Anda di halaman 1dari 8

13 MAKARA, SAINS, VOL. 9, NO.

1, APRIL 2005: 13-18

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF PENYEBAB PEMANCARAN CAHAYA PADA BAKTERI Photobacterium phosphoreum YANG DIISOLASI DARI CUMI LAUT JEPARA INDONESIA
Ratnawulan1, Delianis Pringgenis2, dan Idam Arif3
1. Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Padang, Padang 25131, Indonesia 2. Jurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang 50239, Indonesia 3. Departemen Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Bandung, Bandung 40132, Indonesia E-mail: ratna_unp@yahoo.com

Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk penyelidiki proses pemancaran cahaya pada bakteri Photobacterium phosphoreum yang diisolasi dari cumi laut Jepara Indonesia. Metoda yang digunakan dalam penelitian ini melibatkan isolasi, pemurnian, elektroforesis, pengukuran serapan dan pengukuran pemancaran cahaya maksimum. Hasil penelitian menemukan bahwa enzim luciferase dari bakteri Photobacterium phosphoreum disingkat LBPP mengkatalis pemancaran cahaya tampak dari flavin mononukleotida bentuk tereduksi (FMNH2), molekul oksigen(O2), dan aldehyd (RCOH). Data elektroforesis memperlihatkan bahwa enzim LBPP terdiri dari dua sub unit dengan berat molekul masing-masing adalah 41 kD dan 38 kD. Pola serapan menunjukkan bahwa proses bioluminisensi dari LBPP terpusat pada panjang gelombang sekitar 516 nm dan hal ini konsisten dengan data intensitas cahaya maksimum dari data fluorosensi. Hasil-hasil ini menyimpulkan bahwa keadaan tereksitasi terbentuk setelah LBPP mengikat substrat-substratnya dan keadaan dasar terbentuk setelah LBPP membebaskan produk dan cahaya tampak.

Abstract
Isolation and Identification of Active Compound Cause Light Emmitting of Bacterial Photobacterium phosphoreum Isolated from the Indonesia Jepara Marine Squid. This research carried out to study the bioluminescence process of bacterial Photobacterium phosphoreum isolated from Indonesia marine squid. The method used in the present study involved isolation, purification, electrophoresis, and the absorbance and light intensity measurement. This result show that the luciferace enzyme of bacterial Photobacterium phosphoreum or called LBPP catalyzes the emission of visible light from the reaction of reduced flavin mononucleotide (FMNH2), molecular oxygen (O2), and an aldehyde (RCOH). The electrophoresis data show that LBPP comprised of two different subunits and with 41kD and 38 kD molecular weights. The absorb pattern showed that the bioluminescence process centered around 516 nm and are consistent with the fluorescence data. This result concluded that the excitation state formed after LBPP bind subtracts and the ground state formed after LBPP releases product and visible light. Keywords: Bioluminescence, Photobacterium phosphoreum, measurement and subunits, absorbance and light intensity

1. Pendahuluan
Cumi-cumi di perairan Indonesia khususnya Jepara diketahui bisa memancarkan cahaya yang membantu cumi-cumi mencari makanan di kegelapan air, sekaligus menjadi alat penyamaran dari hewan pemangsa. Pringgenies [1] menyimpulkan bahwa cahaya yang dipancarkan oleh cumi disebabkan adanya hubungan simbiosa antara cumi-cumi

