Anda di halaman 1dari 3

MASALAH SOSIAL ANAK JALANAN(http://bbppksjogja.depsos.go.

id/2011/06/16/masalah-sosial-anak-jalanan) June 16, 2011 Oleh admin Masalah anak jalanan seolah-olah tidak ada hentinya terdengar di telinga kita. Derita dan penyiksaan yang mereka alami terkadang membuat kita sedih. Mereka harus berjuang ditengah-tengah kota yang kejam untuk mendapatkan sejumlah uang agar mereka bisa bertahan hidup dan tidak kelaparan. Jual rokok, membersihkan bus umum, atau juga penjaja koran, barangkali itu yang dapat mereka lakukan. Keuntungan yang mereka terima tidak seberapa, namun itu harus mereka lakukan agar mereka tetap hidup di kota metropolis. Anak jalanan ini biasanya mangkal di terminal atau di persimpangan-persimpangan jalan. Keadaan ekonomi yang memaksa mereka harus bekerja, dan pekerjaan yang bisa mereka lakukan untuk seusia mereka adalah sektor informal. Penggusuran terhadap anak ini akan memperparah keadaan. ... Penggusuran terhadap anak ini akan memperparah keadaan. Akan timbul masalah sosial yang akan lebih besar. Anak-anak yang akan digusur akan kehilangan mata pencaharian, sedangkan secara ekonomi, mereka harus mencari lapangan usaha yang mampu memenuhi kebutuhannya. Bila lapangan usaha tersebut hilang, maka meraka akan mencari lapangan usaha lain, dan bila ini tidak didapatkan, mereka akan melakukan tindakan apa saja yang penting bagi mereka bisa menghasilkan uang. Dan ini yang menimbulkan dampak sosial, sebab apa yang mereka lakukan sudah tidak memperhatikan norma-norma hukum yang berlaku. Bila ini sudah terjadi, tentunya aparat keamanan akan semakin disibukkan kembali. Pencopetan, perampokan, penodongan dan tindak kriminal lainnya akan menjadi suatu tindak pidana baru yang pelakunya adalah anak-anak di bawah umur. Anak Jalanan Produk Kondisi Sosial Krisis multidimensional yang melanda Indonesia dimasa lalu, telah membawa perubahan yang sangat signifikan bagi hidup dan kehidupan umat manusia. Akibatnya, berbagai persoalan sosial dan ekonomi dirasakan semakin berat dan melanda hampir seluruh komponen masyarakat dan hal ini pula yang membuat sebagian masyarakat semakin terpinggirkan dan semakin tidak berdaya menghadapi problem yang semakin berat. Ketidakberdayaan kelompok masyarakat terpinggirkan tersebut menimbulkan masalah bagi dirinya dan lingkungannya, mereka menjadi beban masyarakat di sekitarnya atau dimana mereka berada. Mereka tidak mampu mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya. Sebagian lain mereka mencari keuntungan di kota dengan suatu harapan untuk memperbaiki taraf hidup. Tapi kenyataannya mereka tidak menjadi lebih baik dan apa yang mereka harapkan tidak terwujud dikarenakan mereka tidak memiliki dasar pendidikan dan keterampilan yang memadai. Anak jalanan merupakan salah satu produk dari kondisi sosial tersebut diatas, disamping itu krisis ekonomi yang berkepanjangan semakin meningkatkan jumlah anak jalanan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Fenomena ini dapat dilihat di sekitar terminal, stasiun kereta api, pasar dan tempat keramaian lainnya, dimana anak-anak sedang mencari nafkah untuk kehidupannya atau membantu kehidupan keluarganya. Permasalahan utama dari munculnya masalah sosial anak jalanan umumnya disebabkan karena : (1). Krisis ekonomi dan moneter yang berkepanjangan beberapa tahun yang lalu menyebabkan berkurangnya lapangan pekerjaan. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) para orang tua yang selama ini menjadi tulang punggung mata pencaharian/nafkah, (2). Semakin meningkatkan drop out anak sekolah, sehingga dimungkinkan rendahnya kualitas sumber daya manusia generasi yang akan datang, (3). Munculnya masalah-masalah sosial lainnya sebagai akibat dari pergaulan jalanan, seperti narkotika, perkelahian, kriminal dan

