Anda di halaman 1dari 16

TUGAS EKONOMI INTERNASIONAL

DAMPAK PENERAPAN ASEAN CHINA FREE TRADE AGREEMENT (AC-FTA) BAGI PERDAGANGAN INDONESIA

Dosen Pengasuh : Tatang A. Madjid, Ph.D

Disusun Oleh : NAMA : REDO FELANDA EKA PUTRA NIM : 01091403029

KELAS : AKUNTANSI A

UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI 2011

DAFTAR ISI

Halaman Judul ......................................................................................................... 1 Daftar Isi .................................................................................................................. 2 Latar Belakang.......................................................................................................... 3 Pembahasan ............................................................................................................. 4 A. Kesepakatan Perjanjian ASEAN China FTA (AC-FTA) .................................4 B. Neraca Perdagangan Indonesia China...........................................................5 C. Ekspor Produk Non Migas Indonesia Ke China...........................................6 D. Impor Non Migas Indonesia dari China........................................................9 E. Langkah-langkah Yang dilakukan Pemerintah............................................11

Kesimpulan ............................................................................................................. 15 Daftar Pustaka ......................................................................................................... 16

DAMPAK PENERAPAN ASEAN CHINA FREE TRADE AGREEMENT (AC-FTA)

BAGI PERDAGANGAN INDONESIA


Latar Belakang Menurut teori perdagangan internasional, perdagangan antar negara yang tanpa hambatan berpeluang memberi manfaat bagi masing-masing negara melalui spesifikasi produksi komoditas yang diunggulkan masing-masing negara tersebut. Namun dalam faktanya perdagangan bebas dapat juga menimbulkan dampak negatif, diantaranya adalah eksploitasi terhadap negara berkembang, rusaknya industri lokal, keamanan barang menjadi lebih rendah dan sebagainya. Terkait dengan perdagangan bebas, kesepakatan ASEAN China FTA juga dapat menimbulkan dampak baik positif maupun negatif. Dampak positif dari perjanjian AC-FTA tersebut akan dinikmati langsung oleh sektor yang produknya diekspor ke China, sementara dampak negatif dirasakan oleh produsen dalam negeri yang produknya sejenis dengan produk impor China, yang dipasarkan di dalam negeri dan memiliki tingkat daya saing yang relatif kurang kompetitif. Dengan berlakunya AC-FTA berbagai pengamat memprediksi bahwa produk-produk yang ekspornya akan meningkat adalah kelompok produk pertanian, antara lain kelapa sawit, karet dan kopi. Kemudian produk yang diprediksi akan terkena dampak negatif adalah produk yang pasarnya di dalam negeri, antara lain garmen, elektronik, sektor makanan, industri baja/besi, dan produk hortikultura. Kekhawatiran terhadap membanjirnya produk dari China pasca implementasi ACFTA timbul karena produk China selain dikenal murah harganya juga sudah banyak beredar di Indonesia sebelum implementasi AC-FTA. Pendapat tentang dampak negatif dari AC-FTA juga telah banyak dilontarkan oleh berbagai pihak dan arus menentang kesepakatan AC-FTA juga telah dilakukan oleh kalangan pelaku usaha. Merespon kekhawatiran pelaku usaha tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meminimalisir dampak negatif AC-FTA antara lain dengan mengusahakan penundaan penerapan kebijakan AC-FTA terhadap beberapa pos tarif, membentuk tim khusus untuk menanggulangi dampak AC-FTA serta melakukan berbagai upaya untuk memperkuat daya tahan pasar dalam negeri. Sehubungan dengan hal tersebut, tulisan ini mencoba memetakan kelompok produk-produk Indonesia yang berpotensi meningkat

ekspornya, produk yang tersaingi produk China serta berbagai upaya yang dilakukan pemerintah terkait dengan AC-FTA.