13

14 MAKARA, SAINS, VOL. 9, NO. 1, APRIL 2005: 13-18


jenis Laligo duvaucelli dengan bakteri Photobacterium phosphoreum yang hidup di dalamnya. Hasting et al.[2] mengungkapkan bahwa pemancaran cahaya pada bakteri luminisensi dikatalis oleh enzim yang dinamakan luciferase dimana enzim tersebut mengkatalis tiga substrat yaitu flavin mononukleotida tereduksi (FMNH2), molekul oksigen (O2) dan aldehyde rantai panjang (RCOH). Reaksi tersebut membebaskan flavin (FMN), asam lemak rantai panjang (RCOOH), molekul air (H2O) sambil memancarkan cahaya tampak (hv). Luciferase dari bakteri Photobacterium phosphoreum yang diisolasi dari cumi laut Indonesia selanjutnya disingkat LBPP. Fenomena bioluminisensi pada bakteri Photobacterium phosphoreum sangat menarik untuk dikaji karena merupakan contoh nanofabrikasi fotonik alamiah yang akan menjadi inspirasi untuk penelitian peralatan optik dan spektroskopik di masa mendatang. Disamping itu sistem bioluminisensi dari bakteri luminisen telah banyak digunakan sebagai alat uji untuk monitoring konsentrasi racun di alam. Kratasyuk et.al. [3] mengungkapkan bahwa alat uji bioluminisensi yang memakai enzim merupakan pendekatan baru dalam monitoring lingkungan. Dengan ketersedian bahan baku yang sangat melimpah di perairan Indonesia maka isolasi, identifikasi dan karakterisasi sifat-sifat fisika dari bahan aktif penyebab pemancaran cahaya pada bakteri Photobacterium phosphoreum merupakan langkah awal untuk kepentingan fabrikasi dan aplikasi. Penelitian ini bermaksud memperkenalkan prosedur isolasi, identifikasi dan karaterisasi sifat-sifat fisika dari bahan aktif penyebab pemancaran cahaya pada Photobacterium phosphoreum yang diisolasi dari cumi laut Jepara.

2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratoriun Biofisika, Institut Teknologi Bandung dan laboratorium Fisika, Universitas Negeri Padang. Semua reagen kimia yang diperlukan untuk isolasi dan identifikasi bahan aktif Photobacterium phosphoreum ini seperti FMN beserta pereduksinya (sodium hidrosulfida (dithionit)), aldehyd (n-decyl aldehyde), DEAE-cellulosa, Gel filtrasi kromatografi Sephadex G-100 didapatkan dari Sigma Chemical Company. Eksperimen dilakukan dalam buffer fosfat pada pH 7,0. dan merupakan campuran dari 1.0 M K2HPO4 dan 1.0 M NaH2PO4, larutan yang dibuat dengan konsentrasi berbeda sesuai dengan keperluan. Bakteri Photobacterium phosphoreum diisolasi dari cumi spesifik Indonesia jenis Loligo duvacelli [1]. Bakteri ini dikultur pada medium padat yang terdiri dari 3 g extract Bacto, 5 g peptone-bacto, 15 g agar bacto, 30 g NaCl, 3 ml glyserol; 1 liter air suling dan NaOH secukupnya untuk mengatur pH 7.0. Kultur dilanjutkan pada 5 liter medium cair yang terdiri dari 1 liter air suling; 30 g NaCl, 14 g Na2HPO4.7H2O, 2 g KH2PO4, 0,5 g (NH4)2HPO4, 0,2 g MgSO4.7H2O, 3 ml glyserol, 5 g triptone bacto, 5 g ekstrak ragi bacto dan NaOH secukupnya untuk mengatur pH 7.0. Proses penumbuhan bakteri Photobacterium phosphoreum dilakukan dengan mengukur secara langsung kultur dengan metode spektrofotometer. Sebanyak satu ose bakteri Photobacterium phosphoreum ditanam dalam media padat dan diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jam hingga terbentuk koloni tunggal. Koloni tunggal tersebut dicuplik dan diinkubasi ke dalam 100 ml media cair selama 20 jam dengan kecepatan putar 200 rpm pada suhu kamar. Sebanyak 4,5 ml kultur hasil inkubasi pada media pertama dipindahkan ke dalam 450 ml media cair kedua dan diinkubasi dengan kecepatan putar 200 rpm pada suhu kamar selama 20 jam. Seiring berjalannya inkubasi secara bersamaan dilakukan sampling pengukuran waktu untuk mengetahui kerapatan sel setiap dua jam selama 24 jam. Hasil sampling tersebut ditentukan dengan spektrofotometer UV-Vis (Ultraviolet-Visible) pada panjang gelombang 660nm. Sel dipanen pada kerapatan sel 4x10-9 sel/ml. Untuk memperoleh ekstrak kasar, sampel hasil sampling, disentrifugasi dengan kecepatan putar 6000 rpm selama 30 menit pada suhu 4 0C, agar cairan fermentasi dan supernatannya terpisah. Supernatan dicuci dengan air suling dingin sebanyak tiga kali untuk menghilangkan sisa-sisa media dan sel-sel yang mati. Setiap kali pencucian, dilakukan sentrifugasi dan penimbangan untuk mengetahui berat molekul supernatan yang tertinggal. Kemudian supernatan tersebut disuspensi dalam larutan buffer fosfat 0,05 M pH 7 (sebanyak 1 gram sel basah dalam 5 ml buffer fosfat) selama 20 jam. Supernatan yang telah disuspensi tersebut dipecah dengan alat sonikasi selama 5 menit dalam keadaan dingin sebanyak 5 kali. Hasil sonikasi diinkubasi kembali selama 1 jam, yang selanjutnya disentrifugasi selama 20 menit pada kecepatan putar 12000 rpm pada 40C. Ekstrak kasar yang diperoleh ditentukan aktivitas dan konsentrasi proteinnya.

