Anda di halaman 1dari 45

BAB II LANDASAN TEORI

II.1. Tinjauan Pustaka 1. Persalinan Normal a. Definisi Persalinan atau partus adalah proses kelahiran janin pada tua kehamilan sekurang-kurangnya 28 minggu, atau kalau bayi yang dilahirkan beratnya 1000 gram lebih. Definisi ini didasarkan atas kemungkinan hidupnya bayi (viabilitas). (Sumapraja, 2005) Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu; sehat dan sempurna, tumbuh dengan panjang 48-50 cm dengan berat badan 2750-4000 gram), lahir spontan dengan janin letak memanjang dan presentasi belakang kepala, yang disusul dengan pengeluaran plasenta dan seluruh proses kelahiran itu berlangsung dalam 141/2 jam pada primipara dan 73/4 jam pada multipara, tanpa tindakan atau pertolongan buatan dan tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. (Wiknjosastro, 2006) Sedangkan menurut orang awam, definisi dari persalinan adalah proses keluarnya bayi dari rahim ibu melalui vagina. Presentasi atau variasi posisi terbawah janin juga ikut menentukan keberhasilan dari suatu persalinan dan menentukan jenis persalinan yang akan dilakukan.

1) Letak Belakang Kepala (LBK) Denominator : ubun-ubun kecil (uuk) Variasi posisi : Ubun-ubun kecil kiri depan Ubun-ubun kecil kiri belakang Ubun-ubun kecil melintang kiri Ubun-ubun kecil kanan depan Ubun-ubun kecil kanan belakang Ubun-ubun kecil melintang kanan

2) Presentasi Dahi Denominator : teraba dahi dan ubun-ubun besar (uub) Variasi posisi : Ubun-ubun besar kiri depan Ubun-ubun besar kiri belakang Ubun-ubun besar melintang kiri Ubun-ubun besar kanan depan Ubun-ubun besar kanan belakang Ubun-ubun besar melintang kanan

3) Presentasi Muka
2

Denominator : dagu Variasi posisi : Dagu kiri depan Dagu kiri belakang Dagu melintang kiri Dagu kanan depan Dagu kanan belakang Dagu melintang kanan

4) Letak lintang a) Menurut posisi kepala Kepala di kiri Kepala di kanan b) Menurut arah posisi kepala Punggung depan (dorso-anterior) Punggung belakang (dorso-posterior) Punggung atas (dorso-superior) Punggung bawah (dorso-inferior) c) Presentasi bahu (scapula) Bahu kanan
3

Bahu kiri

d) Tangan menumbang Tentukan apakah

Tangan kiri Tangan kanan

Denominator adalah ketiak (axilla) Ketiak menutup/membuka ke kanan Ketiak menutup/membuka ke kiri

5) Presentasi Bokong Denominator : sacrum Variasi posisi :

Sacrum kiri depan Sacrum kanan depan Sacrum kanan belakang Sacrum melintang kanan. (Mochtar, 1998)

Sementara Persalinan itu sendiri dibagi menjadi 3 kala.

b. Kala I Kala I adalah stadium pendataran dan dilatasi serviks. Ditandai dengan keluarnya lender bercampur darah (bloody show), karena serviks mulai membuka (dilatasi) dan mendatar (effacement). Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis karena pergeseran ketika serviks mendatar dan membuka
1. Fase laten : pembukaan serviks berlangsung lambat, sampai

pembukaan tiga cm berlangsung dalam tujuh s.d. delapan jam. 2. Fase aktif : berlangsung selama enam jam Periode akselerasi : berlangsung dua jam, pembukaan menjadi empat cm Periode dilatasi maksimal (steady) : dua jam, pembukaan menjadi sembilan cm Periode deselerasi : berlangsung lambat, dalam dua jam pembukaan menjadi sepuluh cm. Pendataran serviks adalah pemendekan saluran seviks dari panjangnya sekitar dua cm menjadi hanya berupa muara melingkar dengan tepi hampir setipis kertas. Serabut-serabut otot setinggi os serviks internum ditarik ke atas, atau dipendekkan menuju segmen bawah uterus, sementara kondisi os eksternum tetap tidak berubah. Ketika kontraksi uterus menimbulkan tekanan pada selaput ketuban, tekanan hidrostatik kantung amnion akan melebarkan saluran serviks seperti sebuah baji, itu adalah dilatasi serviks. Pada primi serviks mendatar dulu baru dilatasi, sedangkan pada multi mendatar dan dilatasi dapat terjadi bersamaan.

c.Kala II Kala II persalinan adalah stadium ekspulsi janin. Pada kala pengeluaran janin, his terkoordinir, kuat, cepat, dan lebih lama, kira-kira dua s.d. tiga menit sekali. Kepala janin telah turun masuk ruang panggul sehingga terjadilah tekanan pada otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Karena tekanan pada rectum, ibu merasa seperti mau buang air besar, dengan tanda anus terbuka. Pada waktu his, kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka, perineum meregang. Dengan his mengedan yang terpimpin, akan lahirlah kepala, diikuti oleh seluruh badan janin. Kala II pada primipara satu setengah s.d. dua jam, pada multipara setengah s.d. satu jam. d. Kala III Kala III pesalinan adalah stadium pemisahan dan ekspulsi plasenta. Setelah bayi lahir, kontraksi rahim istirahat sebentar, uterus teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusat, dan berisi plasenta. Beberapa saat kemudian, timbul his pelepasan dan pengeluaran uri. Dan kemudian seluruh plasenta terlepas, terdorong kedalam vagina dan akan lahir spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas simfisis atau fundus uteri. Seluruh proses biasanya berlangsung lima s.d. tiga puluh menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira seratus s.d dua ratus cc. (Williams, 2005) Tapi ada beberapa buku yang memasukan kala IV sebagai bagian dari kala persalinan normal. e.Kala IV Adalah kala pengawasan selama dua jam setelah bayi dan uri lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan postpartum dan untuk menjalin kasih-sayang antara orang tua dan bayi nya (inisiasi menyusui dini). (Sumapraja, 2005)
6

2. Obstetric Operatif Setelah seseorang menolong mencoba memimpin, menolong, dan

melakukan evaluasi menyeluruh terhadap suatu persalinan, maka kita akan sampai pada suatu kesimpulan bahwa persalinan itu harus ditolong atau diselesaikan secara obstetric operatif. (Mochtar, 1998)

a. Obstetri Operatif Pervaginam 1) Ekstraksi Vakum Merupakan suatu alat yang dipakai untuk memegang bagian terdepan dari kepala janin, sehingga janin dapat ditarik keluar pada rambutnya. Indikasi ibu : penyakit jantung, eklampsia, seksio sesarea

pada persalinan sebelumnya. Indikasi janin : bunyi jantung janin <100 bpm atau >160 bpm,

janin tidak reaktif. Kontraindikasi : kepala janin tidak turun, disproporsi sefalopelvik. Syarat