Kesepakatan Perjanjian ASEAN China FTA (AC-FTA) Para kepala negara anggota ASEAN dan China pada tanggal 4 November 2004 di Phnom Penh, Kamboja telah menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between The Association of Southeast Asian Nations and The Peoples Republic of China (ACFTA). Tujuan dari Framework Agreement AC-FTA tersebut adalah (a) memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan dan investasi kedua pihak; (b) meliberalisasikan perdagangan barang, jasa dan investasi (c) mencari area baru dan mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan kedua pihak; (d) memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan negara anggota baru ASEAN dan menjembatani gap yang ada di kedua belah pihak. Selain itu, kedua pihak juga menyepakati untuk memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi melalui (a) penghapusan tariff dan hambatan non tarif dalam perdagangan barang; (b) liberalisasi secara progresif perdagangan jasa; (c) membangun regim investasi yang kompetitif dan terbuka dalam kerangka ASEANChina FTA. Dalam hal penurunan dan penghapusan tariff perdagangan barang, telah disepakati tiga skenario yaitu: (a) Early Harvest Programme (EHP); (b) Normal Track Programme; (c) Sensitive dan Highly Sensitive. The Early Harvest Programme (EHP), tujuannya adalah mempercepat implementasi penurunan tarif produk dimana program penurunan tarif bea masuk dilakukan secara bertahap dan efektif dimulai pada 1 Januari 2004 bagi produk EHP dan menjadi 0% pada 1 Januari 2006. Cakupan produk yang masuk kedalam EHP adalah produk yang masuk kedalam Chapter 01 s/d 08 yaitu: Hewan hidup (01), Daging dan produk daging dikonsumsi (02), Ikan (03), Dairy product/Produk susu (04), Produk hewan lainnya (05),Tumbuhan (06), Sayuran dikonsumsi kecuali jagung manis (07) dan buah-buahan dikonsumsi (08). Jumlah Kelompok EHP meliputi 530 pos tarif (HS 10 digit). Sementara, produkproduk spesifik yang ditentukan melalui Kesepakatan Bilateral, antara lain Kopi, Minyak Kelapa/CPO, Bubuk Kakao (HS 1806.10.00.00), barang dari karet, dan perabotan.

Pada Normal Track programme penurunan tarif bea masuk dimulai sejak tanggal 20 Juli 2005, yang menjadi 0% pada tahun 2010, dengan fleksibilitas pada produk-produk yang akan menjadi 0% pada tahun 2012. Adapun produk-produk dalam kelompok Sensitive, akan dilakukan penurunan tarif mulai tahun 2012, dengan penjadwalan bahwa maksimun tarif bea masuk 20% pada tahun 2012 dan akan menjadi 0-5% mulai tahun 2018. Produk-produk Highly Sensitive akan dilakukan penurunan tariff bea masuknya 0-5% pada tahun 2020. Untuk mendapatkan preferensi penurunan tarif dengan menggunakan ketiga skenario tersebut disepakati Pengaturan Surat Keterangan Asal Barang (SKA) atau Rules of Origin (ROO) dengan ketentuan kandungan lokal ASEAN China FTA sebesar 40% yang secara operasional menggunakan SKA Form E. Penurunan dan penghapusan tarif bea masuk dalam Perdagangan Bebas ASEAN-China dilakukan melalui proses secara bertahap atas seluruh produk, hal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga kepentingan perlindungan terhadap produk Indonesia yang dianggap belum mampu untuk bersaing dengan produk negara peserta FTA. Neraca Perdagangan Indonesia China Hubungan perdagangan antara Indonesia dengan China sudah terjalin sejak lama. Dalam lima tahun terakhir (2004-2008), perdagangan Indonesia dengan China menunjukkan perkembangan yang meningkat sebesar 30,11% pertahun. Total nilai perdagangan kedua Negara tersebut memiliki keunggulan di pasar Indonesia. Dengan diberlakukannya ASEAN China FTA berbagai kalangan dan khususnya pengusaha merasa khawatir akan membanjirnya produk China. Kekhawatiran tersebut cukup beralasan mengingat produk China dikenal memiliki harga murah, sementara sudah banyak beredar produk impor China sebelum ASEAN-China FTA diberlakukan.pada tahun 2004 sebesar 8.706,1 juta US$, kemudian tahun 2008 meningkat menjadi sebesar 26.883,7 juta US$ yang sebagian besar (85%) berupa produk non migas. Selama periode tersebut, neraca perdagangan Indonesia China untuk produk non migas selalu surplus bagi Indonesia, namun untuk produk non migas sejak tahun 2005 selalu defisit bagi Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa produk non migas dari China Ekspor Produk Non Migas Indonesia Ke China Dalam lima tahun terakhir, ekspor non migas Indonesia ke China menunjukkan peningkatan. Ekspor tersebut sebagian besar ( 51%) berasal dari 10 kelompok produk yaitu lemak dan minyak hewan/nabati dan produk disosiasinya; lemak olahan yang dapat dimakan;

