Anda di halaman 1dari 13

Pericoronitis

Disusun oleh : Yuvens (0710217)

Pembimbing : drg. Hanny

BAGIAN ILMU GIGI DAN MULUT RUMAH SAKIT IMMANUEL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG 2011

Pericoronitis
Pengertian dan Etiologi

Pericoronitis adalah peradangan jaringan gusi disekitar mahkota gigi yang erupsi sebagian, paling sering pada gigi geraham bungsu (molar III) bawah, tapi bisa juga terjadi pada gigi lain yang sedang tumbuh terutama yang pertumbuhannya lama. Pericoronitis terjadi akibat penumpukan bakteri (Terutama Staphylococcus dan Streptococcus), plak, dan sisa makanan pada rongga operculum gusi dan gigi yang bererupsi sebagian. Dapat terjadi pula edema inflamasi akibat trauma jaringan gusi tersebut dari gigi yang berlawanan, memicu pembengkakan operculum, nyeri, rasa tidak enak disebabkan adanya pus dari bawah operculum.

Akibat dari gigi Molar 3 yang terletak miring : Tempat retensi sisa makanan dan kuman Pericoronitis Mudah timbul karies antara M2 dan M3 Trauma pada operkulum karena tekanan dari gigi M3 atas

Beberapa contoh posisi M3 :

Secara teori impaksi gigi geraham bungsu bisa disebabkan oleh faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal yang diduga bisa menjadi penyebab terjadinya impaksi gigi adalah ketidakberaturan posisi dan tekanan dari gigi yang berdekatan, kepadatan jaringan tulang di sekitar gigi, peradangan khronis yang menyebabkan penebalan dari jaringan mukosa di sekitar gigi, kekurangan ruang akibat kurang berkembangnya rahang yang hal ini sering dikaitkan adanya perubahan pola makan masyarakat modern yang lebih lunak dibandingkan pada masyarakat jaman dahulu, letak benih gigi yang salah dan juga bentuk gigi yang abnormal. Sedangkan faktor sistemik menurut teori Berger dibedakan pula menjadi sebab Prenatal dan Postnatal. Sebab Prenatal yaitu karena keturunan, dimana pada orang tua yang impaksi anaknya juga mempunyai kecenderungan yang sama dan juga bisa disebabkan karena perkawinan antar suku yang berbeda dimana ukuran gigi menurun dari orang yang giginya besar, sedangkan ukuran rahang kecil menurun dari orang tua satu lagi, sehingga terjadi kekurangan ruang. Sebab postnatal yaitu semua keadaan yang muncul setelah kelahiran yang menghambat pertumbuhan rahang, misalnya karena dideritanya penyakit-penyakit seperti, Richetsia, Anemia, Siphilis bawaan, TBC, Disfungsi kelenjar endokrin dan keadaan malnutrisi.

Gambar diatas menunjukkan bahwa pada saat tertentu maka akan ada celah sehingga makanan dapat masuk dan sulit dibersihkan dengan cara sikat gigi biasa . Hal ini dapat menimbulkan iritasi dan kemudian infeksi

Gejala dan tanda Seperti yang dijelaskan di atas gejala berupa rasa tidak enak pada mulut, nyeri, trismus (ketidakmampuan untuk membuka mulut secara sempurna). Gejala tersebut merupakan

efek dari makanan yang tersangkut pada operculum sehingga kemudian menimbulkan reaksi ke jaringan sekitar. Tanda dari pericoronitis yaitu pembengkakan dan memerahnya jaringan gingival di sekitar gigi yang bererupsi sebagian dan kadang terdapat pus dari balik operculum, pembengkakan kelenjar getah bening (biasanya di bawah mulut sekitar sudut rahang atau sampai ke leher).Pericoronitis memiliki tanda yang khas sehingga jarang terjadi kesalahan diagnosis.

Treatment Perawatan dilakukan dengan membersihkan daerah tersebut dengan air salin atau air garam hangat. Pemberian antibiotic dilakukan pada keadaan yang parah. Jika gigi tidak dapat tumbuh (erupsi) sempurna maka gigi sebaiknya dicabut atau dilakukan pembuangan jaringan gingival yang menjadi operculum

Pada gambar diatas dapat dilakukan pembersihan dengan 20-40 ml air saline yang dimasukan melalui suntikan dengan jarum yang tumpul .Pada kenyataan nya Hal tersebut sulit dilakukan