sebagainya. Resiko dari kerja anak jalanan seperti: tertabrak kendaraan, dangkalnya nilainilai moral dan keagamaan serta bentuk-bentuk kekerasan lainnya. Anak Jalanan, Dilemakah ? Anak-anak pada kategori ini pada umumnya sudah terlibat pada aktivitas-aktivitas yang berbau kriminal. Kelompok ini juga disebut dalam istilah kriminologi sebagai anak-anak dilinkuen. UNICEF kemudian menggunakan istilah hidup dijalanan bagi mereka yang sudah tidak memiliki ikatan keluarga, bekerja dijalanan bagi mereka yang masih memiliki ikatan dengan keluarga. Walaupun pengertian anak jalanan memiliki konotasi yang negatif di beberapa negara, namun pada dasarnya dapat juga diartikan sebagai anak-anak yang bekerja dijalanan yang bukan hanya sekedar bekerja di sela-sela waktu luang untuk mendapatkan penghasilan, melainkan anak yang karena pekerjaannya maka mereka tidak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik secara jasmnai, rohani dan intelektualnya. Hal ini disebabkan antara lain karena jam kerja panjang, beban pekerjaan, lingkungan kerja dan lain sebagainya. Dalam konteks permasalahan anak jalanan, masalah kemiskinan dianggap sebagai penyebab utama timbulnya anak jalanan ini. Hal ini dapat ditemukan dari latar belakang geografis, sosial ekonomi anak yang memang datang dari daerah-daerah dan keluarga miskin di pedesaan maupun kantong kumuh perkotaan. Namun, mengapa mereka tetap bertahan, dan terus saja berdatangan sejalan dengan pesatnya laju pembangunan? Ada banyak teori yang bisa menejelaskan kontradiksi-kontradiksi antara pembangunan dan keadilan-pemerataan, desa dan kota, kutub besar dan kutub kecil, sehingga lebih jauh bisa terpetakan lebih jelas persoalan hak asasi anak. Meskipun demikian, kemiskinan bukanlah satu-satunya faktor penyebab timbulnya masalah anak jalanan. Dengan demikian, adanya sementara anggapan bahwa masalah anak jalanan akan hilang dengan sendirinya bila permasalahan kemiskinan ini telah dapat diatasi, merupakan pandangan keliru. Strategi dan Penanggulangannya Kasus-kasus penggusuran, pelarangan, penangkapan, pemukulan yang menimpa anak-anak jalanan juga menjadi bukti bagaimana pembangunan memenangkan struktur formal yang bermodal dan mampu membayar pajak kepada negara, sehingga public space of economy dikuasai dan dimonopoli oleh struktur formal. Selain itu formalisasi juga ditampilkan melalui praktek-praktek yang sama dengan legitimasi nilai bahwa pembangunan hanya akan berjalan akibat kontribusi sektor formal. Sementara sektor informal, dimana anak-anak jalanan tumbuh dan berkembang, sekali lagi dianggap sebagai sesuatu yang tidak menguntungkan. Potret pembangunan memang diskriminatif dalam memberlakukan sektor informal, baik karena logika ekonomi yang dianut maupun karena legitimasi nilai formal yang melatarinya. Ada banyak perangkat nilai, norma ataupun hukum yang selalu digunakan untuk mencari pembenaran terhadap tindakan itu, bisa Perda, program kebersihan dan ketetiban, peraturan penertiban, atau nilai-nilai sosial diskriminatif lainnya. Hukum-hukum tersebut tidak mampu dihadapi oleh bocah-bocah kecil yang tidak mempunyai kekuasaan. Penanggulangan anak jalanan ini akan efektif bila semua pihak ikut berpartisipasi aktif, baik unsur pemerintah, LSM, mas media, individu-individu dan organisasi-organisasi keagamaan. Penanggulangan ini dapat dilakukan dengan pertama: melalui program aksi langsung. Program ini biasanya ditujukan kepada kelompok sasarannya yaitu para anak jalanan, misalnya saja memberikan pendidikan non-formal, peningkatan pendapatan keluarga, pelayanan kesehatan. Tipe pekerjaan ini biasanya yang dilakukan oleh LSM. Kedua adalah program peningkatan kesadaran masyarakat. Aktivitas program ini untuk menggugah masyarakat untuk mulai tergerak dan peduli terhadap masalah anak jalanan. Kegiatan ini dapat berupa penerbitan bulletin, poster, buku-buku, iklan layanan masyarakat di TV, program pekerja anak di radio dan sebagainya. Sementara pemerintah selain membuat kebijakan tentang bagaimana upaya penanganan bagio anak jalanan yang tepat, juga perlu mengoptimalkan kembali peran dari rumah-rumah singgah yang selama ini terkesan mati

suri. Khusus mengenai aspek hukum yang melindungi anak jalanan yang terpaksa bekerja juga merupakan komponen yang perlu diperhatikan karena masih lemahnya peraturan dan perundang-undangan yang mengatur masalah ini. (Bambang Tjahyono)

Anda mungkin juga menyukai