15 MAKARA, SAINS, VOL. 9, NO. 1, APRIL 2005: 13-18


Untuk mengendapkan protein yang ada di ekstrak kasar dilakukan fraksionasi ammonium sulfat dengan derajat kejenuhan 25-85 %. Penambahan ammonium sulfat dilakukan sambil mengaduk-aduk larutan ekstrak kasar secara perlahan dengan pengaduk magnet pada suhu 4 0C. Larutan ekstrak kasar kemudian didiamkan selama satu malam sambil diaduk secara perlahan agar pengendapan berlangsung sempurna. Untuk memisahkan endapan dengan supernatan dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan putar 7000 rpm selama 30 menit. Supernatan yang diperoleh ditentukan aktivitas dan konsentrasi proteinnya. Selanjutnya, LBPP dimurnikan menggunakan kolom dietilaminoetil cellulosa (DEAE cellulosa) ukuran 2x45cm yang diregenerasi dengan 200 ml larutan NaCl pada konsentrasi 2M. DEAE cellulosa dicuci dengan 2 liter air suling dingin dan disetimbangkan dengan 2 liter larutan buffer fosfat pada pH 7,0 dan konsentrasi 0,02 M. DEAE cellulosa harus selalu dijaga pada PH 7,0. Selanjutnya 10 ml sampel LBPP dimasukkan kedalam kolom dan kemudian dielusi dengan larutan buffer fosfat. Elusi ini bertujuan untuk mengikatkan LBPP pada matrik DEAE cellulosa. Protein lain yang tidak diinginkan dibiarkan melewati kolom. LBPP yang terikat pada kolom dielusi dengan gradien NaCl sebanyak 200 ml dengan konsentrasi 0,5 M dan ditampung dalam fraksi-fraksi dengan kecepatan 1 ml/menit. Untuk mengetahui fraksi-fraksi yang mengandung LBPP dilakukan pengukuran serapannya pada panjang gelombang 280 nm. Setelah pola serapan LBPP diketahui, kemudian diuji aktivitasnya dan konsentrasinya. Fraksi-fraksi yang ada aktivitasnya digabung dalam sebuah tabung reaksi dan dipekatkan dengan ammonium sulfat pada 40-75 % saturasi. Untuk mendapatkan LBPP kemurnian tinggi digunakan gel filtrasi kromatografi Sephadex G-100 berukuran 2x60cm. Kolom gel tersebut diseimbangkan selama satu malam dengan 0.35 M buffer fosfat pada pH 7.0. LBPP yang telah dipisahkan dari DEAE cellulosa dielusi dengan 0.02 M buffer fosfat pada pH 7.0 dan ditampung dalam fraksi-fraksi dengan kecepatan 1 ml/menit. Untuk mengetahui fraksi-fraksi yang mengandung LBPP dilakukan pengukuran serapannya pada panjang gelombang 280 nm. Setelah pola serapan LBPP diketahui, kemudian diuji aktivitasnya dan konsentrasinya. Fraksi-fraksi yang ada aktivitasnya digabung dalam sebuah tabung reaksi dan dipekatkan dengan ammonium sulfat pada 40-75 % saturasi. Penentuan aktivitas dilakukan dengan cara mengukur intensitas cahaya maksimum dari fraksi-fraksi LBPP menggunakan alat spektrofotometer fluorosensi model F-2000. Satuan aktifitas dinyatakan dalam quanta sec-1 ml-1 dan satuan aktifitas spesifik dalam quanta sec-1 -1. Satuan aktivitas total dinyatakan dalam quanta sec-1 yang diperoleh dari perkalian kecepatan per satuan mg enzim mg dengan mg enzim. Kondisi yang diperlukan agar terjadi proses biolumunisensi adalah 1 ml dari 5x10-5 M FMNH2 dimasukkan kedalam 1,2 ml campuran LBPP, 100 L dodekanal, O2 dan 0,02 M buffer fosfat pH 7. Pengukuran aktivitas biolumunisensi dilakukan pada kondisi pada 25 0C dimana FMNH2 harus diinjeksi secara cepat. Setiap fraksi-fraksi LBPP seperti ekstrak kasar, fraksionasi pada 25-85% saturasi, DEAE cellulosa, gel filtrasi, diuji aktivitasnya sesuai langkah-langkah yang telah dijelaskan. Konsentrasi protein diuji menggunakan metode Lowry, dengan bantuan bovine serum albumin (BSA) sebagai standar. Absorbansi pada 750 nm digunakan sebagai dasar pengujian konsentrasi protein. Untuk mengetahui tingkat kemurnian enzim setelah pemurnian, maka dilakukan elektroforesis Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE). Karakterisasi sifat-sifat fisika dari LBPP dilakukan dengan mengukur spektrum serapan (eksitasi) dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan spektrum pemancaran cahaya dengan menggunakan spektrofotometer fluorosensi model F-2000.