: pembukaan serviks sudah lengkap ketuban sudah pecah kepala janin sudah turun

tidak ada disproporsi sefalopelvik kepala janin harus dapat dipegang oleh cunam janin hidup kandung kemih harus kosong. (Wiknjosastro, 2006)

2) Ekstraksi Forsep Menarik anak yang tidak dapat lahir spontan, merubah letak kepala bila ubun-ubun bermasalah, menambah moulage kepala. Indikasi ibu : penyakit jantung, eklampsia, seksio sesarea pada

persalinan sebelumnya. Indikasi janin : bunyi jantung janin <100 bpm atau >160 bpm,

janin tidak reaktif. Kontraindikasi : kepala janin tidak turun, disproporsi sefalopelvik. Syarat

: pembukaan serviks sudah lengkap ketuban sudah pecah kepala janin sudah turun tidak ada disproporsi sefalopelvik kepala janin harus dapat dipegang oleh forsep janin hidup kandung kemih harus kosong. (De Cherney, 2005)
8

3) Versi dan Ekstraksi Versi adalah merubah letak janin dari letak kepala menjadi letak sungsang dengan presentasi satu atau kedua kaki dan letak lintang menjadi letak sungsang dengan presentasi satu atau kedua kaki.

Syarat

: pembukaan harus lengkap, ketuban belum atau belum

lama pecah, tidak ada disproporsi sefalopelvik, dan tidak terdapat tanda regangan segmen uterus. Ekstraksi, yaitu segera diikuti oleh menarik janin tersebut dengan ekstraksi pada kaki. Indikasi ibu : penyakit atau kelainan, yang merupakan dorongan

yang kuat untuk menyelesaikan persalinan dalam waktu singkat Indikasi janin : timbulnya gejala gawat janin dan ditemukannya

tali pusat yang menumbung dan masih berdenyut. Kontraindikasi : disproporsi sefalopelvik dan janin terlalu besar Syarat : pembukaan sudah lengkap dan tidak adanya disproporsi

sefalopelvik.
4) Embriotomi (Mutilating Operation)

Mengecilkan badan janin dengan cara memotong bagian-bagian atau mengeluarkan isi badan janin dengan tujuan supaya mudah dilahirkan melalui jalan lahir biasa. Indikasi : janin sudah meninggal atau janin hidup dengan hidrosefalus (jarang dilakukan) 5) Bedah Kebidanan dalam Kala III

Meliputi

pengeluaran

plasenta

dengan

tangan,

tamponade

uterovaginal, episiotomy, dan rupture perinea.

b. Obstetri Operatif Perabdominan 1) Section Caesarea Adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina.
2) Histerektomi Obstetrik dan Histerorafi

Histerektomi obstetric adalah pengangkatan rahim atas indikasi obstetrik, dan histerorafi adalah menjahit robekan yang terjadi pada uterus. (Mochtar, 1998)

3. Sectio Caesarea a. Definisi Istilah seksio sesarea berasal dari perkataan Latin caedere yang artinya memotong. Dalam hukum Roma terdapat hukum lex zaesarea. Dalam hukum ini menjelaskan bahwa prosedur tersebut dijalankan di akhir kehamilan pada seorang wanita yang sekarat demi untuk menyelamatkan calon bayi. Sectio caesarea didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui sayatan di dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi). (Williams, 2005)
10

b. Epidemiologi Perluasan indikasi melakukan seksio sesarea dan kemajuan dalam teknik operasi dan anestesi serta obat antibiotika menyebabkan angka kejadian seksio sesarea dari periode ke periode meningkat. Hal ini tergambar dari frekuensi seksio sesarea yang dilakukan di rumah sakit Dr. Pirngadi Medan yang meningkat 1-3% setiap tiga tahunnya. Saat ini, satu di antara setiap sepuluh wanita Amerika yang melahirkan di Amerika Serikat setiap tahunnya pernah menjalani seksio sesarea. Lebih dari 825.000 wanita melahirkan seksio sesarea pada tahun 1998, dan 37% di antaranya pernah menjalani seksio sesarea sebelumnya. Penyebab meningkatnya angka seksio sesarea belum sepenuhnya diketahui, tetapi penjelasannya adalah sebagai berikut:
1) Tejadi penurunan paritas, hampir separuh wanita hamil adalah nulipara

dan indikasi dilakukannya seksio sesarea lebih sering terjadi pada wanita nulipara. 2) Wanita yang melahirkan berusia lebih tua, frekuensi seksio sesarea meningkat seiring dengan pertambahan usia ibu. Dalam dua dekade terakhir, angka persalinan nulipara meningkat lebih dari dua kali lipat untuk wanita berusia 30-39 tahun dan meningkat 50% pada wanita berusia 40-44 tahun. 3) Pemantauan janin secara elektronik, teknik ini menyebabkan

peningkatan angka seksio sesarea dibandingkan dengan auskultasi denyut jantung janin secara intermiten. Walaupun seksio sesarea yang terutama dilakukan atas indikasi gawat janin hanya meliputi sebagian kecil diantara semua prosedur, pada banyak kasus kekhawatiran akan rekaman frekuensi denyut jantung janin yang abnormal mendorong

11

dilakukannya seksio sesarea meski indikasi yang tercantum adalah salah satu bentuk kemacetan persalinan. 4) Pada tahun 1990, 83% di antara semua bayi dengan presentasi bokong dilahirkan melalui abdomen. 5) Insiden pelahiran pervaginam midpelvik, pelahiran pervaginam dengan tindakan yang hanya dikerjakan dalam keadaan darurat dan secara bersamaan disertai persiapan untuk seksio sesarea.
6) Kekhawatiran akan tuntutan malpraktik, tidak dilakukannya seksio

sesarea sehingga terjadi kelainan neurologis atau cerebral palsy pada neonatus merupakan klaim yang dominan dalam tuntutan malpraktik obstetric di Amerika Serikat. Sangat kurang bukti adanya keterkaitan antara seksio sesarea dengan penurunan masalah neurologis anak.
7) Faktor sosial ekonomi dan demografik, kelahiran dengan seksio sesarea

lebih sering didapatkan pada ibu dengan golongan ekonomi menengah ke atas dan ibu yang disertai asuransi jiwa.

c. Perbandingan persalinan seksio sesarea dengan persalinan pervaginam 1) Persalinan pervaginam a) Keuntungan (1) Ibu Perdarahan lebih sedikit Tidak ada luka diperut Bisa melahirkan lebih banyak
12

Risiko rendah infeksi rahim Luka persalinan lebih kecil Biaya persalinan lebih murah