Trismus
PENDAHULUAN Trismus didefinisikan sebagai suatu kontraksi tonik dari otot mastikasi. Dahulu istilah trismus digunakan untuk menggambarkan gejala klinis dari tetanus, yaitu lock jaw atau rahang yang terkunci, yaitu suatu gejala klinis yang disebabkan oleh toksin tetanus terhadap kontraksi otot mastikasi atau pengunyah. Saat ini istilah trismus digunakan untuk menggambarkan setiap bentuk keterbatasan dalam membuka mulut, termasuk di dalamnya akibat dari trauma, pembedahan dan radiasi. Keterbatasan dalam membuka mulut ini atau trismus dapat menimbulkan masalah terhadap kesehatan, termasuk di dalamnya kekurangan zat-zat nutrisi akibat gangguan mengunyah makanan, gangguan dalam berbicara, dan pengaruhnya terhadap kesehatan mulut dan gigi. Pada orang yang mengalami rasiasi pada daerah leher dan kepala, permasalahan tersebut sering muncul bersamaan dengan gangguan dalam menelan. Trismus dapat mempengaruhi kualitas hidup Penderita dalam berbagai cara. Komunikasi akan sulit dilakukan jika seseorang mengalami trismus. Tidak hanya gangguan dalam berbicara akibat mulut tidak bisa terbuka dengan sempurna, tetapi juga terdapat gangguan dalam artikulasi dan resonsi suara sehingga kualitas suara yang dikeluarkan akan menurun. Pada penderita yang mengalami trismus akan mengalami gangguan kesehatan mulut karena sulit melakukan gerakan mengunyah dan menelan, dan akan terjadi peningkatan resiko terjadinya aspirasi. ETIOLOGI Hambatan dari pegerakan rahang tersebut secara garis besar disebabkan oleh trauma, terapi radiasi, pembedahan dan berbagai gangguan pada sambungan rahang lainnya. Hal ini terjadi akibat kerusakan pada otot rahang, kerusakan pada sambungan rahang, pertumbuhan jaringan ikat yang terlalu cepat (pembentukan jaringan parut), Atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Berdasarkan proses diatas maka etiologi dari trismus dapat dibagi 2 yaitu:

1. Faktor eksternal - Neoplasma pada rahang - Infeksi akut - Miositis - Penyakit Sistemik (SLE, Skleroderma dan penyakit sistemik lainya) - Pseudoankylosis - Luka bakar - Atau berbagai trauma lainnya yang mengenai otot-otot rahang.

2. Faktor internal - Ankylosis tulang pada sambungan rahang - Ankylosis jaringan ikat pada sambungan rahang - Artristis - Infeksi - Trauma - Mikro trauma (termasuk di dalamnya brusixm) - Gangguan SSP (tetanus, lesi pada nervus trigeminal dan keracunan obat) 3. Faktor Iatrogenik

- Paska Odontektomi Molar Ketiga Molar ketiga terpendam merupakan gigi yang paling sering mengalami impaksi diantara gigi geligi yang lain. Pengambilan gigi molar ketiga bawah impaksi biasanya dilakukan secara pembedahan (odontektomi), yang biasanya dilakukan dengan lokal anestesi. Paska pengambilan gigi molar ketiga terpendam secara odontektomi antara lain dapat menimbulkan pembengkakkan dan trismus. Trismus yang timbul dapat bersifat sementara atau permanen. Trismus bersifat sementara hanya disebabkan oleh peradangan dan gangguan refleks saraf motorik otot-otot pengunyah, sedangkan trismus yang permanen biasanya karena gangguan pada sendi temporomandibular. - Injeksi Yang Dilakukan Saat Anestesi Trismus terjadi sebagai akibat komplikasi anestesi yang menggunakan jarum dalam menganestesi mandibular dan pada infiltrasi regio posterior pada rahang atas. Dimana kedua teknik ini melibatkan penetrasi jarum ke otot-otot mastikasi dan deposisi larutan anestesi ke jaringan yang banyak vaskularisasinya. Pada kedua teknik tersebut, dapat terjadi perdarahan yang dapat menimbulkan hematom yang luas pada fossa infra temporal, hal ini terjadi bila jarum melewati pleksus vena pterigoideus. Infeksi hematom pada tempat tersebut akan menyebabkan bertambahnya rasa sakit dan terjadinya kerusakan jaringan yang luas, konsekuensinya adalah hipomobilitas dari

temporomandibular joint.

