Anda di halaman 1dari 2

BAB 1 PENDAHULUAN

Filariasis limfatik atau elephantiasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit parasitik yang disebabkan parasit/cacing filaria hidup di dalam sistem limfe dan ditularkan melalui gigitan nyamuk. Elephantiasis tidak mengakibatkan kematian tetapi menimbulkan cacat fisik menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan anggota tubuh lainnya. Penyebab filariasis limfatik adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori (Nutman & Waller, 2005; WHO, 2011). Data World Health Organization (WHO) menunjukkan 1,3 miliar penduduk dunia yang berada di 81 negara berisiko tertular filariasis dan 65% negara tersebut berada di Asia Tenggara. World Health Organization (WHO) menetapkan filariasis limfatik menjadi salah satu penyakit yang diprioritaskan untuk dieliminasi pada tahun 2000 dengan mendeklarasikan The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by the Year 2020 (WHO, 2011). Filariasis limfatik endemis hampir di seluruh wilayah Indonesia terutama wilayah Indonesia Timur yang memiliki prevalensi lebih tinggi. Sejak tahun 2000 hingga 2009 dilaporkan kasus kronis filariasis sebanyak 11.914 kasus yang tersebar di 401 kabupaten/kota seluruh Indonesia. Penduduk yang berisiko tertular filariasis tahun 2009 lebih dari 125 juta orang yang tersebar di kabupaten/kota endemis, dapat menyebabkan kecacatan, gangguan psikososial dan penurunan produktivitas penderitanya (DepKes RI, 2007; Kementerian Kesehatan RI, 2010). Tiga spesies filaria yang menyebabkan filariasis limfatik pada manusia adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori (WHO, 1998; WHO, 2011). Parasit filaria ditularkan ke manusia melalui nyamuk pada stadium 1

larva. Seseorang dapat terinfeksi filaria apabila digigit nyamuk infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III (L3). Nyamuk mendapat mikrofilaria sewaktu menghisap darah penderita yang mengandung mikrofilaria atau binatang reservoar yang mengandung mikrofilaria (Cannor et all.,1986: Nutman & Waller, 2005, Pohan 2009). Perubahan patologi utama terjadi akibat kerusakan inflamatorik pada sistem limfatik yang disebabkan oleh cacing dewasa, bukan mikrofilaria. Cacing dewasa ini hidup dalam saluran limfatik aferen atau sinussinus limfe sehingga menyebabkan dilatasi saluran limfe. Manifestasi klinis infeksi filariasis limfatik terjadi beberapa bulan hingga beberapa tahun setelah infeksi, tetapi pada beberapa orang yang hidup di daerah endemis tetap asimptomatik selama hidupnya (Nutman & Waller, 2005, Pohan 2009). Diagnosis filariasis secara laboratorium dengan mendeteksi mikrofilaria secara mikroskopis di dalam darah, cairan hidrokel atau cairan chyluria. Pada penderita amikrofilaremia diagnosis filariasis dilakukan dengan pemeriksaan serologi untuk mendeteksi antigen yang beredar dengan immunochromatographic test (ICT) dan Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Deteksi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan jika hasil pemeriksaan serologi tidak memuaskan (Soeyoko, 2002). Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas tentang filariasis limfatik dan pemeriksaan laboratoriumnya.

Anda mungkin juga menyukai