(2) Janin Terjadi proses pemerasan pada dada janin saat melewati panggul ibu

b) Kerugian (1) Ibu Nyeri saat bersalin Risiko hemoroid Proses persalinan berlangsung lama Risiko prolaps uteri Risiko robekan jalan lahir

(2) Janin

Risiko after coming head (pada letak sungsang) Risiko trauma kepala pada anak

13

2) Persalinan seksio sesarea a) Keuntungan (1) Ibu Tidak ada rasa sakit saat bersalin Dapat mengatur jadwal melahirkan Waktu persalinan lebih cepat Risiko rendah prolaps uteri dan robekan jalan lahir

(2) Janin

Tidak ada after coming head (pada letak sungsang) Tidak ada trauma kepala anak

b) Kerugian (1) Ibu Ada nyeri bekas luka Risiko infeksi rahim Risiko seksio sesarea berulang Tidak bisa melahirkan banyak Perdarahan lebih banyak Risiko rupture uteri Luka pada dinding perut dan rahim
14

Risiko plasenta low-laying Risiko retensio plasenta Biaya persalinan mahal

(2) Janin Tidak ada proses pemerasan pada dada janin pada saat melewati panggul ibu

d. Indikasi seksio sesarea Sectio caesarea biasanya dilakukan jika ada gangguan pada salah satu dari dua faktor yang terlibat dalam proses persalinan yang menyebabkan persalinan tidak dapat berjalan lancar dan bila dibiarkan maka dapat terjadi komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin. Indikasi seksio sesarea terbagi atas dua indikasi, yaitu indikasi medis dan indikasi nonmedis : 1) Indikasi medis Dua faktor indikasi medis seksio caesarea adalah : a) Faktor ibu (1) Disproporsi Sefalopelvik Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan cara pemeriksaan yang penting untuk mendapat keterangan lebih banyak tentang keadaan panggul. Pelvimetri dalam dengan tangan mempunyai arti yang penting untuk menilai secara agak kasar pintu atas panggul

15

serta panggul tengah, dan memberi gambaran tentang pintu bawah panggul. Pemeriksaan panggul terdiri dari : Pemeriksaan panggul luar Pemeriksaan panggul dalam (VT), yang dievaluasi antara lain : promotorium, linea innominata, spina ischiadika, dinding samping, kurvatura sakrum, ujung sakrum, dan arkus pubis. Pada pemeriksaan ini dicoba memperkirakan ukuran : Konjungata diagonalis dan konjugata vera Distansia interspinarum (diameter bispinosum) Diameter antero-posterior pintu bawah panggul.

Empat jenis panggul dengan ciri pentingnya : Panggul ginekoid dengan pintu atas panggul yang bundar, atau dengan diameter transversa yang lebih panjang sedikit daripada diameter anteroposterior dan dengan panggul tengah serta pintu bawah panggul yang cukup luas. Jenis ini ditemukan pada 45% wanita. Panggul anthropoid dengan diameter anteroposterior yang lebih panjang daripada diameter transvesa, dan dengan arkus pubis menyempit sedikit. Jenis ini ditemukan pada 35% wanita. Panggul android dengan pintu atas panggul yang berbentuk sebagai segitiga berhubungan denganpenyempitan kedepan, dengan spina iskiadika menonjol kedalam dan dengan arkus pubis menyempit. Jenis ini ditemukan pada 15% wanita.

16

Panggul platipelloid dengan diameter anteroposterior yang jelas lebih pendek daripada diameter transvesa pada pintu atas panggul dan dengan arkus pubis yang luas. Jenis ini ditemukan pada 5% wanita. Ukuran panggul yang sempit dan tidak proporsional dengan ukuran janin menimbulkan kesulitan dalam persalinan pervaginam. Panggul sempit lebih sering pada wanita dengan tinggi badan kurang dari 145 cm. Kesempitan panggul dapat ditemukan pada satu bidang atau lebih, pintu atas panggul dianggap sempit bila conjugata vera kurang dari 10 cm atau diameter transversal kurang dari 12 cm. Kelainan bentuk panggul : (a) Perubahan panggul karena kelainan pertumbuhan inrauterin Panggul Naegele : hanya mempunyai sebuah sayap pada sakrum, sehingga panggul tumbuh sebagai panggul miring. Panggul Robert : kedua sayap sakrum tidak ada, sehingga panggul sempit dalam ukuran melintang.

Split pelvis : tidak terjadi penyatuan tulang-tulang panggul pada simfisis sehingga panggul terbuka didepan.

Panggul asimilasi : bisa terdiri atas enam os vertebra (asimilasi tinggi) atau empat os vertebra (asimilasi rendah).

(b) Perubahan bentuk karena penyakit pada tulang panggul atau sendi panggul :

17

Rakitis : mengecilnya diameter anteroposterior pada pintu atas panggul karena kekurangan vit D dan kalsium dan kurang mendapat sinar matahari.

Osteomalasia : perubahan dalam bentuk tulang panggul sehingga rongga menjadi sempit, dikarenakan gangguan gizi yang hebat dan karena kekurangan sinar matahari.

Neoplasma Fraktur : disebabkan timbulnya kallus atau karena kurang sempurna sembuhnya yang dapat mengubah bentuk panggul.

Atrofi, karies, nekrosis Penyakit sendi sakroilika dan sendi sakrokoksigea

(c) Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang Kifosis Skoliosis spondilolistesis

(d) Perubahan bentuk karena penyakit kaki Koksitis Luksasio koksa Atrofi atau kelumpuhan satu kaki. (Wiknjosastro, 2006)

18

(2) Usia

Ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya berusia lebih dari 35 tahun memiliki risiko melahirkan dengan sectio caesarea karena pada usia tersebut ibu memiliki penyakit beresiko seperti hipertensi, jantung, diabetes melitus, dan preeklamsia.
(3) Infeksi

Penyakit akibat hubungan seksual (a) (b) (c) (d)


(e)

Gonorea Chlamydia trachomatis Herpes simpleks AIDS Hepatitis infeksiosa

(4) HAP (Haemorage Ante Partum) (a) Plasenta Previa Posisi plasenta terletak di bawah rahim dan menutupi sebagian dan atau seluruh jalan lahir. Dalam keadaan ini, plasenta mungkin lahir lebih dahulu dari janin. Hal ini menyebabkan janin kekurangan oksigen dan nutrisi yang biasanya diperoleh lewat plasenta. Bila tidak dilakukan sectio caesarea, dikhawatirkan terjadi perdarahan pada tempat implantasi plasenta sehingga serviks dan Segmen Bawah Rahim menjadi tipis dan mudah robek. Plasenta previa dibagi dalam empat jenis, yaitu plasenta previa totalis, plasenta previa parsialis, plasenta previa marginalis, dan plasenta previa letak rendah.
19

