Anda di halaman 1dari 21

PERMEN PU NO.

21 TAHUN 2006 KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL PENGEMBANGAN SISTEM PENGGELOLAAN PERSAMPAHAN (KSNP-SPP)

1. Visi dan Misi Visi Misi 1. Mengurangi timbulan sampah dalam rangka persampahan yang berkelanjutan 2. Meningkatkan jangkauan dan kualitas pelayanan pengelolaan persampahan 3. Memberdayakan masyarakat 4. Meninkatkan kemampuan manajemen dan kelembagaan 5. Mobilisasi dana 6. Penegakan hokum Permukiman sehat dan bersih dari sampah

2. Isu, Permasalahan, dan Tantangan Pengelolaan Persampahan Isu Strategis dan Permasalahan 1. Kapasitas pengolaan sampah a. Makin besarnya timbulan sampah b. Rendahnya kualitas dan tingkat pengelolaan persampahan c. Keterbatasan lahan TPA 2. Kemampuan Kelembagaan 3. Kemampuan pembiayaan 4. Peran Serta Masyarakat dan Dunia Usaha a. Potensi masyarakat belum dikembangkan b. Rendahnya investasi dunia usaha 5. Peraturan Perundangan dan lemahnya penegakan hukum Tantangan Pengelolaan persampahan

1. Peninkatan cakupan pelayanan 70% pada tahun 2015 2. Peningkatan kelembagaan 3. Pengalihan sumber dana 4. Kondisi TPA operasi Open Dumping 5. Program 3R 6. Inovasi teknik untuk peningkatan kualitas TPA 7. Lemahnya penegakan hukum

Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan 1. Skenario Penelolaan Persampahan Sasaran yang tertuang dalam pembangunan jangka menegahh nasional 20004-2009 meningkatkan jumlahh sampah yang terankut 75% hina 2009 dan penelolaan TPA berwawasan lingkungan Sasaran rencana strategi departemen pekerjaan umum 2005-2009 meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui penelolaan sanitasi 2. Sasaran Kebijakan 1. Terciptanya kondisi kota yang bersih termasuk saluran drainase 2. Pengurangan kualitas sampah sebesar 20% 3. Cakupan pelayanan 60% 4. Standard pelayanan minimal persampahhan terlampaui 5. Tercapainya peningkatan kualitas pengelolaan TPA 6. Tercapainya peningkatan kinerja institusi penelolaan persampahan 3. Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan 1. Pengurangan sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya Strategi: a. Upaya peningkatan pemahaman masyarakat akan 3R dan B3

b. Menerapkan system insentif dan disinsentif dalam pelaksanaan 3R c. Mendorong koordinasi lintas sector terutama industry dan perdagangan 2. Peningkatan peran aktif masyarakat dan dunia usaha sebagai mitra pengelolaan Strategi: a. Peninggkatan pemahaman pengelolan persampahan mellui pendidikaaan anak usia sekolah b. Memperluas pemahaman peraturan perundangan kepada masyarakat umum c. Peningkatan pembinaan d. Mendoron peraturan perundangan berbasis masyarakat e. Peningkatan system insentif 3. Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas system pengelolaan Strategi: a. Optimaisasi pemanfaataan sarana dan prasarana b. Meningkatkan cakupan pelayanan c. Meningkatkan kapasitas sarana d. Meninggkatkan rehabilitasi TPA e. Meingkatkan kualitas TPA f. Meningkatka pengelolaan TPA regional g. Penelitian, pengembangan dann aplikasi teknologi peanganan persampahan 4. Pengembangan kelembagaan dan peraturan perundangan Strategi: a. Meningkatkan status dan kapasitas b. Peningkatan kinerja institusi c. Memisahkan funsi regulator dan operator d. Meningkatkan kerjasama terhadap pemangku keputusan e. Meningkatkan kualitas SDM manusia f. Mendorong pengelolaan kolektif skala regional g. Meninggkatkan kelembagaan produk hokum h. Mendoron penerapan system pengawasan dan penerapan sanksi 5. Pengembangan alternative sumber pembiayaan a. Pelayanan presepsi para pengambil keputusan b. Mendororng peningkatan pemulihan biaya persampahan