malam hewan/malam nabati (HS 15), karet dan barang dari padanya (HS 40), pulp dari kayu atau dari bahan selulosa berserat lainnya; kertas atau kertas karton yang diputihkan(sisa dan skrap) (HS 47), biji logam, terak dan abu (HS 26), bahan kimia organik (HS 29), tembaga dan barang dari padanya (HS 74), mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya; perekam dan pereproduksi suara; perekam dan pereproduksi gambar dan suara televisi; dan bagian serta asesoris dari barang tersebut (HS 85), reaktor nuklir, ketel, mesin dan peralatan mekanis; bagian dari padanya (HS 84), kertas dan kertas karton; barang dari pulp kertas, dari kertas atau dari kertas karton (HS 48), dan kayu dan barang dari kayu, arang kayu (HS 44). Dari kesepuluh kelompok produk tersebut yang nilai ekspornya paling tinggi adalah kelompok produk lemak dan minyak hewan/nabati dan produk disosiasinya; lemak olahan yang dapat dimakan; malam hewan/malam nabati (HS 15). Kelompok produk lemak (HS 15) terdiri dari beberapa sub kelompok, sub kelompok yang paling menonjol nilai ekspornya adalah minyak mentah dari minyak kelapa sawit & fraksinya (HS 151110), minyak mentah lainnya (HS 151190) dan minyak mentah dari kernel kelapa sawit & fraksinya (HS 151321).

Nilai Ekspor Indonesia ke China Berdasarkan Kelompok Produk Tahun 2008 (Juta US$)

20 50 20 00 10 50 10 00 50 0 0

H 1 H 4 H 4 H 2 H 2 H 7 H 8 H 8 H 4 H 4 S 5 S 0 S 7 S 6 S 9 S 4 S 5 S 4 S 8 S 4

Perkembangan ekspor ke sepuluh kelompok produk tersebut bervariasi dan bahkan untuk kelompok produk HS 29 dan HS 44 cenderung menurun. Perkembangan peningkatan ekspor yang paling tinggi terjadi pada kelompok biji logam kerak dan abu (HS 26), kemudian disusul kelompok produk lemak dan minyak hewan/nabati dan produk disosiasinya; lemak olahan yang dapat dimakan; malam hewan/malam nabati (HS 15) dan kelompok produk karet dan barang daripadanya (HS 40) dengan perkembangan ekspor masing-masing 40,18% dan 39,82% pertahun. Peningkatkan ekspor kelompok produk HS 15 memiliki peluang cukup baik bagi Indonesia mengingat penduduk China sangat besar dan prosentase ekspor produk tersebut baru mencapai 13% dari total ekspor Indonesia untuk kelompok produk tersebut. Selain Indonesia, pemasok produk kelompok HS 15 di China antara lain Malaysia, Thailand, Papua Nugini, Jepang dan lainnya. Dari beberapa negara tersebut, Malaysia tercatat sebagai pesaing utama Indonesia. Produk dalam HS 15 (HS 2 digit) jika di break down dalam HS 6 digit, ternyata yang memiliki nilai ekspor terbesar ke China untuk tahun 2008 adalah HS 1511.90 (fraction of unrefined palm oil, not chemically modified) dengan nilai ekspor sebesar US$ 1.279 juta, diikuti HS 1511.10 (crude palm oil) dengan nilai ekspor sebesar US$ 240 juta dan HS 1513.21 dengan nilai impor sebesar US$ 216 juta. Adapun pesaing utama Indonesia dalam ekspor ke China untuk produk HS 1511.90 adalah Malaysia (69,8%). Untuk produk HS 1511.10 adalah Malaysia (42%) dan Thailand (6,4%). Pesaing utama Indonesia dalam ekspor ke China untuk produk HS 1513.21 adalah Malaysia (24%). Untuk produk HS 4002.19