Gambar 1. Klasifikasi plasenta previa

Sumber : http://www.womenshealthsection.com/content/obs/obs018.php3

(b) Solusio Placenta Keadaan dimana plasenta lepas lebih cepat dari korpus uteri sebelum janin lahir. Sectio Caesarea dilakukan untuk mencegah kekurangan oksigen atau keracunan air ketuban pada janin. Terlepasnya plasenta ditandai dengan perdarahan yang banyak, baik pervaginam maupun yang menumpuk di dalam rahim. (Wiknjosastro, 2006) (5) Kelainan tali pusat
(a) Pelepasan tali pusat (tali pusat menumbung). Keadaan di mana

tali pusat berada di depan atau di samping bagian terbawah janin, atau tali pusat telah berada di jalan lahir sebelum bayi, dan keadaan bertambah buruk bila tali pusat tertekan.
Gambar 2. Tali pusat menumbung

20

Sumber:http//www.superbidanhapsari.wordpress.com/page/3

(b) Terlilit tali pusat. Lilitan tali pusat ke tubuh janin akan berbahaya

jika kondisi tali pusat terjepit atau terpelintir sehinggga aliran oksigen dan nutrisi ketubuh janin tidak lancar. Lilitan tali pusat mengganggu turunnya kepala janin yang sudah waktunya dilahirkan.

(6) Neoplasma Neoplasma pada jalan lahir terbagi menjadi : (a) Vagina Tumor di vagina dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janin pervaginam. Adanya tumor vagina bisa pula menyebabkan persalinan pervaginam dianggap mengandung terlampau banyak resiko. Tergantung dari jenis dan besarnya tumor, perlu dipertimbangkan apakah persalinan dapat berlangsung pervaginam atau harus diselesaikan dengan seksio sesarea. (b) Serviks Uteri

21

Seksio sesarea adalah terapi pilihan atas indikasi dari kanker serviks, kanker serviks biasanya terdiagnosa setelah kehamilan 28 minggu. (c) Uterus Distosia karena mioma uteri dapat terjadi apabila letak mioma uteri menghalangi lahirnya janin pervaginam, apabila mioma uteri dapat menyebabkan kelainan letak janin, dan apabila mioma uteri dapat menyebabkan terjadinya inersia uteri dalam persalinan. Penanganan dari mioma uteri yang mengganggu lahirnya janin pervaginam adalah dengan tindakan seksio sesarea. (d) Ovarium Tumor ovarium dapat mengganggu jalan lahir jika terletak di kavum douglas, boleh dicoba dengan hati-hati apakah tumor dapat diangkat ke atas rongga panggul, sehingga tidak menghalangi persalinan. Apabila percobaan itu tidak berhasil, atau persalian sudah maju sehingga percobaan reposisi lebih sukar dan lebih berbahaya, sebaiknya dilakukan seksio sesarea diikuti dengan pengangkatan tumor. (Wiknjosastro, 2006)

(7) Riwayat infertilitas Diartikan sebagai ketidakmampuan memiliki anak setelah setahun (12 bulan) menikah tanpa adanya usaha menghalangi kehamilan. Infertilitas primer adalah tidak bisa hamil. Infertilitas sekunder adalah sulit sekali untuk hamil setelah sudah pernah sekali hamil dan melahirkan secara normal
22

Jika kemudian wanita tersebut hamil, maka wanita tersebut dikatakan memiliki riwayat infertilitas. Wanita dengan riwayat infertilitas rentan mengalami penyulit dikehamilannya, seperti kelainan letak, usia tua, hipertensi, obesitas. Seksio sesarea dilakukan jika ditemukan partus yang tak maju dengan penyulit. (8) Ketuban pecah dini Kantung ketuban adalah kantung yang berdinding tipis yang berisi cairan dan janin selama kehamilan. Terdiri dari dua bagian, bagian luar disebut juga korion, sedangkan bagian dalam disebut juga amnion. Cairan amnion berfungsi untuk meratakan his ke seluruh dinding rahim dan merangsang pembukaan. Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah sebelum proses persalinan berlangsung, bisa diakibatkan oleh berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intrauterine. Seksio sesarea dilakukan jika ketuban pecah sudah terlalu lama. (9) Insisi uterus sebelumnya Insisi uterus sebelumnya seperti miomectomi atau operasi seksio sesarea pada kelahiran sebelumnya yang bisa membuat dinding uterus jadi lemah dan mudah terjadi ruptur uterus jika dilakukan persalinan normal. Ada pribahasa lama yang mengatakan once a cesarean, always a cesarean. Tapi sekarang sudah banyak bukti yang menyatakan bahwa bekas jahitan diuterus terbukti cukup kuat dan banyak pasien yang bisa melahirkan secara normal dengan risiko yang rendah daripada mengalami seksio sesarea lagi. Berikut ini adalah kandidat melahirkan secara pervaginam dengan operasi seksio sesarea pada kelahiran sebelumnya : (a) Jenis sayatan yang digunakan adalah sayatan transversal
23

(b) Kelahiran yang dapat diprediksikan tanggalnya (c) Kondisi yang stabil Berikut ini adalah kandidat dilakukannya operasi seksio sesarea berulang : (a) Wanita dengan disproporsi sefalopelvik (b) Wanita dengan kegawatdaruratan saat masuk rumah sakit (c) Jenis sayatan yang digunakan sebelumnya adalah sayatan klasik (10) Tingkat pendidikan Ibu dengan pendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatannya selama kehamilan bila dibanding dengan ibu yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penting dalam usaha menjaga kesehatan ibu, anak dan juga keluarga. Semakin tinggi pendidikan formal seorang ibu diharapkan semakin meningkat pengetahuan dan kesadarannya dalam mengantisipasi kesulitan dalam kehamilan dan persalinannya, sehingga timbul dorongan untuk melakukan pengawasan kehamilan secara berkala dan teratur. (Kasdu, 2005) Persalinan seksio sesarea lebih sering terjadi pada ibu yang mempunyai pendidikan yang lebih rendah. (Christina, 1996) (11) Partus tak maju Partus tak maju adalah suatu persalinan dengan his yang adekuat yang tidak menunjukan kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepala, dan putar paksi dalam selama 2 jam
24

terakhir. Partus tak maju dapat disebabkan oleh kelainan letak janin, kelainan panggul, kelainan his, pimpinan partus yang salah, janin besar, primitua, dan ketuban pecah dini. Partus tak maju adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primipara, dan lebih dari 18 jam pada multipara. Dilakukannya seksio sesarea jika sudah timbul gejala seperti dehidrasi, kelelahan ibu, asfiksia. (Mochtar, 1998) (12) Preeklampsia dan Eklampsia Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan. Preeklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila satu atau lebih tanda dan gejala dibawah ini ditemukan Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih dan tekanan diastolic 110 mmHg atau lebih; Proteinuria 5 gram atau lebih dalam 24 jam; 3 atau 4+ pada pemeriksaan kualitatif; Oliguria, air kencing 400ml atau kurang dalam 24 jam; Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri didaerah epigastrium; Edema paru-paru atau sianosis.

Salah satu penanganan pada preeklampsia adalah dengan terminasi kehamilan, dimana cara terminasi dibagi dua yang belum inpartu dan inpartu, Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu :
25

Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan dengan fetal heart monitoring.

Seksio sesaria bila:


Fetal assesment jelek Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.

12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif. Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria.

Cara terminasi kehamilan yang inpartu : Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria. Fase aktif :

Amniotomi saja Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin).

Eklampsia adalah memburuknya keadaan preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual, nyeri di epigastrium, dan hiperefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak disegera obati, akan timbul
26

kejangan. Setelah kekejangan dapat diatasi dan keadaan umum penderita dapat diperbaiki, maka direncanakan untuk mengakhiri kehamilan atau mempercepat persalinan dengan cara yang aman. Dapat dilakukan dengan seksio sesarea (jika pasien belum inpartu, terdapat fase laten yang lama, dan adanya gawat janin) atau dengan induksi persalinan pervaginam, hal tersebut tergantung dari banyak faktor, seperti keadaan serviks, komplikasi obstetric, paritas, adanya ahli anastesi, dan sebagainya.

b) Faktor Janin (1) Janin besar Berat bayi 4000 gram atau lebih (giant baby),

menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Dengan perkiraan berat yang sama tetapi pada ibu yang berbeda maka tindakan persalinan yang dilakukan juga berbeda. Misalnya untuk ibu yang mempunyai panggul terlalu sempit, berat janin 3000 gram sudah dianggap besar karena bayi tidak dapat melewati jalan lahir. (2) Gawat janin Diagnosa gawat janin berdasarkan pada keadaan

kekurangan oksigen (hipoksia) yang diketahui dari denyut jantung janin yang abnormal, dan adanya mekonium dalam air ketuban. Normalnya, air ketuban pada bayi cukup bulan berwarna putih agak keruh, seperti air cucian beras. Jika tindakan sectio caesarea tidak dilakukan, dikhawatirkan akan terjadi kerusakan neurologis akibat keadaan asidosis yang progresif, dan bila juga ibu menderita tekanan darah tinggi atau kejang pada rahim, mengakibatkan gangguan pada plasenta dan tali pusat sehingga aliran oksigen
27

kepada bayi menjadi berkurang. Kondisi ini bisa menyebabkan janin mengalami kerusakan otak, bahkan tidak jarang meninggal dalam rahim. (Oxorn, 2003) (3) Letak lintang Kelainan letak ini dapat disebabkan karena adanya tumor dijalan lahir, panggul sempit, kelainan dinding rahim, kelainan bentuk rahim, plesenta previa, dan kehamilan kembar. Keadaan tersebut menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan macet dengan presentasi tubuh janin di dalam rahim. Kelahiran secara seksio sesarea diindikasikan jika terdapat ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap dan disertai dengan tali pusat menumbung

Gambar 3. Letak lintang

Sumber:http//www.health.allrefer.com

(4) Letak Sungsang Resiko bayi lahir sungsang dengan presentasi bokong pada persalinan alami diperkirakan empat kali lebih besar dibandingkan keadaan normal. Pada bayi aterm, tahapan moulage kepala sangat penting agar kepala berhasil lewat jalan lahir. Pada keadaan ini
28

persalinan pervaginam kurang menguntungkan. Karena; pertama, persalinan terlambat beberapa menit, akibat penurunan kepala menyesuaikan dengan panggul ibu, padahal hipoksia dan asidosis bertambah berat. serta persalinan yang dipacu dapat menyebabkan trauma karena penekanan, traksi ataupun kedua-duanya. Misalnya trauma otak, syaraf, tulang belakang, tulang rangka dan viseral abdomen. Kelahiran secara seksio sesarea pada persalinan letak sungsang dilakukan jika dicurigai ada kesempitan panggul ringan, janin besar, dan dipertimbangkan pada primitua, wanita dengan riwayat infertilitas, dan wanita dengan riwayat obstetric yang kurang baik

Gambar 4. Letak sungsang

Sumber:http//www.health.allrefer.com

(5) Bayi Abnormal Misalnya pada keadaan hidrosefalus dan kelainan pada dinding perut, seperti gastroskisis, dan omphalokel. (Brown et al, 2003)
(6) Bayi kembar (Gemelly) 29

Kelahiran kembar mempunyai resiko terjadinya komplikasi yang lebih tinggi misalnya terjadi preeklamsia pada ibu hamil yang stress, cairan ketuban yang berlebihan. Saat kontrol, sebaiknya ibu aktif bertanya perihal letak janin di dalam kandungan. Begitu juga dengan umur kehamilan, perkiraan berat janin, letak plasenta serta volume air ketuban. Operasi sesar dilakukan jika terdapat janin pertama dalam keadaan letak lintang, tali pusat menubung, plasenta previa.

2) Indikasi nonmedis a) Indikasi sosial Selain indikasi medis terdapat indikasi nonmedis yaitu indikasi sosial untuk melakukan seksio sesarea. Menurut penelitian yang dilakukan sebuah badan di Washington DC, Amerika Serikat, pada tahun 1994 menunjukkan bahwa setengah dari jumlah persalinan seksio sesarea, yang secara medis sebenarnya tidak diperlukan. Artinya tidak ada kedaruratan persalinan untuk menyelamatkan ibu dan janin yang dikandungnya. Indikasi sosial timbul oleh karena permintaan pasien walaupun tidak ada masalah atau kesulitan dalam persalinan normal. Hal ini didukung oleh adanya mitos-mitos yang berkembang di masyarakat. Persalinan yang dilakukan dengan seksio sesarea sering dikaitkan dengan masalah kepercayaan yang masih berkembang di Indonesia. Masih banyak penduduk di kota-kota besar mengaitkan waktu kelahiran dengan peruntungan nasib anak dilihat dari faktor ekonomi. Tentunya tindakan seksio sesarea dilakukan dengan harapan apabila

