumpul, ada beberapa responden yang mengalami komplikasi, yakni keluhan yang bermacam macam (lebih dari satu) yakni, mual, muntah, diare, dan lain-lainnya. Pernyataan tersebut sejalan dengan pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh peneliti. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan dilapangan, maka didapatkan data sebagai berikut ini : Tabel 14 : Pemeriksaan Fisik No. Pemeriksaan fisik Kulit kering 1. Kulit hiperkeratosis 2. Lesi kulit 3. Rambut kusam dan kering 4. Rambut tipis, jarang 5. Mudah rontok/putus 6. Rambut tanda bendera 7. Wajah anemis 8. Wajah moon face 9. \10. Mata konjungtiva anemis 11. Gusi Mudah berdarah 12. Gusi tampak bengkak 13. Mulut Stomatitis 14. Mulut kering (mukosa kering) Jumlah Sumber : Angket C/2 Jumlah 38 4 12 31 20 14 8 4 12 8 12 11 21 12 207 Prosentase 18,3 1,9 5,8 15,0 9,6 6,8 3,8 1,9 5,8 3,8 5,8 5,3 10,1 5,8 100%

Untuk pemeriksaan fisik responden dilapangan, jumlah 207 responden tersebut, responden didapatkan beberapa gejala fisik yang beragam dari satu responden, sehingga jumlah yang didapatkan ada sebanyak 207. Keragaman pemeriksaan fisik responden seperti tabel diatas, setidaknya juga menunjukan bagaimana status gizi yang dimiliki oleh siswa yang bersangkutan. Akan tetapi perlu untuk diketengahkan dalam penjelasan ini, bahwa
Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

ada beberapa responden yang memiliki pemeriksaan fisik lebih dari satu ciri-ciri gizi dalam kategori kurang. Meskipun tidak terklasifikasikan dengan detail, akan tetapi fisik responden dengan kulit kering menunjukan prosentase yang tertinggi dibanding dengan lainnya. Sementara ciri fisik dengan rambut kusam dan kering, juga pada urutan kedua prosentasenya. Hal ini menjadi salah satu ciiri betapa gizi sebagian anak sekolah yang bahkan sudah ada tambahan makanan sekolah menunjukan gizi yang belum normal atau kurang. Hal tersebut dapat diandaikan bagaimana jika tidak ada makanan tambahan. Tentu dalam pengertian bahwa makanan tambahan yang diberikan oleh pemerintah setempat secara tidak langsung akan memberikan tambahan nilai gizi anak. Meskipun belum mampu sejauh mana perubahannya.

E. Pemeriksaan Kimia Darah Pemeriksaan kimia darah dilakukan dengan metode sahli, metode ini dipilih karena mudah, murah dan cepat. Meskipun dengan angka kesalahan 0,5 sampai 1. Untuk lebih detail dari temuan dilapangan atas metode sahli tersebut, dapat dilihat pada tabel dibawah : Tabel 15: Kesimpulan Pemeriksaan Kimia Darah No. Kesimpulan Jumlah Prosentase 1. Normal ( > 10 ) 72 29,9 2 Kurang Normal ( 8 10 ) 153 63,5 3 Tidak Normal < 8 16 6,6 Jumlah 241 100 % Sumber : Angket D Untuk pemeriksaan kimia darah, tidak semua responden dilakukan pemeriksaan. ini dilakukan secara acak (random) dari responden yang mau di periksa saja. Karena tidak semua respoden mau di ambil darahnya untuk diperiksa. Ada sejumlah 241 responden dari total sampel yang diambil, dan munjukkan 72 siswa (29,9%) dalam kategori normal. Sementara yang lain, sejumlah 153 responden (63,5%) menunjukan kategori kurang normal. Dan ada 16 responden (6,6%) yang dalam ketegori tidak normal. Dengan pemeriksaan yang dilakukan ini menunjukan kadar hemoglobin dalam darah. Sehingga fungsi pengikat oksigen dapat dilakukan dengan optimal.
Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

Ini akan berpengaruh pada aktifitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Artinya semakin rendah hemoglobin darah yang dimiliki oleh siswa, maka akan berpengaruh pada menurunnya aktifitas dalam proses belajar mengajar. Sementara semakin tinggi tingkat homoglobin darah yang dimiliki oleh siswa sekolah, maka aktifitas siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar akan semakin lebih optimal. Dari tabel diatas, ada kecenderungan kurangnya hemoglobin darah siswa dengan tingkat prosentase 63,5 %. Sehingga data ini berkorelasi dengan prestasi belajar yang stagnan dan cenderung menurun. Sementara itu 6,6 % yang lain menunjukan hemoglobin tidak normal. Ini berarti akan berpengaruh pada daya tahan tubuh siswa, sehingga akan rentan terhadap penyakit.