(Styrene-butadiene rubber (SBR); car), pesaing utama adalah Belgia, Argentina dan Australia. Selanjutnya produk HS 4703.29 (Semi-bleached or bleached :-- Non-coniferous), pesaing utama Indonesia adalah Belgia, HS 4703.21 (Semi-bleached or bleached :-Coniferous) adalah Argentina dan Belgia, dan untuk HS 4703.11 (Unbleached :-- Coniferous) adalah Australia. Tabel 1 Perkembangan Ekspor Indonesia ke China Tahun 2004 2008 (juta US$) NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 HS 15 40 47 26 29 74 85 84 48 44 2004 588 252 262 67 564 117 190 126 200 332 2005 673 340 380 165 569 229 145 154 173 279 2006 1043 689 553 304 557 352 180 202 200 254 2007 1520 762 510 613 549 330 217 276 194 194 2008 2119 901 742 649 335 315 279 255 195 157 Trend 40,18 39,82 26,76 79,55 -10,21 26,37 12,31 22,01 0,56 -16,90

Impor Non Migas Indonesia dari China Dalam lima tahun terakhir (2004-2008) impor indonesia dari china untuk non migas menunjukkan peningkatan yang signifikan. Impor tersebut sebagian besar (71%) berasal dari kelompok produk reaktor nuklir, ketel, mesin dan peralatan mekanis; bagian dari padanya (HS 84), mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya; perekam dan pereproduksi suara;

perekam dan pereproduksi gambar dari besi dan baja (HS 73), bahan kimia organik (HS 29), bahan kimia organik, senyawa organik atau an organik dari logam mulia, dari logam tanah langka, dari unsur radio aktif atau dari isotop (HS 28), plastik dan barang dari padanya (HS 39), pupuk (HS 31), kapas (HS 52), buah dan buah bertempurung yang dapat dimakan; kulit dari buah jeruk atau melon (HS 08). Dari 10 kelompok tersebut, produk mesin, peralatan mekanik (HS 84) dan mesin, perlengkapan elektrik serta bagiannya; perekam dan pereproduksi suara; perekam dan pereproduksi gambar dan suara televisi; dan bagian serta asesoris dari barang tersebut (HS 85) ternyata paling tinggi nilainya dibandingkan dengan kelompok produk lainnya. Berdasarkan kondisi tersebut, maka industri dalam negeri yang bakal paling tersaingi oleh produk-produk dari China adalah kelompok kedua produk tersebut karena selain nilai impornya paling besar, kecenderungan peningkatan impornyapun tinggi masing-masing sebesar 51,4% dan 64,4% .

Nilai Impor Indonesia dari China Berdasarkan Kelompok Produk Thaun 2008 (juta US$)

350 0 300 0 250 0 200 0 150 0 100 0 500 0 H 84H 8 S72H 73H 2 S28H 39H 3 S52H 27 S S 5H S S 9H S S 1H S

Pada lima tahun terakhir, peningkatan Impor produk China ke Indonesia mengalami peningkatan di atas 20% pertahunnya, bahkan untuk kelompok produk HS 84, HS 85, dan produk HS 73 peningkatan impornya lebih dari 50% per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa produk-produk China dimasa yang akan datang berpotensi menjadi ancaman terhadap pasar domestic untuk produk yang sejenis.

NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9

HS 84 85 72 73 29 28 39 31 52

2004 559,6 425,6 340,8 85,6 182,4 154,7 89,0 58,3 72,2

2005 903,7 518,0 573,9 284,3 218,6 221,8 100,8 80,8 76,0

2006 1002,3 619,9 559,2 229,1 266,2 222,6 134,9 114,9 84,5

2007 1503,8 1255 858,2 366,3 371,6 269,8 182,5 106,5 86,4

2008 3394,2 3281 1026,2 872 511,5 466,6 335,2 323,2 299,6

Trend 51,4 64,4 29,8 63,2 29,6 27,2 38,3 44,8 34,4

10

08

85,2

98,9

161,4

225,4

248,0

34,5

Langkah-langkah Yang dilakukan Pemerintah Penerapan perjanjian AC-FTA ternyata menimbulkan kekhawatiran bagi produsen Indonesia khususnya yang berskala menengah dan kecil. Guna mengantisipasi dampak Implementasi AC-FTA, Pemerintah secara umum telah menerapkan sepuluh kebijakan (sumber kementrian industri) :
1.

Mengevaluasi dan merevisi semua Standar Nasional Indonesia (SNI) yang sudah kadaluwarsa dan menerapkannya secara wajib dengan terlebih dahulu menotifikasikan ke WTO.

2.

Mengefektifkan fungsi Komite Anti Dumping dan menangani setiap kasus dugaan praktek dumping dan pemberian subsidi secara langsung oleh negara mitra dagang. Mengefektifkan fungsi komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) dalam menanggulangi lonjakan barang impor di pasar dalam negeri. Meningkatkan lobi pemerintah untuk mengamankan ekspor Indonesia antara lain dari ancaman dumping dan subsidi oleh Negara mitra dagang Mengakselerasi penerapan dari Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2008 tentang Fokus Ekonomi 2008-2009. Melakukan harmonisasi tariff bea masuk (BM) pos tariff untuk produk hulu dan hilir,sehingga diharapkan akan memacu investasi dan daya saing. Mengefektifkan tugas dan fungsi aparat kepabeanan, termasuk mengkaji kemungkinan penerapan jalur merah bagi produk yang rawan penyelundupan produk illegal.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Membatasi/melarang ekspor bahan baku mentah untuk mencukupi kebutuhan energi bagi industri dalam negeri sehingga dapat mendorong tumbuhnya industri pengolahan ditingkat hulu sekaligus memperkuat daya saing industri local.

9.

Mempertajam kebijakan tentang fasilitas PPh untuk Penanaman Modal di bidang Usaha Tertentu dan/atau di daerah tertentu.

10.

Melanjutkan kebijakan Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan) No 56 Tahun 2008 yang mengatur pembatasan pintu masuk pelabuhan untuk lima produk tertentu yaitu alas kaki, barang elektronik, mainan anak-anak, garmen serta makanan dan minuman.

Namun demikian, ternyata implementasi AC-FTA mendapat reaksi dari sebagian produsen yang merasa belum siap melalui asosiasinya baik dengan memberikan surat protes ke instansi pembina, juga dilakukan melalui demontrasi di berbagai tempat. Menanggapi hal tersebut pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menekan seminimal mungkin dampak negatif dari implementasi AC-FTA. Langkah yang telah dilakukan pemerintah terkait dengan hal tersebut antara lain :
a. Pemerintah telah melakukan usulan modifikasi terhadap 228 pos tarif

untuk kelompok industri baja (114 pos tarif), tekstil dan produk tekstil (53 pos tarif) , elektronika (7 pos tarif), kimia organik dasar (7 pos tarif), petrokimia (2 pos tarif), furniture (5 pos tarif), alas kaki (5 pos tarif), produk industri kecil (1 pos tarif), permesinan (10 pos tarif), kosmetik (1 pos tarif), maritim (22 pos tarif) serta jamu (1 pos tarif) dan melakukan kompensasi terhadap komitmen 127 pos tarif untuk kelompok industri besi baja (41 pos tarif), tekstil dan produk tekstil (53 pos tarif), elektronika (7 pos tarif), kimia hulu (9 pos tarif), kimia hilir (7 pos tarif), alas kaki (1 pos tarif), mainan (1 pos tarif), alat perlengkapan olah raga (7 pos tarif), barang jadi kulit (2 pos tarif) dan kendaraan bermotor (27 pos tarif). Hal ini menunjukkan bahwa disatu sisi beberapa industri belum siap menghadapai AC-FTA, namun di sisi lain beberapa industri telah siap menghadapi harmonisasi standar ASEAN. Modifikasi yang diusulkan untuk dimodifikasi oleh Departemen Perindustrian adalah : - Sejumlah 146 pos tarif Normal Track 1 (NT1) yang harus 0% pada tahun 2010 diusulkan menjadi Normal Track 2 (NT2) atau 0% pada tahun 2012.