30

anak dilahirkan pada tanggal dan jam sekian, maka akan memperoleh rezeki dan kehidupan yang baik. Adanya ketakutan ibu-ibu akan kerusakan jalan lahir (vagina) sebagai akibat dari persalinan normal, menjadi alasan ibu memilih bersalin dengan cara seksio sesarea. Padahal penelitian membuktikan bahwa mitos tersebut tidak benar karena penyembuhan luka di daerah vagina hampir sempurna. Pendapat lain yaitu, bayi yang dilahirkan dengan seksio sesarea menjadi lebih pandai karena kepalanya tidak terjepit di jalan lahir. Padahal sebenarnya tidak ada perbedaan antara kecerdasan bayi yang dilahirkan dengan cara seksio sesarea ataupun pervaginam. Di sisi lain, persalinan dengan seksio sesarea dipilih oleh ibu bersalin karena tidak mau mengalami rasa sakit dalam waktu yang lama. Hal ini terjadi karena kekhawatiran atau kecemasan menghadapi rasa sakit pada persalinan normal. (Wiknjosastro, 2006)

e. Kontra Indikasi 1) Infeksi pada peritoneum. 2) Janin mati. 3) Kurangnya fasilitas dan tenaga ahli. (Williams, 2005) Tapi janin mati bukan merupakan kontraindikasi mutlak, terlebih waktu yang digunakan untuk melahirkan janin mati secara pervaginam lebih lama daripada waktu yang diperlukan untuk melahirkan janin mati perabdominam atau secara seksio sesarea. f. Persiapan Seksio Sesarea 1) Ultrasound scan
31

Untuk mengetahui posisi dan ukuran janin, untuk menyingkirkan kemungkinan dari abnormalitas atau kembar, dan untuk menentukan lokasi dari plasenta. 2) Transfusi darah Sekurangnya tersedia dua packed cells sebelum dilakukannya operasi, biasanya terjadi pada situasi perdarahan yang aktif, preeclampsia, distensi uterus yang berlebihan, koagulopati. Terdapat empat macam komponen utama darah 50% cairan plasma (yang terdiri dari : 92% air dan 8% zat padat (albumin, globulin, faktor pembekuan, zat nitrogen nonprotein, lemak netral, fosfolipid, kolesterol, glukosa, natrium, klorida, bikarbonat, kalsium, kalium, magnesim, fosfor, besi, iodium)).

45% sel darah merah. 5% sel darah putih. platelets (trombosit). (Price Sylvia, 2006)

3) Persiapan preoperasi Antacid harus diberikan satu jam sebelum operasi untuk

meminimalkan efek dari aspirasi selama proses anantesi, pemberian dekstrose 5% didalam cairan ringer laktat, kateter foley, dan persiapan operasi lainnya sama seperti persiapan operasi abdominal. (De Cherney, 2005) g. Teknik Seksio Sesarea 1) Insisi Abdomen

32

Lapisan dinding perut :

Kulit Jaringan subkutan Fasia Scarpa (membatasi diantara dua jaringan subkutan) Otot dinding perut : m.oblikus eksternus M.oblikus internus Fasia transversalis Jaringan preperitoneal Jaringan preperitoneum Jaringan peritoneum Peritoneum parietale. (De Jong, 2005)

(a) Insisi vertical

Insisi vertical garis tengah infraumbilikus adalah insisi yang paling cepat dibuat. Insisi ini harus cukup panjang agar janin dapat lahir tanpa kesulitan. Oleh karenanya, panjang harus sesuai dengan taksiran ukuran janin. Pembebasan secara tajam dilakukan sampai ke level vagina m.rektus abdominis lamina anterior, yang dibebaskan dari lemak subkutis untuk memperlihatkan sepotong fasia di garis tengah dengan lebar sekitar dua cm. fasia transversalis dan lemak praperitoneum dibebaskan secara hati-hati untuk mencapai peritoneum dibawahnya. Peritoneum yang terletak
33

dekat dengan ujung atas insisi dibuka secara hati-hati. Beberapa dokter mengangkat peritoneum dengan dua klem hemostat yang dipasang dengan jarak dua cm. Lipatan peritoneum yang terangkat di antara kedua klem tersebut kemudian dilihat dan dipalpasi untuk meyakinkan bahwa omentum, usus, atau kandung kemih tidak menempel. Pada wanita yang pernah menjalani bedah intraabdomen, termasuk seksio sesarea, omentum, atau usus mungkin melekat ke permukaan bawah peritoneum. Peritoneum diinsisi superior terhadap kutub atas insisi dan ke arah bawah tepat di atas lipatan peritoneum di atas kandung kemih.

(b) Insisi transversal/lintang Dengan insisi Pfannenstiel modifikasi, kulit, dan jaringan subkutan disayat dengan menggunakan insisi transversal rendah sedikit melengkung. Insisi dibuat setinggi garis rambut pubis dan diperluas sedikit melebihi batas lateral otot rektus. Setelah jaringan subkutis dipindahkan dari fasia dibawahnya sepanjang satu cm atau lebih pada kedua sisi, fasia dipotong secara melintang sesuai panjang insisi. Tepi superior dan inferior fasia di pegang dengan klem yang sesuai kemudian diangkat oleh asisten selagi operator memegang selubung fasia dari otot rektus dibawahnya secara tumpul dengan pegangan scalpel. Pembuluh darah yang berjalan diantara otot dan fasia dijepit, dipotong, dan diikat. Hemostasis harus dilakukan secara cermat. Pemisahan fasia dilakukan sampai cukup mendekati umbilicus agar dapat dibuat insisi longitudinal garis tengah yang adekuat diperitoneum. Otot rektus kemudian dipisahkan digaris tengah untuk memperlihatkan peritoneum dibawahnya.
34

2) Insisi Uterus (a) Insisi sesarea klasik Suatu insisi vertikal ke dalam korpus uterus di atas segmen bawah uterus dan mencapai fundus uterus, sudah jarang digunakan saat ini. Sebagian besar insisi dibuat disegmen bawah uterus secara melintang atau yang lebih jarang secara vertical. Insisi melintang disegmen bawah memeliki keunggulan yaitu hanya memerlukan sedikit pemisahan kandung kemih dari miometrium dibawahnya. Apabila insisi diperluas ke arah lateral, dapat terjadi laserasi pada salah satu atau kedua pembuluh uterus. Insisi vertikal rendah dapat diperluas ke atas sehingga pada keadaan-keadaan yang memerlukan ruang lebih lapang, insisi dapat dilanjutkan ke korpus uterus. Untuk menjaga agar insisi vertikal tetap dibawah segmen bawah uterus, diperlukan pemisahan yang lebih luas pada kandung kemih. Selain itu, apabila meluas kebawah, insisi vertikal dapat menembus serviks lalu ke vagina dan mungkin mengenai kandung kemih. Yang utama, selama kehamilan berikutnya insisi vertikal yang meluas ke miometrium atas lebih besar kemungkinannya mengalami rupture daripada insisi transversal, terutama selama persalinan. (b) Insisi sesarea transversal Uterus umumnya mengadakan dekstrorotasi sehingga ligamentum teres uteri kiri lebih anterior dan lebih dekat ke garis tengah daripada yang kanan. Lipatan peritoneum yang agak longgar di atas batas atas kandung kemih dan menutupi bagian anterior segmen bawah uterus dijepit di garis tengah dengan forceps dan disayat dengan scalpel atau gunting. Gunting