PETUNJUK TEKNIS DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRSARANA WILAYAH NO 13 TAHUN 2002 TATA CARA PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN SISTEM DAUR ULANG PADA LINGKUNGAN Terdapat pengertian : 1. Sampah Organik 2. Pengomposan 3. Kompos, dan 4. Pemilahan sampah Pengomposan sampah skala linkungan melalui aspek pemberdayaan masyarakat: 1. Tahap kegiatan 2. Persiapan 3. Pelaksanaan, dan 4. Pengembangan No 1 lokasi Ketentuan Teknik Pengomposan 1. Dekat dengan TPS atau Depo 2. Sisa sampah yang tidak dapat dijdikan pengomposaan diankut langsung ke TPA 3. Lahan yang diperlukan minimal 94 m-112 m untuk tempat pengomposan 2 3 Kapasitas produksi Tenaga kerja Kapasitas produksi minimal 3m3/hr atau 600 kg sampah/hr atau 1 cetakan/hr Untuk pengomposan 1 cetakan/hr+600kg sampah/hr adalah 4 orang dengan jam kerja efektif 7 jam 4 Penataan ruang 1. Diatur pula peruntukan pengomposan Standard

penataan ruangg baahan penunjang/karbon 2. Pengomposan tanpa penambahan bahan penunjang

Cara pengolaan sampah organik dengan metode biologi (PSOMB) 1. Bahan baku pengomposan 2. Bahan penunjang 3. Peralatan 4. Pengukuran suhu dan kelembaban 5. Perlakuan pada proses pelapukan 6. Pematangan kompos 7. Pemanenan dan pengemasan Manajemen daur ulang sampah dan pengomposan 1. Mekanisme kelembagaan pengomposan 2. Model kelembagaan pengelola pengomposan skala lingkungan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

PENGERTIAN : 1. 2. 3. 4. 5. VISI MISI STRATEGI KEBIJAKAN, dan PROGRAM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 PEMERINTAH DAERAH

(tidak terdapat pertimbangan)

Jepang selalu dikampanyekan slogan Utsukushi kuni (Negara Jepang yang cantik)

Dampak negative yang ditimbulkan dari sampah Di jepang terjadinya kasus pencemaran Minamata, saat pabrik Chisso Minamata membuang limbah merkuri ke lautan dan mencemari ikan serta hasil laut lainnya. Para nelayan dan warga sekitar yang makan ikan dari laut sekitar Minamata menjadi korban. Di tahun 2001, tercatat lebih dari 1700 korban meninggal akibat tragedi tersebut. Di tahun 60 dan 70-an, kasus polusi, pencemaran lingkungan, keracunan, menjadi bagian dari tumbuhnya industri Jepang. Di kota Tokyo sendiri, limbah dan sampah rumah tangga saat itu menjadi masalah besar bagi lingkungan dan mengganggu kehidupan warga Tokyo. Gerakan kepeduliaan dan pertisipasi masyarakat Barulah pada pertengahan 1970-an mulai bangkit gerakan masyarakat peduli lingkungan atau chonaikai di berbagai kota di Jepang. Masyarakat menggalang kesadaran warga tentang cara membuang sampah, dan memilah-milah sampah, sehingga memudahkan dalam pengolahannya. Gerakan mereka menganut tema 3R atau Reduce, Reuse, and Recycle. Mengurangi pembuangan sampah, Menggunakan Kembali, dan Daur Ulang. Gerakan tersebut terus berkembang, didukung oleh berbagai lapisan masyarakat di Jepang. Meski gerakan peduli lingkungan di masyarakat berkembang pesat, pemerintah Jepang belum memiliki Undang-undang yang mengatur pengolahan sampah. Bagi pemerintah saat itu, urusan lingkungan belum menjadi prioritas. Baru sekitar 20 tahun kemudian, setelah melihat perkembangan yang positif dan dukungan besar dari seluruh masyarakat Jepang, Undang-undang mengenai pengolahan sampah diloloskan Parlemen Jepang Untuk membangun kesadaran itu, kelompok masyarakat seperti chonaikai melakukan aksi-aksi kampanye kepedulian lingkungan di berbagai lapisan masyarakat. Beberapa sukarelawan ada yang secara aktif turun ke perumahan untuk memonitor pembuangan sampah, dan berdialog dengan warga tentang cara penanganan sampah. Peraturan yang Terkait Bulan Juni 2000, UU mengenai Masyarakat Jepang yang berorientasi Daur Ulang atau Basic Law for Promotion of the Formation of Recycling Oriented Society disetujui oleh parlemen Jepang. Sebelumnya, pada tahun 1997, Undang-undang Kemasan Daur Ulang atau Containers and Packaging Recycle Law telah terlebih dahulu disetujui oleh Parlemen.