- Pengaruh dari fiksasi intermaksilaris setelah fiksasi terjadinya fraktur atau trauma. PATOGENESIS Otot mastikasi atau pengunyah terdiri dari otot temporalis, masseter, pterygoid medial dan pterygoid lateral. Masing-masing otot memiliki peranan tersendiri dalam proses mengunyah, dan saat terjadi kerusakan pada otot tersebut akan menimbulkan rasa nyeri, keadaan ini disebut dengan muscle guarding yaitu penegangan pada otot yang timbul sebagai kompensasi terhadap nyeri yang timbul pada otot tersebut. Nyeri ini akan menyebabkan otot akan berkontraksi, dan menyebabkan berkurangnya lebar pembukaan

mulut yang dapat dihasilkan oleh gerakan otot mastikasi. Kontraksi ini merupakan suatu gerakan reflek, sehingga penderita tidak dapat mengontrolnya. Setiap tindakan yang dipaksakan untuk meregangkan otot tersebut akan menimbulkan kontraksi yang makin kuat. Untuk melakukan terapi pada penderita trismus lebih efisien dilakukan dengan melakukan gerakan yang halus dan perlahan.

Patogenesis lainya adalah gangguan pada temporomandibular joint. Sebagaimana sendisendi lainnya di dalam tubuh, temporomandibular joint merupakan tempat yang sering mengalami artritis maupun penyakit degenerasi sendi. Pada regio ini juga sering terjadi trauma yang menimbulkan hemartrosis, dislokasi, fraktur prosessus condylaris dan disini juga terdapat diskus intraartikularis, maka fungsi sendi bisa berjalan dengan baik bila terdapat keserasian antara unsur-unsur tulang dan diskus dari sendi. Pergerakan yang harmonis antara sendi bilateral juga penting untuk berfungsinya mandibula secara normal. Dengan kata lain gangguan pada tempat tersebut akan dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam membuka mulut atau rahang disamping rasa nyeri yang timbul saat melakukan gerakan.

Pada tetanus mekanisme terjadinya kekakuan pada otot terjadi akibat tetanospasmin yang menyebar ke SSP melalui 2 mekanisme: 1. Adsorbsi melalui moineural junction 2. Melalui ruang di jaringan limfatik, darah dan SSP. Toksin ini akan menekan proses inhibisi motor neuron dan interneuron. Toksin juga akan mempengaruhi transmisi pada mioneural junction. GAMBARAN KLINIS Gambaran yang utama dari trismus adalah gangguan dalam membuka mulut. Pada pasien yang menderita kanker hal ini biasanya terjadi akibat radiasi atau pembedahan, kerusakan

pada saraf, atau gabungan dari berbagai faktor. Pada penderita stroke, hal ini terjadi akibat gangguan pada SSP. Gangguan bicara dan menelan sering mengiringi gangguan dalam membuka mulut, dan kombinasi dari gejala tersebut akan menyulitkan penanganan pada penderita. Pada penderita yang mengalami trismus akibat terapi radiasi, juga sering mengalami xerostomia, mucusitis dan nyeri yang timbul dari luka bakar radiasi. Semua hal tersebut sering dihubungkan dengan gejala klinis lain yang ditemukan, seperti sakit kepala, nyeri pada rahang, nyeri telinga, ketulian, atau nyeri pada pergerakan rahang. Pada kasus temporomandibular yang mengalami kekakuan, biasanya joint tersebut mengalami proses pembentukan jaringan ikat atau ankylosis (jarang terjadi). Masingmasing faktor tersebut akan mempengaruhi penanganan pada penderita.(1,2)

PERMASALAHAN YANG TIMBUL AKIBAT TRISMUS 1. Permasalahan dalam proses makan Berkurangnya kemampuan membuka mulut menyebabkan berkurangnya asupan nutrisi penderita trismus. Penderita tidak sanggup memakan makanan dalam porsi yang biasa. Penderita biasanya akan mengalami penurunan berat badan dan mengalami kekurangan gizi. Hal ini perlu diperhatikan bila penderita tersebut membutuhkan suatu proses penyembuhan setelah menjalani proses pembedahan, khemoterapi, atau radiasi. Kehilangan berat badan sebesar 10 % dari berat badan awal memiliki indikasi terjadi intake gizi dan kalori yang kurang pada penderita. Masalah di atas juga timbul akibat gangguan menelan pada penderita trismus, hal tersebut berhubungan dengan pembentukan bolus makanan yang terganggu akibat proses salivasi dan pergerakan lidah yang tidak sempurna. Selain itu akan banyak ditemukan sisa makanan yang tidak seluruhnya ditelan. Kombinasi dari gangguan pada otot mastikasi,

pembentukan bolus yang tidak sempurna dan peningkatan dari sisa makanan akan menyebabkan aspirasi dari sisa makanan tersebut. 2. Permasalahan dalam kesehatan gigi dan mulut Gangguan dalam membuka mulut akan dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan gigi dan mulut. Kesehatan gigi dan mulut yang jelek akan dapat menimbulkan karies yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi. Infeksi yang lebih lanjut terutama pada mandibula akan menyebabkan terjadinya osteoradionekrosis. Osteoradionekrosis ini terdapat pada penderita kanker yang menjalani terapi pada mandibula. Meskipun jarang terjadi, gangguan ini dapat mengganggu fungsi rahang dan menjadi fatal. Hal ini terjadi akibat matinya jaringan tulang mandibula oleh radiasi. Pada keadaan ini terapi yang dibutuhkan adalah oksigen hiperbarik.