3. Hasil dan Pembahasan


Profil serapan LBPP yang diisolasi dan dimurnikan sesuai dengan prosedur yang telah dibahas sebelumnya, diperlihatkan pada Gambar 1. Profil serapan hasil pemurnian LBPP pada Gambar 1a menunjukkan bahwa fraksi yang mempunyai aktivitas tinggi adalah fraksi no. 47 s/d 65. Selanjutnya fraksi-fraksi tersebut digabung dan didapatkan aktivitasnya sebesar 14,75 quanta/s.ml. Untuk meningkatkan kemurnian LBPP, fraksi-fraksi yang digabung ini dimasukkan kedalam kolom gel filtrasi Sephadex G 100. Aktivitas dari fraksi-fraksi yang mempunyai serapan tinggi diuji aktivitasnya kembali dan diketahui bahwa fraksi no. 73 ternyata mempunyai aktivitas yang tinggi seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1b yakni aktivitasnya 13,5 quanta/s.ml. Langkah-langkah isolasi beserta hasilnya terangkum pada Tabel 1.

16 MAKARA, SAINS, VOL. 9, NO. 1, APRIL 2005: 13-18

Hasil pemurnian LBPP pada Tabel 1 menunjukkan bahwa setelah dilakukan fraksionasi ammonium sulfat pada 25-85% saturasi terjadi peningkatan yang cukup berarti pada aktivitas LBPP dari 1.625 quanta/s ml menjadi 1.74 quanta/s ml, sedangkan konsentrasi protein juga meningkat dari 7.6 mg/ml menjadi 10.4 mg/ml. Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah pemurnian LBPP menggunakan kromatografi DEAE cellulosa. Pada keadaan ini terjadi peningkatan aktifitas dari 1.74 quanta/s ml menjadi 14.75 quanta/s ml sedangkan konsentrasi protein menurun menjadi 0.089 mg/ml, sehingga terjadi peningkatan kemurnian untuk LBPP sebanyak 771 kali. Kajian hasil gel filtrasi Sephadex G 100 menunjukkan terjadinya penurunan aktifitas LBPP dari 14.75 quanta/s ml menjadi 13.5 quanta/s ml, dan penurunan konsentrasi protein dari 0.089 mg/ml menjadi 0.039 mg/ml, sehingga diperoleh peningkatan kemurnian terhadap ekstrak kasar sebanyak 1616 kali. Keberhasilan proses isolasi LBPP menggunakan BSA sebagai protein standar dimonitor dengan elektroforesis SDS-PAGE dan hasilnya diperlihatkan pada Gambar 2 dimana (a) memperlihatkan hasil elektroforesis protein standar, (b) menunjukkan elektroforegram pada ekstrak kasar LBPP dengan karakteristik banyak terdapat pita-pita protein pengotor, (c) hasil fraksionasi amonium sulfat pada 25-85% saturasi memperlihatkan karakteristik pita-pita protein pengotor sudah mulai

Gambar 1. (a) Profil dari hasil isolasi LBPP memakai kolom kromatografi penukar ion DEAE-cellulosa (DE-52). Karakteristik kolom adalah panjang 45 cm, diameter 2 cm dan panjang gel 33 cm. Eluen buffer fosfat pH 7 0,02 M. Sampel 25 85 % Ammonium Sulfat 15 ml. Kecepatan Alir 1 ml/menit dan fraksi tampung 1 ml. (b) Profil dari hasil pemurnian fraksi no. 47 s/d 65 memakai kolom kromatografi gel filtrasi Sephadex G 100. Karakteristik kolom adalah panjang 60 cm, diameter 2 cm dan panjang gel 50 cm. Eluen buffer fosfat pH 7 0,02 M kecepatan alir 1 ml/menit dan fraksi tampung 1 ml.