Pemilahan Melanjutkan cerita saya tentang sampah di Jepang, berikut ini saya berikan beberapa visual yang perlu kita kenali dalam kaitannya dengan persampahan di kota Nagoya 1. macam plastik sampah : merah untuk burnable (sampah dapat dibakar), biru untuk recycle, dan hijau untuk yang non burnable (tidak dapat dibakar). 2. Tanda merk PET yang merupakan singkatan dari Polyethylene terephthalate. Botol yang berlabel seperti ini harus dibuang di tempat khusus. Di sebelah kanan tanda PET terdapat penjelasan bertuliskan huruf katakana `kyappu : PP` dan `raberu : PS`, artinya kyappu = tutup botol tergolong bahan plastik Polypropylene, yang bersifat jadi masih dapat dipakai (economical) , sedangkan raberu = label tergolong bahan plastik polystyrene, yaitu bahan plastik yang dapat disintesis. Pembuangan keduanya di kantung yang terpisah. 3. Untuk kemasan kertas yang tak berlapis alumunium foil di bagian dalamnya, terdapat tanda seperti ini , yang artinya kertas, = pak(kemasan). Kemasan seperti ini harus dicuci bersih bagian dalamnya, lalu digunting pada salah satu sisinya hingga membentuk lembaran, kemudian dibuang dalam plastik sampah berwarna biru. 4 . Tanda berikutnya adalah kemasan kertas yang dapat direcycle, bertuliskan karakter kertas. Contoh di bawah adalah kemasan minuman diet `vinegar` yang dikemas dalam kemasan kertas tetapi tutupnya dari bahan plastik. Sehingga di sebelah kanan tanda ` terdapat penjelasan tentang `tutup botol, yang harus dibuang terpisah. Demikianlah semua produk di Jepang sekalipun `Indomie` yang diimpor dari Indonesia tetap harus ditambahkan label tentang tatacara membuang kemasannya. Yang menjadi masalah besar bagi sebagian pemerintah kota di Jepang saat ini adalah tentang pembuangan barang bekas yang tidak ditangani oleh pemerintah tetapi harus dijual ke toko recycle, misalnya TV, kulkas, mesin cuci, mobil, dll. Beberapa waktu yang lalu diaporkan dalam suatu siaran langsung sebuah stasiun TV swasta di Jepang tentang sebuah lokasi tepi kota di Sapporo, Hokkaido yang dijadikan warga sebagai tempat menumpuk/membuang barang bekas. Lokasi ini sekaligus menjadi tempat tinggal homeless yang jumlahnya cukup banyak di Jepang.

Pemisahan sampah Pemisahan sampah dalam kategori Okina Gomi atau sampah berukuran besar (Bulky Waste). Sampah kategori ini mungkin yang paling menarik baik dilihat dari jenis barang maupun prosedur membuangnya. Yang menarik dari di antara prosedur membuang itu adalah kewajiban membayar setiap item dari semua barang yang akan dibuang. Peraturan ini sebenarnya belum terlalu lama, namun telah diberlakukan di seluruh kota di Jepang, dan di Kota Toyohashi menurut beberapa sumber dimulai sekitar awal tahun 2000-an. Adapun jenis-jenis barang dan prosedur membuangnya akan dijelaskan berikut ini. Okina Gomi () atau Sampah besar (Bulky Waste) Seperti namanya juga, yang dimaksud dengan Okina Gomi ini adalah sampah-sampah yang berukuran besar. Secara umum ada standar ukuran, bentuk, dan jenis tersendiri yang telah ditetapkan oleh pemerintah kota. Umumnya adalah barang-barang elektronik yang besar seperti komputer, TV, kulkas, mesin cuci, freezer, mesin AC, mesin jahit, mesin pemotong rumput, mesin pemanas air, fan, alat-alat musik (orgen, gitar) dan lain sebagainya. Di samping itu juga barang-barang rumah tangga seperti meja, dipan, sofa, sepeda, futon (selimut tebal Jepang), tatami (tikar Jepang). Mungkin timbul pertanyaan bagi kita, kenapa barang-barang khususnya elektronik seperti di atas harus dibuang sebagai sampah? Lebih mengherankan lagi, banyak juga barang-barang besar yang dibuang itu bukan dalam kondisi rusak tapi misalnya karena sudah dianggap furui (tua) atau modelnya sudah kuno (out of date). Ada banyak faktor, di antaranya tentu karena tingkat ekonomi masyarakat (daya beli) yang relatif cukup tinggi. Lebih dari itu kalau barang-barang itu sudah rusak, ongkos perbaikannya umumnya juga sangat mahal. Mahalnya ongkos perbaikan itu terutama untuk membayar tenaga kerja, selain dari harga elemen barang pengganti yang rusak itu sendiri. Dalam banyak kasus jika dibandingkan dengan membeli barang baru, harganya bisa saja sama atau relatif tidak terpaut jauh. Oleh karenanya ada kecenderungan dimana masyarakat mungkin lebih menyukai membeli yang baru karena selain lebih bagus kondisinya juga dilengkapi dengan garansi. Hal-hal itulah yang menjadi sebagian penyebab sampah besar khususnya elektronik ini cukup banyak jumlahnya dan menuntut pengaturan tersendiri.