35

diselipkan di antara serosa dan miometrium segmen bawah uterus dan didorong ke lateral dari garis tengah, sembari membuka mata gunting secara parsial dan intermiten, untuk memisahkan pita serosa selebar dua cm, yang kemudian diinsisi. Menjelang batas lateral di kedua sisi, gunting sedikit diarahkan lebih ke arah cranial. Lapisan bawah peritoneum diangkat dan kandung kemih dipisahkan secara tumpul atau tajam dari miometrium dibawahnya. Secara umum, pembebasan kandung kemih jangan melebihi lima cm kedalamannya dan biasanya lebih sedikit. Terutama pada serviks yang sudah mendatar dan membuka, pembebasan kearah bawah dapat terjadi sedemikian dalam sehingga secara tidak sengaja yang tidak terpajan dan dimasuki adalah vagina bukan segmen bawah uterus. Uterus dibuka melalui segmen bawah uterus sekitar satu cm dibawah batas atas lipatan peritoneum. Insisi uterus perlu dibuat relative tinggi pada wanita dengan pembukaan serviks yang besar atau lengkap agar kemungkinan perluasaan insisi ke lateral menuju arteri uterine berkurang. Insisi uterus dapat dilakukan dengan berbagai teknik. Semuanya dimulai dengan menyayat segmen bawah uterus yang terpajan menggunakan scalpel secara melintang sepanjang sekitar satu s.d. dua cm separuh jalan antara kedua a. uterina. Tindakan ini harus dilakukan secara hati-hati sehingga sayatan memotong seluruh ketebalan dinding uterus tetapi tidak cukup dalam untuk melukai janin di bawahnya. Apabila uterus telah terbuka, insisi dapat diperluas dengan memotong kelateral dan kemudian sedikit ke atas dengan gunting perban. Cara lain, apabila segmen bawah uterus tipis, insisi masuk dapat diperluas hanya dengan tekanan ke lateral dan atas menggunakan kedua jari telunjuk. Insisi uterus harus dibuat cukup lebar agar kepala dan
36

badan janin dapat lahir tanpa merobek atau harus memotong arteri dan vena uterine yang berjalan sepanjang batas lateral uterus. Apabila ditemukan plasenta digaris insisi, plasenta tersebut harus dilepaskan atau diinsisis. Apabila plasenta tersayat, perdarahan janin dapat parah sehingga, pada kasus semacam ini, tali pusat harus secepatnya diklem. (Williams, 2005)

Tabel 1 Perbandingan kelebihan dan kekurangan insisi sesarea uterus secara klasik dan transversal Insisi caesarea uterus Klasik Kelebihan Mengeluarkan janin lebih cepat Tidak mengakibatkan kandung kemih tertarik Sayatan bisa dperpanjang proksimal atau distal Transversal Penjahitan luka lebih mudah

Kekurangan

Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum Perdarahan kurang Kemungkinan rupture uteri spontan lebih kecil Infeksi mudah menyebar Luka dapat melebar ke secara intraabdominal kanan kiri, bawah sehingga karena tdk ada dapat menyebabkan reperitonealisasi yang baik a.uterina putus sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan

37

3) Pelahiran Janin Pada presentasi kepala, satu tangan diselipkan kedalam rongga uterus di antara simfisis dan kepala janin, lalu kepala diangkat secara hati-hati dengan jari dan telapak tangan melalui lubang insisi dibantu oleh penekanan sedang secara transabdominal pada fundus. Setelah persalinan lama dengan disproporsi sefalopelvik, kepala janin mungkin terjepit agak kuat dijalan lahir. Tekanan keatas yang dilakukan melalui vagina oleh asisten akan membantu melepaskan kepala sehingga kepala dapat dikeluarkan melalui bagian atas simfisis. Untuk memperkecil aspirasi cairan amnion dan isinya oleh janin, hidung dan mulut diaspirasi dengan bola pengisap (bulb syringe) sebelum toraks dilahirkan. Bahu kemudian dilahirkan dengan tarikan ringan disertai penekanan pada fundus. Bagian tubuh lainnya siap menyusul. Segera setelah dilahirkan, pasien diberi 20 unit oksitosin perliter dengan kecepatan 10 ml/mnt sampai uterus berkontraksi dengan baik, setelah itu lajunya dapat dikurangi. Dosis bolus 5 sampai 10 unit dihindari karena dapat menyebabkan hipotensi. Tali pusat dklem sementara bayi dipegang setinggi dinding abdomen, kemudian bayi diberikan kepada anggota tim yang akan melakukan upaya resusitasi bila diperlukan. Apabila presentasi janin bukan kepala, atau apabila janin lebih dari satu atau janin sangat imatur pada wanita yang belum pernah melahirkan, insisi vertical melalui segmen bawah kadang-kadang terbukti lebih menguntungkan. Tungkai janin harus secara cermat dibedakan dari lengan untuk menghindari ekstraksi premature lengan
38

yang menyebabkan pelahiran bagian tubuh janin selanjutnya menjadi sulit. Insisi uterus diperiksa untuk melihat ada tidaknya lokasi perdarahan yang deras. Perdarahan ini harus segera dijepit dengan forceps cincin atau Penington, atau instrument yang serupa. Sebagian besar ahli bedah kebidanan merekomendasikan untuk segera mengeluarkan plasenta secara manual, kecuali apabila plasenta telah terlepas secara spontan. 4) Penjahitan Uterus Setelah plasenta lahir, uterus dapat diangkat melalui insisi dan diletekaan diatas dinding abdomen yang tertutup oleh duk dan fundus ditutupi oleh tampon laparotomi yang telah dibasahi. Walaupun sebagian dokter menghindari tahap yang terakhir ini, eksteriorasasi uterus sering memberikan keuntungan yang melebihi kerugiannya. Kita dapat dengan cepat mengetahui uterus yang atonik dan melemas sehingga dapat segera melakukan masase. Insisi dan perdarahan lebih jelas tampak dan akan lebih mudah diperbaiki, terutama apabila terdapat perluasan insisi ke lateral. Segera setelah plasenta lahir dan diperiksa, rongga uterus diperiksa dan diusap dengan kassa untuk mengeluarkan selaput ketuban yang tertinggal, verniks, bekuan darah, dan debris lainnya. Tepi sayatan bagian atas dan bawah serta masingmasing sudut insisi uterus diperiksa secara cermat untuk melihat ada tidaknya perdarahan. Batas bawah insisi yang dibuat melalui segmen bawah uterus yang menipis mungkin sedemikian tipis hingga terabaikan. Pada saat yang sama, dinding posterior segmen bawah uterus kadang mengembung ke anterior sedemikian rupa sehingga disangka batas bawah insisi.