Tabel 1. Hasil isolasi LBPP

Fraksi

Volume (ml)

Konsentrasi (mg/ml)

Total (mg)

Aktivitas (quanta/s

Aktivitas total

Aktivitas Spesifik

Faktor Kemurnia

17 MAKARA, SAINS, VOL. 9, NO. 1, APRIL 2005: 13-18


ml) 1014 1.625 1.74 14.75 13.5 (quanta/s) 1014 32.5 26.1 14.75 13.5 (quanta/s.mg) 1014 0.214 0.167 165 346 771 1616 n

Ekstrak kasar Fraksionasi pada 25-85% saturasi DEAE Selulosa Gel filtrasi

20 15 1 1

7.6 10.4 0.089 0.039

152 156 0.089 0.039

berkurang dari ekstrak kasar tetapi masih terdapat protein-protein lain yang tidak diperlukan, (d) memperlihatkan pita-pita protein yang diperoleh dari hasil kolom kromatografi DEAE-cellulosa sudah menunjukkan LBPP tetapi masih ada bayangan pita-pita protein pengotor. Untuk mendapatkan hasil isolasi yang sempurna dilakukan lagi gel filtrasi kromatografi Sephadex G 100. Hasilnya menunjukkan dua pita LBPP yang merupakan dua sub unit dan dengan berat molekul 41 kD untuk sub unit dan 38 kD untuk sub unit seperti teridentifikasi pada Gambar 2e. Sebagai perbandingan luciferase dari bakteri Photobacterium phosphoreum yang diisolasi dari ikan terdiri dari dua sub unit dan dengan berat molekul 43 kD dan 38 kD. Sedangkan luciferase dari bakteri Vibrio harveyi juga mempunyai dua sub unit dan dengan berat molekul 40 kD dan 37 kD [5-8]. Untuk mengetahui panjang gelombang eksitasi dari LBPP sebelum dan sesudah mengikat substrat FMNH2 O2 dan RCOH maka dilakukan pengukuran spektrofotometer UV-Vis dan hasilnya ditampilkan pada Gambar 3. Gambar 3a menunjukkan bahwa tidak terjadi serapan dari LBPP pada panjang gelombang 300-800 nm sebelum mengikat substrat-substratnya. Tetapi setelah LBPP mengikat substrat-substratnya terjadi dua serapan maksimum pada panjang gelombang 366 nm dan 444 nm seperti terlihat pada Gambar 3b. Serapan maksimum pada panjang gelombang 366 nm dapat diinterpretasikan sebagai keadaan eksitasi yang disebabkan oleh reaksi pengikatan antara LBPP dengan substrat-substratnya. Akibat pengikatan ini dapat dianalisis bahwa sebuah substrat (FMNH2) memberikan elektronnya ke substrat yang lain (RCOH) melalui

Gambar 2.

Hasil elektroforesis SDS-PPAelektroforesis. (a), Standar, (b) ekstrak kasar enzim, (c) Fraksionasi amonioum sulfat (255 85 %), (d) Kromatografi penukar ion DEAE- cellulosa dan (e) Gel filtrasi. Enzim LBPP terdiri dari dua sub unit dan yang masing-masing mempunyai berat molekul 41 kD dan 38 kD.