Cara membuangnya ada dua metode, yakni pertama, menghubungi nomor telepon/fax tertentu yang sudah ditetapkan. Cara ini disebut door-to-door collection. Meski bisa kapan saja membuangnya, namun kantor door-to-door collection center hanya menerima jam hari kerja dan maksimal 5 item untuk setiap satu rumah tangga dalam sebulannya. Lebih dari itu, penduduk yang mau membuang barangnya harus mengajukan paling sedikit seminggu sebelum hari pembuangan yang diinginkan karena

perlu waktu pemrosesan, seperti pencatatan/pengecekan nama/identitas, alamat dan nomor telpon, pemberian nomor register, pengukuran barang, kuantitas, penentuan di mana tempat mengambilnya, dan berapa total fee/bayaran yang mesti dikeluarkan. Seperti disebutkan dalam pengantar, membuang sampah besar melalui door-to-door collection ini memang diharuskan membayar sejumlah uang tertentu untuk setiap item. Masing-masing harganya telah ditentukan oleh pemerintah kota, sebagai contoh membuang TV ukuran lebih kecil dari 20 inch diharuskan membayar 1000 yen (75-85 ribu rupiah), 20-30 inch membayar sebesar 2000 yen, 30 inch atau ke atas adalah 3000 yen, kulkas berkapasitas 100 liter adalah 1500 yen, antara 100-250 liter 2500 yen, sama atau di atas 250 liter 3000 yen. Untuk mesin cuci dan mesin AC, harganya sama untuk semua ukuran, yakni 2000 yen. Pembayaran ini sebenarnya untuk membeli stiker/seal (official mark) yang dijual pada banyak toko seperti "Kombini" (convenience store). Karena setelah proses selesai, barang yang akan dibuang tersebut harus ditempeli stiker yang telah diisi nama dan nomor register pembuangan lebih dulu sebelum diambil oleh petugas. Contoh stikernya dapat dilihat pada gambar 10.

Cara kedua adalah membawa sendiri sampah besarnya ke tempat fasilitas pembuangan sampah besar yang disebut Shigenka Center atau Gomi Centa pada jam kerja. Pada cara kedua ini pembuang barang tidak perlu membayar untuk berbagai item, namun khusus untuk TV, kulkas, freezer, mesin cuci, mesin AC, dan komputer tidak diterima atau tetap harus membayar yang besarnya sama dengan metode door-to-door collection. Satu hal lagi, pembuang barang besar ini haruslah penduduk kota itu, artinya sampah dari penduduk kota lain tidak akan diterima. Khusus untuk personal komputer (PC), sampahnya tidak diterima oleh Shigenka Center tetapi diterima oleh berbagai perusahaan/pabrik komputer untuk didaur ulang. Sudah tentu wajib membayar juga dan punya cara/aturan tersendiri. Sebagai misal, membuang satu unit PC wajib membayar rata-rata sebesar 3150 yen (235-270 ribu rupiah). Di samping ketujuh kategori yang telah dipaparkan dalam rangkaian tulisan ini, sebenarnya ada satu lagi kategori sampah namun ini tidak dikelola oleh pemerintah kota. Kelompok sampah ini disebut "barang-barang yang sulit dibuang/diproses" (difficult to dispose of items) kecuali oleh Perusahaan swasta/pembuat atau dealer-nya sendiri. Barang-barang itu antara lain: sepeda motor, mobil, perahu, jet ski, bahanbahan kimia, cat, kerosene, oli bekas, bahan beracun mematikan, alat pemadam kebakaran, piano, ban, dan accu (lihat Gambar 11). Teknis pembuangannya adalah harus menghubungi toko atau dealer tempat membeli barang tersebut atau yang melayani pembuangannya. Dan untuk barang besar sudah tentu juga wajib membayar, seperti contohnya penulis pernah punya pengalaman membuang Okina Kuruma () atau mobil besar seukuran mobil Kijang di Indonesia, dikenai kewajiban membayar 20.000 yen atau 1,5-1,7 juta rupiah.