- Sejumlah 60 pos tarif NT1 yang seharusnya 0% tahun 2010 diusulkan menjadi Sensitive List (SL) atau 0-18% tahun 2018 - Sejumlah 22 pos tarif yang sudah 0% dalam AC-FTA 2009 dinaikkan menjadi 5% dan dimasukkan dalam katagori SL. Kompensasi yang diusulkan pemerintah Indonesia adalah : - Sejumlah 56 pos tarif katagori NT 2 diusulkan menjadi NT 1. - Sejumlah 16 pos tarif katagori Sl dimasukkan kedalam NT1. - Sejumlah 50 pos tarif katagori SL dimasukkan kedalam katagori NT2. - Sejumlah 4 pos tarif katagori Highly Sensitive List (HSL) yang seharusnya baru 0- 5% tahun 2020 dimasukkan kedalam katagori SL. - Sejumlah 27 pos tarif katagori HSL dimasukkan kedalam katagori NT2.
b.

Pemerintah telah membentuk tim khusus untuk menanggulangi dampak negatif ACFTA serta memperkuat daya tahan pasar domestik. Dibentuk tim Pelaksanaan Penanggulangan Masalah Industri dan Perdagangan (TPPMIP) terkait dengan dampak implementasi perjanjian perdagangan bebas di kawasan. Tim tersebut diketuai oleh Menko Perekonomian dengan anggota pejabat Pemerintah, Kadin dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

c.

Kesimpulan Membanjirnya produk-produk dari China khususnya untuk kelompok produk permesinan (HS 84), kelompok elektrik (HS 85) dan kelompok besi dan baja (HS 73 dan 72) berpotensi menyaingi keberadaan industri lokal. Hal ini disebabkan impor produk tersebut meningkat secara signifikan (lebih dari 50%), nilai impornya paling tinggi diantara produk impor China lainnya, serta bea masuk produk tersebut menjadi rendah dengan adanya perjanjian AC-FTA. Khusus untuk

impor besi dan baja akan menjadi ancaman serius terhadap keberadaan industri besi dan baja lokal karena kondisi industri besi dan baja beberapa tahun terakhir mengalami kemunduran. Bagi Indonesia kesepakatan AC-FTA akan berpotensi memberi keuntungan pada kelompok produk pertanian seperti minyak nabati/sawit (HS 15), karet dan barang dari padanya (HS 40), pulp dari kayu atau dari bahan selulosa berserat lainnya; kertas atau kertas karton yang diputihkan (sisa dan skrap) (HS 47), dan biji logam, kerak dan abu (HS 26). Hal ini disebabkan kelompok produk tersebut nilai ekspornya paling besar dibandingkan kelompok produk lainnya serta memiliki kecenderungan peningkatan ekspor cukup signifikan.

Daftar Pustaka Herawati. 2010. Analisis Pengaruh Asean China Free Trade Agreement (ACFTA) Terhadap Kinerja Keuangan Yang Dilihat Dari Penjualan Pada Ukm Tekstil Di Pekalongan. Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Diponogoro Mutakin, Salam. 2009. Dampak Penerapan Asian China Free Trade Agreement (ACFTA) Terhadap Perdagangan Indonesia . Economic Review No 218

Sinaga. 2008. Kajian Awal Terhadap kebijakan ACFTA (Asean China Free Trade Agreement). Jurnal Ekonomi Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai