Anda di halaman 1dari 26

BIMBINGAN DAN KONSELING LINTAS BUDAYA (MKK 6218)

Dody Hartanto UIA 2009

BUDAYA

PERKEMBANGAN MANUSIA

EMOSI

TEMPRAMEN

BUDAYA DAN PERKEMBANGAN MANUSIA


Sesuai dengan pendapat Whiting (1980) yang menyatakan bahwa budaya mempengaruhi perkembangan anak melalui penyediaan setting yang menciptakan konteks dalam kehidupan sehari-hari. Super dan Harkness (1986) melihat pentingnya karakter psikologis orang tua atau pengasuh yang berada di dekat mereka dalam rentang kehidupan yang dijalani

Menurut Super dan Harkness (1986) perkembangan manusia memiliki tiga komponen utama yaitu: Konteks fisik dan lingkungan sosial dimana anak itu hidup dan tinggal, Praktek pendidikan dan pengasuhan anak, Karakteristik psikologis orang tua.

Budaya yang begitu beragam dapat memberi pengaruh pada manusia diantaranya terhadap persepsi diri, terhadap motivasi berprestasi, peningkatan diri, emosi komunikasi.

Dari pendekatan komunikasi, faktor-faktor yang menentukan keberhasilan komunikasi antar budaya adalah: 1) Kekuatan kepribadian (personality strenght) yang meliputi self-concept, self-disclosure, selfmonitoring, dan social relaxation; 2) Keterampilan-keterampilan komunikasi (communication skills). Keterampilan-keterampilan yang diperlukan bagi komunikasi inter kultural adalah keterampilanketerampilan yang terkait dengan pesan (message skills), fleksibilitas tingkah laku, management interaksi, dan keterampilanketerampilan sosial;

3) Penyesuaian psikologis, dimana komunikator yang efektif harus mampu menguasai dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru yang mungkin dapat menimbulkan culture shock; 4) Kesadaran budaya.

Dalam kaitannya dengan sikap arif untuk menyikapi perbedaan budaya, ada catatan menarik yang dikemukakan Segall, et. al. (1990), Berry, et.al. (1992) yang menegaskan bahwa difference is difference, difference not deficiency

Untuk membangun congruence dengan klien - yang sangat mungkin memiliki perbedaan budaya--, konselor perlu memahami berbagai bahasa non verbal yang merupakan salah satu ekspresi budaya dan nilai-nilai yang dianut klien. Pemahaman akan bahasa non verbal dipandang jauh lebih penting dari pada bahasa verbal.

Kesalahan interpretasi terhadap ekspresi nonverbal sering terjadi dalam komunikasi antar budaya. Hal ini disebabkan antara lain karena banyak ekspresi nonverbal bervariasi antara budaya yang satu dengan budaya yang lain. Keragaman ini sering menimbulkan kesalahan interpretasi yang sekaligus menjadi penghalang komunikasi.

Proxemics, yaitu jarak yang diambil oleh masingmasing pihak dalam berkomunikasi. Jarak dalam berkomunikasi dapat dibedakan dalam intimate distance (menyentuh sampai dengan 18 inci), personal distance (18 inci sampai dengan 4 kaki), casual distance (4 sampai dengan 12 kaki), dan public distance (lebih jauh dari 12 kaki). Jarak dalam berkomunikasi akan berpengaruh pula terhadap kekerasan suara antara kedua belah pihak, dari berbisik, suara pelan, agak keras, sampai dengan keras. Ternyata masing-masing budaya memiliki kecenderungan yang berbeda-beda dalam mengambil jarak pada saat berkomunikasi.

Kinesics, meliputi: gestur-gestur, ekspresi wajah, gerakan-gerakan tubuh, dan kontak mata. Komunikasi sangat tergantung kepada aksi-aksi, postur, gerakangerakan, dan ekspresi dari tubuh kita. Beberapa ekspresi tubuh dari berbagai budaya digunakan untuk menyatakan maksud yang sama, meskipun demikian tetap terdapat banyak variasi ekspresi antar budaya. Sebagai contoh anggukan kepala pada umumnya digunakan untuk menyatakan persetujuan ya, dan gelengan kepala untuk menyatakan ketidak setujuan tidak. Namun demikian beberapa budaya berbeda. Begitu pula dalam penggunaan kontak mata, gerakan tangan, gerakan jari tangan dan lain sebagainya.

Chronemics, terkait dengan pemaknaan dan penggunaan waktu. Pemaknaan waktu 1 tahun dan patokan yang menandainya, memiliki cukup banyak variasi diantara berbagai budaya.

Paralanguage, yaitu elemen-elemen nonverbal dari suara yang meliputi pencirian vocal (tertawa terbahak-bahak, sedih sedu sedan), tekanan dan intonasi, dan pemerian (pemisahan) vocal. Masing-masing budaya memiliki ekspresi yang berbeda-beda. Hal ini terkait dengan aspek pantas, tidak pantas, sopan tidak sopan menurut budaya masingmasing.

Silence, yaitu penggunaan diam dalam komunikasi. Diam dapat mengkomunikasikan persetujuan, ketidak acuhan, bingung, merenung, ketidak setujuan, merasa malu tersipu-sipu, hormat, menahan geram, sedih, dan lain sebagainya. Beberapa budaya juga memberikan makna diam secara berbedabeda.

Haptics, yaitu penggunaan usapan, elusan atau sentuhan dalam berkomunikasi. Penggunaan sentuhan dalam berkomunikasi berbeda-beda antar budaya.

Pakaian dan penampilan fisik. Pakaian terkait erat dengan budaya. Pakaian terkait dengan bentuk dan warna pakaian. Sedangkan warna merupakan salah satu symbol dan digunakan sebagai symbol-simbol tertentu. Beberapa budaya memaknainnya secara berbeda. Sebagai contoh, warna merah adalah warna keberuntungan bagi orang-orang china, sementara bagi orang korea sebaliknya warna merah melambangkan sial (bad luck), pada budaya lain warna merah dikaitkan dengan vertilitas sementara pada budaya di Ghana warna merah berkaitan dengan duka cita.

Olfatics, adalah mengkomunikasikan sesuatu melalui bau atau rasa. Sebagai contoh, beberapa perusahaan menggunakan baubauan untuk mengiklankan atau menawarkan produk-produknya. Masing-masing budaya memiliki cita rasa yang berbeda-beda dalam kaitannya dengan bau-bauan.

Oculesics, adalah komunikasi dengan melalui mata. Apa yang dikomunikasikan oleh mata sangat tergantung kepada budayanya. Di Amerika dalam berkomunikasi perlu menjaga kontak mata karena jika tidak maka dapat dianggap tidak jujur. Sementara itu di kebanyakan kawasan Asia orang justru menghindari kontak mata dalam berkomunikasi karena jika tidak dapat dianggap kurang sopan.

Tidak berbeda dengan bahasa nonverbal, bahasa verbal juga memiliki keunikan-keunikan tertentu bagi masing-masing komunitas. Dalam kaitannya dengan profesi konseling, komunitas klien yang berbeda kerap kali menggunakan ekspresi-ekspresi perasaan dan ide-ide melalui bahasa yang berbeda-beda dan bersifat khas. Sebagai contoh di kalangan remaja berkembang pesat penggunaan bahasa dan istilah-istilah prokem . Barang kali hal ini dimaksudkan untuk membangun keakraban dan kekhasan karena secara psikologis remaja menganggap bahwa dunia mereka adalah khas.

Remaja merasa bahwa hanya sesama remajalah yang dapat saling mengerti dan saling memahami pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan remaja. Sifat khas yang demikian dikenal dengan personal fable (Steinberg, 1993 : 63). Konselor remaja perlu memahami istilah-istilah BeTe, fangki, kull, geboy, nyokap, bokap, doku, gebetan, gaco, dan lain sebagainya

TEMPRAMEN MENURUT BUDAYA


Freedman (1974) mengemukakan bahwa bayibayi Cina-Amerika lebih tenang dan gampang di manipulasi di banding bayi KaukasiaAmerika dan Afrika-Amerika. Crisholm (1983) mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara kondisi ibu saat hamil (khusunya tekanan darah tinggi) dengan iritabilitas (sifat mudah marah) dijumpai pada bayi-bayi Malaysia, Cina,

KELEKATAN
Ainsworth, Blehar dan Walters (1978) membedakan 3 gaya kelekatan: Aman Menghindar Ambivalen (secara tidak pasti, berubah-ubah dari mencari dan menolak perhatian dari ibu)

Neneng
Verbal Karena kalau dari verbal kita dapat mengetahui dengan langsung

Nichols
Verbal

intan
Tergantung

Anda mungkin juga menyukai