Begitulah kira-kira mereka mengatur pemisahan sampah dan cara pembuangannya sejak awal pengelolaannya. Hampir semua item dari A sampai Z sudah disebutkan dan diklasifikasikan dalam daftar yang dibukukan lengkap dengan petunjuk pembuangannya. Seperti telah disebut sebelumnya, selain buku berisi daftar jenis sampah dan petunjuknya ini, pemerintah kota juga selalu mengeluarkan poster dan kalender khusus yang mengatur semua jadwal pembuangan sampah setiap setahunnya. Paket berupa buku, poster dan kalender ini dibagikan kepada seluruh warga untuk memudahkan warga kota mengingat berbagai jenis dan jadwal pembuangan sampahnya. Di kota Tokyo sendiri sampah dipisahkan dalam empat kelompok, yaitu 1) Combustible Waste (sampah yang dapat dibakar), 2) Non-Combustible Waste (sampah yang tak dapat dibakar) seperti plastic, steoroform, sampah kaca atau beling, dan lain-lain, 3) Recyclable Items (sampah yang dapat didaur ulang) seperti Koran dan majalah, botol-botol plastik, kotak kardus, dan lainlain, dan 4) Large-size Waste (sampah berukuran besar) yaitu sampah yang beukuran lebih dari 30 cm, seperti meja, kursi, lemari, dan lain-lainnya. Untuk sampah elektronik seperti televisi,kulkas, mesin cuci, komputer dan lain-lain harus dikembalikan ke toko dimana barang tersebut dibeli.

Proses Pengolahan Sampah di Jepang Kami kemudian diajak melihat bagaimana sampah diolah sejak awal. Truk-truk sampah masuk ke pusat pengolahan melalui pintu utama. Di situ truk tersebut ditimbang untuk mengetahui berat sampah yang dibawa. Dari sana sampah-sampah dimasukkan ke tempat pembakaran. Hari itu, kebetulan sedang dilakukan proses untuk sampah bakar, atau sampah basah rumah tangga. Timbunan sampah yang berasal dari sisa-sisa makanan, kotoran dapur, dimasukkan ke dalam sebuah tempat penampungan besar. Ada bungkus tahu, sisa tulang ikan, dan aneka makanan sisa lainnya dimasukkan ke tempat itu. Dari situ, sampah dimasukkan ke tempat pembakaran dan kemudian dibakar. Hal yang menarik adalah ternyata ampas dari sampah-sampah tersebut bisa dimanfaatkan menjadi cone-block untuk lapisan jalanan. Jadi saya baru tahu kalau cone-blok di trotoar kota Tokyo sebagian di antaranya dibuat dari sampah yang kita buang setiap hari. Selain bermanfaat untuk membuat cone-block, pembakaran sampah di Jepang juga dapat menjadi salah satu sumber daya penghasil listrik. Sementara untuk cairan dari sampah basah, pusat pengolahan tersebut memiliki mesin penyulingan air yang fungsinya membersihkan air dari sampah, sebelum kemudian dialirkan kembali ke sungai. Sistem daur ulang di Jepang menganut dua langkah dasar. Pertama, pemisahan material dan pengumpulan. Kedua, pemrosesan dan daur ulang sampah. Kedua hal tersebut bisa berhasil karena dilakukan secara gotong royong antara masyarakat dan pemerintah. Setiap rumah tangga di Jepang secara sadar melakukan langkah pertama. Sementara pihak pemerintah daerah melakukan langkah kedua. Kesadaran, gotong royong, dan kerjasama yang baik antar warga, pemerintah, dan segenap elemen masyarakat menjadikan pengolahan sampah di Jepang dapat berjalan dengan lancar. Nah, sepulang dari pusat pengolahan sampah, saya semakin disadarkan tentang pentingnya kita semua mengelola buangan sampah, sebagai bagian dari kepedulian kita pada lingkungan hidup. Dan sekarang, memilah-milah jenis sampah yang dibuang sudah menjadi bagian dari keseharian hidup di Jepang.

Bertambahnya Sampah Akibat Pertambahan Penduduk di Surabaya


OPINI | 28 December 2011 | 20:11 Kompasiana.com

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya setiap harinya disibukkan oleh kurang lebih 200 warga pendatang yang datang untuk mengajukan SPMP (Surat Pindah Menjadi Penduduk). Perkembangan pembangunan di berbagai aspek, seperti ekonomi dan industri di kota Surabaya tiap tahunnya mengalami peningkatan. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya penyerapan tenaga kerja secara besar-besaran dari desa ke kota. Dengan bertambahnya tenaga kerja tersebut akan terjadi peningkatan jumlah penduduk. Urbanisasi yang terus bertambah tersebut, menyebabkan perbandingan jumlah penduduk dengan luas kota tidak seimbang. Sehingga mengakibatkan kota Surabaya kelebihan beban penduduk. Padahal idealnya jumlah penduduk di Kota Surabaya rata-rata 75 jiwa per hektar, namun volume penduduk Surabaya saat ini mencapai 87 jiwa per hektar. Setiap tahun, rata-rata kenaikan jumlah penduduk Kota Surabaya naik sebesar 1,62 %. Pada tahun 2008, jumlah penduduk Surabaya mencapai 2.885.862 jiwa. Dengan luas kota sekitar 29.000 hektar, seharusnya jumlah penduduk ideal Kota Surabaya hanya 2.175 .000 jiwa, yaitu 75 jiwa per hektar.

