Anda di halaman 1dari 7

RANGKUMAN BAB 5 DAN BAB 9 FINANCE FOR REAL ESTATE DEVELOPMENT

Jessica 0806332332 Departemen Arsitektur Kekhususan Real Estate

Mata Kuliah Real Estate

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2011

Rangkuman Capital Markets for Real Estate

Untuk dapat memulai membangun proyek-proyek real estate, developer tentunya harus memiliki sumber modal, baik itu dari modal pribadi atau modal/pinjaman dari investor. Sumber modal untuk real estate ini bervariasi, mulai dari skala individu hingga organisasi dan institusi besar, yakni: 1. Bank, Simpanan dan Kredit, dan Mutual Savings Banks 2. Commercial Mortgage-Backed Securities 3. Private Equity Capital Sponsor Modal Perusahaan Privat Hedge Funds Perusahaan Asuransi Dana Pensiun Agencies Credit Pemerintah Investor Asing Real Estate Investment Trusts (REITs)

Salah satu sarana pendanaan yang cukup menarik perhatian karena kelebihannya adalah REITs. Secara umum, REITs adalah perusahaan investasi yang memiliki dan mengelola sekelompok properti komersial dan pinjaman dan aset real estate lainnya yang sahamnya dapat dibeli dan dijual di pasar saham. Aktivitas REITs adalah membeli, mengelola, dan menyewakan aset real estate yang menghasilkan (Equity REITs) dan/atau yang memberikan pinjaman dan/atau membeli piutang-piutang yang dijamin dengan mortgage atas properti real estate (Mortgage REITs) yang menginvestasikan dananya dalam Real Estate. Hasil sewa dan penjualan dari aset

properti tersebut dikembalikan ke pemodal dalam bentuk dividen. Melalui Equity REITs, para investor dapat memiliki kepemilikan bersama suatu aset real estate sehingga pemodal kecil pun bisa membeli dan memiliki aset properti jika modalnya secara kolektif dikumpulkan melalui REITs. Meskipun REITs dibatasi struktur kepemilikan, jenis pendapatan yang dapat dihasilkan dan jenis aset yang dapat dimiliki, REITs memiliki beberapa kelebihan, seperti: 1. Karena berbentuk trust, REITs bebas pajak modal (di kebanyakan negara-negara tertentu), pajak hanya dikenakan untuk pendapatan investasi sehingga lebih hemat pengeluaran. 2. REITs menerbitkan surat berharga properti sejenis saham dengan kepemilikan strata sehingga aset yang diinvestasikan lebih jelas, lebih laku, lebih aman, dan pengelolaannya bersifat transparan. 3. REITs ini memungkinkan developer untuk merestrukturisasi utang dari dana yang diperoleh dari penerbitan REIT sehingga membuka peluang untuk melakukan ekspansi usaha. 4. REITs berguna karena ada jenis properti yang kurang baik jika dijual, yakni properti retail. 5. REITs pun tidak aktivitas konstruksi dan aktivitas pengembangan sehingga pendapatan pada dasarnya berasal dari uang sewa atau pembayaran bunga pinjaman sehingga lebih stabil dalam siklus bisnis. Di Indonesia sendiri, untuk pertama kalinya, pengembang Lippo Karawaci mulai mengelola dua REITs yang ditawarkan pada investor di Singapura pada tahun 2006, yakni First Trust dan LMIR Trust dengan aset portfolionya berupa rumah sakit dan unit-unit retail yang berada di Indonesia . Lippo mencatatkan kedua produk tersebut di Singapura karena negara tersebut memiliki trust law atau hukum yang jelas yang mengatur tentang REIT, yakni menjamin dana-dana yang masuk dalam pasar REIT dengan kejelasan regulasi, keamanan dan relatif tidak dibebani pajak yang tinggi . Belum adanya REIT yang ditawarkan di pasar investor Indonesia sangat disayangkan, padahal Indonesia merupakan salah satu tempat yang cukup prospektif bagi para investor yang ingin menanamkan modalnya dalam bidang properti karena tingkat pertumbuhan properti di Indonesia yang cukup tinggi. Selain REITs di Indonesia masih kurang
`

diketahui dan dipahami dengan baik oleh publik, belum ada undang-undang yang jelas yang mengatur tentang REIT. Yang ada kini hanyalah Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang merupakan bentuk formal dari investasi kolektif seperti REITs, yang pembebanan pajaknya masih sangat tinggi. Padahal dengan adanya REITs, perusahaan-perusahaan properti di Indonesia bisa lebih sustain karena dapat meraup keuntungan yang besar dan para developer Indonesia tidak perlu mempertaruhkan modal mereka sendiri sehingga lebih agresif untuk spekulasi kebutuhan di masa yang akan datang. Lippo sebagai contohnya, mampu menjadikan kedua REITs tersebut sebagai salah satu pemasukan dan penyumbang modal kerja serta belanja modal perusahaan sehingga dapat menjalankan proyek properti lainnya dengan menggunakan dana tersebut.

Rangkuman Public/Private Partnerships

Paradigma lama sering mempermasalahkan hubungan antara pengembang privat dengan publik hanya semata-mata mengenai banyaknya developer yang terus-menerus membangun proyek tanpa memedulikan lingkungan sekitarnya. Paradigma ini masih berkembang di kalangan pengembang daerah di Indonesia. Padahal hubungan pengembang dan komunitas seiyogiyanya saling membutuhkan, dan oleh karena itu harus saling menunjang. Dengan adanya sektor privat, publik terbantu dengan ruang-ruang publik menjadi lebih terjaga, kota pun lebih berkembang dan sustainable. Peran pengembang sangat konkrit dalam pergerakan ekonomi di daerah selain juga menjadi tumpuan penyediaan perumahan terjangkau, serta pengembangan kota ke arah yang lebih baik. Sementara itu, dengan adanya kerjasama yang baik antara keduanya, pengembang bisa lebih mudah mendapatkan perizinan membangun (entitlement). Adanya hubungan kerjasama ini tentu saja memberikan keuntungan bagi kedua pihak tersebut. Masalah-masalah yang mungkin muncul, seperti kemacetan, banjir, dsb. dapat dihindari jika pengembang secara bertahap melakukan pendekatan dan penghitungan yang detail bersama-sama dengan komunitas sekitar.

Masalah yang dihadapi pemerintah dan pengembang Kerjasama antara sektor publik dan privat pun tak lepas dari beberapa hambatan, seperti berbedanya pandangan kedua pihak, sumber pendanaan, dan parameter pembangunan. Selama ini kalangan pengembang di Indonesia (khususnya di kota-kota luar Jakarta) lebih fokus kepada target pemenuhan jumlah unit properti yang dibangun karena besarnya kebutuhan, sehingga cenderung tidak tertata dengan baik atau tanpa memedulikan apakah komunitas yang berada di kawasan tersebut dapat menerima keberadaan projek tersebut sehingga hak pemilikannya (entitlement) berresiko. Di Indonesia sendiri, tidak jarang terjadi bentrok antara pihak developer dengan warga sekitar tempatnya membangun projek akibat tidak adanya perencanaan projek yang berbasis komunitas.

Untuk mengantisipasi terjadinya hal tersebut, di dalam buku Finance for Real Estate Development, dipaparkan hubungan antara keduanya dan bagaimana sektor publik dan privat dapat berkolaborasi. Pada dasarnya, untuk membangun kerjasama ini, developer dan komunitas harus membuat kesepakatan berdasarkan pemikiran real estate, bukan sekedar keinginankeinginan belaka, serta mampu membangun rasa saling percaya dan rasa memiliki. Dalam menciptakan kerjasama publik/privat yang berkelanjutan, komunitas harus mempertimbangkan tiga sarana institusional, yakni partnership entity (agency redevelopment), program pendanaan, dan Business Improvement District. Masalah yang sering muncul di Indonesia adalah tidak mampunya pemerintah dalam memenuhi kewajibannya untuk mengatur dan mengelola keteraturan infrastruktur yang ada, seperti jalan, taman, dll, Diperlukan adanya property management yang baik untuk menjaga ketertiban dan kebersihan lingkungan agar lingkungan tidak terbengkalai dan tidak menurunkan nilai kawasan tersebut, sementara tidak ada pihak yang mau membiayai property management. Jauh berbeda dengan property management negara Singapura yang mengurusi seluruh properti publiknya. Jika dibandingkan, kewajiban-kewajiban pemerintah dalam property management yang dilakukan di Singapura sama-sama terpenuhi dengan kewajiban yang dilakukan oleh property management sektor privat di CBD Sudirman, dalam hal mengurusi ketertiban, kebersihan, dan keamanan lingkungan publik. BID adalah sarana yang berguna untuk meningkatkan dan mempertahankan kehidupan ekonomi dalam kawasan multiple business dan multiple property owners. Sistem BID (Business Improvement District) merupakan semacam desentralisasi kota formal yang telah banyak diterapkan di kota-kota maju, seperti di New York dan telah terbukti mampu meningkatkan nilai kawasan dan mampu bersaing dengan projek retail dengan single property owner tanpa perlu campur tangan dari pemerintah. Di Indonesia sendiri, sistem ini baru dilaksanakan di Bali. Bali pun menjadi cukup maju, bersih, dan teratur dengan adanya sistem mandiri seperti ini sehingga Bali merupakan salah satu contoh penerapan kerjasama yang baik antara pengembang dengan komunitas dengan sistem BID.

Referensi: Long, Charles. 2011. Chapter 5: Capital Markets for Real Estate dan Chapter 9: Public/Private Partnerships dalam buku Finance for Real Estate Development. Washingon, D.C. : Urban Land Institute. Dana Investasi Lahan Yasan (n.d.). dalam Wikipedia. Diambil 29 Desember 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Dana_investasi_lahan_yasan.

Property & Portfolio Management. dalam website Lippo. Diambil 3 Januari 2012 dari http://www.lippokarawaci.co.id/portfoliomanagement/index.aspx

Anda mungkin juga menyukai