Kesimpulan Dan Saran Dari uraian yang di paparkan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : A. Kesimpulan : Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) yang diselenggarakan oleh pemerintah Kabupaten Pasuruan telah berjalan sebagaimana mestinya. Ada beberapa indikator keberhasilan yang dapat meningkatkan gizi anak. Pertama, dari pemeriksaan antropometri mengidikasikan adanya status gizi yang

signifikan, yakni sebanyak 157 responden (57,5%) dalam kategori gizi baik dan dalam kategori sedang ada sebanyak 102 (31,3%). Kedua, dari pemeriksaan fisik menunjukan ciri-ciri fisik dalam ukuran status gizi baik. Hal tersbut dicirikan dengan fisik responden dalam ukuran normal, meskipun disisi lain masih adanya gejala fisik yang diakibatkan oleh kekurang gizi dengan ciri-ciri kulit kering, hiperkeratosis, rambut kusam dan kering selain juga stomatitis. Ketiga ada sejumlah 241 responden dari total sampel yang diambil, dan munujukkan 72 siswa (29,9%) dalam kategori normal. Sementara yang lain, sejumlah 153 responden (63,5%) menunjukan kategori kurang normal. Dan ada 16 responden (6,6%) yang dalam ketegori tidak normal. Dengan pemeriksaan yang dilakukan ini menunjukan kadar hemoglobin dalam darah. Sehingga fungsi pengikat oksigen dapat dilakukan dengan optimal.

Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

Ini akan berpengaruh pada aktifitas siswa dalam mengikuti palajaran. Artinya semakin rendah hemoglobin darah yang dimiliki oleh siswa, maka akan berpengaruh pada menurunnya aktifitas dalam proses belajar mengajar. Sementara semakin tinggi tingkat homoglobin darah yang dimiliki oleh siswa sekolah, maka aktifitas siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar akan semakin lebih optimal. Dari tabel diatas, ada kecenderungan kurangnya hemoglobin darah siswa dengan tingkat prosentase 63,5 %. Sehingga data ini berkorelasi dengan prestasi belajar yang stagnan dan cenderung menurun. Sementara itu 6,6 % yang lain menunjukan hemoglobin tidak normal. Ini berarti akan berpengaruh pada daya tahan tubuh siswa, sehingga akan rentan terhadap penyakit.

B. Saran-Saran Saran-saran yang dapat disampaikan dari kajian PMT-AS di Kabupaten Pasuruan dapat diketengahkan sebagai berikut : 1. Diperlukan monitoring dan evaluasi yang berkala/berjenjang untuk

pelaksanaan PMT-AS, sehingga program yang kurang tepat sasaran mampu diminimalisir. 2. Apresiasi pemerintah setempat dalam sosialisasi PMT-AS sudah mampu menjangkau daerah-daerah IDT, akan tetapi karena belum semuanya alokasi dana diperuntukkan dalam peningkatan gizi siswa sekolah dasar, melainkan untuk pembangunan fisik, maka arahan dan bimbingan yang intensif perlu terus di lakukan. 3. Mengingat masih adanya miss communication antara pengelola PMT-AS pada level bawah, Kecamatan dan Kabupaten yang sering terjadi, maka perlu ditingkatkan intensitas komunikasi yang tidak sporadis, melainkan terprogram dan terencana. Sehingga dengan terjalinnya komunikasi yang efektif, maka dapat mengeliminir salah sasaran dari tujuan PMT-AS yang hendak dicapai, yakni peningkatan gizi anak sekolah untuk berprestasi.

Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

*) Dosen Program Diploma III Keperawatan Universitas Muhammadiyah Malang **) Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang

Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

Daftar Pustaka Andrian A. Chaniago, 2001, Gagalnya Pembangunan, LP3S, Jakarta Bjor, Hottne, 2001, Teori Pembangunan dan Tiga Dunia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Cornelis, 1997, Rekruitmen elite Politik, Proses dan Implikasi dalam Prisma Politik Kebudayaan di Tengah Pluralitas, Pustaka Pelajar, Jogjakarta Doyle P, 1990, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Gramedia Pustaka Utama, Grayson Llyod, 2001, Indonesia Today, Challenges Of History, Institute of Sowtheast Asian Studies, Singapore Henk Schulte N, 2002, Indonesia In Search of Transition, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. I Dewa Nyoman S, 2002, Penilaian Status Gizi, Penerbit Buku Kedokteran IGC, Jakarta Maleong, Lexi, 1994, Metodologi Penelitian Kualitatif, Rosda Karya, Bandung Mukmin, Hidayat, 1986, Transisi Menuju demokrasi : Pengalaman Bebagai Negara, Seminar Pembangunan Politik dan Demokrasi PAU Sosial UGM Norman T Uphohff, Milton J, 1988, Local Organization; Intermediaries in Rural Development, Cornell University Press, London. Persatuasn Ahli Gizi Indonesai, 1997, Penuntun Diit Anak, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Susetiawan, 2001, Institusi Kekuasaan di Desa: Masih Menjadi Kepanjangan Tangan Pemerintah Pusat atau Demokrasi dan Otonomi dalam Menggeser Pembangunan, Memperkuat Rakyat, editor : Dadang Juliantara, Lapera Press, Jakarta. Tim Peneliti UIIS Malang, 2003, Profil Pesantren: Penelitian dan pengembangan Pondok Pesantren Menyongsong Otonomi Daerah di Kabupaten Pasuruan, Pemkab Pasuruan. Uphoff, Norman, 1986, Local Institution Development: An Analytical Source Book With Case, Kumarian Press, USA

Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

Kajian Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di Kabupaten Pasuruan

Anda mungkin juga menyukai