Peningkatan jumlah penduduk, akan mempengaruhi perilaku/gaya hidup serta pola konsumsi masyarakat. Perubahan tersebut akan berpengaruh pula pada volume, dan jenis sampah yang dihasilkan. Pembangunan yang tidak merata antara pedesaan dan perkotaan inipun akan mempengaruhi pada terkonsentrasinya jumlah penduduk disuatu perkotaan dapat berakibat terkonsentrasinya sumber dan timbulan sampah di perkotaan. Semakin bertambahnya penduduk Surabaya otomatis menimbulkan banyak juga sampah yang dihasilkan dari aktifitas-aktifitas penduduk Surabaya. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang atau material yang kita gunakan sehari-hari. Pengolahan sampah di kota Surabaya saat ini belum dikelola secara maksimal, pengelolaan yang ada saat ini hanya terbatas pada pengolahan sampah secara konvensional yaitu hanya diangkut dari tempat penghasil sampah ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan kemudian hanya dibuang begitu saja ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu, itu berarti pengolahan sampah yang ditujukan untuk mengurangi jumlah sampah yang masuk ke TPA belum dilakukan secara optimal. Penanganan sampah yang masih dilakukan secara konvensional belum dapat mengendalikan sampah yang ada. Sampah yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan berbagai permasalahan kesehatan. Polusi bau dari sampah yang membusuk, pencemaran air akibat pembuangan sampah ke sungai dan merembesnya air lindi dari TPA (tempatpembuangan akhir) ke permukiman dan sumber air penduduk, serta pencemaran udara akibat pembakaran sampah merupakan permasalahan lain yang timbul akibat pembakaran sampah. Sebanyak 20% sampah dibuang ke sungai menyumbang sekitar 60 70% pencemaran air. Pencemaran air sungai akibat pembuangan sampah juga membawa dampak negatif pada kesehatan manusia, terutama dengan meningkatnya penyakit diare serta biaya pengolahan air baku untuk air minum yang terus meningkat. Bahkan seringkali terjadi, terutama pada musim kemarau,kualitas air baku sudah tercemar berat, akibatnya sulit diolah menjadi air yang layak diminum, sehingga bahan baku air minum harus didatangkan dari sumber yang lain. Tumpukan sampah rumah tangga yang dibiarkan begitu saja akan mendatangkan tikus got dan serangga (lalat, kecoa, lipas, kutu, dan lain- lain) yang membawa kuman penyakit. Lalat hidup dari sisa makanan dan berkembang biak ditempat sampah. Lalat

dapat menjadi pembawa utama dari kuman bakteri yang menyebabkan diare karena mudah hinggap di makanan atau peralatan makan. Tikus diketahui dapat membawa penyakit seperti tipus, pes dan lain- lain. Sedangkan serangga (lalat, kecoa, lipas, kutu, dan lain- lain) dapat membawa berbagai bakteri yang menyebabkan penyakit disentri dan diare. Nyamuk akan beranak-pinak di air yang tidak bergerak di sekitar sampah yang tercecer dan dapat menyebabkan malaria bahkan demam berdarah. Binatang yang besar akan senang membuang kotoran di tempat sampah, yang nantinya dapat menimbulkan kuman yang mempengaruhi kesehatan manusia dan lingkungannya. Sampah yang dibuang di jalan dapat menghambat saluran air yang akhirnya membuat air terkurung dan tidak bergerak, menjadi tempat berkubang bagi nyamuk penyebab malaria. Sampah yang menyumbat saluran air atau got dapat menyebabkan banjir. Ketika banjir, air dalam got yang tadinya dibuang keluar oleh setiap rumah akan kembali masuk ke dalam rumah sehingga semua kuman, kotoran dan bibit penyakit masuk lagi ke dalam rumah. # SOLUSI : Penanganan masalah bertambahnya sampah akibat pertambahan penduduk Surabaya yang semakin pesat dapat ditinjau dari 2 segi, yaitu dari segi penekanan urbanisasi / pertambahan penduduk Surabaya oleh pemerintah dan segi penanganan sampah itu sendiri. 1. Penekanan Urbanisasi / Pertambahan Penduduk Surabaya oleh Pemerintah Penekanan urbanisasi / pertambahan penduduk Surabaya lebih penting dibandingkan dengan penanganan sampah yang ditimbulkan tersebut, karena penyebab adanya sampah adalah penduduk itu sendiri. Sehingga yang perlu lebih diperhatikan adalah masalah kependudukan yang ada di Surabaya. Penekanan urbanisasi / pertambahan penduduk Surabaya ini dapat dilakukan pemerintah khususnya Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya dengan cara pendataan penduduk baru hingga ke tingkat Kecamatan, Kelurahan, dan RT/RW. Penduduk baru yang tidak memiliki kejelasan tujuan dan tempat tinggal lebih baik dikembalikan ke daerah asalnya, karena penduduk tersebut selain menambah