3.Permasalahan dalam proses menelan dan berbicara Kebanyakan dari penderita trismus akan mengalami gangguan menelan dan berbicara. Berbicara akan terganggu jika mulut tidak dapat terbuka secara normal sehingga bunyi yang dihasilkan tidak akan sempurna. Proses menelan akan terganggu jika otot mengalami kerusakan, laring tidak akan sanggup dielevasikan secara sempurna saat bolus makanan melaluinya. 4.Permasalahan akibat immobilasi sambungan rahang Meskipun gejala utama trismus adalah ketidakmampuan dalam membuka mulut, hal lain yang sangat perlu mendapat perhatian adalah permasalahan pada temporomadibular joint. Saat temporomadibular joint mengalami immobilisasi, proses degeneratif akan timbul pada sambungan tersebut, perubahan ini hampir mirip dengan perubahan yang terjadi pada proses artritis, dan biasanya akan diikuti oleh nyeri dan proses inflamasi. Jika tidak

ditangani segera proses ini akan terus berlanjut dan kerusakan akan menjadi permanen. Dan juga akan dapat timbul proses degenarasi pada otot-otot pengunyah sehingga jika terus berlanjut akan menimbulkan atropi pada otot tersebut. PENATALAKSANAAN Penanganan yang sedini mungkin akan dapat meminimalisasi gangguan di atas. Pergerakan pasif yang dilakukan beberapa kali sehari akan lebih efektif dibandingkan dengan melakukan peregangan secara statis. Penelitian yang baru-baru ini dilakukan oleh Universitas Pittsburgh memperlihatkan bahwa pergerakan pasif memberikan hasil yang signifikan dalam mengurangi inflamasi dan nyeri. Terdapay bermacam-macam alat yang digunkan untuk tujuan diatas, selain cara manual dengan menggunakan jari. Peralatan tersebut bermacam-macam bentuknya mulai bentuk kerangka, pegas yang ditempatkan diatara gigi, sekrup dan katup hidrolik yang ditempatkan diantara gigi.Tetapi perangkat yang paling banyak digunakan saat ini adalah penekan lidah, yang membuat mulut selalu terbuka.

Prosedur Sebelum melakukan terapi diukur dulu besarnya mulut yang dapat dibuka dan setiap selesai melakukan terapi dilakukan pencatatan, dan juga perlu dicatat setiap nyeri atau rasa tidak enak yang timbul setelah melakukan terapi. Untuk terapi awal dilakukan dengan menggunkan formula 7-7-7. Penjabarannya yaitu, membuka dan menutup mulut dengan bantuan sebanyak 7 kali. Pertahankan posisi mulut terbuka maksimal yang tidak menimbulkan rasa sakit selama 7 detik dan penderita harus melakukan latihan ini 7 kali sehari. Penderita diperbolehkan melakukan lebih dari formula tersebut asal sanggup melakukannya. Pada prinsipnya latihan yang dilakukan tersebut tidak sampai menimbulkan rasa nyeri dan sakit karena akan dapat mengurangi efektifitas terapi. Total waktu yang dibutuhkan untuk melakukan prosedur latihan ini adalah 10 menit/hari. Jika hasil latihan telah menunjukkan kemajuan dapat dilakukan pengurangan porsi latihan.

KESIMPULAN - Trismus adalah keterbatasan dari pergerakkan rahang, yang berhubungan dengan gangguan pada temporomandibular joint dan otot mastikasi. - Pada penatalaksanaannya, perlu diperhatikan kedua komponen yang terlibat yaitu otot dan temporomedular joint. - Terapi yang paling efektif adalah melakukan terapi berupa gerakan pasif pada kedua komponen tersebut. - Penanganan trismus harus dilakukan secepat mungkin untuk menghindari cacat yang permanen. - Terapi memerlukan waktu jangka panjang (dalam waktu berbulan-bulan bahkan seumur hidup)

Anda mungkin juga menyukai