39

Insisi uterus ditutup dengan satu atau dua lapisan jahitan kontinu menggunakan benang yang dapat diserap ukuran nol atau satu. Biasanya digunakan benang kromik, tetapi sebagian menyukai benang sintetik yang tidak diserap. Pembuluh-pembuluh besar yang dijepit tersendiri sebaiknya diligasi dengan benang. Sebagian dokter mengemukakan kekhawatiran bahwa jahitan melalui desidua dapat menyebabkan endometriosis pada jaringan parut. Jahitan awal diletakkan tepat diluar salah satu sudut insisi. Kemudian dilakukan jahitan jelujur mengunci, dengan setiap jahitan menembus seluruh ketebalan miometrium. Tempat setiap jahitan harus dipilih secara hati-hati agar setelah menembus miometrium jarum tidak perlu ditarik kembali. Hal ini mengurangi kemungkinan perforasi pembuluh yang tidak terikat dan pendarahan yang dapat ditimbulkannya. Jahitan jelujur mengunci dilanjutkan sampai tepat melewati sudut insisi yang berlawanan. Aproksimasi tepi sayatan dengan jahitan satu lapis biasanya memuaskan, terutama apabila segmen bawah lapis. Apabila setelah jahitan jelujur satu lapis aproksimasi kurang memuaskan atau pendarahan menetap, dapat dilakukan penjahitan satu lapisan lagi sehingga terjadi aproksimasi dan hemostatis, atau masing-masing tempat pendarahan diikat dengan latihan matras atau angka delapan. Setelah tercapai hemostatis dengan penutupan uterus, tepi-tepi lapisan serosa yg tadinya melapisi uterus dan kandung kemih disambung dengan jahitan jelujur menggunakan catgut kromik 2-0. 5) Penutupan Abdomen Semua kassa dikeluarkan, cekungan dan cul-de-sac dikosongkan dari darah dan cairan amnion dengan pengisapan secara hati-hati. Apabila digunakan anastesia umum, orga-organ abdomen atas dapat
40

dipalpasi secara sistematis. Namun, pada analgesia konduksi hal ini dapat menimbulkan rasa yang tidak nyaman cukup besar. Setelah jumlah spons dan instrument dihitung dengan benar, insisi abdomen ditutup. Sewaktu dilakukan penutupan lapis demi lapis, tempat-tempat perdarahan diidentifikasi, diklem, dan diligasi. Otot rektus dibiarkan kembali ketempatnya semula, dan ruang subfasia diperiksa secara cermat untuk hemostasis. Fasia rektus diatasnya ditutup dengan jahitan interrupted (satu demi satu) dengan benang yang tidak diserap nomor nol dan dipasang lateral terhadap tepi fasia dengan jarak tidak lebih dari satu cm, atau jahitan jelujur mengunci dengan benang yang dapat diserap dan bertahan lama atau permanen. Jaringan subkutan biasanya tidak perlu ditutup secara terpisah apabila ketebalannya dua cm atau kurang, dan kulit ditutup dengan jahitan matras vertical dengan benang sutera 3-0 atau 4-0 atau benang yang ekuivalen atau klip kulit. Apabila jaringan adiposanya lebih tebal, atau apabila digunakan klip atau jaringan subkutan, perlu dilakukan beberapa penjahitan interrupted dengan plain catgut 3-0 untuk menghilangkan ruang rugi dan mengurangi tegangan pada tepi luka kulit. (Williams, 2005)

h. Komplikasi 1) Pada Ibu Faktor-faktor yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pembedahan ialah kelainan atau gangguan yang menjadi indikasi untuk melakukan pembedahan, dan lamanya persalinan berlangsung. Tentang faktor pertama, niscaya seorang wanita dengan plasenta previa dan perdarahan banyak memiliki resiko yang lebih besar daripada seorang wanita lain yang mengalami seksio sesarea elektif
41

karena disproporsi sefalopelvik. Demikian pula makin lama persalinan berlangsung, makin meningkat bahaya infeksi postoperative, apalagi setelah ketuban pecah.
(a) Infeksi puerperal, dapat bersifat ringan, seperti kenaikan suhu

beberapa hari dalam masa nifas atau dapat bersifat berat, seperti peritonitis dan sepsis. Infeksi postoperative terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala infeksi intrapartum, atau ada faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu. Bahaya infeksi sangat diperkecil dengan pemberian antibiotika, akan tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali.
(b) Perdarahan, yang jumlahnya banyak dapat timbul pada waktu

pembedahan jika cabang arteri uterine ikut terbuka, atau karena atonia uteri.
(c) Komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme paru,

dan sebagainya sangat jarang terjadi.


(d) Suatu komplikasi yang kemudian tampak adalah kurang kuatnya

parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya dapat terjadi ruptur uteri. 2) Pada Bayi Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan seksio sesarea banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan seksio sesarea. Menurut statistic di Negara dengan pengawasan antenatal dan intranatal yang baik, kematian perinatal pasca seksio sesarea berkisar antara 4-7%. (Wiknjosastro, 2006)

i. Prognosis
42

Dulu angka morbiditas dan mortilitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada masa sekarang, oleh karena kemajuan yang pesat dalam teknik operasi, anestesi, penyediaan cairan dan darah, indikasi dan antibiotika angka ini sangat menurun. Angka kematian pada rumah-rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik dan oleh tenaga-tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per 1000. Nasib janin yang ditolong secara seksio sesarea sangat tergantung dari keadaan janin sebelum dilakukan operasi. Menurut data dari Negara dengan pengawasan antenatal yang baik dan fasilitas neonatal sempurna, angka kematian perinatal sekitar 4-7%.

j. Nasihat Pasca Operasi 1) Dianjurkan jangan hamil selama lebih kurang satu tahun, dengan memakai kontrasepsi. 2) Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengan antenatal yang baik. 3) Dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit besar. 4) Apakah persalinan yang berikut harus dengan seksio sesarea bergantung dari indikasi seksio sesarea dan keadaan pada kehamilan berikutnya
5) Hampir diseluruh institute di Indonesia tidak dianut dictum once a

caesarean always a caesarean.


6) Yang dianut adalah once a caesarean not always a caesarean

kecuali pada panggul sempit atau disproporsi sefalopelvik. (Mochtar, 1998)

43

II.2 Dari uraian tersebut diatas dapat dibuat suatu kerangka teoritis seperti dibawah ini :

Disproporsi sefalopelvik Usia ibu Preeklampsia/eklampsia HAP Kelainan tali pusat Faktor Ibu Neoplasma Riwayat infertilitas Insisi uterus sebelumnya Indikasi Medis Ketuban pecah dini Tingkat pendidikan Partus tak maju

Seksio sesarea

Infeksi

44

Indikasi Nonmedis Indikasi sosial Faktor Janin

Janin besar Letak lintang Gemelly Bayi abnormal Gawatsungsang janin

45

Anda mungkin juga menyukai