kepadatan penduduk Surabaya juga akan menambah angka pengangguran penduduk Surabaya. 2. Penanganan Sampah selain penanganan masalah kependudukan, penanganan sampah yang ditimbulkan perlu dilakukan agar menimbulkan kesan kota Surabaya menjadi kota yang sehat dan bersih. Alternatif yang digunakan untuk mengurangi jumlah volume sampah buangan dibagi dalam tiga macam proses, yaitu daur ulang, transformasi thermal dan transformasi biologis. Dari transformasi thermal sendiri dibagi dalam tiga macam pengolahan, yaitu pembakaran, gasification dan pyrolysis. Sedangkan untuk transformasi biologis terbagi dalam dua macam pengolahan, yaitu aerobic composting dan anaerobic digestion. Dengan kita sering membuang sampah sembarangan dapat mengakibatkan penduduk sekitar terancam dengan sampah yang kita buang sembarangan. Kesadaran manusia itu sendirilah yang berperan penting disini. Jadi, mulailah dari sekarang untuk sadar dan mengubah gaya hidup serta pola konsumsi berlebihan untuk mencegah angka kemiskinan akibat sampah yang kita produksi tiap harinya demi terciptanya Kota Surabaya Green and Clean dan dapat meraih predikat Kota Adipura.

SINDONEWS.COM KELOLA SAMPAH ROGOH 4 M Sindonews.com - Tak ingin berlarut-larut dalam pengelolaan sampah Benowo, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya membuat kerjasama dengan investor pemenang lelang PT Sumber Organik (SO) memakai cara Built Operate Transfer (BOT). Sistem BOT yang diterapkan memakai mekanisme BOT penggunaan aset lahan berupa sewa lahan tempat sampah dan BOT pengelolaan sampah itu sendiri. Cara itu diyakini mampu mengatasi persoalan sampah yang selama ini belum teratasi di Kota Pahlawan. Untuk BOT dengan sewa lahan milik Pemkot yang kini ditempati sampah pihak PT SO dilakukan dengan menyewa lahan ke Pemkot selama 25 tahun. Besarnya sewa lahan, akan dihitung berdasarkan perhitungan appraisal. Asisten II Pemkot Surabaya Muhlas Udin menuturkan, untuk BOT terkait dengan penghapusan atau pengelolaan sampah Benowo, Pemkot bekerjasama dengan PT SO untuk pengelolaannya. Jangka waktu pengelolaannya juga selama 25 tahun. Kerjasama yang menyangkut pengelolaan sampah nilai pengelolaannya sebesar sekira Rp191.000 per ton sampah. Kalau dikalkulasi per tahun uang APBD Surabaya bisa keluar sampai sekitar Rp4 miliar per tahun, ujar Muhlas di Surabaya, Selasa (28/2/2012). Ia melanjutkan, pemkot sendiri sudah merumuskan dan nantinya akan diajukan ke dewan untuk dimintakan persetujuan. Nantinya, keputusan itu tetap di tangan anggota dewan, karena BOT pengelolaan sampah Benowo menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Surabaya. Konsep bentuk kerjasamanya nantinya seperti itu. Kami sudah mengonsepnya dan draf-nya akan segera kami kirim dewan, ujar Muhlas yang juga seorang dokter ini. Pembentukan konsep kerjasama itu, lanjutnya, sangat penting karena yang dikelola adalah sampah milik Pemkot. Langkah ini diambil setelah tim pemantau atau evaluasi bentukan Pemkot untuk melihat langsung teknologi pengelolaan sampah Benowo selesai bekerja. Salah satu pekerjaannya adalah melihat langsung teknologi pengelolaan sampah yang ditawarkan PT SO di Jepang. Sementara itu, kalangan dewan masih menilai rencana program pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo tidak transparan. Terutama terkait dengan pemberian tipping fee dari pemenang lelang PT SO kepada pemkot terkait dengan pengelolaan sampah Benowo. Karena, pemkot tetap harus mengeluarkan uang APBD sebesar Rp191.000 per ton sampah atau kalau dikalkulasi per tahun uang APBD Surabaya bisa keluar sampai sekitar Rp4 miliar per tahun.