18 MAKARA, SAINS, VOL. 9, NO. 1, APRIL 2005: 13-18

Gambar 3. Spektrum serapan dari LBPP (a) sebelum mengikat (b) setelah mengikat substrat-substratnya pada temperatur 230C dalam 0,1 M phosphat, dan pH 7.

proses reaksi reduksi-oksidasi. Secara fisika, perpindahan elektron dari sebuah substrat ke substrat yang lain menyebabkan terjadinya peningkatan energi pada substrat yang mendapat tambahan elektron tersebut sehingga menghasilkan keadaan eksitasi yang tidak stabil. Keadaan eksitasi akan meluruh kembali ke konfigurasi keadaan dasar sambil memancarkan cahaya tampak. Serapan maksimum pada panjang gelombang 444 nm dapat diinterpretasikan sebagai keadaan dasar yang disebabkan oleh reaksi pembebasan produk-produk seperti FMN, H2O, dan RCOOH yang menyertai reaksi pemancaran cahaya. Panjang gelombang cahaya tampak yang dipancarkan bakteri Photobacterium phosphoreum dapat interpretasi berdasarkan kemiringan garis kurva yang memotong sumbu yaitu 516 nm sedangkan energi pemancaran cahaya dapat diinterpretasi berdasarkan persamaan E= hc/ dimana h=6,63 x10-34 J.s adalah konstanta Planck, c=3 x108 m/s adalah kecepatan cahaya dan adalah panjang gelombang cahaya. Bila panjang gelombang yang dipancarkan adalah 516 nm, maka energi cahaya yang dipancarkan dalam reaksi ini adalah 2,4 eV atau 227 kJ/mol. Untuk memverifikasi hasil yang ditemukan pada Gambar 3 dilakukan juga pengukuran spektrum pemancaran cahaya setelah LBPP mengikat substrat-substratnya yaitu FMNH2, O2 dan RCOH. Alat yang digunakan adalah spektrofotometer fluoresensi dan hasil pengukuran ditampilkan pada Gambar 4. Dari Gambar 4 dapat disimpulkan bahwa pemancaran cahaya terjadi pada saat LBPP mengikat substrat-substratnya. Spektrum pancaran cahaya maksimum dari

19 MAKARA, SAINS, VOL. 9, NO. 1, APRIL 2005: 13-18

Gambar 4. Spektrum pemancaran cahaya dari LBPP setelah mengikat substrat-substratnya

LBPP setelah mengikat substrat terjadi pada panjang gelombang 516 nm. Hasil ini mendukung hasil sebelumnya pada Gambar 3 bahwa panjang gelombang cahaya yang dipancarkan akibat interaksi LBPP dengan substrat-substratnya adalah 516 nm.

4. Kesimpulan
Reaksi bioluminisensi terjadi akibat LBPP mengikat substrat-substratnya yaitu FMNH2, O2, dan RCOH. Enzim LBPP terdiri dari dua sub unit dan dengan berat molekul 41 kD dan 38 kD. Keadaan eksitasi dan keadaan dasar terjadi pada panjang gelombang 366 nm dan 444 nm. Panjang gelombang cahaya yang dipancarkan akibat interaksi LBPP dengan substrat-substratnya adalah 516 nm

Ucapan Terima Kasih


Kami menggucapkan terima kasih kepada Dr. I. Nyoman Aryanta dari KPP Hayati Institut Teknologi Bandung atas diskusi saran-saran. Penelitian ini dibiayai oleh RU-ITB No. 09/RU-ITB/VII/2003 dan RUT XII No. 01/Perj/Dep.III/RUT/PPKI/II/2005.

Daftar Acuan
[1] D. Pringgenies, Disertasi Doktor, Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung, Bandung, 2003. [2] J.W. Hasting, In: N. Sperelakis (Ed.), Cell Physiology, 2nd Ed., Academic Press, New York, 1998, p. 984. [3] V.A. Kratasyuk., E.N. Asimbekova., E.V. Vetrova., 13th International Symposium on Bioluminescence & Chemiluminescence Symposium Abstract, 2004. [4] J.W. Hasting, T.O. Baldwin, M.Z. Nicoli, Methods in Enzimology LVII (1978) 135. [5] R. Swanson, L.H. Weaver, S.J. Remingtong, B.W. Matthewsg, T.O. Baldwin, The Journal of Biological Chemistry 260 (1985) 1287. [6] T. Sandalova, Y. Lindqvist, Proteins 23 (1995) 241. [7] A.J. Fisher, F.M. Raushel, T.O. Baldwin, I. Rayment, Biochemistry 34 (1995) 6581. [8] A.J. Fisher, T.B. Thompson, J.D. Thoden, T.O. Baldwin, I. Rayment, The Journal of Biological Chemistry 271 (1996) 21956.

20 MAKARA, SAINS, VOL. 9, NO. 1, APRIL 2005: 13-18

Anda mungkin juga menyukai