Padahal di dalam setiap kerjasama dengan pihak ketiga tentang penggunaan barang dan jasa pemerintah harus memperoleh keuntungan. Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 26/2006 tentang pengelolaan barang milik negara/daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 7/2007 tentang kerjasama pemerintah daerah dengan pihak lain. Kerjasama pengelolaan sampah antara Pemkot dan PT SO selaku pemenang lelang pengelolaan sampah Benowo keuntungan tidak jelas. Bahkan, Pemkot cenderung rugi karena harus mengeluarkan uang sebesar Rp191.000 per ton sampah untuk penghapusan sampah, kata Ketua Komisi B DPRD Surabaya M Machmud. Mengingat tidak ada keuntungan bagi Pemkot dan bahkan merugikan keungan negara sebaiknya hasil lelang sampah yang dimenangkan PT SO ditinjau kembali. Paling tidak, sebelum masalahnya jadi runyam seperti pengadaan incinerator di Keputih tahun 1997, proses lelang dan pengelolaan sampah yang dikerjasamakan dengan PT SO diperbaiki kembali. Ini saran kami untuk pemkot, tolong ditinjau kembali, tegasnya. (bro)

Lampiran:

Brosur persampahan kota TOKYO, JEPANG

TOKYO, JEPANG Tokyo (; Tky,[2] harafiah: ibu kota timur) adalah ibu kota Jepang sekaligus daerah terpadat di Jepang, serta daerah metropolitan terbesar di dunia berdasarkan jumlah penduduknya (33.750.000 di perkotaan dan sekitarnya). Sekitar 12 juta orang tinggal di Tokyo dan ratusan ribu lainnya berpulang pergi setiap hari dari daerah sekitarnya untuk bekerja dan berbisnis di Tokyo. Tokyo adalah pusat politik, ekonomi, budaya dan akademis di Jepang serta tempat tinggal kaisar Jepang dan kursi pemerintahan negara, dan sekaligus merupakan pusat bisnis dan finansial utama untuk seluruh Asia Timur. Tokyo mempunyai jauh lebih sedikit gedung pencakar langit dibandingkan dengan kota lain yang seukurannya karena peraturan konstruksi gempa buminya. Bangunan di Tokyo kebanyakan terdiri dari apartemen tingkat rendah (6 hingga 10 lantai) dan rumah keluarga yang sempit. Tokyo juga merupakan lokasi sistem transportasi massal paling kompleks di dunia, dan terkenal akan jam-jam sibuknya yang padat. Tokyo secara harafiah berarti "ibu kota timur" dalam bahasa Jepang, arti yang berlawanan dengan ibu kota lama di barat, Kyoto, yang dinamakan "saikyo", berarti "ibu kota barat" untuk jangka waktu yang pendek pada abad ke-19. Hingga tahun 1870-an, Tokyo bernama "Edo". Ketika pusat kekaisaran berpindah dari Kyoto ke Edo, namanya pun diganti. Berdasarkan hukum Jepang, Tokyo ditentukan sebagai sebuah to (), atau terjemahannya metropolis.[11] Struktur pemerintahannya serupa dengan wilayahwilayah lain di Jepang. Di dalam Tokyo letaknya puluhan entitas yang lebih kecil yang sering dianggap sebagai kota, meliputi 23 distrik khusus ( -ku) yang pernah membentuk Kota Tokyo hingga tahun 1943, tetapi saat ini merupakan kotamadya yang terpisah dan memerintah sendiri, yang dipimpin walikota dan dewan, serta memegang status kota. Selain 23 kota tersebut, Tokyo juga mencakup 26 (-shi), lima (ch atau machi), dan delapan desa ( -son atau -mura), masing-masing dikuasai pemerintah lokal. Pemerintah Metropolitan Tokyo dipimpin seorang gubernur dan perhimpunan metropolitan yang dipilih masyarakat. Kantornya terletak di daerah Shinjuku. Pemerintah Metropolitan mengatur seluruh wilayah metropolis Tokyo, termasuk sungai, bendungan, perkebunan, pulau terpencil, dan taman nasional. Luas(peringkat ke-45) - Total 218.708 km2 Populasi Total 13,010,279 (1 April 2.010) Kepadatan 5.847/km - 23 distrik 8,653,000

Arham Nawawi
Departemen Persampahan Tokyo, JEPANG

Anda mungkin juga menyukai